Pintu kelas yang tadinya tertutup, terbuka seketika. Kedua wajah yang semakin dekat itu menoleh ke arah pintu, dan di sana ada seorang gadis yang berdiri mematung. Refleks Anis menjauhkan wajahnya dari Azlan dan memusatkan penglihatannya ke arah pintu masuk. Matanya langsung membola begitu tahu sosok yang sudah merusak moment indahnya bersama Azlan adalah orang yang sudah merusak harinya tadi. Siapa lagi kalau bukan Tara Nadira.
Sejak awal kuliah Anis memang tak begitu peduli dengan si 'Gadis Beasiswa', begitu sebutannya untuk Tara selama ini. Anis tak suka harus berada di urutan ke dua dalam nilai akademik dari gadis yang penampilannya seadanya itu di kelasnya. Tapi rasa tak suka itu tak cukup untuk menjadi alasan bagi Anis untuk membencinya. Karena ia tak ingin bersaing dengan orang yang sudah jelas jauh di bawahnya dari berbagai segi. Tapi hari ini berbeda, mau tidak mau Anis merasa harus buat perhitungan dengan Tara.
"Sedang apa Kau di situ?' tanya Anis dengan suara lantang. Jelas ia tak suka dengan kehadiran Tara yang sudah merusak semuanya. Ya, bagi Anis, gadis itulah yang harus disalahkan atas semua hal memalukan yang harus ia tanggung hari ini.
Tara beranjak dari pintu ke arah mereka berdua alih-alih langsung menjawab pertanyaan Anis barusan. Sebuah tindakan yang membuat Anis bertambah geram dibuatnya. Namun, Anis mencoba meredam kemarahannya, karena di sampingnya ada Azlan yang memperhatikan dalam diam. Entah apa yang dipikirkan pria itu, tapi satu hal yang pasti Anis tak ingin Azlan menilainya buruk jika harus meluapkan emosinya pada Tara sekarang.
"Maaf, Aku tak ingin mengganggu kalian berdua. Aku ke sini untuk mengambil buku tugasku yang tertinggal di meja. Bisa tolong ambilkan Anis?" ucap Tara tampak buru-buru kepada Anis, ia bahkan tak melihat ke arah Azlan yang sedang memperhatikannya.
Anis ingin memaki Tara sekarang, tapi tetap ia serahkan juga buku yang sejak tadi teronggok di atas meja dan tak diperhatikannya begitu ia duduk di kursi itu. Karena perhatiannya sepenuhnya teralihkan kepada Azlan.
"Terima kasih Anis," ucap Tara pada Anis setelah buku tugasnya telah berpindah tangan. Ia pun segera berbalik dan keluar dari kelas. Tara berharap mereka tak merasakan kegugupannya tadi.
Setelah merasa aman dari jangkauan Anis dan Azlan, ia pun mengembuskan nafasnya yang sejak tadi tertahan di dadanya. "Hampir saja ...." ujar Tara pada dirinya sendiri.
Sejujurnya ia merasa malu saat tak sengaja masuk ke kelas tadi dan melihat apa yang berlaku di dalam. Jika tahu ada mereka berdua di sana, Tara lebih baik beralasan saja ketinggalan buku tugasnya, tapi apalah daya ia sudah terlanjur masuk ke kelas dan harus melihat apa yang seharusnya tak ia lihat dan selama ini Tara hindari.
Tak ada kisah cinta dalam kamus kehidupan Tara. Sebuah keinginan yang sudah ia kubur dalam-dalam. Alasan yang cukup untuk membuatnya seperti sekarang ini, berpenampilan buruk diantara para gadis cantik nan modis. Selain hemat, tentu cukup untuk menjauhkannya dari para pria yang mencoba untuk menarik perhatian lawan jenisnya.
Masih dengan debaran jantung yang cukup mengusik perasaannya, Tara melangkahkan kakinya ke lantai dua. Karena itu adalah pertama kalinya ia melihat seorang gadis dan pria duduk sedekat itu. Walaupun Tara tidak melihat dengan jelas yang mereka lakukan, karena ia langsung membuang wajahnya tadi, tapi tetap saja semua itu tak bisa menetralkan jantungnya yang terlanjur berdebar. Tak pernah pacaran, bukan berarti ia bodoh dengan samua tindakan absurd itu, sedang apa lagi mereka jika bukan ... Tara langsung menggelengkan kepalanya berulang kali, dan menepuk wajahnya yang terasa panas. "Ada apa denganku? Kenapa Aku yang merasa malu? Sadar Tara!"
