"Apa maksudmu Anis?" tanya Tara bingung atas pernyataan dan pertanyaan Anis barusan.
"Kamu tak perlu mengelak lagi Tara, Kamu kan yang menyebarkan gosip tentang Aku dan Azlan tadi? Karena hanya kamu yang masuk ke kelas saat ... Kau tahu sendiri kan apa maksudku? Tapi tenang saja Tara, jika memang begitu tak sukanya kau pada kedekatanku dengan Azlan, AKu akan __ "
"Sudahlah Anis, mengapa sekarang Kau yang mengalah padanya?" Shela yang memang sejak kedatangan Tara ke kelas tadi sudah menampakkan ekspresi tak suka, langsung menyela perkataan Anis dengan lantang dan berbalik menatap Tara dengan pandangan sinis dan bertanya, "Hanya karena Azlan memilih duduk di sampingmu, Kau merasa lebih baik dari AnisR? Lihatlah dirimu Tara, apa perlu Aku pinjamkan cermin untuk kau berkaca?"
"Benar sekali Anis, Aku tadinya juga tertarik pada Azlan, tapi melihatmu bersamanya Aku langsung mundur, karena Aku merasa Kau lebih pantas untuknya! Sedangkan Kau Tara, Kau bahkan tak bisa di samakan denganku. Bagaimana kau akan bersaing dengan gadis tercantik di kelas kita?" Rena mendukung pernyataan Shela dengan sedikit malu-malu karena secara gamblang ia menyatakan ketertarikan pada sosok Azlan.
Selain Shela dan Rena, gadis yang lain akhirnya ikut memojokkan Tara atas sesuatu yang Tara tidak ketahui. Ia hanya memergoki Anis dan Azlan di kelas tadi, itu pun secara tidak sengaja. Gadis yang kini diberondong dengan kalimat sinis dan pedas itu merasa waktunya terlalu berharga untuk dihabiskan pada hal-hal yang tidak penting, dan mengurusi hubungan percintaan orang lain adalah salah satu diantaranya.
"Maaf teman-teman semua, kalian sudah salah paham! AKu tak pernah tertarik sedikitpun pada pria yang baru beberapa jam lalu ku temui! Aku juga hanya peduli pada nilaiku di sini, tak ada sediktipun niatku untuk menggoda siapa pun dan mencampuri urusan orang lain!" Tara jengah juga setelah diberondong dengan berbagai tudingan yang tak masuk akal baginya. Bahkan semut akan mengigit orang yang sudah menyakitinya, bagaimana ia akan diam saja dengan fitnah yang tengah dilontarkan padanya.
"Bisa bicara juga ya kau! Tadi kau tak menggubris sama sekali. Apa sekarang sudah mulai merasa terusik? Tenang saja Tara, ini baru awalnya saja. Berani Kau bertingkah, jangan harap kau bisa tenang kuliah di sini!" batin Anis sambil tersenyum samar.
"Benar kata Tara, sepertinya kalian sudah salah paham. Aku pun begitu, maafkan Aku Tara ... Ku pikir tadi kau yang telah menyebarkan rumor itu __" ucap Anis dengan wajah yang hampir menangis dan semakin membuat teman-temannya menaruh simpati pada Anis.
"Kasian Anis, walaupun di sini dia yang jadi korban gosip tapi malah minta maaf. Aku semakin mendukung Anis dan Azlan."
"Aku juga!"
Berbagai ucapan dukungan untuk Anis pun mengalir dari teman-temannya. Tara hanya melihat semua itu dengan lega. Setidaknya sekarang mereka tak akan mengusiknya lagi, atau setidaknya berhenti memojokannya. Ia memilih untuk mendengarkan musik yang mampu menenangkannya. Sepuluh menit lagi kuliah akan dimulai, ia hanya harus bertahan sampai waktu itu tiba.
