Suara yang dalam dan bersih tersebut sontak memaksa Tara mengalihkan pandangannya dari buku tugas yang tengah ia baca, seketika matanya bertemu dengan mata tajam Azlan. Gadis berlesung pipit itu hanya bisa menganggukan kepalanya sebentar, lalu melanjutkan kembali aktifitas membaca tugas yang telah selesaikan kemarin.
Sikap acuh Tara, membuat para gadis di kelasnya merasa gerah dalam hati. Pasalnya, mereka semua ingin ada di posisi Tara saat ini. Jika saja bisa berganti kursi sekarang, mereka dengan senang hati akan melakukannya. Sayangnya hal itu tak mungkin terjadi, karena Buk Anna sudah siap dengan materi barunya.
Bagi Anis bukan hanya sekedar merasa gerah, tapi lebih dari perasaan iri. Bahkan hari ini adalah hari paling memalukan selama ia menjadi mahasiswa. Harga dirinya yang terlampau tinggi seketika jatuh di depan semua teman sekelasnya, penyebabnya tak lain pria yang baru saja membuat keputusan teraneh di mata mereka semua. Ia bahkan kalah telak dari Tara, yang jelas bukan tandingannya dari semua segi. Satu-satunya kelebihan Tara adalah kecerdasannya, itupun ia sebenarnya tak jauh berbeda, karena Anisia Darmawan salah satu gadis tercantik dan cerdas di angkatannya.
Para pria di kelas itu, tak bisa menyembunyikan senyum simpul mereka. Semua menatap Azlan dengan tatapan meremehkan Pria yang duduk dengan tenang di samping Tara tersebut, gadis yang tak pernah dianggap selama ini.
"Tadinya Aku merasa ada saingan di sini, tapi setelah melihat keputusannya yang lebih memilih duduk di belakang dari pada di samping Anis, Aku jadi lega. Seleranya tak sebanding dengan semua brand yang melekat di tubuhnya," ujar Darren sambil berbisik pada Erik di sampingnya.
"Aku juga sempat merasa terintimidasi dengan kedatangannya. Tapi ternyata ekspektasiku terlalu tinggi padanya ... lihatlah sikap diamnya itu ... haha ...."
Obrolan para Pria yang menertawakan Azlan itu seketika terhenti saat Buk Anna meminta mereka semua untuk menyerahkan tugas yang ia berikan kemarin.
"Sial! Aku lupa!" Darren menepuk jidatnya dengan panik. "Pinjam punyamu Rik ..."
"Aku juga Ren ...." jawab Erik dengan lemas pada Darren yang hanya bisa menarik nafasnya gusar.
"Darren, Erik, jangan bilang kalian berdua tidak mengerjakan tugas lagi?" suara tegas Buk Anna menambah kepanikan pada kedua Pria yang baru saja saling melampiaskan rasa sinis mereka pada Azlan.
"Maaf Buk, buku tugasnya ketinggalan .... " jawab Darren sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Saya juga Buk ...." Erik menimpali ucapan sahabatnya, sambil tersenyum malu pada sang Dosen yang hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Ya sudah kalau begitu, silahkan kalian berdua pulang ke rumah mengambil buku tugasnya. Tapi selama kalian tidak ada di kelas ini, saya anggap membolos!"
"Tapi Buk ... tolong beri kesempatan sekali ini saja, Kami janji ini yang terakhir." ujar Darren dengan wajah memelas. "Iya Buk, tolong kami sekali ini saja ...." Erik turut meyakinkan Buk Anna, agar mempertimbangkan keputusannya.
Erik dan Darren tak takut pada Dosennya, melainkan pada Ayah mereka masing-masing. Keduanya adalah putra dari dua dari lima pengusaha yang paling berpengaruh di Kotanya. Karena itu, memiliki reputasi buruk di kampus, terutama dalam nilai akademik berarti mencari masalah dengan Ayah mereka yang keras. Tak perlu mendapat nilai tertinggi, tapi jangan sampai jadi yang terbawah. Kalimat yang keduanya dengar dari Ayah mereka yang juga menjadi rekan bisnis.
"Baiklah, ini kesempatan kalian yang terakhir. Kelak, jangan salahkan Saya jika kalian tidak bisa masuk di kelas Saya lagi. Paham?"
"Siap Buk, terima kasih atas pengertiannya," jawab Darren sambil tersenyum.
"Tapi jangan pikir kalian lolos begitu saja, tugasnya tetap saya tunggu di ruangan Saya besok!"
"Nanti akan kami antarkan Buk, sekali lagi terima kasih." Buk Anna hanya menjawab dengan anggukan pada Erik yang merasa lega dengan kesempatan yang ia dan Darren dapat.
Sedangkan Darren, ada sedikit rasa kesal dalam hatinya saat tak sengaja pandangannya melihat ke kursi belakang, dimana Azlan terlihat santai dengan semua yang terjadi. Bahkan ia terkesan cuek dengan keadaan sekelilingnya. Ekspresinya terlalu datar di mata Darren dan ia tak suka itu. "Dasar manusia aneh! jika Aku jadi dia, setidaknya Aku akan merasa sedikit gentar melihat teman sekelasku mendapat teguran seperti itu," ucapnya lirih. "Tunggu saja sampai Kau tahu siapa Aku!"
Semakin bertambah rasa kesalnya saat melihat Buk Anna memberikan kelonggaran pada Azlan untuk terbebas dari tugas yang kemarin, padahal bisa saja ia mengerjakan tugas itu untuk diserahkan bersama dengan tugasnya dan Erik besok. Tapi Darren enggan untuk protes, takutnya jika ia melakukan hal yang memancing emosi Buk Anna, bukan hanya mendapatkan tanda absen, tapi bisa mendapatkan nilai E dari Dosen yang cukup dekat dengan pemilik Kampus Elit tersebut. Alasan mengapa ia tak terusik dengan status sosial mahasiswanya yang sebagian besar adalah putra-putri para konglomerat tersebut.
***
Selesai memberikan materi kuliahnya, Buk Anna berlalu dari kelas. Namun hari ini terasa berbeda di kelas tersebut. Dimana tak ada seorangpun yang beranjak dari tempat duduknya. Hanya Tara yang hendak berdiri, karena ia harus mengikuti jadwal kuliah semester atas yang sudah ia kontrak kemarin. Saat ia akan berdiri, gadis bertubuh mungil itu dikejutkan oleh suara di samping kanannya.
"Mau kemana?"
Sontak Tara melihat ke asal suara, ia menatap pria tanpa ekspresi itu dengan kening berkerut pertanda bingung atas pertanyaan yang Azlan lontarkan. Tara bahkan sempat lupa atas keberadaannya selama perkuliahan berlangsung. Karena pria itu terlampau tenang di kursinya. Mengingat kejadian beberapa menit yang lalu dimana Tara melupakan keberadaannya membuat gadis berambut hitam tersebut merasa lucu dan tanpa sadar ia tertawa geli.
"Ditanya malah ketawa! Ada yang lucu?" tanya Azlan dengan tajam, suaranya serasa menusuk jantung. Seketika Tara berhenti tertawa dan kembali menatap Azlan.
Adegan itu disaksikan oleh semua teman sekelas mereka yang belum beranjak ke luar dari kelas. Mereka tertarik untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya.
"Aku ada kuliah di lantai dua!" jawab Tara pada Azlan sambil tersenyum, "Aku merasa lucu dengan diriku senidri, tak sadar ada orang yang duduk di sebelahku."
