Mobil menerobos semak belukar dan terus berguling-guling tanpa henti. Akhirnya, sebuah ranting pohon menembus kaca jendela mobil.Darah yang tak terhitung jumlahnya mulai menyebar dari dalam jendela mobil hingga membuatnya terlihat buram.Di benak Okto, hanya ada suara manis dari Irish. "Bawa saja mobil yang kukasih. Anggap aku menemanimu pergi. Setelah kamu pulang, kita akan menikah!" Wanita licik ini ternyata merencanakan semua ini agar dia tak pernah kembali.....Di rumah sakit Kota Lingsan, di dalam bangsal.Meskipun lantainya sudah dibersihkan dengan baik oleh petugas kebersihan, Kyra masih bisa merasakan bau darah yang menyengat di udara. Dia merasa mual dan tak bisa menahannya.Kyra buru-buru berlari ke kamar mandi, lalu muntah dengan keras. Betapa ironisnya situasi ini. Padahal janin di perutnya mengalami kelainan, tetapi dia masih mengalami mual seperti ibu hamil pada umumnya.Saat membuka mulutnya, rasa manis bercampur amis muncul dari tenggorokan Kyra. Segera, darah memuncr
Irish awalnya merasa bersalah atas semua yang telah dia lakukan. Melihat Okto berlumuran darah dan berdiri di samping ranjangnya, dia makin ketakutan.Tiba-tiba kilat besar menyambar di luar jendela, disertai suara guntur keras yang membuat segala sesuatu di ruangan terasa lebih menakutkan. Cahaya ungu kilat itu menerangi kepala Okto dan memperjelas luka di dahinya.Irish mundur dengan tubuh gemetar, tetapi kakinya lemas. Dia hanya bisa menelan ludah dengan gugup, lalu berucap, "Jangan mendekat! Jangan ke sini ...."Okto segera meraih rambut Irish dan menariknya hingga dia berada tepat di hadapannya. Pria itu mencengkeram lehernya, lalu memicing dan bertanya sambil tersenyum, "Sayang, apa yang sudah kamu lakukan? Kenapa sampai ketakutan begini?""Okto, kamu sudah mati! Pergilah ke tempatmu seharusnya! Aku akan menjaga keluargamu! Anak di perutku juga akan segera menyusulmu. Kamu nggak akan sendirian kok! Apa yang kamu inginkan? Katakan saja, aku pasti akan membakarnya untukmu!" ucap Ir
Okto membenturkan kepala Irish berkali-kali dengan brutal. Irish merasa pusing dan mencoba mendorongnya pergi.Meskipun Okto hanya memiliki satu tangan yang masih berfungsi, dia tetap lebih kuat dari Irish. Wanita itu akhirnya berseru dengan panik, "Bukan aku! Bukan aku! Aku cuma khilaf sesaat!""Padahal aku masih mau menikahimu dan memberikan keluarga yang utuh untuk anak kita. Tapi, wanita sepertimu nggak pantas diperlakukan dengan baik olehku," ucap Okto dengan marah, lalu dia melempar Irish dengan kasar.Tubuh Irish membentur sudut meja di dekat ranjang. Rasa sakit luar biasa langsung menyerangnya. Saat menunduk, dia melihat darah mengalir turun dari kakinya yang putih. Irish sontak berucap, "Anakku ... anakku sudah nggak ada.""Biarkan saja. Kamu pikir aku masih mau menikahimu?" balas Okto dengan dingin.Irish berseru penuh dendam, "Beraninya kamu memperlakukanku seperti ini? Aku akan laporkan ini ke Deven!"Mendengar nama pria itu, Okto langsung mencekik leher Irish. Dia berucap
"Uang bukan masalah," ucap Deven dengan suara serak. Sambil bersandar di dekat mesin kopi di vila yang gelap, dia menggenggam ponsel di tangannya.Di ujung sana, Alvin menjawab sambil tersenyum, "Pak Deven, ini bukan soal uang. Kakekku sudah berumur 70 tahunan dan nggak peduli lagi sama ketenaran dan kekayaan. Yang dia pedulikan sekarang cuma hubungan dan takdir.""Pak Alvin, kudengar kamu tertarik dengan tanah di selatan kota?" tanya Deven."Haha. Pak Deven benar-benar tahu semua gerak-gerik kami. Sekalipun kamu menawarkan tanah itu padaku, aku nggak berani menerimanya," jawab Alvin sambil tertawa.Alvin menambahkan, "Kakekku sudah menerima satu pasien untuk dioperasi. Pasien itu akan segera datang untuk konsultasi. Tenaga kakekku terbatas. Jadi Pak Deven, sebaiknya kamu cari dokter lain."Deven bisa memahami bahwa ini hanyalah alasan penolakan. Berhubung Chokri sudah menerima seorang pasien, itu berarti hanya masalah waktu yang tidak cocok. Bukan karena dia benar-benar menolak turun
