KSATRIA PENGEMBARA berlari cepat melewati deretan pepohonan dan semak belukar tinggi. Ruhcinta berada di sebelah depannya. Walau saat itu cahaya sang surya yang hendak tenggelam mulai redup namun karena Ruhcinta tak berapa jauh di depannya dengan mudah Bintang bisa mengikuti lari si gadis.
Sebentar saja kedua orang itu telah masuk jauh ke dalam rimba belantara. Di satu tempat sosok Ruhcinta lenyap. Bintang hentikan larinya, memandang berkeliling.
"Ruhcinta! Dimana kau?!" Bintang memanggil. Suaranya bergema dalam rimba belantara yang mulai gelap itu. Tak ada jawaban. Bintang menunggu. Sesekali terdengar suara desir dedaunan yang saling gesek oleh tiupan angin.
"Ruhcinta?!" Bintang memanggil kembali. Setelah ditunggu tetap tak ada jawaban Bintang bersiap untuk mengerahkan Ilmu Mata Dewa yang didapatnya dari Dewa Kera. Ilmu yang sebelumnya hanya bisa digunakan untuk melihat segala sesuatunya dengan lebih jelas dan mampu melihat kelemahan jurus lawan, kini Bintang t
Dalam gelapnya malam, di atas pohon di pinggir kawasan rimba Alas Diam Salawasan, Jin Santet Laknat mendekam tak bergerak. Sepasang matanya yang tanpa alis terpejam. Paruh burungnya bergerak-gerak. Saat itu pikirannya sedang kacau. Hatinya terus menerus membatin."Betul apa yang diucapkan Junjungan. Ternyata pemuda itu memiliki wajah cakap serta perawakan gagah sempurna. Hai... Bersyukur aku masih bisa menahan diri hingga pukulanku tadi tidak sampai merenggut nyawanya. Hai, apakah hatiku telah tergoda? Junjungan, apakah aku benar harus mengikuti ucapanmu? Mengawini pemuda itu, menjadikannya sebagai suamiku? tapi bagaimana mungkin? Keadaan rupaku yang seperti ini tidak memberi jalan baginya untuk menyukai diriku. Apalagi dia sudah mengetahui kejahatan yang aku lakukan terhadapnya. Aku memang memiliki ilmu kesaktian bernama llmu Bersalin Wajah. Dengan ilmu itu aku bisa merubah diri setiap saat aku suka. Merubah wajah dengan wajah siapa saja yang aku suka. Tetapi hal itu tak bis
Dua kepala ular menyambar ubun-ubun Ksatria Pengembara. Bintang hantamkan dua tangannya ke atas. Satu memukul, satu lagi berusaha mencekal leher binatang itu. Celakanya, dua gerakan tangan Bintang itu tidak satupun menemui sasaran!"Tamat riwayatku!"Bintang masih berusaha menggerakkan kepalanya ke samping untuk menghindarkan patukan ular. Namun sia-sia saja! Sesaat lagi ubun-ubun di batok kepala Ksatria Pengembara akan jebol dihantam patukan dua kepala ular, tiba-tiba dari kegelapan melesat selarik sinar hitam. Laksana pedang sinar itu membabat pangkal leher ular kepala dua.”Crassss”Leher itu putus. Darah muncrat menyembur kepala dan pakaian Bintang. Tidak tunggu lebih lama Bintang segera betot tubuh ular yang melingkar menggulung dirinya lalu dibantingkannya ke sebuah batu di tepi telaga. Lalu dia memandang berkeliling. Dia tak melihat siapa-siapa."Orang pandai yang barusan menolongku!" Bintang berseru. "Harap sudi perlihatkan diri
AKU menaruh firasat hutan ini celaka! Kita bakal menghadapi bahaya tak terduga! Sudah satu malaman kita di dalam hutan! Kita seperti berputar-putar tak karuan. Bintang tak kunjung ditemukan!" Jawab Arya."Bayu, baiknya kita kembali saja ke lembah batu""Tidak bisa! Kita harus mencari Bintang sampai dapat. Aku juga punya firasat kalau dia itu sedang dihadang marabahaya!""Malam gelap, dingin. Di dalam rimba seram begini rupa! Aku....""Sebentar lagi bakal siang. Apa tidak kau lihat langit di sebelah timur sudah mulai terang?!""Arya! Lebih baik kau berteriak-teriak memanggil Bintang. Mungkin bisa menolong menemukannya lebih cepat!""Di dalam rimba belantara angker begini rupa aku tak berani berteriak. Salah-salah leherku bisa dicekik dedemit penghuni hutan!" Saking kesalnya Bayu menjawab."Kalau di sini memang ada dedemit bukan lehermu sebelah atas yang dicekiknya. Tapi lehermu sebelah bawah itu!""Dasar samba!! Jangan Kau
"Jangan-jangan anak itu sudah dicium setan congek hingga telinganya jadi tuli!" kata Bayu"Aku khawatir dia bukan cuma tuli, tapi matanya juga ikut-ikutan tidak beres. Masakan kita berada sedekat ini dia tidak bisa melihat!" ujar Arya pula."Kita cari jalan berputar. Mungkin bisa tembus! Jalan ke ujung sana baru membelok ke arah pedataran rumput!" kata Bayu. Arya setuju.Dua orang itu lari ke ujung timur. Setelah cukup jauh mereka membelok ke kiri. Tapi "buukk.. bukkk!" Kembali sosok mereka menghantam dinding yang tidak kelihatan. Selagi terhuyung-huyung tiba-tiba Bayu berseru."Dia lenyap! Bintang lenyap!"Saat itu Ksatria Pengembara yang tadi berada di dekat lapangan sebelah sana kini memang lenyap tak kelihatan lagi."Kemana kita harus mencari? Apa yang terjadi dengannya?!" Arya tampak bingung sekali."Aku tidak percaya pada segala macam setan, jin atau dedemit!" berkata Bayu."Jangan-jangan ada orang jahat berkepandaian tin