Jika para gadis itu sekarang mulai sibuk memuji Anis, sebaliknya para pria hanya menatap mereka dengan bingung. Para gadis itu berubah mood dengan sangat cepat. Mereka lebih memilih untuk jadi penonton karena tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi sejauh yang mereka dengar semua ada hubungannya dengan Azlan, si mahasiswa baru.
Sebuah alasan yang cukup bagi Darren untuk makin membenci sang pemeran utama yang sampai sekarang belum terlihat batang hidungnya di dalam kelas.
"Apa yang menarik darinya? Baru beberapa jam di kelas ini, tapi lihatlah kehebohan yang terjadi setelah kedatangannya?" Daren berucap kesal pada Erik yang langsung menganggukkan kepalanya berulangkali.
"Selama dua tahun AKu di kelas ini, belum pernah melihat para gadis itu mengusik Tara. Entah apa yang sudah ia lakukan sampai semua begitu membencinya? Aku benar-benar bingung!"
"Anis juga tak pernah meminta maaf pada siapa pun, tapi karena si Azlan yang tak jelas itu ia terlihat seperti gadis yang lemah, dan AKu tak suka itu!" Daren menatap Anis dengan perasaan terluka, gadis itu bahkan tak pernah meliriknya sedikitpun, dan sekarang hanya demi seseorang yang baru di kenalnya, gadis yang jadi mimpi di setiap malamnya itu terlihat putus asa. "Erik, AKu ingin tahu kelemahan Azlan secepatnya. Agar ia tak semakin berulah!" ucap Darren dengan rahang yang menegang.
"Tenang saja, setelah Aku dapat info dari Ardi Kau akan jadi orang pertama yang Ku hubungi."
Pembahasan mereka terhenti karena Pak Rizal, sang Dosen yang dinanti telah masuk. Perhatian Tara dan semua mahasiswa pun kini beralih ke depan kelas sepenuhnya. Mereka mengikuti perkuliahan selama dua jam dengan tenang.
Setelah Pak Rizal keluar dari kelas, Tara langsung beranjak dari kursinya. Begitu pun dengan Darren dan para pria di kelasnya. Semakin cepat ia melangkah saat para gadis di depannya sudah mulai bergerombol seperti beberapa saat lalu. Tara tak mengerti untuk apa mereka masih berkumpul di kelas saat tak ada mata kuliah lagi hari ini. Tapi itu bukan urusannya, ia hanya ingin segera pulang ke kost secepatnya. Hari ini terasa lebih panjang dan berat dari hari lainnya.
Gadis yang rambutnya selalu terikat itu melangkah semakin cepat, hampir seperti berlari. Ia tak peduli dengan kalimat-kalimat sumbang yang mulai keluar dari teman-teman di depannya.
"Ada yang mau melarikan diri rupanya!"
"Jika Aku jadi Dia juga pasti sekarang merasa sangat malu karena sudah menggosipkan teman sendiri!"
"Iri tanda tak mampu!" Serta masih banyak celetukan lainnya secara bergantian mereka ucapkan yang diakhiri dengan tawa.
Tara Nadira tetap melangkah diantara ucapan-ucapan sinis itu. Dalam hitungan waktu yang terlalu cepat ia telah sampai di tempat mereka, Tara hanya menatap ke depan di mana pintu keluar sudah di depan mata.
Gadis yang tak pernah mengenal polesan makeup seperti mereka yang menertawainya itu terus menatap lurus ke depan, sampai ia tak sadar saat ada salah satu dari para gadis di depan pintu menjulurkan salah satu kakinya agar Tara tersandung dan terjatuh. Tentu itu akan jadi sebuah tontonan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan.
Benar saja, begitu tara menyentuh kaki itu ia kehilangan keseimbangannya dan kakinya tak mampu lagi menopang bobot tubuhnya yang mengakibatkannya condong ke depan dan Tara hanya bisa menutup matanya pasrah jika memang ia harus jatuh saat itu juga. Setidaknya ia akan jatuh di luar kelas, jadi Tara hanya harus bangkit dan pulang ke kost. Itu yang ada di pikirannya, ia langsung membuka kedua tangannya dengan lebar agar bisa mendarat ke lantai tanpa sakit, setidaknya bukan kepalanya yang jatuh lebih dulu.
