Share

Part 58. Merapikan Tas

Penulis: Dwi Nella Mustika
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Assalamualaikum, Bu." aku mengucapkan salam sembari mengetuk pintu. Belum ada sahutan dari dalam, "apa Ibu sudah tidur" pikirku.

Tapi di arloji ku lihat masih menunjukkan pukul sembilan malam. Setelah bertemu Deska tadi aku langsung tancap gas arah pulang, "Assalamualaikum, Ibu." ku ketuk lagi pintunya.

"Waalaikumsalam," terdengar sahutan salam dari dalam.

"Kok malam sekali pulangnya, Nak?" tanya ibu ketika membukakan pintu untukku, terlihat ibu mengernyitkan dahi.

"Maaf, Bu. Tadi ada urusan dulu. Ibu udah tidur ya tadi?".

"Iya, Nak. Ibu ketiduran Nak pas lagi baca buku. Rinjani, sini dulu ibu mau bicara." ibu menepuk-nepuk kasur pertanda aku di suruh duduk di dekatnya.

Aku yang tadi sedang merapikan tas, berasa dag dig dug seeerr ketika berjalan ke arah ibu, jantungku berirama tidak stabil memompakan darah. Apa ibu sudah mendengar semua yang terjadi padaku, tentang perselingkuhan Reno dan perceraianku?

"Iya, Bu. Mau nanya apa?" tanya ku dengan mengatur posisi duduk dekat ibu.

"Apa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Part 59. Kurang Nyaman Kah?

    Aku pergi ke lobi hotel lalu menghampiri meja receptionist. Ku atur nafas, lalu menyeka air mata yang membasahi pipi."Mba, saya pesan kamar satu lagi yah." ucapku pada receptionist."Lho kok pesan lagi, Bu? Bukannya ibu udah mesan kamar yang bagus ya? Apa ibu kurang nyaman di sana, Bu?" tanyanya heran, kupandangi bola matanya terlihat dia sedang memperhatikan wajahku."Enggak, Mba. Saya nyaman kok di sana. Tapi memang lagi butuh tambahan kamar saja." ucapku mengelak."Ibu mau kamarnya berdampingan atau gimana, Bu?""Nggak usah, Mba. Aku pilih kamar yang ada di lantai 10 saja.""Oh, baiklah."Tak lama kemudian, dia menyerahkan kunci kamar padaku. Aku bergegas menuju kamar baru yang telah ku pesan tadi. Bukannya tega meninggalkan ibu sendirian di kamar. Tetapi hati dan logika ku belum terima dengan apa yang sebenarnya terjadi.Ku henyakkan badan ini di peraduan, air mata ku menetes deras benar-benar tak percaya. Aku terasa seperti boneka yang seenaknya mereka memperlakukan ku. Andai ben

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Part 60. Menyeka Bulir Bening di Wajah Senja

    Aku dan ibu masih menangis tak lama kemudian ku lepaskan pelukan ibu perlahan, lalu menyeka bulir bening yang membasahi pipinya, pipi yang tidak selentur dulu. Beribu garis halus sudah memenuhi wajahnya.Apa aku tega meratapi nasib dan takdirku di depan ibu? Apa jadinya aku jika mimpi semalam menjadi kenyataan? Apa aku akan tetap punya masa depan? Oh Tuhan, panjangkan umur ibu ku, doaku dalam hati."Bu, jika saat ini aku belum sepenuhnya ikhlas menerima takdir yang ada padaku, ibu jangan memaksaku untuk mengakui bahwa dia adik tiriku. Aku bukan malaikat yang berbesar hati menerima wanita tak berhati seperti dia" ucapku dengan lirih pada ibu."Iya, Nak. Ibu mengerti, maafkan ibu. Ini semua salah ibu, Nak." ibu pun menyeka air mataku, masih berlomba-lomba membasahi pipi.Sebagai manusia biasa ingin ku memberontak sekeras-kerasnya. Ini rasanya tidak adil, ayahku yang berbuat keji mengapa aku dan ibu ikut menuainya. Ini tidak adil, sungguh tidak adil, aku bergumam dengan hati ku sendiri.

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Part 61. Dasar Anak Kurang Ajar

    "Apa, Mi? Mami nyuruh aku rujuk dengan anak mami yang pengkhianat ini? Tidak, aku tidak akan pernah sudi untuk hidup bersama dengannya lagi." suara ku menjulang tinggi, siapa yang tidak naik pitam mendengar ucapan itu. Dari samping ibu menenangkan dengan memegang lenganku."Rin, Mas minta maaf. Mas khilaf, semua terjadi begitu saja." seperti biasa Reno membela diri."Sudahlah, Mi. Kalau hanya untuk membahas ini. Lebih baik aku pulang." berdiri sekejap dari tempat duduk. "Ayo, Bu kita pulang saja.""Dasar anak kurang ajar, tidak ada etika sama sekali." ucap mami kasar.Langkahku terhenti mendengar ocehan murahan yang dia katakan, "Siapa yang lebih kurang ajar? Anak mami atau aku. Coba mami di posisiku. Masih mau kah hidup dengan laki-laki yang sudah tidur dengan wanita lain." ucapku ketika membalikkan badan, ku tatap tajam netra mantan mertua ku itu."Itu semua bisa diperbaiki, anggap saja ini ujian rumah tangga kalian. Lagian ini juga salahmu, mengapa terlalu sibuk dengan prestasi mu

