"Pak, kamu curiga Pak Chokri nggak sakit?" tanya Alex."Sebelum berhasil membujuk Pak Chokri, aku nggak bakal ke mana-mana," gumam Deven. Dia harus cepat karena Kyra tidak bisa menunggu terlalu lama.Kesehatan Kyra akan makin memburuk, meskipun dia mengonsumsi obat. Mereka harus mengobati penyakit Kyra sampai ke akarnya. Lagi pula, mengonsumsi obat dalam jangka panjang juga tidak baik untuk kesehatan. Jadi, Chokri harus mengobati Kyra.Pukul 5 sore, Alex berseru, "Pak, itu Pak Chokri! Dia sudah keluar! Dia nggak seperti orang sakit kok. Kenapa pria yang diantar keluar itu terlihat familier sekali?"Deven mendongak. Chokri dan kepala pelayan tampak mengantar seorang pria bertopi bisbol yang memakai sepatu olahraga. Gaya berpakaian pria itu terlihat sangat kasual.Pria itu pun bertubuh tinggi dan tegap. Di sampingnya adalah motor berwarna hitam. Ketika melihat punggung pria itu, Deven langsung mengenalinya. "Justin?""Nggak mungkin. Justin cuma anak haram. Mana mungkin dia menjadi tamu t
Tangisan Irish membuat Okto merasa sangat gusar. Dia menampar Irish untuk membuatnya tutup mulut.Setelah permainan yang sengit, Okto melemparkan sebuah kunci vila. Kunci itu mengenai tulang jari Irish, membuatnya kesakitan hingga meneteskan air mata."Bersihkan lantai vilaku," perintah Okto."Aku ...." Irish termangu. Okto yang dulu memang kejam di ranjang, tetapi tidak akan menyuruhnya melakukan pekerjaan kasar. Kini, Okto menganggapnya sebagai pembantu gratisan?"Pergi beli sayur juga. Masak yang enak. Tunggu aku pulang," instruksi Okto lagi."Aku nggak bisa masak!" pekik Irish.Okto tidak memiliki kesabaran lagi terhadap Irish. Dia langsung melayangkan tamparan, membuat kepala Irish pusing tujuh keliling."Sekarang sudah bisa masak?" tanya Okto."Bi ... bisa." Irish menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Pria tua ini sungguh keterlaluan.Okto menarik rambut Irish, memaksa wanita itu bertatapan dengannya. "Aku membiarkanmu hidup bukan untuk melihatmu santai-santai. Kalau
Alex menghampiri dan berdiri di samping Deven. Dia mengangguk kepada Justin sebagai bentuk sapaan.Justin tidak marah. Dia tersenyum dan menyahut, "Aku memang anak haram, tapi dibawa pulang oleh ayahku secara terhormat. Aku nggak seperti seseorang yang memanfaatkan perasaan wanita untuk menjadi kaya.""Siapa yang kamu sebut?" Deven tergelak saking kesalnya, bahkan maju untuk meraih kerah baju Justin.Justin sama sekali tidak takut. "Aku nggak menyebutkan namanya. Jangan-jangan kamu merasa tersinggung?""Kamu!" Deven mengepalkan tangannya dan hendak meninju Justin. Ucapan Justin telah memprovokasinya.Alex khawatir terjadi masalah, jadi segera menahan Deven dan membujuk, "Pak, pikirkan tujuan kedatangan kita. Jangan terlibat konflik."Pikiran Deven berangsur jernih. Dia menatap Justin sesaat, lalu melepaskan kerah bajunya.Justin mengejek, "Pantas saja, Pak Chokri nggak mau menemuimu. Mana mungkin dia mau bertemu pria kasar sepertimu?""Kenapa memangnya kalau dia menemuimu?" Deven terke
"Alex, minggir." Terdengar suara Deven yang dingin.Alex menggigit bibirnya, lalu berbalik dan menatap Deven yang terduduk di tanah. "Pak, kamu bisa kenapa-napa kalau terus dipukulnya.""Kamu mau membantah perintahku?" Deven tersenyum sinis.Alex ragu-ragu sejenak, lalu membungkuk dan memapah Deven. Deven menyeka mulutnya yang berdarah dengan kasar. Ketika menunduk, dia mendapati tangannya merah karena darah.Bisa dilihat bahwa Justin benar-benar serius kali ini. Sepertinya Justin memang menyukai Kyra. Orang yang ingin ditolong Justin sudah pasti Kyra.Ketika memikirkan Kyra akan tertolong, Deven terkekeh-kekeh. Justin memicingkan mata dan bertanya, "Apa yang kamu tertawakan?"Angin dingin berembus. Meskipun mulutnya berdarah, Deven tetap terlihat berkarisma. Dia menghampiri Justin selangkah demi selangkah."Pukulanku belum cukup?" tanya Justin yang merasa gusar saat memikirkan segala penderitaan yang telah dialami Kyra. Lagi-lagi, dia melayangkan tinju ke wajah Deven.Deven pun terjat
Selain Kyra, aku nggak tertarik dengan tawaran lain." Justin menegaskan."Kamu sudah lama mengincar Kyra, 'kan?" tanya Deven sambil menatap Justin.Justin tersenyum dan menjawab dengan jujur, "Cuma aku yang bisa membujuk Pak Chokri. Kebetulan, aku pernah membantunya. Deven, kamu harus bisa melepaskan seseorang kalau mencintainya. Kalian terus menyiksa satu sama lain. Hidupnya mungkin akan lebih baik setelah terlepas darimu.""Cuma ini yang bisa kusampaikan. Kamu pertimbangkan saja baik-baik. Jangan buntuti aku lagi. Kamu Presdir Grup Scott yang bermartabat. Kalau orang lain tahu kamu membuntuti seorang anak haram, kamu yang bakal malu."Usai berbicara, Justin kembali ke motornya dan memakai helmnya kembali, lalu memacu motornya."Pak, kamu baik-baik saja?" tanya Alex sambil menatap Deven dengan gelisah.Deven memandang ke depan sambil menggeleng. Tanpa berbicara, dia berjalan ke mobilnya.Alex bergegas maju untuk membuka pintu mobil. Deven pun masuk.Mereka pergi ke rumah sakit untuk m
Deven berdiri di antara kerumunan. Sosoknya sangat menyita perhatian. Meskipun kepalanya diperban, dia tetap terlihat tampan. Bahkan, karya seni terindah sekalipun kalah darinya. Semua orang yang berlalu lalang sampai menoleh untuk melihatnya.Giliran Deven segera tiba. Deven membeli seporsi jamur goreng, kentang goreng dan tahu goreng.Penjualnya adalah seorang wanita muda. Ketika melihat Deven, wajahnya tersipu. Dia sampai memberi porsi besar untuk Deven.Deven memindai kode QR. Setelah membayar, dia mengangkat belanjaannya dan mengucapkan terima kasih. Kemudian, dia berbalik dan menuju ke mobilnya."Paman ...." Tiba-tiba, terdengar panggilan seorang gadis.Deven tidak menghentikan langkah kakinya karena tidak tahu dia yang dipanggil. Pada akhirnya, seorang gadis bersanggul yang memakai terusan indah dan memanggul ransel mengadangnya.Napas gadis itu terengah-engah. Dia berlari sampai wajahnya memerah. "Paman, aku memanggilmu. Kenapa kamu nggak menyahut?"Paman? Gadis ini memanggilny
"Kapan baru kamu bisa pulang?" tanya Kyra dengan tak sabaran. Jika posisinya masih seperti dulu, Deven pasti akan berbalik menyindirnya. Sekarang, Deven merasa puas mendengar Kyra memperhatikannya, meskipun dengan nada yang kurang enak didengar.Deven tersenyum tipis. "Kamu lagi perhatian sama aku?""Aku sudah nggak sabar lagi, ada sesuatu yang mau kubilang padamu. Cepat pulang," ujar Kyra dengan nada dingin.Kebetulan sekali, Deven juga ingin mengatakan bahwa dia juga tidak sabaran ingin bertemu dengan Kyra. Oleh karena itu, dia sudah bergegas pulang dan mereka bisa bertemu kembali dalam beberapa saat.Namun sebelum ucapan itu sempat dilontarkan, Kyra telah mengakhiri panggilannya terlebih dulu. Perasaan Deven terasa rumit. Apa Kyra benar-benar tidak punya kesabaran lagi terhadapnya? Bahkan sampai tidak rela mendengarkan ucapan Deven sampai akhir?Namun, sepertinya ada dua sisi dalam pikirannya. Satu sisi merasa bahwa sikap Kyra keterlaluan terhadapnya dan sama sekali tidak peduli den
Sejak masuk ke kamar itu, pandangan Deven terus tertuju pada Kyra. Dia masih mengenakan pakaian pasien yang longgar. Mungkin karena tubuhnya semakin kurus, pakaian pasien itu juga jadi terkesan semakin longgar.Deven baru pergi beberapa hari, tetapi wajah Kyra telah semakin pucat bagaikan bunga yang akan layu setiap saat. Deven merasa sakit hati mendengar nada bicara Kyra yang dingin. Tangannya yang memegang kantong makanan itu langsung menjadi kaku.Padahal Kyra jelas-jelas menyadari luka di dahinya tadi, tetapi dia malah memilih untuk mengabaikannya. Kyra yang dulu pasti akan terus mengoceh dan mengajukan pertanyaan bertubi-tubi padanya. Namun sekarang, Kyra hanya meliriknya sekilas, lalu mengalihkan pandangannya.Suasana hati Deven terasa rumit. Padahal dulunya mereka adalah pasangan yang mesra dan membuat semua orang iri. Kenapa bisa jadi seperti ini sekarang? Perasaan getir dalam hatinya terus meluap.Hanya saja, Deven sekarang tidak lagi memiliki emosi di hadapan Kyra. Tidak ada
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K