Nelson mengelus rambut Kyra, lalu berkata sambil tersenyum, "Oke, tapi cuma lima menit.""Ayah, cari uang nggak akan pernah ada habisnya. Jangan bekerja terlalu keras. Gimana kalau Ayah sakit sesudah dapat uang? Kesehatan itu yang utama," ucap Kyra kecil."Kyra, Ayah sudah terlalu lambat punya anak. Ayah sudah tua," balas Nelson sambil berdesah.Kyra kecil menatap Nelson dengan bingung seraya menyahut, "Nggak apa-apa."Nelson menjelaskan, "Itu berarti Ayah akan menua jauh lebih cepat daripada pertumbuhanmu. Ayah harus berikan kehidupan yang lebih baik untuk kamu dan Ibu.""Uang memang bukan segalanya, tapi uang yang cukup bisa memastikan kalian berdua bebas dari penderitaan dan hidup bahagia tanpa kekhawatiran," lanjut Nelson."Ayah, Kyra nggak mengerti maksud Ayah," ujar Kyra kecil."Kyra nggak perlu mengerti. Yang penting Kyra tahu Ayah dan Ibu adalah orang yang paling menyayangi Kyra di dunia ini. Kami berdua nggak akan melakukan hal yang menyakitimu," balas Nelson ."Kyra juga saya
Di ujung telepon, terdengar suara pria yang sangat rendah. Dia menjawab dengan tegas, "Benar.""Kamu cukup jujur," sahut Kyra sambil mendengus kesal.Deven menimpali seraya tersenyum, "Kenapa aku nggak berani mengakui perbuatanku?"Kyra menggenggam ponsel dan bertanya sembari mencibir, "Lantas kenapa kamu nggak berani mengakui kalau kamu sudah membunuh? Kamu takut mendekam di penjara?"Deven menegaskan, "Kyra, aku nggak membunuh!"Kyra menggenggam ponsel sambil menggigit bibir. Bagaimana mungkin Deven akan mengakui bahwa dia membunuh? Penjahat tidak bodoh. Bagaimana mungkin mengakui diri sendiri jahat dan melakukan kejahatan?Kyra malas memperdebatkan hal ini dengan Deven. Dia bertanya, "Kenapa kamu ambil surat yang ayahku tinggalkan untukku?""Suratnya masih ada di dalam brankas. Aku nggak tertarik untuk baca surat yang dia tulis untukmu," sahut Deven."Kalau begitu, kembalikan padaku!" timpal Kyra dengan dingin.Deven tidak menjawabnya, melainkan mengalihkan topik pembicaraan. Dia be
"Lagi pula, kamu sangat berbeda dengan orang rendah sepertiku. Kamu putri orang kaya dan istri Pak Deven, sedangkan aku orang nggak berpendidikan," ucap Maya.Setelah mendengar perkataan Maya, Kyra seketika merasa terharu.Maya berkata, "Apalagi, kalau ayah dan ibumu melihatmu dari atas sana, mereka pasti nggak berharap kamu menyiksa diri seperti ini. Siapa yang mau melihat putri kesayangannya menderita? Kalau aku jadi mereka, aku pasti sangat sedih.""Jadi, tolong Bu Kyra memikirkan kedua almarhum orang tuamu. Makan demi orang tua dan anakmu. Jangan bermain-main dengan kesehatan saat sedang marah. Kamu seharusnya berpikir apa masih ada hal yang ingin dilakukan," bujuk Maya.Ucapan ini benar-benar membuat Kyra tersadar. Dia masih memiliki hal yang belum dilakukan. Ayahnya meninggal dengan tidak adil dan tidak tenang, sedangkan pembunuhnya masih berkeliaran di luar.Kyra harus membawa kasus ini ke pengadilan. Dia akan menyewa pengacara dan memperjuangkan keadilan untuk ayahnya. Dengan b
Irish menyipitkan mata dan lupa menghindari jari-jari Okto. Ketika ujung jari Okto yang tebal dan kasar menyentuh wajahnya, Irish merasa sangat jijik. Akan tetapi, dia menahan rasa jijiknya dan bertanya, "Apa kabar baiknya?""Nanti kamu akan tahu setelah tiba," jawab Okto.Mobil melaju ke rumah mewah yang dibeli Okto. Luasnya lebih dari ribuan meter persegi. Rumahnya seperti kastel. Di sana juga ada kolam air panas alami yang cukup besar.Ini pertama kalinya Irish datang ke tempat seperti ini. Awalnya Irish mengira Okto hanya mendapatkan sedikit uang dengan mengikuti Deven. Tidak disangka, Okto memiliki vila pribadi yang begitu mewah.Namun, rasa terkejut itu hanya sementara. Irish segera bertanya pada Okto apa kabar baiknya. Okto justru menyerahkan bikini yang sudah dia siapkan ke tangan Irish. Katanya, "Sayang, nanti saja. Jangan terburu-buru."Kemudian, Okto meraih pinggang Irish dan memeluknya dengan erat. Napasnya yang panas diembuskan ke telinga Irish. Hal ini membuat tubuh Irish
