Mendengar ancaman, ia malah tersenyum hingga matanya menyipit licik dan salah satu tangannya meraih pundak Akara. Ia berlenggak-lenggok mengitarinya hingga berada di belakang pemuda berjaket hitam dan berbisik padanya."Lakukanlah jika kau mampu. Memangs stamina jantan milikmu bertahan, namun energi di salam tubuhmu sudah aku serap sangat banyak."Akara hanya menghela napas panjang dan melepaskan tangan wanita itu dari pundaknya, lalu berjalan santai ke arah gurun. Wanita Rubah hanya bisa menatapnya dengan kesal karena diabaikan, lalu dengan ragu-ragu bahkan seperti gugup meneriakinya."Kau.. kau hanya akan mati di sana! Penguasa kota Ruby sangat kuat!" Akan tetapi Akara masih terus mengabaikannya. "Aishh…" ia bahkan semakin kesal hingga menghentakkan kakinya. "Kau hanya akan menjadi kering di gurun!" Ia kembali menghentakkan kakinya sebelum berjalan pergi ke arah yang sebaliknya. Baru beberapa langkah, ia berhenti, pergulatan batin terjadi antara mengikuti Akara dan berjalan pergi.
Rose terbelalak saat melihat tatapan mata Akara. Mata ular yang menyala terang dengan tiga warna, membuat mata rubahnya langsung padam. Ia langsung terduduk lemas dan terbatuk-batuk saat pemuda itu melepaskan cekikannya. Selendang sutra merah miliknya sudah sebagian terbakar, lalu ketakutan saat melontarkan pertanyaan. "Siapa dirimu sebenarnya!? Kenapa bisa menahan pessona rubahku, lalu mata itu!?"Akara lagi-lagi tidak menggubrisnya, bahkan berjalan menjauh dengan mata ular dan cakar Naga yang sudah padam.Tidak mendapatkan jawaban, Rose kembali berteriak dengan frustasi. "Jawab pertanyaanku!" Ia mengayunkan tangan ke depan, meluncurkan selendang sutra merah yang sebagian sudah terbakar. Tanpa menoleh sedikitpun dan tetap berjalan, kubah pelindung terbentuk dan langsung menghalaunya, dibarengi kilatan listrik merah di tubuhnya."Energi Ruang!?" seru Rose dengan mata melotot dan tubuh mematung, beberapa saat kemudian, ia menoleh ke arah jari-jemari Akara. Ia lalu teringat saat pemuda
Sekumpulan pasukan berpakaian putih kekuningan serba tertutup, berjejer mengelilingi mereka. Tidak ada yang bisa Akara buat, selain hanya melayang di udara. Cahaya panas sekaligus menyilaukan mata menerpa dari atas dan bawah. Salah satu orang kemudian maju dan bertepuk tangan, ia dan pasukannya menapak di pasir hitam panas tanpa alas kaki. Ia adalah Zil, seorang pria tampan dengan jambang dan kumis yang maskulin. "Bagus Rose, akhirnya kmu membawanya ke sini,""Bukan!" seru Rose saat Akara menatapnya dengan tajam.Jlengg jlegg jleg!.. Pasir besi baja membentuk pasung dan menahan kaki serta tangan Akara, padahal pria itu hanya melambaikan tangannya sekilas."Sialan! Lepaskan!" Akara langsung berontak, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Api Surgawi yang berkobar di tubuhnya sangatlah panas, bahkan membuat pasukan yang mengepungnya sekaligus Rose melompat menjauh, namun tetap tidak bisa melelehkan baja yang menjeratnya.Zil lalu mengulurkan tangannya ke depan dan menggerakkan jarinya seak
"Bisa kau lepaskan?" ucap Akara dengan wajah datar sambil menunjuk ke arah kerahnya. Sin, pemuda berwajah dingin itu lalu melepaskan Akara."Nih!" Akara memberikan dua butir pil andalannya, membuat pemuda bermata hitam itu kesal."Kau bodoh!" teriaknya, namun segera terdiam saat Akara mengeluarkan sepasang pedang kayunya. Ia kembali dibuat kesal saat menyadari bahwa itu merupakan pedang kayu."Kalau kau ingin mati di sini biar aku bantu lebih cepat!"Akara hanya tersenyum, lalu melakukan kuda-kuda untuk mengayunkan pedangnya. Akan tetapi, terdengar suara langkah kaki dengan jelas karena lokasi yang hening dan beralaskan bedi baja. Pemuda berjaket hitam itu lalu mengurungkan niatnya dan mereka duduk kembali."Akara!" seru seorang wanita disusul suara langkah kaki yang kian cepat. Dia adalah Rose yang langsung menggenggam jeruji besi dan melihat keadaan Akara."Ada apa?" ucap Akara acuh tak acuh, namun berusaha berdiri. Di sisi lain, Sin langsung melompat dan melancarkan pukulan ke arah
