"Aw ...." Sofia langsung berkeringat dingin.Sesaat menoleh, Sofia melihat Fiane yang duduk di sofa sambil menekan kakinya yang terluka."Maaf, maaf!" Fiane buru-buru bangkit berdiri, lalu membuka perban Sofia dengan panik.Kaki Sofia terasa remuk, dia menggigit bibirnya sambil menahan rasa sakit.Sesaat keluar dari kamar, Liam merasakan firasat yang buruk saat melihat wajah Sofia yang menderita."Ada apa?" tanya Liam.Sofia yang menjadi korban saja tidak menangis, malah Fiane yang menangis duluan."Maaf, maaf, maaf!" Selain meminta maaf, tak ada kata lain yang bisa diucapkannya.Fiane menutup wajahnya sambil menangis tersedu-sedu.Sofia tak tahan melihat Fiane, lalu memerintahkan Liam, "Berikan dia tisu."Liam mengambil beberapa helai tisu dan memberikannya kepada Fiane."Bagaimana dengan kamu?" Liam menatap kaki Sofia. "Terluka lagi?""Pintar!" Sofia tersenyum kecut untuk mencairkan suasana, tetapi Liam malah memelotot dan langsung menggendongnya. "Ayo, aku antar ke rumah sakit."Beg
Setelah dibujuk Liam, akhirnya Fiane berhenti menangis dan ikut kembali."Sudah selesai?" tanya Liam.Sofia ingin mengangguk, tetapi lehernya terasa kaku. "Iya.""Apa kata dokter?""Lukanya robek lagi." Sofia tidak memberi tahu bahwa lukanya makin parah.Fiane terdiam dan matanya kembali tampak berkaca-kaca. "Semua salahku ....""Tapi kamu tidak sengaja." Liam menghibur Fiane.Setelah Fiane tenang, Sofia bertanya, "Mau pulang, nggak? Aku bisa mati kedinginan."Liam baru menyadari bahwa Sofia mengenakan pakaian yang tipis. Dia mengerutkan bibir, lalu melepas jaketnya dan memberikannya kepada Sofia.Secara samar-samar, Sofia dapat mencium aroma parfum Liam. Saking dinginnya, Sofia tak bisa berpikir apa-apa.Fiane yang mengikuti dari belakang tampak memancarkan tatapan kebencian.....Liam mengantar Fiane pulang ke rumahnya.Fiane tinggal di sebuah perumahan kecil, dia telah meninggalkan rumah keluarga Carlo.Saat Fiane turun dari mobil, Liam membuka pintu dan mengikutinya.Sofia yang dud
Insiden penculikan dan retaknya tulang kaki Sofia membuatnya terpaksa memperpanjang "masa liburan".Untungnya, Liam tak pernah membawa Fiane datang ke rumah ini lagi.Sofia bukanlah orang yang suka keluyuran, dia menghabiskan waktunya untuk menonton dan bermain ponsel.Lorin sangat perhatian. Setiap cuaca cerah, dia mengajak Sofia jalan-jalan agar tidak stres di rumah.Setelah makan siang, Lorin membawa Sofia untuk berjemur di taman.Taman ini dipenuhi orang yang membawa anak-anaknya untuk bermain. Lorin tampak akrab dengan beberapa wanita yang membawa anak atau cucunya ke taman. Mereka berkumpul dan mengobrol selama beberapa saat."Ini putrimu?" tanya salah seorang teman Lorin.Lorin tersenyum. "Menantuku, sudah kuanggap seperti anak sendiri."Hati Sofia terasa hangat, bahkan lebih hangat daripada sentuhan cahaya matahari."Oh." Wanita tersebut mengangguk.Selang 10 menit, seorang gadis kecil yang mengenakan gaun berwarna merah datang sambil terengah-engah. "Nenek, mau minum."Wanita
Lorin terlihat ragu-ragu, lalu bertanya dengan hati-hati, "Sofia, kapan kamu dan Liam berencana punya anak?"Lorin juga tak lupa menjelaskan, "Bukannya Ibu mendesak kalian, jangan salah paham. Ibu hanya tanya biar ada persiapan."Sofia tak tahu harus menjawab apa. "Aku ... dan Liam belum membicarakannya."Selain karena tidak mau mempunyai anak, pernikahan Liam dan Sofia hanyalah sementara, mereka tidak mungkin memiliki anak."Baiklah." Lorin kelihatan kecewa.....Hari ini Lorin menemani Sofia lebih lama daripada biasanya.Sebelumnya, Lorin langsung pulang setelah menemani Sofia berjemur, tetapi hari ini ....Sofia agak gelisah melihat Lorin yang sibuk di dapur. Karena takut Liam akan membawa Fiane ke rumah, Sofia pun mengirimkan pesan kepada Liam.Setelah beberapa hari ini, emosi Sofia telah mereda. Dia tidak merasa cemburu maupun marah lagi. Hanya saja, bagaimana kalau Lorin bertemu Fiane di sini? Sofia tak berani membayangkan.Sofia mengeluarkan ponsel dan mengirimkan pesan keapda L
Liam menggendong Sofia ke ruang makan dan meletakkannya ke atas kursi.Sebenarnya semua orang bebas mau duduk di mana saja, tapi karena Lorin sering datang, beberapa waktu lalu dia menemukan ide untuk merias ruang makan.Sebagai seorang wanita yang menyukai hal-hal menggemaskan, Lorin membeli bantalan kursi yang diletakkan di meja makan dan mengatur tempat setiap orang.Kursi sofia diberi bantalan bergambar kelinci, Liam adalah beruang, sedangkan Lorin sendiri adalah kucing. Lorin sangat menyukai kucing, tetapi Eliot tidak mengizinkannya untuk memelihara binatang.Liam tidak menyukai dekorasi ini, tetapi dia tidak mungkin menegur Lorin, ibunya sendiri. berbeda dengan Liam, Sofia malah menyukai suasana baru ini.Ketika menyiapkan hidangan makan malam, Sofia merasa lebih dekat dengan keluarga ini. Sejak tadi sore, Lorin sudah selesai memasak hidangan makan malam. Agar tidak cepat dingin, Lorin menaruhnya ke dalam wadah dan ditutup.Liam membuka wadah tersebut, dia ingin membantu Lorin un
Setelah makan malam, Lorin masih tidak ada niat untuk pulang.Sejak sakit, setiap malam Liam memaksanya tidur jam 8 tepat. Tidak boleh kelewatan satu menit pun.....Setelah memastikan Sofia tidur, Lorin mematikan televisi dan memanggil Liam untuk duduk di sampingnya. "Sini, Ibu mau bicara."Liam agak gugup melihat ekspresi Lorin yang serius. "Ada apa?""Kapan kamu dan Sofia mau punya anak?" Lorin langsung ke pokok permasalahan.Liam sama sekali tak mempersiapkan diri untuk menghadapi pertanyaan semacam ini. Dia terdiam selama beberapa saat dan menjawab, "Kami tidak mau punya anak."Pembahasan ini terlalu serius dan berat. Awalnya Liam berniat membahas masalah ini setelah seluruh anggota keluarganya menerima Sofia. Kalaupun Eliot dan Lorin keberatan, setidaknya mereka tidak mungkin mengusir Sofia. Namun siapa sangka, Lorin membahasnya secepat ini.Liam tidak ingin membohongi Lorin, tetapi Liam juga tidak ingin Sofia disalahkan."Aku yang tidak mau punya anak." Liam menanggung semuanya
Setelah Lorin pergi, Liam menyendiri di ruang tamu.Liam tahu bahwa Lorin hanya mengancam, dia tidak mungkin memutuskan tali kekeluargaan.Berdasarkan pemahaman Liam tentang watak ibunya, Lorin pasti akan mengajak Sofia untuk membahas masalah ini juga.Liam harus memberi tahu Sofia terlebih dulu.....Keesokan pagi, Liam bertanya kepada Sofia saat sarapan, "Apakah beberapa hari ini ibuku pernah membahas soal anak di depanmu?"Sofia terkejut. "Ibumu juga membujukmu?""Em." Liam mengangguk."Terus kamu jawab apa?" Sofia panik.Untung saja kemarin Sofia tidak mengatakan apa-apa. Takutnya Lorin curiga kalau alasan yang diberikan Sofia dan Liam tidak sama."Aku tidak suka anak kecil, aku tidak mau punya anak," jawab Liam.Sofia makin terkejut, dia tidak menyangka Liam akan menumbalkan dirinya sendiri."Bagaimana reaksi ibumu? Apakah ibumu menyerah?""Tidak." Liam menyeruput kopinya. "Ibuku tidak akan berani mendesakku, palingan dia bakal mendesak kamu. Pokoknya apa pun yang dikatakan ibuku,