"Gadis ini ...." Azlan tak bisa berkata apa-apa lagi hingga gadis itu keluar dari kelas, masih dengan senyum menggantung di bibirnya. Untuk pertama kalinya Azlan terdiam di depan seorang gadis.Anis yang duduk di depannya langsung mengambil kesempatan untuk duduk di tempat Tara, walaupun ia sempat ragu melakukannya, tapi akhirnya tetap duduk juga di samping Azlan."Hai, kenalin namaku Anis." Selama ini tak pernah Anis mengajak seorang pria berkenalan dengannya, semua pria ingin mendekatinya. Hanya pada Azlan yang tak memilihnya tadi, ia bisa bersikap seperti ini. Karena merasa tertantang untuk mendapatkan perhatian dari pria yang kini sedang menatapnya tersebut."Azlan!"Elsa dan gadis-gadis yang lain langsung kecewa saat melihat Azlan merespon Anis dengan senyumnya yang menawan. Tanpa berkata apapun, mereka tahu, siapa pemenangnya di sini. mereka tak punya kesempatan lagi.Semuanya akhirnya memilih untuk keluar dari k
Pintu kelas yang tadinya tertutup, terbuka seketika. Kedua wajah yang semakin dekat itu menoleh ke arah pintu, dan di sana ada seorang gadis yang berdiri mematung. Refleks Anis menjauhkan wajahnya dari Azlan dan memusatkan penglihatannya ke arah pintu masuk. Matanya langsung membola begitu tahu sosok yang sudah merusak moment indahnya bersama Azlan adalah orang yang sudah merusak harinya tadi. Siapa lagi kalau bukan Tara Nadira.Sejak awal kuliah Anis memang tak begitu peduli dengan si 'Gadis Beasiswa', begitu sebutannya untuk Tara selama ini. Anis tak suka harus berada di urutan ke dua dalam nilai akademik dari gadis yang penampilannya seadanya itu di kelasnya. Tapi rasa tak suka itu tak cukup untuk menjadi alasan bagi Anis untuk membencinya. Karena ia tak ingin bersaing dengan orang yang sudah jelas jauh di bawahnya dari berbagai segi. Tapi hari ini berbeda, mau tidak mau Anis merasa harus buat perhitungan dengan Tara."Sedang apa Kau di situ?' tany
Walau sudah menetapkan hatinya untuk tidak jatuh cinta dulu sekarang, namun Tara tetap merasa bahagia untuk sahabatnya. Lagi pula aturan untuk tidak jatuh cinta itu kan untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain.Setelah membagikan modul untuk semua teman sekelasnya, Reinhard menghampiri Sesil dan Tara yang juga sudah duduk bersama Syila."Jadi gimana rencana kita Rei?" tanya Syila begitu Reinhard duduk di kursinya. Kelompok yang lain juga sudah mulai menyusun strategi mereka.Seketika suasana kelas terbagi menjadi lima kelompok kecil yang terdiri dari empat orang. Mereka semua membahas mengenai tugas yang baru saja diterima. Walau tanpa Dosen yang mengawasi, tak mengurangi sedikitpun keseriusan pada diri mereka. Karena semua tak ingin mengulang lagi semester berikutnya."Untuk sekarang kita buat dulu group chat khusus untuk kelompok kita, agar bisa saling sharing informasi nantinya," jawab Reinhard atas pertanyaan Syila barusan.
"Kenapa Tar? Katanya mau masuk ke kelas?" tanya Syila membawa Tara kembali dari lamunannya. "Engg -- enggak apa-apa kok, kayaknya Aku nunggu teman-teman yang lain dulu deh," jawab Tara sedikit gugup sambil membalikkan punggungnya hendak beranjak menjauh dari pintu kelas. "Tumben Tar? Biasanya Kamu paling semangat tuh nunggu Dosen di kelas, sekalian istirahat kata Kamu dulu ... jangan-jangan ...." Sesil menatap Tara dengan pandangan menyeidik. "Apa sih Sil? Kalian mau kemana abis ini? Udah nggak ada kelas kan?" tanya Tara sekaligus mengalihkan perhatian mereka. Tara hanya tak ingin teman-temannya melihat apa yang ada di dalam. "Kok kayak ada yang dirahasiain ya? Jiwa kepoku meronta-ronta nih ...." Dengan senyum simpul Sesil semakin menggoda Tara yang semakin gugup. Walau baru berteman beberapa bulan sejak mereka sekelas di tiga mata kuliah, namun boleh dibilang Sesil yang terkesan manja dan sangat mendamba pada ketua tingkatnya telah memahami seorang T
"Apa maksudmu Anis?" tanya Tara bingung atas pernyataan dan pertanyaan Anis barusan."Kamu tak perlu mengelak lagi Tara, Kamu kan yang menyebarkan gosip tentang Aku dan Azlan tadi? Karena hanya kamu yang masuk ke kelas saat ... Kau tahu sendiri kan apa maksudku? Tapi tenang saja Tara, jika memang begitu tak sukanya kau pada kedekatanku dengan Azlan, AKu akan __ ""Sudahlah Anis, mengapa sekarang Kau yang mengalah padanya?" Shela yang memang sejak kedatangan Tara ke kelas tadi sudah menampakkan ekspresi tak suka, langsung menyela perkataan Anis dengan lantang dan berbalik menatap Tara dengan pandangan sinis dan bertanya, "Hanya karena Azlan memilih duduk di sampingmu, Kau merasa lebih baik dari AnisR? Lihatlah dirimu Tara, apa perlu Aku pinjamkan cermin untuk kau berkaca?""Benar sekali Anis, Aku tadinya juga tertarik pada Azlan, tapi melihatmu bersamanya Aku langsung mundur, karena Aku merasa Kau lebih pantas untuknya! Sedangkan Kau Tara, Kau bahkan tak bi
Tara Nadira baru saja selesai mandi dan merasa segar kembali. Ia segera membuat makan malam yang sederhana untuk dirinya sendiri, dan makan dengan lahap. Biasanya nafsu makannya akan meningkat ketika ia merasa lelah. Hari ini adalah salah satu hari yang paling melelahkan bagi Tara. Bukan hanya lelah secara fisik, tapi juga hati dan fikirannya.Selama ia kuliah di Sharim Universitas, tak pernah sekalipun ia mendapatkan perlakuan buruk dari teman-teman sekelasnya. Karena memang ia selalu menghindar dari mereka, dan semua hal yang sekiranya bisa mendatangkan masalah pada teman-temannya.Sejauh ini semua itu berhasil untuknya, Tara bahkan selalu membantu mereka sebisanya. Tapi, hari ini semua berubah. Hanya karena orang itu, seseorang yang baru datang di kelasnya. Seluruh perhatian para gadis telah beralih pada sosoknya yang misterius.Tara mengambil salah satu majalah bisnis yang tadi ia pinjam dari Nadia, sang pemilik mini market yang cantik dan baik h
Tara seperti mendapatkan kekuatan baru usai melakukan panggilan video singkat dengan sang Adik yang ternyata sudah semakin dewasa. "Aku pasti bisa melewati semuanya, semangat Tara!" ucap Tara pada dirinya sendiri. Ia bahkan tertawa mendengar suaranya yang cukup lantang. "Semoga tidak ada yang mendengarnya ...." ucap Tara sambil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.Setiap mengingat keluarganya, Tara selalu mendapatkan energi baru layaknya ponsel yang baru selesai di charge. Ia akan kembali pada kenangan masa kecilnya bersama Bapak dan Ibu yang menghabiskan waktu di kebun mereka dengan Tara kecil yang selalu turut serta di bawa orang tuanya. Ia selalu menikmati masa-masa itu, bahkan tak ada penyesalan sedikitpun di hati Tara telah terlahir dari kedua orang tuanya. Jika memang ada kehidupan kedua, ia akan tetap memilih sebagai putri dua 'malaikat tak bersayapnya' itu.Tara yang mungil dan berambut hitam lebat dengan lesung pipit menghiasi kedua pip
[AKUI KESALAHANMU JIKA TAK INGIN RAHASIAMU TERUNGKAP!!!]sebuah pesan misterius dengan kalimat yang sama terus meneror Elsa sepulangnya ia dari Kampus. Awalnya ia mengira itu adalah pesan iseng, tapi lama kelamaan ia merasa takut juga. Belum lagi pesannya datang dari nomor pribadi. Bukan hanya lewat pesan teks, tapi juga lewat media sosialnya. Ia benar-benar di teror.Elsa tak tahu harus bagaimana lagi, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah melakukan apa yang diperintahkan. Akhirnya dengan keberanian yang tersisa, ia menghubungi Tara Nadira."Halo Elsa ... ini -- Elsa kan?" Suara Tara terdengar waspada di ujung telpon. "I -- iya Tar, ini Aku, Elsa ...." jawab Elsa tak kalah gugupnya."Ada hal mendesak apa El, sampai harus nelpon AKu selarut ini?""Maafin Aku Tar ...." lirih suara Elsa berucap, hampir seperti sebuah bisikan. "Gimana EL? Maaf -- untuk?" Tara masih bingung dengan permohonan maaf Elsa yang tiba-tib
Pagi ini kelas Bisnis semester empat mendapatkan kejutan yang membuat semua terhenyak. Secara mengejutkan, Elsa memproklamirkan pengakuan dirinya yang telah menggunakan nama Tara Nadira pada akun palsu yang ia buat untuk menyebarkan gosip tentang Anis dan Azlan.Sebagian besar teman gadisnya langsung menghina perbuatan Elsa yang selama ini sangat ceria dan polos bisa dengan keji memfitnah teman yang sering membantunya."Pantas saja, kemarin dia diam saja. Ternyata ....""Iya tuh, mungkin ia sedang menikmati melihat Tara dibenci ...""Bukan hanya Tara yang jadi korban di sini, tapi Anis dan Azlan juga. Harusnya Kamu minta maafnya jangan hanya ke Tara dong ...."Masih banyak lagi komentar miring yang mereka tujukan padanya. Tara yang melihat semua teman yang selama ini terlihat akrab dengan Elsa tampak jadi penyerangnya, gadis itu pun merasa kasihan pada Elsa yang hanya bisa menunduk sambil sesekali membasuk air mata yang mulai membasahi pipinya.
[AKUI KESALAHANMU JIKA TAK INGIN RAHASIAMU TERUNGKAP!!!]sebuah pesan misterius dengan kalimat yang sama terus meneror Elsa sepulangnya ia dari Kampus. Awalnya ia mengira itu adalah pesan iseng, tapi lama kelamaan ia merasa takut juga. Belum lagi pesannya datang dari nomor pribadi. Bukan hanya lewat pesan teks, tapi juga lewat media sosialnya. Ia benar-benar di teror.Elsa tak tahu harus bagaimana lagi, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah melakukan apa yang diperintahkan. Akhirnya dengan keberanian yang tersisa, ia menghubungi Tara Nadira."Halo Elsa ... ini -- Elsa kan?" Suara Tara terdengar waspada di ujung telpon. "I -- iya Tar, ini Aku, Elsa ...." jawab Elsa tak kalah gugupnya."Ada hal mendesak apa El, sampai harus nelpon AKu selarut ini?""Maafin Aku Tar ...." lirih suara Elsa berucap, hampir seperti sebuah bisikan. "Gimana EL? Maaf -- untuk?" Tara masih bingung dengan permohonan maaf Elsa yang tiba-tib
Tara seperti mendapatkan kekuatan baru usai melakukan panggilan video singkat dengan sang Adik yang ternyata sudah semakin dewasa. "Aku pasti bisa melewati semuanya, semangat Tara!" ucap Tara pada dirinya sendiri. Ia bahkan tertawa mendengar suaranya yang cukup lantang. "Semoga tidak ada yang mendengarnya ...." ucap Tara sambil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.Setiap mengingat keluarganya, Tara selalu mendapatkan energi baru layaknya ponsel yang baru selesai di charge. Ia akan kembali pada kenangan masa kecilnya bersama Bapak dan Ibu yang menghabiskan waktu di kebun mereka dengan Tara kecil yang selalu turut serta di bawa orang tuanya. Ia selalu menikmati masa-masa itu, bahkan tak ada penyesalan sedikitpun di hati Tara telah terlahir dari kedua orang tuanya. Jika memang ada kehidupan kedua, ia akan tetap memilih sebagai putri dua 'malaikat tak bersayapnya' itu.Tara yang mungil dan berambut hitam lebat dengan lesung pipit menghiasi kedua pip
Tara Nadira baru saja selesai mandi dan merasa segar kembali. Ia segera membuat makan malam yang sederhana untuk dirinya sendiri, dan makan dengan lahap. Biasanya nafsu makannya akan meningkat ketika ia merasa lelah. Hari ini adalah salah satu hari yang paling melelahkan bagi Tara. Bukan hanya lelah secara fisik, tapi juga hati dan fikirannya.Selama ia kuliah di Sharim Universitas, tak pernah sekalipun ia mendapatkan perlakuan buruk dari teman-teman sekelasnya. Karena memang ia selalu menghindar dari mereka, dan semua hal yang sekiranya bisa mendatangkan masalah pada teman-temannya.Sejauh ini semua itu berhasil untuknya, Tara bahkan selalu membantu mereka sebisanya. Tapi, hari ini semua berubah. Hanya karena orang itu, seseorang yang baru datang di kelasnya. Seluruh perhatian para gadis telah beralih pada sosoknya yang misterius.Tara mengambil salah satu majalah bisnis yang tadi ia pinjam dari Nadia, sang pemilik mini market yang cantik dan baik h
"Apa maksudmu Anis?" tanya Tara bingung atas pernyataan dan pertanyaan Anis barusan."Kamu tak perlu mengelak lagi Tara, Kamu kan yang menyebarkan gosip tentang Aku dan Azlan tadi? Karena hanya kamu yang masuk ke kelas saat ... Kau tahu sendiri kan apa maksudku? Tapi tenang saja Tara, jika memang begitu tak sukanya kau pada kedekatanku dengan Azlan, AKu akan __ ""Sudahlah Anis, mengapa sekarang Kau yang mengalah padanya?" Shela yang memang sejak kedatangan Tara ke kelas tadi sudah menampakkan ekspresi tak suka, langsung menyela perkataan Anis dengan lantang dan berbalik menatap Tara dengan pandangan sinis dan bertanya, "Hanya karena Azlan memilih duduk di sampingmu, Kau merasa lebih baik dari AnisR? Lihatlah dirimu Tara, apa perlu Aku pinjamkan cermin untuk kau berkaca?""Benar sekali Anis, Aku tadinya juga tertarik pada Azlan, tapi melihatmu bersamanya Aku langsung mundur, karena Aku merasa Kau lebih pantas untuknya! Sedangkan Kau Tara, Kau bahkan tak bi
"Kenapa Tar? Katanya mau masuk ke kelas?" tanya Syila membawa Tara kembali dari lamunannya. "Engg -- enggak apa-apa kok, kayaknya Aku nunggu teman-teman yang lain dulu deh," jawab Tara sedikit gugup sambil membalikkan punggungnya hendak beranjak menjauh dari pintu kelas. "Tumben Tar? Biasanya Kamu paling semangat tuh nunggu Dosen di kelas, sekalian istirahat kata Kamu dulu ... jangan-jangan ...." Sesil menatap Tara dengan pandangan menyeidik. "Apa sih Sil? Kalian mau kemana abis ini? Udah nggak ada kelas kan?" tanya Tara sekaligus mengalihkan perhatian mereka. Tara hanya tak ingin teman-temannya melihat apa yang ada di dalam. "Kok kayak ada yang dirahasiain ya? Jiwa kepoku meronta-ronta nih ...." Dengan senyum simpul Sesil semakin menggoda Tara yang semakin gugup. Walau baru berteman beberapa bulan sejak mereka sekelas di tiga mata kuliah, namun boleh dibilang Sesil yang terkesan manja dan sangat mendamba pada ketua tingkatnya telah memahami seorang T
Walau sudah menetapkan hatinya untuk tidak jatuh cinta dulu sekarang, namun Tara tetap merasa bahagia untuk sahabatnya. Lagi pula aturan untuk tidak jatuh cinta itu kan untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain.Setelah membagikan modul untuk semua teman sekelasnya, Reinhard menghampiri Sesil dan Tara yang juga sudah duduk bersama Syila."Jadi gimana rencana kita Rei?" tanya Syila begitu Reinhard duduk di kursinya. Kelompok yang lain juga sudah mulai menyusun strategi mereka.Seketika suasana kelas terbagi menjadi lima kelompok kecil yang terdiri dari empat orang. Mereka semua membahas mengenai tugas yang baru saja diterima. Walau tanpa Dosen yang mengawasi, tak mengurangi sedikitpun keseriusan pada diri mereka. Karena semua tak ingin mengulang lagi semester berikutnya."Untuk sekarang kita buat dulu group chat khusus untuk kelompok kita, agar bisa saling sharing informasi nantinya," jawab Reinhard atas pertanyaan Syila barusan.
Pintu kelas yang tadinya tertutup, terbuka seketika. Kedua wajah yang semakin dekat itu menoleh ke arah pintu, dan di sana ada seorang gadis yang berdiri mematung. Refleks Anis menjauhkan wajahnya dari Azlan dan memusatkan penglihatannya ke arah pintu masuk. Matanya langsung membola begitu tahu sosok yang sudah merusak moment indahnya bersama Azlan adalah orang yang sudah merusak harinya tadi. Siapa lagi kalau bukan Tara Nadira.Sejak awal kuliah Anis memang tak begitu peduli dengan si 'Gadis Beasiswa', begitu sebutannya untuk Tara selama ini. Anis tak suka harus berada di urutan ke dua dalam nilai akademik dari gadis yang penampilannya seadanya itu di kelasnya. Tapi rasa tak suka itu tak cukup untuk menjadi alasan bagi Anis untuk membencinya. Karena ia tak ingin bersaing dengan orang yang sudah jelas jauh di bawahnya dari berbagai segi. Tapi hari ini berbeda, mau tidak mau Anis merasa harus buat perhitungan dengan Tara."Sedang apa Kau di situ?' tany
"Gadis ini ...." Azlan tak bisa berkata apa-apa lagi hingga gadis itu keluar dari kelas, masih dengan senyum menggantung di bibirnya. Untuk pertama kalinya Azlan terdiam di depan seorang gadis.Anis yang duduk di depannya langsung mengambil kesempatan untuk duduk di tempat Tara, walaupun ia sempat ragu melakukannya, tapi akhirnya tetap duduk juga di samping Azlan."Hai, kenalin namaku Anis." Selama ini tak pernah Anis mengajak seorang pria berkenalan dengannya, semua pria ingin mendekatinya. Hanya pada Azlan yang tak memilihnya tadi, ia bisa bersikap seperti ini. Karena merasa tertantang untuk mendapatkan perhatian dari pria yang kini sedang menatapnya tersebut."Azlan!"Elsa dan gadis-gadis yang lain langsung kecewa saat melihat Azlan merespon Anis dengan senyumnya yang menawan. Tanpa berkata apapun, mereka tahu, siapa pemenangnya di sini. mereka tak punya kesempatan lagi.Semuanya akhirnya memilih untuk keluar dari k