Zil yang kesal mengayunkan tangan membentuk lonjakan besi baja, namun Sin lagi-lagi sudah menghilang dan melancarkan pukulan di lain sisi. Beberapa pukulan kembali mengenainya hingga ia frustasi dan melakukan segel tangan. Seketika terbentuk lima gerbang besi yang mengelilinginya dari segala sisi. Kini Sin muncul di samping Akara dan langsung menepuk pundaknya."Bagaimana bisa?" ucap Akara, namun tiba-tiba ia memejamkan matanya seperti merasakan kesakitan. Energi di tubuhnya dihisap oleh Sin."Akan aku ajari bagaimana menggunakan kekuatanmu sendiri!" seru Sin sebelum melesat untuk melayangkan tendangan pada Gerbang Baja yang melindungi Zil. Bukannya mengenainya, namun malah menembusnya hingga langsung menghantam muka Zil. Walau tidak bergeming, namun memicu kemarahan Zil yang wajah tampannya dirusak. "Sialan!" teriaknya diiringi hancurnya kelima gerbang dan hentakan energi. Napasnya terengah-engah penuh amarah dengan tatapan tajam memandangi kedua pemuda di depannya. "Akan aku past
Tidak ada rasa gentar pada kedua pemuda itu. Lawan mereka merupakan binatang sihir tingkat Naga dua pola, yang memiliki kekuatan setara seorang di ranah Dhandhanggula penuh.Ketiga Esensi Surgawi berpadu menyelimuti tubuh Akara, dengan cakar naga Esensi Es di tangan kanan, tubuhnya dengan energi hijau Esensi Angin yang menerbangkannya, juga api tiga warna di telapak tangan kiri dan juga pedang kayunya. Di sisi lain, Sin juga diselimuti oleh energi yang membuat tubuhnya melayang di udara. Sebuah cahaya biru dan ungu layaknya cahaya bintang membentuk lingkaran di belakang kepalanya. Melayang layaknya aura ranah, namun dengan bagian tengah tercipta sebuah rasi bintang berlatarkan gelap layaknya di angkasa lepas. Tidak ada senjata yang ia gunakan selain tangan berotot dengan lengan baju yang yang terlipat rapi layaknya seorang tentara. Boombb… Zil melayangkan kakinya untuk melesat, hingga membentuk Sonic Boom berbentuk cincin energi yang mendorong bongkahan besi ke belakang. Kecepatanny
Akara lupa bahwa lawannya merupakan seorang binatang sihir yang tentu saja memiliki Domain sendiri. Cukup lama ia tidak melawan binatang sihir di dalam domainnya hingga tidak sadar akan hal itu. Higanbana walau meledak sangat dahsyat, namun sia-sia karena tidak ada yang mengenainya. Hembusan angin panas menerpa mereka, dengan sorotan cahaya terang yang membuat mereka jelas saling pandang. "Hati-hati, Energi ruang sangat membebani tubuhmu, jangan gunakan lagi," ucap Akara sambil mengeluarkan dua pil andalannya. Saat Sin sedang memulihkan energinya, Akara melihat ke sekelilingnya. Semuanya hanya kegelapan yang begitu pekat, hanya ada cahaya dari Higanbana yang berangsur-angsur mulai sirna. "Aku tidak pernah melihat Domain seperti ini. Untuk mencari jalan keluarnya, dengan terpaksa harus menghajar pemilik domainnya," jelasnya seraya menoleh perlahan-lahan ke arah Zil. "Humph! Tenang saja, kita tidak akan berakhir di sini!" Sin kembali berdiri, sambil meregangkan otot lengan dan pungg
Ia berkata dengan santainya, membuat mental kedua pemuda itu seperti terhentak ke tembok. Mereka mati-matian melawannya, namun pria itu bahkan tanpa harus menunjukkan batang hidungnya bisa membuatnya terbunuh."Kenapa kalian diam saja?" Ia dengan riang mendekat, lalu menepuk pundak keduanya. Bagaikan melihat teror yang sangat menakutkan, mereka melihat sesosok ular naga raksasa di belakangnya. Dengan aliran air yang mengalir di sekitarnya, juga berwarna putih kebiruan layaknya sisiknya. Sorot matanya yang besar begitu menggetarkan hati, dengan taring yang tajam dan hembusan napas yang begitu dalam. "Ahh maaf, aku lupa menutup energiku," seakan tanpa dosa, pria itu melepaskan mereka dan terkekeh pelan. Setelah energi yang begitu dahsyat itu ditutup, kedua pemuda ini langsung gelagapan, menghirup udara begitu dalam seperti sehabis tenggelam dalam air. "Hahaha, padahal aku sudah menutup aura, tapi kadang secuil energiku masih keluar," jelasnya tak berdosa, membuat Akara dan Sin saling
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak