"Pak Deven bilang dia sibuk sekali, nggak bisa datang," jawab Maya dengan ekspresi yang kesulitan.'Jangan-jangan dia nggak transfer uang ke Ibu? Kalau begitu Ayah ....'Kyra melihat ke sekitarnya sejenak, lalu menyibak selimut dan bantalnya. Dia menyadari ada sesuatu yang hilang."Nona Kyra, apa yang sedang kamu cari?" tanya Maya setelah meletakkan sup ayamnya ke atas lemari di samping tempat tidur. Kemudian, dia melihatnya dengan kebingungan dan menimpali, "Coba beri tahu aku, biar kubantu untuk mencarinya.""Di mana ponselku? Di mana kalian menyembunyikan ponselku?" tanyanya."Ponselmu sudah dibawa pergi oleh Pak Deven," jawab Maya.Berani-beraninya Deven membawa pergi ponselnya? Pantas saja ibunya tidak bisa menghubunginya. Kyra mulai panik dan meraih tangan Maya sambil memohon, "Bi Maya, boleh pinjam ponselmu sebentar nggak? Aku ada urusan mendesak.""Nona Kyra, bukannya aku pelit nggak mau meminjamkanmu. Pak Deven sudah bilang, kalau mau terima gaji, aku harus menyerahkan ponselk
"Mana kutahu bagaimana kondisi ayahmu? Tanya saja pada ibumu." Deven tertawa sinis, dia sama sekali tidak ingin menjawab pertanyaan ini.Saking kesalnya, Kyra sampai tertawa getir. Kemudian, dia berusaha menahan amarahnya dan bertanya lagi, "Aku nggak bisa hubungi mereka karena kamu mengambil ponselku. Sebenarnya kamu ada transfer uangnya ke ibuku nggak?" Kyra ingin mencari petunjuk melalui ekspresi Deven.Sudah beberapa hari tidak ada kabar tentang ayahnya. Kyra harus tahu bagaimana nasib ayahnya saat ini. Apakah Deven mentransfer uang itu pada ayahnya atau tidak? Namun, ekspresi Deven yang datar itu membuatnya semakin gelisah."Kamu nggak transfer uangnya ya?" tanya Kyra dengan panik."Minum dulu sup ayam buatan Bi Maya." Deven mengangkat pandangannya yang dingin untuk menatap Kyra. Hati Kyra benar-benar tidak karuan lagi dibuat oleh Deven. Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah Deven benar-benar tidak mentransfer uangnya ke Mia? Kalau begitu, bukankah ayahnya sudah ...."Deven, cepat b
"Katakan sekali lagi! Deven, katakan sekali lagi!" bentak Kyra sambil memelototi Deven setelah mendengar ucapannya. Tubuhnya gemetaran dengan hebat, jelas sekali dia sangat marah saat ini."Kyra, masih semuda ini telingamu sudah bermasalah? Mau dibilang berapa kali pun, jawabannya tetap sama!" pungkas Deven sambil tersenyum.Kyra mengumpat dalam hati. Bajingan! Bajingan ini bahkan masih bisa tertawa! Padahal orang itu adalah mertuanya!Kyra ingin mencengkeram kerah baju Deven, tetapi tangannya ditahan oleh pria itu. "Nona Kyra, orang yang berpendidikan nggak akan bersikap kasar. Ini adalah aturannya.""Bagaimana ayahku bisa mati? Deven, beri tahu aku, kenapa dia bisa mati?" tanya Kyra dengan mata yang memerah.Deven menyunggingkan senyuman tak acuh saat menjawabnya, "Memangnya Nona Kyra nggak tahu kenapa dia bisa mati? Tentu saja karena kamu nggak berbakti dan nggak bisa mengumpulkan biaya operasi sebesar 10 miliar itu!"Ternyata Deven tidak mentransfer uangnya! Berani-beraninya bajing
"Diam? Kenapa aku harus diam? Dia memang bajingan! Dia mati di luar ruang operasi karena gagal mendapat pertolongan! Itu memang balasan yang pantas dia terima!" Melihat reaksi Kyra yang histeris, Deven merasa sangat puas. Dia menepis tangan Kyra dan mencampakkannya di ranjang.Kyra meringkuk di atas selimut, jari-jarinya mengepal erat dan terus-menerus memukul kasur. Dia memang merasa Deven adalah pengkhianat, tapi tidak menyangka Deven akan segila ini. Pria itu bukan hanya memaksanya untuk bercerai, dia bahkan membiarkan ayah Kyra mati begitu saja dan mengantarkan ibunya ke rumah sakit jiwa.Perasaan marah, dendam, tidak rela, dan sedih menggerogoti dirinya. Kyra memelototi Deven dengan kejam. Tubuhnya gemetaran dan napasnya berpacu kencang."Sekarang kamu sudah bisa mengerti perasaanku saat aku kehilangan keluargaku puluhan tahun yang lalu? Inilah karma!" Deven menyunggingkan senyuman tipis, lalu menarik pandangannya dan hendak beranjak keluar.Tatapan Kyra jatuh pada gunting yang di