Mata Irish seperti dipenuhi bintang-bintang yang bersinar cerah. Dia buru-buru meminta Okto untuk menceritakan detail kejadiannya. Pria itu pun menyampaikan semua yang dia tahu.Irish berujar dengan penuh semangat, "Bagus! Siapa bilang orang jahat akan dapat karma? Kita baik-baik saja, tuh. Tuhan bahkan membantuku. Aku sudah beberapa kali menyerang Nelson, tapi dia selalu selamat. Ternyata Tuhan nggak mengizinkanku berhasil karena sudah memiliki rencana lain!""Nelson mati saat hanya berduaan dengan Deven. Biarpun bukan Deven yang membunuh Nelson, dia nggak akan bisa menepis kecurigaan Kyra. Nanti aku tinggal pura-pura pengertian dan menghasutnya. Deven pasti akan jadi milikku!""Kalaupun aku nggak bisa memilikinya, Kyra yang kukenal pasti menyalahkan Deven. Dia tipe orang yang nggak pernah berkompromi soal hal yang diyakininya. Nelson dan istrinya sudah mati. Sekarang, Kyra dan Deven nggak akan mungkin bisa bersama!""Jadi, sebenarnya Kyra mengidap kanker atau nggak?" tanya Irish pada
Irish tersenyum manis hingga matanya menyipit dan berkata, "Kita bicarakan lagi setelah istri dan putramu mati. Kamu tahu sendiri, aku nggak mungkin terus menjadi simpanan tanpa status. Itu nggak bermoral, aku takut karma.""Memangnya kamu bermoral?" cibir Okto sambil menggigit rokoknya.Irish tidak marah dengan ejekan Okto. Dia kembali melanjutkan, "Istri dan putramu masih sehat walafiat sekarang. Seharusnya mereka nggak mungkin sakit dalam waktu dekat, apalagi mati. Jadi, hubungan kita tetap seperti ini, nggak buruk juga, 'kan?"Okto membuang rokok yang baru diisapnya sebentar ke asbak. Telapak tangannya yang besar mencengkeram dagu Irish, memaksa wanita itu membuka mulut. Kemudian, dia langsung mencium bibir Irish.Sebelum Irish sempat bereaksi, gumpalan asap rokok dari pria mesum itu pindah ke mulutnya. Dia terbatuk-batuk dan mengernyit. Mungkin karena dia membenci Okto, asap rokok itu terasa sangat memuakkan.Okto terus mencium Irish dan tidak mau melepaskannya. Pada akhirnya, asa
Setelah Maya pergi, Kyra baru naik taksi menuju firma hukum Johan. Letaknya di kawasan terbaik di kota. Dinilai dari skala bisnis firma hukum itu, sepertinya teman kuliahnya itu cukup sukses.Johan memiliki kantor pribadi yang luas dan rapi. Terdapat banyak penghargaan yang diberikan oleh klien di dinding.Kyra menyampaikan masalahnya pada Johan. Pria itu mendengarkan sambil sesekali mengernyit, tersenyum, dan juga terlihat serius.Setelah sesi tanya jawab selesai, Johan yang berpakaian formal melirik arlojinya dan menyarankan, "Kyra, gimana kalau kita makan siang dulu?"Kyra mempertimbangkannya sejenak, lalu menolak, "Nggak usah, deh. Kamu pasti sibuk, aku nggak mau mengganggu."Kyra harus segera pulang. Maya bisa curiga jika tidak melihatnya setelah kembali dari membeli sayur. Tidak ada yang boleh tahu bahwa Kyra sedang mencari pengacara.Johan kembali membujuk Kyra, "Ayolah, jarang sekali kita bisa bertemu, bukan? Kita bisa sekalian membahas kasus ini. Lagi pula, cepat atau lambat k
Kyra merasa puas karena Johan tidak langsung menolaknya. Bagaimanapun, pria itu adalah pengacara ternama.Jika Keluarga Scott masih sejaya dahulu dan orang tuanya belum meninggal, Kyra pasti akan lebih percaya diri. Namun, kini semuanya sudah berbeda. Dia tidak punya modal dan kekuasaan.Di sisi lain, pengaruh Deven sekarang begitu besar. Johan yang tidak pernah kalah dalam kasusnya tidak mungkin langsung setuju untuk melawan Deven tanpa pertimbangan hanya demi Kyra.Jika mereka kalah, Johan juga yang akan tertimpa sial. Jadi, Kyra bisa memaklumi dan mengerti keputusan Johan."Terima kasih atas bantuanmu," ucap Kyra sambil tersenyum.Johan tersenyum tipis dan membalas, "Kita teman sekolah, nggak perlu sungkan begitu. Ayo bersulang."Kyra mengangkat gelasnya yang berisikan air putih dan bersulang dengan Johan."Nggak kusangka akan bertemu kalian berdua di sini. Sepertinya kalian sedang asyik." Tiba-tiba saja, terdengar suara sinis seorang pria.Johan tersenyum tipis pada Deven dan menya
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K