Sebelum masuk ke dalam, Tara mengambil waktu untuk menenangkan dirinya sebentar di luar kelas. Setelah merasa lebih baik, ia pun masuk dan langsung menyerahkan buku tugasnya pada Buk Siska sambil berkata, "Maaf Buk, agak lama Saya mengambil bukunya, tadi masih ke toilet sebentar ...." ucap Tara setenang mungkin, walau ia terus berkata maaf dalam hati karena telah berdusta.
Buk Siska mengambil buku tugas Tara sambil tersenyum dan berucap, "Iya, nggak apa-apa Tara. Ibu percaya kok, Kamu menyelesaikan tugasnya dengan baik seperti sebelumnya." Tara bernafas lega atas respon dari Buk Siska. Tak lupa ia mengucapkan rasa terima kasihnya sebelum kembali duduk ke kursinya.
Beruntung Buk Siska hanya memberikan pengantar untuk materi kuliah Bisnis hari ini dan memberikan mereka tugas kelompok untuk mewawancarai pebisnis atau pengusaha pemula dalam bentuk video, layaknya wawancara yang dilakukan oleh reporter di televisi. Tentu tak harus sama persis, setidaknya harus menarik untuk ditonton dan ada hal yang bisa dipelajari dari wawancara tersebut.
"Sampai sini ada pertanyaan?" tanya Buk Siska usai menjelaskan semua materi termasuk tugas kelompoknya.
"Ada Buk, apakah ada standar khusus pebisnis seperti apa yang harus diwawancarai?" tanya Reinhard, sang ketua tingkat di kelas itu.
"Seorang Pengusaha yang merintis bisnisnya dari awal, bukan karena warisan orang tuanya. Ada lagi?"
"Pembagian kelompoknya bagaimana Buk?" tanya mahasiswa yang lain.
"Sudah Ibu bagi dan Nama-namanya bisa di lihat di forum kelas ini ya ... ada lagi?"
"Tenggat waktunya kapan Buk?" tanya Tara agar ia bisa menyesuaikan dengan jam kerja dan kuliah yang lain.
"Dua minggu, jadi Saya tidak akan masuk minggu depan. Silahkan kalian pergunakan untuk menyelesaikan tugas ini dengan kelompok masing-masing. Dua minggu lagi presentasi. Tak ada alasan tidak menyelesaikan tugas ini, jika masih ada yang mangkir, maka bisa di pastikan seluruh anggota kelompok itu tidak akan bisa mengikuti ujian semester. Dengan kata lain akan bertemu Saya semester berikutnya di mata kuliah yang sama! Mengerti?"
"Iya Buk ...."
"Sampai bertemu dua minggu lagi dan untuk modulnya, silahkan dibagikan Reinhard ... Selamat sore ...."
"Sore Buk ...."
Begitu Buk Siska keluar, seketika kelas yang tadinya cukup tenang langsung bising karena mereka sibuk mengecek anggota masing-masing di forum online kelas mereka untuk mata kuliah bisnis.
"Rei, Aku sama Kamu nggak?" suara manja Sesil langsung terdengar begitu Reinhard membagikan modulnya.
"Silahkan cek sendiri Sil, AKu belum tahu karena masih sibuk membagikan modul ini," jawab Reinhard tanpa menatap sesil yang memandangnya penuh harap dan hanya berlalu begitu saja ke temannya yang lain.
"Senyum dong Sil, Kamu nggak suka satu kelompok sama Aku?" tanya Tara sambil pura-pura cemberut pada Sesil.
Ya, Sesilia adalah satu-satunya sahabat Tara. Meski Sesil kakak setahun dari Tara namun sikapnya yang terkesan manja membuat Tara terlihat lebih dewasa darinya. Hanya Sesil yang tetap peduli pada Tara yang dijauhi banyak gadis karena penampilannya. Sesil merasa nyaman dengan Tara karena hanya gadis itu yang tak pernah merasa risih dengan sikap Sesil yang terlalu jelas begitu menyukai ketua tingkat mereka.