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Part 62. POV Reno

    Pertengkaran ku dengan Rinata masih berlangsung selepas Rinjani pergi."Mas, kamu harus tanggun jawab sama janin yang ku kandung" ucap Rinata berlari ke arah ku yang tidak sempat mengejar Rinajani."Cukup. Ternyata kamu tidak sebaik yang ku pikir. Aku menyesal telah tergoda oleh mu Rinata. Bisa-bisanya kamu tidur dengan lelaki lain. Bahkan mengandung anaknya.""Tidak Mas, ini bukan seperti yang ada dalam rekaman itu. Aku sudah difitnah. Kamu tahu Deska teman sekolahnya Rinjani, ini pasti jebakan dia supaya aku dan kamu tidak bersatu." Rinata terus menangis dan berulang kali mencium kakiku, aku tidak percaya wanita yang perjuangkan dan meninggalkan Rinjani sebejat ini."Simpan omong kosongmu, aku tidak akan percaya lagi." ku sentak keras kaki yang dia pegang. Tapi langkah ku terhalang ketika hendak menuju mobil."Reno, jangan percaya begitu saja dengan Rinjani. Mana mungkin kami sejauh itu mempermainkan kamu. Mana mungkin kami ada bersekutu dengan Deska. Sedangkan jelas-jelas Deska mema

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Part 63. POV Rinata

    Flashback ....***Ketika aku sudah berumur sepuluh tahun Emak memberi tahu, jikalau Abahku sudah meninggal sewaktu aku berumur dua bulan. Dibesarkan dari keluarga tidak berada apalagi hanya Emak yang membanting tulang sebagai tukang cuci pakaian itupun jika ada yang memakai jasa Emak.***"Assalamualaikum." terdengar ucapan salam dari luar, aku yang sedang melipat baju pun menjawab salam itu, "Waalaikumsalam." sembari beranjak lalu membukakan pintu.Ternyata yang datang adalah Bu Ratna, "Silakan masuk, Bu." ucapku."Tidak usah, Ta. Ibu hanya sebentar, bisa panggilkan Emakmu" pintanya. Aku pun mempersilakan dia masuk, tetap Ibu Ratna tidak mau. Ku panggil Emak yang sedang berada di dalam kamar.Emak pun menemui Bu Ratna yang menunggu di depan pintu.Masih ingat dalam ingatan ku, Ibu Ratna memang suka datang ke rumah gubuk ku ini semenjak aku masih berumur kecil. Aku ingat betul akan hal itu. Berjalan waktu seiring dengan perkembangan usia ku, tentunya membuat aku semakin paham memakna

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Part 64. Putusan Sidang

    Hari ini adalah sidang putusan yang akan disampaikan oleh majelis setelah dua minggu lalu aku memberikan surat kesimpulan melalui pengacara begitu juga dengan lelaki pengkhianat itu.Sidang kesimpulan dari penggugat ataupun tergugat bisa diwakili oleh pengacara masing-masing. Sidang ini dilaksanakan tiga hari dari kedatangan ku ke rumah kenangan buruk kemarin.Kali ini, selain ditemani Aldy aku juga ditemani oleh Ibu. Alhamdulillah Ibu masih mau menetap di Jakarta walaupun tiap sebentar dia mengatakan sudah rindu dengan kampung halamannya. Bagi ku wajar saja karena sudah lebih kurang sebulan ibu berada di sini.Di depan ku sudah ada tiga orang para hakim yang akan membacakan hasil putusannya berdasarkan rangkaian sidang yang sudah dilewati sebelumnya. Dalam sidang tertutup hari ini Reno hanya ditemani oleh Mami dan pengacaranya, tidak terlihat batang hidung Rinata dan Shinta, apalagi Reno.Pemandangan ini sangat jauh berbeda ketika sidang pembuktian yang dijalani beberapa waktu lalu.

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Part 65. Tampar Sekali Lagi!

