Hari masih pagi ketika Lara masuk ke ruangannya. Terlihat hanya beberapa orang yang baru berada di depan komputer masing-masing, di ruangan lainnya.Masih terlalu awal untuk dia melakukan aktifitas hari ini, tapi memang sudah menjadi kebiasaannya jika akhir bulan, banyak pekerjaan yang menantinya untuk segera diselesaikan.Lara duduk di depan komputernya, sesekali terlihat kepalanya menoleh pada lembaran kertas di depannya, dengan tangan aktif bergerak pada keyboard-nya. Dia sedang menginput data nasabah yang telah pencairan sambil menghitung presentase kredit yang lalai. Setelah itu akan membuat laporan bulanan."Permisi Bu Lara, ada paket untuk anda."Lara menoleh saat seorang satpam menghampirinya dengan sebuah kotak bersimpul pita ungu yang cantik, di tangannya."Dari siapa, Pak?" Kening Lara mengerut. Rasanya hari ini dia tidak berulang tahun"Entah Bu, tidak ada nama pengirimnya.""Taruh aja di meja sana Pak, makasi sebelumnya.""Saya permisi." Lara mengangguk ramah.Sekilas L
"Aku tidak menyangka kamu bisa segila itu. Apa kamu ingin menjadi seorang pembunuh!" teriak Alex garang didepan wajah wanita yang saat ini terlihat kesakitan karena cengkraman tangan Alex di lehernya.Alex menghempaskan tubuh itu hingga jatuh di atas sofa. Wanita itu terbatuk-batuk, sambil meraup napas dalam-dalam."Apa kamu ingin membunuhku,""Jika kamu seorang pria, aku bisa saja melakukan itu, Tari!"Alex berdiri berkacak pinggang di depan Tari yang sedang tersengal, dia tidak menyangka Alex akan memperlakukan dia sangat kasar."Aku peringatkan, jika sekali lagi kamu mencoba menyakiti Lara, aku tak akan segan-segan denganmu.""Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan," tutur Tari masih terbatuk-batuk."Jangan menyangkalnya, aku tau kamu orangnya, kamu sengaja ingin mencelakakan, Lara.""Aku benar-benar tidak tau apa maksudmu, Lex!""Hentikan sandiwaramu, kamu pikir dengan kamu melenyapkan Lara lalu aku akan menjadi milikmu, hah?! Justru aku orang yang akan membencimu seumur hidup
Kening Alex terangkat, matanya terus memperhatikan wanita itu, dengan tajam. Ada sesuatu bergejolak di dalam dadanya. Tidak, ini bukan kemarahan mengenai misinya karena dipastikan misi mereka malam ini akan gagal karena kehadiran wanita itu, yang berada di antara target team Alex saat ini.Ini kemarahan tentang sesuatu yang lain, yang belum bisa Alex tangkap dengan logikanya.Alex beringsut bangkit dari duduknya ke arah meja bartender, matanya sengaja tak lepas dari wanita itu.Dia sengaja menunjukkan keberadaannya, agar wanita itu menyadari ke hadirannya. Jika ingin mengikuti ego, dia bisa saja langsung menyeret wanita itu keluar. Tapi tidak mungkin dia melakukan hal yang bisa saja mengacaukan keadaan saat ini.Alex memesan racikan yang bisa membuatnya menghilangkan rasa tidak nyaman di hatinya. Dia menegak minuman itu, berulang-ulang. Hingga pandangan mereka bertemu.Sesaat wanita di sana menatapnya dengan ekspresi terkejut, detik berikutnya malah mencumbu lelaki di sampingnya denga
Alex mengikuti mereka dari belakang dengan jarak yang tidak terlalu dekat. Mereka menuju ruang VIP. Alex tadi cepat- cepat membayar begitu melihat pria itu dan Tari melenggang sambil berpelukan menuju ke arah dalam.Bugh! Dengan cepat Alex melayangkan pukulannya hingga pria itu terhuyung. Alex meraih kerah kemeja nya."Lex ...." Pekik Tari, sambil membantu pria itu agar tidak jatuh.Mata Alex menatap pada Tari dengan kilatan yang seolah ingin menelan dirinya.Alex semakin kalap saat melihat Tari lebih peduli dengan pria itu."Jangan coba-coba menyentuh kekasihku, atau aku akan menghabisimu." dengan penuh amarah Alex kembali melayangkan pukulannya."Stop, kamu bisa membunuhnya!""Aku akan membunuhnya jika kamu tetap berada di situ." Alex memperhatikan tangan Tari yang memeluk pria itu agar tidak terjatuh.Dengan segera Tari melepasnya, dia takut Alex bertambah marah dan menghajar pria itu."Aku sudah bilang kamu untuk pulang, tapi rupanya kamu ingin mencobaiku. Aku akan membuatnya cac