"Beneran Tar? Kita satu kelompok?" wajah suram Sesil langsung sumringah mendengar ucapan Tara barusan.
"Iya dong, kapan sih Aku pernah bohong? Kalo nggak percaya, cek saja langsung di forumnya."
"Rei gimana?"
"Malah nanya lagi, buru di cek langsung ...."
"Iya, nih di cek ... kelompok berapa Tar?"
"Dasar pengennya cepet, lihat saja semuanya ... hanya ada lima kelompok ini ...."
"Males nyarinya Tara ...." sambil memasang wajah mengiba yang terlihat lucu di matara Tara.
"Kelompok empat."
"Reinhard, Syila, Sesil, Tara ...."
"Yeeeeees!" Sesil melonjak kegirangan karena begitu bahagia melihat namanya ada di deretan sahabatnya dan orang yang ia cintai.
Tara hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat sahabatnya itu begitu bahagia hanya karena hal yang sangat sepele. Apakah cinta bisa membuat orang terlihat aneh? Tidak, Tara jelas tak ingin terlihat aneh sekarang. Hatinya semakin mantap untuk tak akan jatuh cinta, apa pun yang terjadi. Setidaknya, sampai ia lulus kuliah.
Walau sudah menetapkan hatinya untuk tidak jatuh cinta dulu sekarang, namun Tara tetap merasa bahagia untuk sahabatnya. Lagi pula aturan untuk tidak jatuh cinta itu kan untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain.Setelah membagikan modul untuk semua teman sekelasnya, Reinhard menghampiri Sesil dan Tara yang juga sudah duduk bersama Syila."Jadi gimana rencana kita Rei?" tanya Syila begitu Reinhard duduk di kursinya. Kelompok yang lain juga sudah mulai menyusun strategi mereka.Seketika suasana kelas terbagi menjadi lima kelompok kecil yang terdiri dari empat orang. Mereka semua membahas mengenai tugas yang baru saja diterima. Walau tanpa Dosen yang mengawasi, tak mengurangi sedikitpun keseriusan pada diri mereka. Karena semua tak ingin mengulang lagi semester berikutnya."Untuk sekarang kita buat dulu group chat khusus untuk kelompok kita, agar bisa saling sharing informasi nantinya," jawab Reinhard atas pertanyaan Syila barusan.
"Kenapa Tar? Katanya mau masuk ke kelas?" tanya Syila membawa Tara kembali dari lamunannya. "Engg -- enggak apa-apa kok, kayaknya Aku nunggu teman-teman yang lain dulu deh," jawab Tara sedikit gugup sambil membalikkan punggungnya hendak beranjak menjauh dari pintu kelas. "Tumben Tar? Biasanya Kamu paling semangat tuh nunggu Dosen di kelas, sekalian istirahat kata Kamu dulu ... jangan-jangan ...." Sesil menatap Tara dengan pandangan menyeidik. "Apa sih Sil? Kalian mau kemana abis ini? Udah nggak ada kelas kan?" tanya Tara sekaligus mengalihkan perhatian mereka. Tara hanya tak ingin teman-temannya melihat apa yang ada di dalam. "Kok kayak ada yang dirahasiain ya? Jiwa kepoku meronta-ronta nih ...." Dengan senyum simpul Sesil semakin menggoda Tara yang semakin gugup. Walau baru berteman beberapa bulan sejak mereka sekelas di tiga mata kuliah, namun boleh dibilang Sesil yang terkesan manja dan sangat mendamba pada ketua tingkatnya telah memahami seorang T
"Apa maksudmu Anis?" tanya Tara bingung atas pernyataan dan pertanyaan Anis barusan."Kamu tak perlu mengelak lagi Tara, Kamu kan yang menyebarkan gosip tentang Aku dan Azlan tadi? Karena hanya kamu yang masuk ke kelas saat ... Kau tahu sendiri kan apa maksudku? Tapi tenang saja Tara, jika memang begitu tak sukanya kau pada kedekatanku dengan Azlan, AKu akan __ ""Sudahlah Anis, mengapa sekarang Kau yang mengalah padanya?" Shela yang memang sejak kedatangan Tara ke kelas tadi sudah menampakkan ekspresi tak suka, langsung menyela perkataan Anis dengan lantang dan berbalik menatap Tara dengan pandangan sinis dan bertanya, "Hanya karena Azlan memilih duduk di sampingmu, Kau merasa lebih baik dari AnisR? Lihatlah dirimu Tara, apa perlu Aku pinjamkan cermin untuk kau berkaca?""Benar sekali Anis, Aku tadinya juga tertarik pada Azlan, tapi melihatmu bersamanya Aku langsung mundur, karena Aku merasa Kau lebih pantas untuknya! Sedangkan Kau Tara, Kau bahkan tak bi