Tara Nadira baru saja selesai mandi dan merasa segar kembali. Ia segera membuat makan malam yang sederhana untuk dirinya sendiri, dan makan dengan lahap. Biasanya nafsu makannya akan meningkat ketika ia merasa lelah. Hari ini adalah salah satu hari yang paling melelahkan bagi Tara. Bukan hanya lelah secara fisik, tapi juga hati dan fikirannya.Selama ia kuliah di Sharim Universitas, tak pernah sekalipun ia mendapatkan perlakuan buruk dari teman-teman sekelasnya. Karena memang ia selalu menghindar dari mereka, dan semua hal yang sekiranya bisa mendatangkan masalah pada teman-temannya.Sejauh ini semua itu berhasil untuknya, Tara bahkan selalu membantu mereka sebisanya. Tapi, hari ini semua berubah. Hanya karena orang itu, seseorang yang baru datang di kelasnya. Seluruh perhatian para gadis telah beralih pada sosoknya yang misterius.Tara mengambil salah satu majalah bisnis yang tadi ia pinjam dari Nadia, sang pemilik mini market yang cantik dan baik h
Tara seperti mendapatkan kekuatan baru usai melakukan panggilan video singkat dengan sang Adik yang ternyata sudah semakin dewasa. "Aku pasti bisa melewati semuanya, semangat Tara!" ucap Tara pada dirinya sendiri. Ia bahkan tertawa mendengar suaranya yang cukup lantang. "Semoga tidak ada yang mendengarnya ...." ucap Tara sambil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.Setiap mengingat keluarganya, Tara selalu mendapatkan energi baru layaknya ponsel yang baru selesai di charge. Ia akan kembali pada kenangan masa kecilnya bersama Bapak dan Ibu yang menghabiskan waktu di kebun mereka dengan Tara kecil yang selalu turut serta di bawa orang tuanya. Ia selalu menikmati masa-masa itu, bahkan tak ada penyesalan sedikitpun di hati Tara telah terlahir dari kedua orang tuanya. Jika memang ada kehidupan kedua, ia akan tetap memilih sebagai putri dua 'malaikat tak bersayapnya' itu.Tara yang mungil dan berambut hitam lebat dengan lesung pipit menghiasi kedua pip
[AKUI KESALAHANMU JIKA TAK INGIN RAHASIAMU TERUNGKAP!!!]sebuah pesan misterius dengan kalimat yang sama terus meneror Elsa sepulangnya ia dari Kampus. Awalnya ia mengira itu adalah pesan iseng, tapi lama kelamaan ia merasa takut juga. Belum lagi pesannya datang dari nomor pribadi. Bukan hanya lewat pesan teks, tapi juga lewat media sosialnya. Ia benar-benar di teror.Elsa tak tahu harus bagaimana lagi, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah melakukan apa yang diperintahkan. Akhirnya dengan keberanian yang tersisa, ia menghubungi Tara Nadira."Halo Elsa ... ini -- Elsa kan?" Suara Tara terdengar waspada di ujung telpon. "I -- iya Tar, ini Aku, Elsa ...." jawab Elsa tak kalah gugupnya."Ada hal mendesak apa El, sampai harus nelpon AKu selarut ini?""Maafin Aku Tar ...." lirih suara Elsa berucap, hampir seperti sebuah bisikan. "Gimana EL? Maaf -- untuk?" Tara masih bingung dengan permohonan maaf Elsa yang tiba-tib
Pagi ini kelas Bisnis semester empat mendapatkan kejutan yang membuat semua terhenyak. Secara mengejutkan, Elsa memproklamirkan pengakuan dirinya yang telah menggunakan nama Tara Nadira pada akun palsu yang ia buat untuk menyebarkan gosip tentang Anis dan Azlan.Sebagian besar teman gadisnya langsung menghina perbuatan Elsa yang selama ini sangat ceria dan polos bisa dengan keji memfitnah teman yang sering membantunya."Pantas saja, kemarin dia diam saja. Ternyata ....""Iya tuh, mungkin ia sedang menikmati melihat Tara dibenci ...""Bukan hanya Tara yang jadi korban di sini, tapi Anis dan Azlan juga. Harusnya Kamu minta maafnya jangan hanya ke Tara dong ...."Masih banyak lagi komentar miring yang mereka tujukan padanya. Tara yang melihat semua teman yang selama ini terlihat akrab dengan Elsa tampak jadi penyerangnya, gadis itu pun merasa kasihan pada Elsa yang hanya bisa menunduk sambil sesekali membasuk air mata yang mulai membasahi pipinya.