Alex berjalan pelan menuju kamarnya, dia sudah sampai di apartemen Rey. Terhenti di depan kamar Rey, berdiri sejenak menajamkan pendengarannya, untuk memastikan apakah Lara sudah tidur atau belum. Tidak ada suara apapun.Alex menghempas tubuhnya ke ranjang, ingin memejamkan matanya, namun teringat akan Lara. Dia kuatir Lara belum makan. Tak tahan Alex meraih ponselnya.[Sudah tidur? Maaf aku baru kembali.]Alex menatap ponselnya berkali-kali, tidak ada balasan apapun. 'pasti sudah tidur' batin Alex sambil memejamkan matanya. Hari ini dia menyadari sesuatu, ada perasaan yang lebih untuk Tari. Mungkin sudah ada sebelumnya tapi tidak disadarinya. Dia menjadi sangat cemburu saat melihat Tari bersama orang lain, hatinya tidak rela. Bukankah itu tandanya cinta? Namun tempat istimewa untuk Lara, yang sejak dulu ada, masih bertahta dengan kokoh. Apakah hati bisa menyimpan dua nama dengan tulus, entahlah. Yang pasti Alex sudah bertekad untuk mencintai Tari, karena biar bagaimanapun Lara tidak
Sementara itu di pulau dewata, Bali. Rey sudah seminggu menghindar dari Anggela karena harus fokus mencari bukti lebih banyak, info yang didapat dari Anggela sudah cukup baginya untuk mendapat petunjuk. Dia harus bergerak cepat untuk memutus mata rantai penyelundupan senjata ilegal ke timur Indonesia.[Aku rindu padamu] pesan dari Angela, Rey hanya membacanya tanpa berniat membalas. Banyak yang harus ia kerjakan malam nanti.[Aku ingin ketemu.][Tidak bisa kah sejenak, kamu luangkan waktu untukku?]Rey membiarkan hingga benda pipih itu, tak lagi berbunyi.Malam tengah larut ketika tampak seseorang berbaju hitam, dari kepala sampai kaki dengan penutup wajah menyelinap masuk di ruang generator, dari sebuah perusahaan terbesar di pulau itu. Dengan gerakan seperti kapas yang diterbangkan oleh angin, langkahnya ringan tak bersuara, jari-jarinya yang terbungkus sarung tangan karet bekerja dengan lincah, mempreteli beberapa kabel yang saling terkait, terakhir pada kabel yang terhubung pada
Seperti orang kehilangan akal, Angela terdiam membisu. Syok dengan perlakuan Rey padanya. Kesadarannya kembali saat Rey dengan kasar meletakkan gelas di atas mini bar, lalu mulai menyeduh kopi.Tubuh Angela menggigil. Hatinya tercabik, terluka saat dengan santainya, Rey duduk menyesap kopi dan memandang ke arahnya, dengan tatapan tajam, meremehkan. Angela mengigit bibirnya hingga perih, demi menekan rasa yang ingin meledak di dalam dirinya.Sedangkan pikiran Rey liar membayangkan Alex dan Lara di apartemennya, bayangan Lara yang polos dan Alex sedang memandangnya. Rey menggelengkan kepala mengenyahkan bayangan itu dari pikirannya."Aku bukan lelaki brengsek, jika aku salah satu dari mereka sudah sejak awal aku menidurimu." Rey menandas kopi di cangkirnya sampai habis."Pake bajumu."Angela menatap nanar ke arah Rey, matanya memanas. Tanggul di pelupuk matanya akan jebol dengan sekali kerjapan. Dia masih di posisi tadi, bertahan dengan menekan jari-jari kakinya pada lantai agar tetap b
Rey tersentak, melerai pelukannya. Dev ... itu bukan namanya. Dia hanya sedang menjalankan perannya sebagai Devin. Jika semuanya terkuak, orang yang paling terluka adalah Angela.Apakah peran yang sedang dia mainkan saat ini sebagai Devin atau sebagai Rey. Semua mengabur saat hati mulai terbalut oleh rasa cemburu.Mereka telah bersandar pada headrest masing-masing dengan napas yang masih memburu."Aku terkadang bingung, kamu seperti memiliki kepribadian ganda," ucap Angela pelan menatap lurus ke depan.Rey menoleh padanya, Angela dapat menangkap dengan ekor matanya."Terkadang aku merasa kamu benar-benar mencintaiku, kadang aku merasa kamu hanya mempermainkanku. Sebenarnya apa yang ada di hatimu. Apa aku saja yang terlalu bodoh?" Angela berpaling menatap Rey yang kini menatap lurus ke depan. Angela meraih lengan itu memeluk sambil menyandarkan kepalanya."Cintailah aku," bisik Angela.Hanya terdengar suara ombak yang memecah, mengisi kebisuan di antara mereka. Rey merunduk mencium punc