Tara Nadira baru saja selesai mandi dan merasa segar kembali. Ia segera membuat makan malam yang sederhana untuk dirinya sendiri, dan makan dengan lahap. Biasanya nafsu makannya akan meningkat ketika ia merasa lelah. Hari ini adalah salah satu hari yang paling melelahkan bagi Tara. Bukan hanya lelah secara fisik, tapi juga hati dan fikirannya.Selama ia kuliah di Sharim Universitas, tak pernah sekalipun ia mendapatkan perlakuan buruk dari teman-teman sekelasnya. Karena memang ia selalu menghindar dari mereka, dan semua hal yang sekiranya bisa mendatangkan masalah pada teman-temannya.Sejauh ini semua itu berhasil untuknya, Tara bahkan selalu membantu mereka sebisanya. Tapi, hari ini semua berubah. Hanya karena orang itu, seseorang yang baru datang di kelasnya. Seluruh perhatian para gadis telah beralih pada sosoknya yang misterius.Tara mengambil salah satu majalah bisnis yang tadi ia pinjam dari Nadia, sang pemilik mini market yang cantik dan baik h
Tara seperti mendapatkan kekuatan baru usai melakukan panggilan video singkat dengan sang Adik yang ternyata sudah semakin dewasa. "Aku pasti bisa melewati semuanya, semangat Tara!" ucap Tara pada dirinya sendiri. Ia bahkan tertawa mendengar suaranya yang cukup lantang. "Semoga tidak ada yang mendengarnya ...." ucap Tara sambil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.Setiap mengingat keluarganya, Tara selalu mendapatkan energi baru layaknya ponsel yang baru selesai di charge. Ia akan kembali pada kenangan masa kecilnya bersama Bapak dan Ibu yang menghabiskan waktu di kebun mereka dengan Tara kecil yang selalu turut serta di bawa orang tuanya. Ia selalu menikmati masa-masa itu, bahkan tak ada penyesalan sedikitpun di hati Tara telah terlahir dari kedua orang tuanya. Jika memang ada kehidupan kedua, ia akan tetap memilih sebagai putri dua 'malaikat tak bersayapnya' itu.Tara yang mungil dan berambut hitam lebat dengan lesung pipit menghiasi kedua pip
[AKUI KESALAHANMU JIKA TAK INGIN RAHASIAMU TERUNGKAP!!!]sebuah pesan misterius dengan kalimat yang sama terus meneror Elsa sepulangnya ia dari Kampus. Awalnya ia mengira itu adalah pesan iseng, tapi lama kelamaan ia merasa takut juga. Belum lagi pesannya datang dari nomor pribadi. Bukan hanya lewat pesan teks, tapi juga lewat media sosialnya. Ia benar-benar di teror.Elsa tak tahu harus bagaimana lagi, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah melakukan apa yang diperintahkan. Akhirnya dengan keberanian yang tersisa, ia menghubungi Tara Nadira."Halo Elsa ... ini -- Elsa kan?" Suara Tara terdengar waspada di ujung telpon. "I -- iya Tar, ini Aku, Elsa ...." jawab Elsa tak kalah gugupnya."Ada hal mendesak apa El, sampai harus nelpon AKu selarut ini?""Maafin Aku Tar ...." lirih suara Elsa berucap, hampir seperti sebuah bisikan. "Gimana EL? Maaf -- untuk?" Tara masih bingung dengan permohonan maaf Elsa yang tiba-tib
Pagi ini kelas Bisnis semester empat mendapatkan kejutan yang membuat semua terhenyak. Secara mengejutkan, Elsa memproklamirkan pengakuan dirinya yang telah menggunakan nama Tara Nadira pada akun palsu yang ia buat untuk menyebarkan gosip tentang Anis dan Azlan.Sebagian besar teman gadisnya langsung menghina perbuatan Elsa yang selama ini sangat ceria dan polos bisa dengan keji memfitnah teman yang sering membantunya."Pantas saja, kemarin dia diam saja. Ternyata ....""Iya tuh, mungkin ia sedang menikmati melihat Tara dibenci ...""Bukan hanya Tara yang jadi korban di sini, tapi Anis dan Azlan juga. Harusnya Kamu minta maafnya jangan hanya ke Tara dong ...."Masih banyak lagi komentar miring yang mereka tujukan padanya. Tara yang melihat semua teman yang selama ini terlihat akrab dengan Elsa tampak jadi penyerangnya, gadis itu pun merasa kasihan pada Elsa yang hanya bisa menunduk sambil sesekali membasuk air mata yang mulai membasahi pipinya.