Kyra paling suka sakura putih. Sakura seharusnya sudah mekar sekarang, tetapi tahun ini malah berbeda. Tahun ini, semuanya terasa aneh dan dingin.Deven berpikir, setelah Kyra sembuh, dia akan membawanya tinggal di tempat yang dipenuhi bunga sakura. Mereka akan meninggalkan dunia yang bising ini.Deven tidak ingin bekerja tanpa kenal lelah lagi, apalagi larut dalam kebencian. Kebenciannya sudah lama sirna. Kini, dia hanya ingin menjaga Kyra dan melewati kehidupan normal bersamanya."Pak, kita sudah sampai." Suara Alex menyadarkan Deven dari lamunannya. Deven mendongak dan mendapati mobil sudah berhenti di samping vila lereng gunung.Deven membuka pintu mobil dan turun. Vila ini sangat besar dan bergaya barat. Ada halaman yang hijau dan patung air mancur. Banyak bunga magnolia yang menunggu untuk mekar.Alex membawa kaligrafi antik dan mengikuti di belakang Deven. Begitu masuk, mereka langsung melihat pria tua sedang memangkas tanaman. Pria tua itu memegang gunting sambil menatap Deven
Deven bukan orang bodoh. Karena kepala pelayan telah berkata demikian, tidak ada gunanya dia bersikeras lagi. Dia hanya akan meninggalkan kesan buruk.Kepala pelayan mengantar Deven dan Alex keluar. Sikapnya ramah dan sopan. Akan tetapi, mereka tidak bisa mendapat informasi penting apa pun darinya.Setelah kembali ke mobil, Deven menurunkan kaca jendela dan menyalakan sebatang rokok. Dia merasa sangat gusar. Ini pertama kalinya ada orang yang tidak menghargai kedatangannya."Pak, kita mau ke mana?" tanya Alex dengan hati-hati.Deven hendak menjawab, tetapi ponsel di samping tiba-tiba berdering. Dia mengambilnya, melirik sekilas, dan tertegun.Kyra meneleponnya. Kenapa Kyra tiba-tiba meneleponnya? Bukannya kemarin wanita ini bilang tidak ingin melihatnya lagi, bahkan bilang Deven tidak pantas mengurus jenazahnya?Alex melirik Deven yang termangu, lalu bertanya, "Pak, Bu Kyra meneleponmu. Kenapa nggak dijawab?"Angin dingin bertiup di luar, membuat abu di rokok mengenai tangan Deven. Ras
"Pak, kamu curiga Pak Chokri nggak sakit?" tanya Alex."Sebelum berhasil membujuk Pak Chokri, aku nggak bakal ke mana-mana," gumam Deven. Dia harus cepat karena Kyra tidak bisa menunggu terlalu lama.Kesehatan Kyra akan makin memburuk, meskipun dia mengonsumsi obat. Mereka harus mengobati penyakit Kyra sampai ke akarnya. Lagi pula, mengonsumsi obat dalam jangka panjang juga tidak baik untuk kesehatan. Jadi, Chokri harus mengobati Kyra.Pukul 5 sore, Alex berseru, "Pak, itu Pak Chokri! Dia sudah keluar! Dia nggak seperti orang sakit kok. Kenapa pria yang diantar keluar itu terlihat familier sekali?"Deven mendongak. Chokri dan kepala pelayan tampak mengantar seorang pria bertopi bisbol yang memakai sepatu olahraga. Gaya berpakaian pria itu terlihat sangat kasual.Pria itu pun bertubuh tinggi dan tegap. Di sampingnya adalah motor berwarna hitam. Ketika melihat punggung pria itu, Deven langsung mengenalinya. "Justin?""Nggak mungkin. Justin cuma anak haram. Mana mungkin dia menjadi tamu t
Tangisan Irish membuat Okto merasa sangat gusar. Dia menampar Irish untuk membuatnya tutup mulut.Setelah permainan yang sengit, Okto melemparkan sebuah kunci vila. Kunci itu mengenai tulang jari Irish, membuatnya kesakitan hingga meneteskan air mata."Bersihkan lantai vilaku," perintah Okto."Aku ...." Irish termangu. Okto yang dulu memang kejam di ranjang, tetapi tidak akan menyuruhnya melakukan pekerjaan kasar. Kini, Okto menganggapnya sebagai pembantu gratisan?"Pergi beli sayur juga. Masak yang enak. Tunggu aku pulang," instruksi Okto lagi."Aku nggak bisa masak!" pekik Irish.Okto tidak memiliki kesabaran lagi terhadap Irish. Dia langsung melayangkan tamparan, membuat kepala Irish pusing tujuh keliling."Sekarang sudah bisa masak?" tanya Okto."Bi ... bisa." Irish menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Pria tua ini sungguh keterlaluan.Okto menarik rambut Irish, memaksa wanita itu bertatapan dengannya. "Aku membiarkanmu hidup bukan untuk melihatmu santai-santai. Kalau
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K