"Nyonya, semua barangnya sudah diletakkan.""Oke." Lorin mengangguk. "Kalian boleh pergi."Setelah para pelayan pergi, Lorin mengajak Sofia ke dapur. "Ini semua peralatan untuk membuat kue. Ada tepung, krim, dan lain-lain.""Untung rumah Liam ada oven." Lorin mendengus dingin. "Aduh, oven ini sudah ada sejak 4 tahun lalu, kayaknya tidak pernah dipakai Liam."....Aktivitas berjemur hari ini diganti menjadi kegiatan memanggang kue.Sofia memiliki bakat memasak. Lorin hanya perlu mengajarkan satu kali dan Sofia langsung memahaminya.Sofia memang gagal pada percobaan pertama, tapi kue yang kedua dan seterusnya dipanggang dengan sempurna. Lorin memuji Sofia hingga berkali-kali.Sofia baru belajar, tetapi Lorin langsung mengajarinya memanggang kue yang sulit. Ke depannya, Lorin berencana mengajar Sofia dari kue-kue yang mudah dulu.Sofia mengocok krim sekuat tenaga, lalu mengolesinya pada kue yang telah dipanggang dan diberikan sedikit hiasan bunga serta buah-buahan.Ketika mencicipinya, So
Liam terkejut saat Kenta memanggil namanya. Liam mengira kalau keberadaannya ketahuan.Ketika mengintip ke ujung lorong, Liam tidak melihat siapa pun yang berjalan ke arahnya."Tunggu saja! Suatu hari nanti aku akan menghabisimu!" Ternyata Kenta sedang berbicara sendiri.Liam tertawa mendengar ucapan Kenta. Pada akhirnya, entah siapa yang akan menghabisi siapa.....Ketika Liam kembali ke aula, mempelai pria dan wanita telah berganti pakaian, mereka sedang menyapa para tamu.Orang tua kedua mempelai berdiri di samping, mereka berterima kasih kepada para undangan yang hadir.Entah karena berdandan atau sudah terlalu lama tidak bertemu, Liam tidak langsung mengenalinya saat melihat Niel.Dibandingkan beberapa tahun lalu, wajah Niel terlihat jauh lebih dewasa. Niel sudah berubah, dia tidak lagi ceria dan percaya diri seperti dulu.Beberapa tahun ini Grup Aluva hampir mengalami kebangkrutan. Kehidupan yang sulit dan penuh perjuangan telah mengubah karakter Niel.Liam sama sekali tidak bers
Sebentar lagi pesta pernikahan akan dimulai, para tamu undangan mulai berdatangan. Evano dan Liam pun mulai sibuk.Ada begitu banyak tamu undangan yang mengenal Liam, sebagian besar tamu yang hadir adalah sosok familier. Para tamu undangan menyapa Liam secara bergantian, ada yang mengajak berjabat tangan, ada pula yang mengajaknya berfoto bersama. Bahkan beberapa orang yang akrab menawarkan untuk menjodohkannya.Demi nama baik Evano dan Kaila, awalnya Liam masih berusaha untuk meladeni orang-orang yang menyapanya. Namun kesabaran Liam ada batasnya, semua tamu yang hadir malah lebih memilih untuk mendekati Liam daripada menyapa mempelai. Mereka menggunakan kesempatan ini untuk menjalin kedekatan dengan Liam.Akhirnya Liam sudah tidak tahan, dia menyerahkan semuanya kepada Evano. "Aku mau cari angin."Aula ini sangat besar, Liam bersusah-payah menemukan tempat yang sepi. Dia berdiri di depan jendela lorong. Embusan angin sejuk menyeka wajahnya.Liam mengeluarkan ponsel, sama sekali tidak
Sesaat Evano dan Liam datang, pihak keluarga mempelai pria menghampiri mereka. "Pak Liam, Pak Evano, lama tidak berjumpa."Liam tidak bergeming, dia menatap sosok tersebut dengan dingin."Maaf, kami tidak merokok." Evano menolaknya dengan sopan, tidak seperti Liam yang menolak dengan ketus.Pihak keluarga mempelai pria mengajak Evano mengobrol sekaligus mencari muka. Evano tidak tahan, dia langsung mencari alasan untuk memisahkan diri.Begitu menoleh, amarah Evano langsung mendidik melihat Liam yang bersenang-senang di atas penderitaannya. "Semua salahmu! Masih bisa tersenyum?""Kenapa aku tidak boleh senyum?" Liam melihat kedua tangannya di dada."Dia datang buat menyapamu." Evano memelotot. "Tapi ujung-ujungnya aku yang jadi tumbal."Meskipun Evano juga merupakan salah satu pemilik Grup Charula dan memiliki jabatan yang tak kalah penting, orang-orang lebih menghormati Liam yang jelas berkuasa di dalam perusahaan."Aku tidak menumbalkanmu." Liam memperbaiki ucapan Evano. "Aku hanya ma
"Ngapain menyuruhku datang pagi-pagi?" Evano memperhatian ruang aula yang telah selesai didekorasi. Kaila tinggal menyuruh staf hotel untuk mengecek sebelum acara pesta dimulai.Evano mengerutkan alis, sebenarnya tidak ada pekerjaan yang memelukan bantuannya. Evano pun kesal dan mengomeli Kaila, "Kaila, kamu nggak bisa berhenti menggunakan cara rendahan semacam ini?"Dulu Kaila tak sungkan menggunakan berbagai cara demi bisa bertemu Evano. Awalnya Kaila tersentak mendengar nada bicara Evano yang ketus, tetapi dia segera menangkan diri dan tersenyum. "Sepertinya Pak Evano salah paham, ayahmu yang menyuruhku untuk menghubungimu. Jangan lupa, di mata orang-orang, kita adalah pasangan yang harmonis dan serasi. Kamu mau rahasia ini ketahuan publik?"Keluarga Pradita dan Yeca mengetahui hubungan Evano dan Kaila yang sebenarnya. Namun selama kerja sama kedua keluarga berjalan lancar, orang tua mereka tidak memedulikan kebahagiaan pernikahan anak-anaknya.Orang tua Kaila dan Evano hanya memint
Kaila sedang mengecek semua persiapan pesta pernikahan.Kaila mengenakan gaun ketat berwarna putih dan sepatu hak tinggi yang berkisar 10 cm. Setiap Kaila berjalan, rambutnya terkibas indah hingga memperlihatkan anting mutiara yang berkilau di telinga.Evano terpaku melihat Kaila. Liam yang duduk di samping Evano pun diam-diam mengeluarkan ponsel dan mengambil fotonya.Kaila memegang walkie-talkie dan menunjuk ke arah langit-langit sambil mengerutkan alis saat berbicara kepada salah seorang staf yang mengikutinya.Liam sengaja bertanya kepada Evanio, "Mau menyapanya?"Evano tersadar dari lamunan dan bergegas memalingkan wajah."Tidak." Sorotan mata Evano terlihat hampa. "Ayo, cari tempat duduk."Liam mengangkat alis matanya. "Katanya Kaila menelepon sampai tiga kali untuk mendesakmu? Pasti dia ada keperluan, makanya memaksamu datang lebih awal.""Aku nggak bakal bantu." Evano menggertakkan giginya dengan kesal. "Lagi pula bukan kami yang menikah, ngapain ikut repot-repot?"Liam dan Eva
"Kamu takut sama Kaila?" Liam menatap Evano dengan ekspresi mengejek.Wajah Evano sontak memerah, dia tampak kesal dan kembali menendang Liam. "Cepat! Jangan cerewet."Hari ini suasana hati Liam sangat bagus, dia jarang-jarang tertarik dengan kehidupan orang lain. Kali ini dia akan berbesar hati dan tidak membuat perhitungan dengan Evano yang menendangnya."Akui saja kamu menyukainya. Lagi pula ini bukan pertama kalinya kamu menelan ludah sendiri." Liam menepuk pundak Evano. Liam tidak bercanda, dia tulus membujuk Evano. "Apalagi kalian sudah menikah, tidak ada gunanya mengingat-ingat masa lalu."Raut wajah Evano sontak membeku. Warna merah yang merona pun pudar, ekspresi Evano tampak masam. Melihat reaksi Evano, sepertinya dia sedang berada di dalam situasi sulit."Tidak mudah menemukan pasangan yang kita cintai dan juga mencintai kita." Liam jarang menasihati orang lain. Hanya saja, dia pernah mengalami dan tahu sakitnya patah hati. Walaupun Liam tidak menyukai semua perbuatan Kaila
Setelah selesai memeriksa dokumen yang dikirimkan, Liam mengambil telepon dan menghubungi Marco. "Cari tahu apakah ada orang bernama Yaga Hutomo yang pernah mengirimkan lamaran ke perusahaan."...."Pak, orang bernama Yaga Hutomo pernah melamar di Fargo Investment." Marco bergegas memeriksa dan melaporkannya kepada Liam.Fargo Investment adalah salah satu anak perusahaan Grup Charula yang bergerak di bidang jasa keuangan.Liam mengetuk meja dengan menggunakan jari telunjuk. "Terima lamarannya, segera urus prosedur perekrutan."Asalkan Keluarga Hutomo berhenti mengganggu Sofia, Liam bersedia memberikannya pekerjaan.....Tak terasa, hari Sabtu pun tiba.Pagi-pagi sekali, Evano datang ke rumah Liam. "Sudah siap? Ayo, berangkat!"Liam masih mengenakan piyamanya dan duduk di ruang tamu sambil menikmati secangkir kopi.Liam tampak tersenyum saat memegang ponselnya. Sorotan matanya berbeda dari biasanya.Evano tidak kesulitan menebak, hanya Hesper dan Sofia yang bisa membuat Liam bersikap le
Keluarga Hutomo adalah sebuah keluarga sederhana yang tidak memiliki kuasa maupun koneksi.Saat Glen masih hidup, warga desa sangat mengidolakan Keluarga Hutomo. Keluarga Hutomo dianggap berhasil mendidik kedua putranya. Glen bekerja di kota besar dan setiap bulan mengirimkan uang kepada orang tuanya, sedangkan Yaga adalah mahasiswa yang berprestasi.Ada banyak kerabat dan teman yang datang berkunjung ke rumah Keluarga Hutomo untuk menyanjungnya. Beberapa datang meminta Glen untuk merekomendasikan pekerjaan, sedangkan yang lainnya mencari alasan untuk meminjam uang.Kedua orang tua Glen paling mencintai uang, jangan harap bisa mendapatkan pinjaman uang dari mereka. Demi menjaga citra keluarga, kedua orang tua Glen memaksa Glen untuk membantu warga desa yang meminta pekerjaan. Tak hanya Glen, Sofia juga terkena imbasnya.Di dunia ini tak ada teman maupun musuh yang abadi. Sejak Yaga kembali ke kampung halaman, warga desa malah berbalik menghina Keluarga Hutomo. Terutama orang-orang yang
Liam takut.Sejak bertemu kembali dengan Sofia, Liam tidak jarang merasa ketakutan. Jantungnya berdegup kencang setiap menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan Sofia.Keluarga Hutomo mengganggu kehidupan Sofia demi mendapatkan uang.Mengingat semua perbuatan Keluarga Hutomo kepada Sofia, Liam yakin Sofia sudah muak berhubungan dengan mereka.Yang Liam khawatirkan kalau Keluarga Hutomo menggunakan kematian Glen untuk meluluhkan hati Sofia. Bagaimanapun Liam pernah menikahi Sofia, sedikit banyak dia memahami karakter Sofia.Sofia selalu berkata tidak peduli, tetapi asalkan dibujuk terus, lama-lama hatinya pun luluh.Liam berharap Sofia hanya luluh kepadanya, bukan kepada orang lain.Liam mengernyit, kilatan cahaya gelap melintas di matanya. Glen sudah meninggal, segala sesuatu mengenainya harus musnah dari dunia ini agar tidak ada lagi yang mengganggu Sofia.Di dalam dokumen yang dikirimkan, tatapan Liam berlabuh pada foto Yaga Hutomo, adik kandung Glen Hutomo.Dulu Yaga adalah mahasiswa