Tara Nadira berlari sangat kencang, seakan hidupnya bergantung pada aktifitas yang sangat melelahkan dan tentu saja menguras energinya yang sudah ia gunakan sebagian untuk bekerja part time di sebuah Mini Market dekat dengan tempat tinggalnya sekarang, tepatnya di sebuah Kos yang sederhana, namun nyaman untuk di tempati."Akhirnya sampai juga ..." Monolog Tara dengan nafas yang memburu dan detak jantung yang masih berdetak kencang.Gadis berambut panjang yang diikat seadanya itu langsung duduk di kursi paling belakang. Tempat favoritnya selama ini. Tak ada yang peduli akan kehadirannya di kelas yang mulai ramai dengan suara mahasiswa yang tengah bercanda atau melakukan hal lainnya, sehingga menimbulkan suara yang riuh di dalam ruangan ber-AC itu.Tapi Tara tak peduli dengan semua aktifitas yang tidak penting di matanya, seperti mereka yang juga tak pernah peduli akan kehadirannya. Tara selalu ada di kelas itu, tak pernah bolos satu kali pun, tapi sosokn
Suara yang dalam dan bersih tersebut sontak memaksa Tara mengalihkan pandangannya dari buku tugas yang tengah ia baca, seketika matanya bertemu dengan mata tajam Azlan. Gadis berlesung pipit itu hanya bisa menganggukan kepalanya sebentar, lalu melanjutkan kembali aktifitas membaca tugas yang telah selesaikan kemarin.Sikap acuh Tara, membuat para gadis di kelasnya merasa gerah dalam hati. Pasalnya, mereka semua ingin ada di posisi Tara saat ini. Jika saja bisa berganti kursi sekarang, mereka dengan senang hati akan melakukannya. Sayangnya hal itu tak mungkin terjadi, karena Buk Anna sudah siap dengan materi barunya.Bagi Anis bukan hanya sekedar merasa gerah, tapi lebih dari perasaan iri. Bahkan hari ini adalah hari paling memalukan selama ia menjadi mahasiswa. Harga dirinya yang terlampau tinggi seketika jatuh di depan semua teman sekelasnya, penyebabnya tak lain pria yang baru saja membuat keputusan teraneh di mata mereka semua. Ia bahkan kalah telak dari
"Gadis ini ...." Azlan tak bisa berkata apa-apa lagi hingga gadis itu keluar dari kelas, masih dengan senyum menggantung di bibirnya. Untuk pertama kalinya Azlan terdiam di depan seorang gadis.Anis yang duduk di depannya langsung mengambil kesempatan untuk duduk di tempat Tara, walaupun ia sempat ragu melakukannya, tapi akhirnya tetap duduk juga di samping Azlan."Hai, kenalin namaku Anis." Selama ini tak pernah Anis mengajak seorang pria berkenalan dengannya, semua pria ingin mendekatinya. Hanya pada Azlan yang tak memilihnya tadi, ia bisa bersikap seperti ini. Karena merasa tertantang untuk mendapatkan perhatian dari pria yang kini sedang menatapnya tersebut."Azlan!"Elsa dan gadis-gadis yang lain langsung kecewa saat melihat Azlan merespon Anis dengan senyumnya yang menawan. Tanpa berkata apapun, mereka tahu, siapa pemenangnya di sini. mereka tak punya kesempatan lagi.Semuanya akhirnya memilih untuk keluar dari k