Tara Nadira berlari sangat kencang, seakan hidupnya bergantung pada aktifitas yang sangat melelahkan dan tentu saja menguras energinya yang sudah ia gunakan sebagian untuk bekerja part time di sebuah Mini Market dekat dengan tempat tinggalnya sekarang, tepatnya di sebuah Kos yang sederhana, namun nyaman untuk di tempati."Akhirnya sampai juga ..." Monolog Tara dengan nafas yang memburu dan detak jantung yang masih berdetak kencang.Gadis berambut panjang yang diikat seadanya itu langsung duduk di kursi paling belakang. Tempat favoritnya selama ini. Tak ada yang peduli akan kehadirannya di kelas yang mulai ramai dengan suara mahasiswa yang tengah bercanda atau melakukan hal lainnya, sehingga menimbulkan suara yang riuh di dalam ruangan ber-AC itu.Tapi Tara tak peduli dengan semua aktifitas yang tidak penting di matanya, seperti mereka yang juga tak pernah peduli akan kehadirannya. Tara selalu ada di kelas itu, tak pernah bolos satu kali pun, tapi sosokn
Pagi ini kelas Bisnis semester empat mendapatkan kejutan yang membuat semua terhenyak. Secara mengejutkan, Elsa memproklamirkan pengakuan dirinya yang telah menggunakan nama Tara Nadira pada akun palsu yang ia buat untuk menyebarkan gosip tentang Anis dan Azlan.Sebagian besar teman gadisnya langsung menghina perbuatan Elsa yang selama ini sangat ceria dan polos bisa dengan keji memfitnah teman yang sering membantunya."Pantas saja, kemarin dia diam saja. Ternyata ....""Iya tuh, mungkin ia sedang menikmati melihat Tara dibenci ...""Bukan hanya Tara yang jadi korban di sini, tapi Anis dan Azlan juga. Harusnya Kamu minta maafnya jangan hanya ke Tara dong ...."Masih banyak lagi komentar miring yang mereka tujukan padanya. Tara yang melihat semua teman yang selama ini terlihat akrab dengan Elsa tampak jadi penyerangnya, gadis itu pun merasa kasihan pada Elsa yang hanya bisa menunduk sambil sesekali membasuk air mata yang mulai membasahi pipinya.
[AKUI KESALAHANMU JIKA TAK INGIN RAHASIAMU TERUNGKAP!!!]sebuah pesan misterius dengan kalimat yang sama terus meneror Elsa sepulangnya ia dari Kampus. Awalnya ia mengira itu adalah pesan iseng, tapi lama kelamaan ia merasa takut juga. Belum lagi pesannya datang dari nomor pribadi. Bukan hanya lewat pesan teks, tapi juga lewat media sosialnya. Ia benar-benar di teror.Elsa tak tahu harus bagaimana lagi, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah melakukan apa yang diperintahkan. Akhirnya dengan keberanian yang tersisa, ia menghubungi Tara Nadira."Halo Elsa ... ini -- Elsa kan?" Suara Tara terdengar waspada di ujung telpon. "I -- iya Tar, ini Aku, Elsa ...." jawab Elsa tak kalah gugupnya."Ada hal mendesak apa El, sampai harus nelpon AKu selarut ini?""Maafin Aku Tar ...." lirih suara Elsa berucap, hampir seperti sebuah bisikan. "Gimana EL? Maaf -- untuk?" Tara masih bingung dengan permohonan maaf Elsa yang tiba-tib
Tara seperti mendapatkan kekuatan baru usai melakukan panggilan video singkat dengan sang Adik yang ternyata sudah semakin dewasa. "Aku pasti bisa melewati semuanya, semangat Tara!" ucap Tara pada dirinya sendiri. Ia bahkan tertawa mendengar suaranya yang cukup lantang. "Semoga tidak ada yang mendengarnya ...." ucap Tara sambil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.Setiap mengingat keluarganya, Tara selalu mendapatkan energi baru layaknya ponsel yang baru selesai di charge. Ia akan kembali pada kenangan masa kecilnya bersama Bapak dan Ibu yang menghabiskan waktu di kebun mereka dengan Tara kecil yang selalu turut serta di bawa orang tuanya. Ia selalu menikmati masa-masa itu, bahkan tak ada penyesalan sedikitpun di hati Tara telah terlahir dari kedua orang tuanya. Jika memang ada kehidupan kedua, ia akan tetap memilih sebagai putri dua 'malaikat tak bersayapnya' itu.Tara yang mungil dan berambut hitam lebat dengan lesung pipit menghiasi kedua pip
Tara Nadira baru saja selesai mandi dan merasa segar kembali. Ia segera membuat makan malam yang sederhana untuk dirinya sendiri, dan makan dengan lahap. Biasanya nafsu makannya akan meningkat ketika ia merasa lelah. Hari ini adalah salah satu hari yang paling melelahkan bagi Tara. Bukan hanya lelah secara fisik, tapi juga hati dan fikirannya.Selama ia kuliah di Sharim Universitas, tak pernah sekalipun ia mendapatkan perlakuan buruk dari teman-teman sekelasnya. Karena memang ia selalu menghindar dari mereka, dan semua hal yang sekiranya bisa mendatangkan masalah pada teman-temannya.Sejauh ini semua itu berhasil untuknya, Tara bahkan selalu membantu mereka sebisanya. Tapi, hari ini semua berubah. Hanya karena orang itu, seseorang yang baru datang di kelasnya. Seluruh perhatian para gadis telah beralih pada sosoknya yang misterius.Tara mengambil salah satu majalah bisnis yang tadi ia pinjam dari Nadia, sang pemilik mini market yang cantik dan baik h
"Apa maksudmu Anis?" tanya Tara bingung atas pernyataan dan pertanyaan Anis barusan."Kamu tak perlu mengelak lagi Tara, Kamu kan yang menyebarkan gosip tentang Aku dan Azlan tadi? Karena hanya kamu yang masuk ke kelas saat ... Kau tahu sendiri kan apa maksudku? Tapi tenang saja Tara, jika memang begitu tak sukanya kau pada kedekatanku dengan Azlan, AKu akan __ ""Sudahlah Anis, mengapa sekarang Kau yang mengalah padanya?" Shela yang memang sejak kedatangan Tara ke kelas tadi sudah menampakkan ekspresi tak suka, langsung menyela perkataan Anis dengan lantang dan berbalik menatap Tara dengan pandangan sinis dan bertanya, "Hanya karena Azlan memilih duduk di sampingmu, Kau merasa lebih baik dari AnisR? Lihatlah dirimu Tara, apa perlu Aku pinjamkan cermin untuk kau berkaca?""Benar sekali Anis, Aku tadinya juga tertarik pada Azlan, tapi melihatmu bersamanya Aku langsung mundur, karena Aku merasa Kau lebih pantas untuknya! Sedangkan Kau Tara, Kau bahkan tak bi