Semua gunting, pisau, garpu, dan benda tajam lainnya telah disita Maya. Kyra bagaikan sebuah boneka yang setiap hari hanya bisa makan, minum obat, diinfus, dan diperiksa kesehatannya oleh perawat. Tidak ada binar kehidupan sama sekali dalam sorot matanya.Kyra telah berpikir selama tiga hari, tapi dia tetap tidak mengerti bagaimana dia bisa jatuh cinta pada Deven dulu. Deven masih belum mengembalikan ponselnya sampai sekarang. Saat melihat ke luar jendela, Kyra melihat ada 20-an pengawal yang sedang berjaga di setiap pintu masuk vila.Di setiap sudut vila itu juga dilengkapi dengan kamera pengawas, termasuk dalam kamarnya. Deven benar-benar tidak waras. Dia mengawasi setiap gerak-gerik Kyra setiap harinya dari berbagai sudut. Kyra juga tidak menangis atau berbuat onar sama sekali. Sebab dia tahu bahwa semua itu tidak ada gunanya. Deven telah menentukan segalanya,Dua hari pertama, semua hidangan yang diantarkan kepadanya terlihat sangat menggiurkan. Namun, Kyra merasa mual dan tidak be
"Aku sudah hubungi keluarga pasien, mereka sedang dalam perjalanan ke sini.""Suruh mereka cepat jemput dia, jangan menghalangi orang kerja di sini."Dua petugas medis yang mengenakan seragam dan masker berbicara dengan suara pelan dan nada datar, seolah-olah kematian di rumah sakit adalah hal yang biasa. Kyra menoleh untuk melihat jasad yang ditutupi kain putih di atas tandu.Postur tubuhnya hampir sama dengan Nelson. Saat masih hidup, Nelson juga dirawat di kamar 1502. Kyra sendiri yang mengurus prosedur rawat inapnya, jadi dia tidak akan salah mengenalinya. Deven tidak berbohong, Nelson benar-benar sudah meninggal.Air matanya bergulir dan jatuh di atas kain putih di tandu. Saat melihat reaksi Kyra di samping mereka, kedua petugas medis itu memandanginya dengan heran. "Kamu keluarga pasien?"Kyra mengangguk."Kalau begitu cepat bawa pulang jasadnya dan ingat untuk lunasi biaya rumah sakit. Tunggakan biayanya sudah banyak sekali." Sambil berkata demikian, perawat itu pergi bersama re
Deven mengenakan jas, sarung tangan, syal, dan kacamata berbingkai hitam. Dengan ekspresi datar, dia berdiri di tempat yang tidak jauh dari sana untuk mengamati Kyra. Deven sangat menyukai warna hitam. Sejak pertama kali mengenal Kyra, Deven tidak pernah mengenakan pakaian berwarna cerah.Meskipun modelnya kuno dan konservatif, tetap saja akan terkesan mahal dan anggun jika dikenakan oleh Deven. Saat pertama kali Kyra mengenalnya, Deven selalu menunduk dan terlihat ketakutan. Sama sekali tidak terlihat sombong ataupun angkuh seperti sekarang ini. Manusia memang mudah sekali berubah.Dulu Kyra juga tidak seperti sekarang ini ....Mia masih mengenakan gaun berwarna merah dan mantel berbulu rubah. Hanya dalam waktu singkat, dia terlihat jauh lebih tua dari sebelumnya. Mia berjalan dengan cepat ke hadapan Kyra dan memapahnya. Kemudian, dia menatap wajah Kyra yang pucat itu dan berkata, "Kata Deven, beberapa hari ini kesehatanmu kurang bagus. Kenapa kamu nggak istirahat di rumah saja? Ada a
Kyra tidak ingin ibunya khawatir. Dia hanya mengatupkan bibirnya dan berkata, "Dia ada bilang, tapi aku lupa karena terlalu tertekan beberapa hari ini. Ibu, pelakunya sudah ditemukan belum?""Aku sudah menyuruh Deven untuk menyelidikinya, tapi masih belum ada kabar. Kyra, masalahnya sudah begini, kita juga harus belajar untuk melihat ke depan. Jangan terpaku pada kesalahan di masa lalu, itu hanya akan membuatmu terjebak dalam situasi sulit."Mia meraih tangan Kyra dan melihatnya sekilas. Baru beberapa hari tidak bertemu, Kyra jadi semakin kurus. Mia benar-benar sedih melihat kondisi Kyra seperti ini.Kyra mengerti maksud ucapan Mia, ibunya berharap dia bisa menjalani hidup yang baik dengan Deven."Kalian sudah perang dingin selama setahun. Awalnya dia memang nggak mau bantu saat ayahmu dalam masalah, tapi pada akhirnya dia tetap bantu juga. Tanpa dia, ayahmu pasti nggak bisa selamat kali ini. Jadi, sekarang nasib Keluarga Scott ada di tangannya. Kita sekeluarga harus mengandalkanny unt
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K