Pintu kelas yang tadinya tertutup, terbuka seketika. Kedua wajah yang semakin dekat itu menoleh ke arah pintu, dan di sana ada seorang gadis yang berdiri mematung. Refleks Anis menjauhkan wajahnya dari Azlan dan memusatkan penglihatannya ke arah pintu masuk. Matanya langsung membola begitu tahu sosok yang sudah merusak moment indahnya bersama Azlan adalah orang yang sudah merusak harinya tadi. Siapa lagi kalau bukan Tara Nadira.Sejak awal kuliah Anis memang tak begitu peduli dengan si 'Gadis Beasiswa', begitu sebutannya untuk Tara selama ini. Anis tak suka harus berada di urutan ke dua dalam nilai akademik dari gadis yang penampilannya seadanya itu di kelasnya. Tapi rasa tak suka itu tak cukup untuk menjadi alasan bagi Anis untuk membencinya. Karena ia tak ingin bersaing dengan orang yang sudah jelas jauh di bawahnya dari berbagai segi. Tapi hari ini berbeda, mau tidak mau Anis merasa harus buat perhitungan dengan Tara."Sedang apa Kau di situ?' tany
Pagi ini kelas Bisnis semester empat mendapatkan kejutan yang membuat semua terhenyak. Secara mengejutkan, Elsa memproklamirkan pengakuan dirinya yang telah menggunakan nama Tara Nadira pada akun palsu yang ia buat untuk menyebarkan gosip tentang Anis dan Azlan.Sebagian besar teman gadisnya langsung menghina perbuatan Elsa yang selama ini sangat ceria dan polos bisa dengan keji memfitnah teman yang sering membantunya."Pantas saja, kemarin dia diam saja. Ternyata ....""Iya tuh, mungkin ia sedang menikmati melihat Tara dibenci ...""Bukan hanya Tara yang jadi korban di sini, tapi Anis dan Azlan juga. Harusnya Kamu minta maafnya jangan hanya ke Tara dong ...."Masih banyak lagi komentar miring yang mereka tujukan padanya. Tara yang melihat semua teman yang selama ini terlihat akrab dengan Elsa tampak jadi penyerangnya, gadis itu pun merasa kasihan pada Elsa yang hanya bisa menunduk sambil sesekali membasuk air mata yang mulai membasahi pipinya.
[AKUI KESALAHANMU JIKA TAK INGIN RAHASIAMU TERUNGKAP!!!]sebuah pesan misterius dengan kalimat yang sama terus meneror Elsa sepulangnya ia dari Kampus. Awalnya ia mengira itu adalah pesan iseng, tapi lama kelamaan ia merasa takut juga. Belum lagi pesannya datang dari nomor pribadi. Bukan hanya lewat pesan teks, tapi juga lewat media sosialnya. Ia benar-benar di teror.Elsa tak tahu harus bagaimana lagi, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah melakukan apa yang diperintahkan. Akhirnya dengan keberanian yang tersisa, ia menghubungi Tara Nadira."Halo Elsa ... ini -- Elsa kan?" Suara Tara terdengar waspada di ujung telpon. "I -- iya Tar, ini Aku, Elsa ...." jawab Elsa tak kalah gugupnya."Ada hal mendesak apa El, sampai harus nelpon AKu selarut ini?""Maafin Aku Tar ...." lirih suara Elsa berucap, hampir seperti sebuah bisikan. "Gimana EL? Maaf -- untuk?" Tara masih bingung dengan permohonan maaf Elsa yang tiba-tib
Tara seperti mendapatkan kekuatan baru usai melakukan panggilan video singkat dengan sang Adik yang ternyata sudah semakin dewasa. "Aku pasti bisa melewati semuanya, semangat Tara!" ucap Tara pada dirinya sendiri. Ia bahkan tertawa mendengar suaranya yang cukup lantang. "Semoga tidak ada yang mendengarnya ...." ucap Tara sambil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.Setiap mengingat keluarganya, Tara selalu mendapatkan energi baru layaknya ponsel yang baru selesai di charge. Ia akan