"Kenapa Tar? Katanya mau masuk ke kelas?" tanya Syila membawa Tara kembali dari lamunannya. "Engg -- enggak apa-apa kok, kayaknya Aku nunggu teman-teman yang lain dulu deh," jawab Tara sedikit gugup sambil membalikkan punggungnya hendak beranjak menjauh dari pintu kelas. "Tumben Tar? Biasanya Kamu paling semangat tuh nunggu Dosen di kelas, sekalian istirahat kata Kamu dulu ... jangan-jangan ...." Sesil menatap Tara dengan pandangan menyeidik. "Apa sih Sil? Kalian mau kemana abis ini? Udah nggak ada kelas kan?" tanya Tara sekaligus mengalihkan perhatian mereka. Tara hanya tak ingin teman-temannya melihat apa yang ada di dalam. "Kok kayak ada yang dirahasiain ya? Jiwa kepoku meronta-ronta nih ...." Dengan senyum simpul Sesil semakin menggoda Tara yang semakin gugup. Walau baru berteman beberapa bulan sejak mereka sekelas di tiga mata kuliah, namun boleh dibilang Sesil yang terkesan manja dan sangat mendamba pada ketua tingkatnya telah memahami seorang T
Walau sudah menetapkan hatinya untuk tidak jatuh cinta dulu sekarang, namun Tara tetap merasa bahagia untuk sahabatnya. Lagi pula aturan untuk tidak jatuh cinta itu kan untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain.Setelah membagikan modul untuk semua teman sekelasnya, Reinhard menghampiri Sesil dan Tara yang juga sudah duduk bersama Syila."Jadi gimana rencana kita Rei?" tanya Syila begitu Reinhard duduk di kursinya. Kelompok yang lain juga sudah mulai menyusun strategi mereka.Seketika suasana kelas terbagi menjadi lima kelompok kecil yang terdiri dari empat orang. Mereka semua membahas mengenai tugas yang baru saja diterima. Walau tanpa Dosen yang mengawasi, tak mengurangi sedikitpun keseriusan pada diri mereka. Karena semua tak ingin mengulang lagi semester berikutnya."Untuk sekarang kita buat dulu group chat khusus untuk kelompok kita, agar bisa saling sharing informasi nantinya," jawab Reinhard atas pertanyaan Syila barusan.
Pintu kelas yang tadinya tertutup, terbuka seketika. Kedua wajah yang semakin dekat itu menoleh ke arah pintu, dan di sana ada seorang gadis yang berdiri mematung. Refleks Anis menjauhkan wajahnya dari Azlan dan memusatkan penglihatannya ke arah pintu masuk. Matanya langsung membola begitu tahu sosok yang sudah merusak moment indahnya bersama Azlan adalah orang yang sudah merusak harinya tadi. Siapa lagi kalau bukan Tara Nadira.Sejak awal kuliah Anis memang tak begitu peduli dengan si 'Gadis Beasiswa', begitu sebutannya untuk Tara selama ini. Anis tak suka harus berada di urutan ke dua dalam nilai akademik dari gadis yang penampilannya seadanya itu di kelasnya. Tapi rasa tak suka itu tak cukup untuk menjadi alasan bagi Anis untuk membencinya. Karena ia tak ingin bersaing dengan orang yang sudah jelas jauh di bawahnya dari berbagai segi. Tapi hari ini berbeda, mau tidak mau Anis merasa harus buat perhitungan dengan Tara."Sedang apa Kau di situ?' tany
"Gadis ini ...." Azlan tak bisa berkata apa-apa lagi hingga gadis itu keluar dari kelas, masih dengan senyum menggantung di bibirnya. Untuk pertama kalinya Azlan terdiam di depan seorang gadis.Anis yang duduk di depannya langsung mengambil kesempatan untuk duduk di tempat Tara, walaupun ia sempat ragu melakukannya, tapi akhirnya tetap duduk juga di samping Azlan."Hai, kenalin namaku Anis." Selama ini tak pernah Anis mengajak seorang pria berkenalan dengannya, semua pria ingin mendekatinya. Hanya pada Azlan yang tak memilihnya tadi, ia bisa bersikap seperti ini. Karena merasa tertantang untuk mendapatkan perhatian dari pria yang kini sedang menatapnya tersebut."Azlan!"Elsa dan gadis-gadis yang lain langsung kecewa saat melihat Azlan merespon Anis dengan senyumnya yang menawan. Tanpa berkata apapun, mereka tahu, siapa pemenangnya di sini. mereka tak punya kesempatan lagi.Semuanya akhirnya memilih untuk keluar dari k