RIMBA ALAS DIAM SALAWASAN adalah sebuah hutan rimba yang dibuat dengan susunan dan mantra Ilmu Hitam tertentu dengan maksud untuk mengacaukan atau membuat bingung orang yang memasukinya. Selain itu juga ditanami tumbuhan beracun, jebakan-jebakan mematikan dan hewan-hewan buas dan beracun seperti ular, kalajengking, buaya dan macan. Orang asing yang tidak mengenal keadaan hutan ini, dapat masuk namun kemungkinan untuk keluar tidak ada sama sekali. Hal ini selain banyaknya jebakan-jebakan yang mematikan, juga penanaman pohon diatur sedemikian rupa, sehingga selain dapat membingungkan juga menghalangi pandangan di sekitarnya. Rimba Alas Diam Salawasan (Hutan Tinggal Abadi). Disebut demikian karena orang-orang yang mencoba masuk ke kawasan hutan ini tidak dapat keluar lagi sehingga “menetap” di sana sampai akhir hayatnya.“Rimba Alas Diam Salawasan!" ujar Bintang kaget. Dia ingat, Maithatarun pernah menuturkan keangkeran hutan ini. Lalu dia ajukan pertanya
Ksatria Pengembara pandangi wajah dan sosok Ruhtinti. Jika tidak dalam keadaan seperti itu dia akan menyadari betapa gadis berkulit hitam manis ini bukan saja memiliki wajah cantik jelita tapi juga tubuh yang sangat bagus dan tersingkap di sana-sini penuh menggairahkan. Sebaliknya Ruhtinti yang berada dalam keadaan lebih tenang setiap dia menatap paras sang pendekar dadanya terasa berdebar. Dia harus mengakui, tidak ada pemuda di Negeri Jin yang memiliki wajah segagah pemuda asing ini.Bintang kepalkan dua tangannya. Lalu dia ingat akan "llmu Mata Dewa" yang di dapatnya dari Dewa Kera. Pada Ruhtinti dia berkata."Kita pasti bisa keluar dari sini! Aku akan berusaha!" Lalu Bintang salurkan tenaga dalamnya ke kepala. Matanya dikedipkan dua kali berturut-turut. Dia memandang berkeliling. Seperti diketahui dengan ilmu itu Bintang bisa melihat apa saja dikejauhan sekalipun terhalang sesuatu.Namun saat itu sampai dia cucurkan keringat dingin dan sepasang matanya menja
Bintang pegang lengan Ruhtinti. Sambil memandang berkeliling dia berkata. "Keadaan di tempat ini aneh sekali. Barusan saja aku masih melihat matahari di langit dan cuaca terang benderang. Mengapa tahu-tahu di sini keadaan redup, matahari mendadak lenyap, udara berubah gelap seolah-olah siang telah berganti dengan malam. Atau saat ini hari sebenarnya memang telah malam? Aku menangkap suara jengkerik tiada henti di sekitar sini. Lalu ada suara kodok "Disentuh lengannya begitu rupa membuat Ruhtinti jadi berdebar. Si gadis balas letakkan jari jari tangannya yang halus di atas tangan Bintang."lnilah kawasan yang kukatakan sedikit aman bagi kita Di luar sana sebenarnya hari masih siang. Tapi di sini siang malam sama saja. Suara jengkerik dan kodok tak pernah putus""Katamu ada sebuah goa Aku tidak melihat apa-apa," kata Bintang pula. Ruhtinti menunjuk pada tiga pohon besar yang tumbuh berdampingan."Di balik pohon besar sebelah kanan ada satu gundukan tanah t
"Katakanlah" jawab Bintang ketika Ruhtinti hentikan ucapannya. "Tapi harap kau duduk di lantai. Kalau kau duduk di pangkuanku rasanya aku tak bisa bernafas!" Ruhtinti tertawa. Dengan manja dia turun dari pangkuan Bintang, lepaskan rangkulannya dan duduk di lantai. Walau keadaan di dalam goa itu redup dan agak gelap namun Bintang masih bisa melihat bahwa saat itu di sebelah atas Ruhtinti tidak mengenakan apa-apa lagi. Dadanya yang polos kencang menantang. Senyumnya tidak berkeputusan dan sepasang matanya menatap tidak lepas-lepas dari wajah Bintang."Kau seperti berubah. Ada apa Ruhtinti?" tanya Bintang."Hai, aku terlalu bergembira, Bintang. Seperti kau katakan tadi aku ingat ada satu cara yang bisa membuat kita mampu keluar dari rimba belantara terkutuk ini!""Kalau begitu lekas kau katakan agar kita secepatnya berusaha melakukan," jawab Bintang. Bau harum yang merebak dari tubuh dan rambut si gadis membuat darah sang pendekar tambah bergejolak. Apalagi j