kembali pada kenangan masa kecilnya bersama Bapak dan Ibu yang menghabiskan waktu di kebun mereka dengan Tara kecil yang selalu turut serta di bawa orang tuanya. Ia selalu menikmati masa-masa itu, bahkan tak ada penyesalan sedikitpun di hati Tara telah terlahir dari kedua orang tuanya. Jika memang ada kehidupan kedua, ia akan tetap memilih sebagai putri dua 'malaikat tak bersayapnya' itu.Tara yang mungil dan berambut hitam lebat dengan lesung pipit menghiasi kedua pip
Tara Nadira baru saja selesai mandi dan merasa segar kembali. Ia segera membuat makan malam yang sederhana untuk dirinya sendiri, dan makan dengan lahap. Biasanya nafsu makannya akan meningkat ketika ia merasa lelah. Hari ini adalah salah satu hari yang paling melelahkan bagi Tara. Bukan hanya lelah secara fisik, tapi juga hati dan fikirannya.Selama ia kuliah di Sharim Universitas, tak pernah sekalipun ia mendapatkan perlakuan buruk dari teman-teman sekelasnya. Karena memang ia selalu menghindar dari mereka, dan semua hal yang sekiranya bisa mendatangkan masalah pada teman-temannya.Sejauh ini semua itu berhasil untuknya, Tara bahkan selalu membantu mereka sebisanya. Tapi, hari ini semua berubah. Hanya karena orang itu, seseorang yang baru datang di kelasnya. Seluruh perhatian para gadis telah beralih pada sosoknya yang misterius.Tara mengambil salah satu majalah bisnis yang tadi ia pinjam dari Nadia, sang pemilik mini market yang cantik dan baik h
"Apa maksudmu Anis?" tanya Tara bingung atas pernyataan dan pertanyaan Anis barusan."Kamu tak perlu mengelak lagi Tara, Kamu kan yang menyebarkan gosip tentang Aku dan Azlan tadi? Karena hanya kamu yang masuk ke kelas saat ... Kau tahu sendiri kan apa maksudku? Tapi tenang saja Tara, jika memang begitu tak sukanya kau pada kedekatanku dengan Azlan, AKu akan __ ""Sudahlah Anis, mengapa sekarang Kau yang mengalah padanya?" Shela yang memang sejak kedatangan Tara ke kelas tadi sudah menampakkan ekspresi tak suka, langsung menyela perkataan Anis dengan lantang dan berbalik menatap Tara dengan pandangan sinis dan bertanya, "Hanya karena Azlan memilih duduk di sampingmu, Kau merasa lebih baik dari AnisR? Lihatlah dirimu Tara, apa perlu Aku pinjamkan cermin untuk kau berkaca?""Benar sekali Anis, Aku tadinya juga tertarik pada Azlan, tapi melihatmu bersamanya Aku langsung mundur, karena Aku merasa Kau lebih pantas untuknya! Sedangkan Kau Tara, Kau bahkan tak bi
"Kenapa Tar? Katanya mau masuk ke kelas?" tanya Syila membawa Tara kembali dari lamunannya. "Engg -- enggak apa-apa kok, kayaknya Aku nunggu teman-teman yang lain dulu deh," jawab Tara sedikit gugup sambil membalikkan punggungnya hendak beranjak menjauh dari pintu kelas. "Tumben Tar? Biasanya Kamu paling semangat tuh nunggu Dosen di kelas, sekalian istirahat kata Kamu dulu ... jangan-jangan ...." Sesil menatap Tara dengan pandangan menyeidik. "Apa sih Sil? Kalian mau kemana abis ini? Udah nggak ada kelas kan?" tanya Tara sekaligus mengalihkan perhatian mereka. Tara hanya tak ingin teman-temannya melihat apa yang ada di dalam. "Kok kayak ada yang dirahasiain ya? Jiwa kepoku meronta-ronta nih ...." Dengan senyum simpul Sesil semakin menggoda Tara yang semakin gugup. Walau baru berteman beberapa bulan sejak mereka sekelas di tiga mata kuliah, namun boleh dibilang Sesil yang terkesan manja dan sangat mendamba pada ketua tingkatnya telah memahami seorang T
Walau sudah menetapkan hatinya untuk tidak jatuh cinta dulu sekarang, namun Tara tetap merasa bahagia untuk sahabatnya. Lagi pula aturan untuk tidak jatuh cinta itu kan untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain.Setelah membagikan modul untuk semua teman sekelasnya, Reinhard menghampiri Sesil dan Tara yang juga sudah duduk bersama Syila."Jadi gimana rencana kita Rei?" tanya Syila begitu Reinhard duduk di kursinya. Kelompok yang lain juga sudah mulai menyusun strategi mereka.Seketika suasana kelas terbagi menjadi lima kelompok kecil yang terdiri dari empat orang. Mereka semua membahas mengenai tugas yang baru saja diterima. Walau tanpa Dosen yang mengawasi, tak mengurangi sedikitpun keseriusan pada diri mereka. Karena semua tak ingin mengulang lagi semester berikutnya."Untuk sekarang kita buat dulu group chat khusus untuk kelompok kita, agar bisa saling sharing informasi nantinya," jawab Reinhard atas pertanyaan Syila barusan.
Pintu kelas yang tadinya tertutup, terbuka seketika. Kedua wajah yang semakin dekat itu menoleh ke arah pintu, dan di sana ada seorang gadis yang berdiri mematung. Refleks Anis menjauhkan wajahnya dari Azlan dan memusatkan penglihatannya ke arah pintu masuk. Matanya langsung membola begitu tahu sosok yang sudah merusak moment indahnya bersama Azlan adalah orang yang sudah merusak harinya tadi. Siapa lagi kalau bukan Tara Nadira.Sejak awal kuliah Anis memang tak begitu peduli dengan si 'Gadis Beasiswa', begitu sebutannya untuk Tara selama ini. Anis tak suka harus berada di urutan ke dua dalam nilai akademik dari gadis yang penampilannya seadanya itu di kelasnya. Tapi rasa tak suka itu tak cukup untuk menjadi alasan bagi Anis untuk membencinya. Karena ia tak ingin bersaing dengan orang yang sudah jelas jauh di bawahnya dari berbagai segi. Tapi hari ini berbeda, mau tidak mau Anis merasa harus buat perhitungan dengan Tara."Sedang apa Kau di situ?' tany
"Gadis ini ...." Azlan tak bisa berkata apa-apa lagi hingga gadis itu keluar dari kelas, masih dengan senyum menggantung di bibirnya. Untuk pertama kalinya Azlan terdiam di depan seorang gadis.Anis yang duduk di depannya langsung mengambil kesempatan untuk duduk di tempat Tara, walaupun ia sempat ragu melakukannya, tapi akhirnya tetap duduk juga di samping Azlan."Hai, kenalin namaku Anis." Selama ini tak pernah Anis mengajak seorang pria berkenalan dengannya, semua pria ingin mendekatinya. Hanya pada Azlan yang tak memilihnya tadi, ia bisa bersikap seperti ini. Karena merasa tertantang untuk mendapatkan perhatian dari pria yang kini sedang menatapnya tersebut."Azlan!"Elsa dan gadis-gadis yang lain langsung kecewa saat melihat Azlan merespon Anis dengan senyumnya yang menawan. Tanpa berkata apapun, mereka tahu, siapa pemenangnya di sini. mereka tak punya kesempatan lagi.Semuanya akhirnya memilih untuk keluar dari k