    Udara pagi nan sejuk, matahari pun masih malu-malu memancarkan sinarnya karena hujan Subuh tadi. Itu yang kulihat dan rasakan ketika membuka pintu jendela kamar. Aku sekarang sudah berada di desa kelahiran."Rinjani" panggil Ibu sembari mengetuk pintu kamar ku."Iya, Bu. Sebentar." jawabku sembari berjalan membukakan pintu."Kita sarapan dulu, Ibu sudah belikan sarapan kesukaan kamu." ajak Ibu ketika pintu kamar sudah terbuka.Kami duduk berdua di meja makan, wanitaku lalu menuangi sebungkus lontong gulai nangka ke dalam piring. Lalu dia suguhkan padaku.Mungkin selepas Sholat Subuh di mesjid Ibu langsung membeli sarapan yang tidak jauh dari lokasi mesjid. Ini memang lontong gulai langganan ku sedari kecil, buatan Mak Ecit.Masih ingat diingatanku, Ibu membelikan lontong gulai jikalau sudah menerima upah menjadi pembantu. Sekali sebulan lebih tepatnya aku memakan ini. Kalau tidak, ya seperti biasa. Hanya makan nasi dengan lauk seadanya. Tetapi aku tetap bersyukur, apapun itu makanann

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Part 66. Mulut Julid

    "Jika anda kurang puas, silakan lakukan apa yang anda inginkan. Saya sudah kebal dengan tingkah laku bejat anda selama ini." lanjutku kasar."Sudah, Nak. Bagaimanapun dia tetap Ayahmu, Nak." tangisan Ibu pecah, jantung ku masih berdebar kencang, emosi yang selama ini akhirnya tumpah."Aku tidak tahan, Bu. Dia terlalu jahat, mana ada seorang Ayah yang sejahat itu pada keluarganya sendiri." ucapku dengan airmata yang sudah berjatuhan."Jangan seenaknya anda berbuat sesuka hati pada Ibu, mentang-mentang dia sering diam ketika caci maki terlontar dari mulut anda. Ingat, sudah berapa hati yang anda sakiti." teriakku semakin emosi."Kalian terlalu cengeng, pokoknya saya tidak akan tinggal diam. Kamu harus terima resikonya karena telah membuat anak saya Rinata menderita di sana." dia berlalu pergi meninggalkan aku dan Ibu."Silakan, saja." jawabku sinis."Sudah, Nak. Sabar, ayo masuk." Baru saja aku ingin menutup pintu, tampak dua orang wanita paruh baya berdiri di pinggir jalan yang tidak

Bab terbaru

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Mau Miskin ataupun Bahagia, Aku Pilih Jalan Sendiri!

    Bab 12"Kamu beneran sudah gila ya, Lita! Mama pikir kamu bisa berpikir jernih sedikit, mengalah sedikit, apa kamu beneran nggak takut jadi janda dan hidup melarat?" serang Ririn dengan penuh amarah.Dia memang takut miskin karena mengingat hidupnya yang begitu susah dulunya.Lita mengendikkan bahu dengan angkuhnya."Aku memang sudah gila!""Kan berulang kali aku bilang sama mama, kalau aku nggak peduli. Mau hidup miskin ataupun kaya, terserah kedepannya. Aku capek diatur terus-terusan, aku yang lebih tahu kebahagiaan ku sendiri.""Sebelum Mas Ammar yang ceraikan aku, aku yang lebih dulu ceraikan dia, karena aku akan menikah dengan lelaki pilihanku!" erang Lita hilang kendali."Jangan bertindak bodoh kamu! Pikirkan lagi ucapan kamu itu Lita! Laki-laki itu pasti baru kamu kenal, nggak akan ada laki-laki yang nerima perempuan apalagi janda dengan segampang itu. Kamu nggak mikir efeknya nanti gimana?""Sudahlah, Ma. Aku capek berdebat terus dengan mama. Lagian hutang-hutang mama juga ham

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Diberi Nama Argantara

    Bab 11[Mas ... dimana? Aku lagi bete nih! Bisa keluar nggak]Lita mengirim pesan pada seseorang beberapa saat setelah menenggak habis minumannya. Tak perlu sepertinya Lita menunggu, selang satu menit, pesannya pun terbalaskan.Seperti tak kenal waktu, padahal sudah menunjukkan pukul satu dini hari.[Kan tadi abis jalan. Kok masih bete sih?] Balas seseorang yang diberi nama Argantara.[Tau gini mending aku nggak pulang tadi.] Balas Lita cepat.[Terus gimana? Mau keluar lagi?][Iya.][Oke. Aku otewe]Sembari menunggu jemputan dari lelaki yang baru dikenalnya selama seminggu ini, Lita menunggu lantai dua untuk mengambil tasnya. Dia berjalan mengendap-endap supaya langkah kakinya tak terdengar oleh Ririn sang mama.Dengan pelan dia menekan handle pintu dan membukanya sedikit saja. Tampak Ririn sudah tidur dengan posisi terlentang. Tak ingin ketahuan, Lita buru-buru menyambar tas yang ada di nakas.[Dimana? Aku udah siapa]Pesan yang dikirim Lita cukup lama dibalas, hingga ... terdengar b

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Arumi Dibawa Pergi

    Bab 10"Nggak cuma tanya apa ada yang mau nitip makanan, gue jawab aja langsung enggak.""Ooh ...." Lita sama sekali tak curiga dengan gerak-gerik teman kerjanya itu. Dia kembali berkutat pada ponselnya.[Ta, mama telponin daritadi nggak diangkat-angkat][Mama mau ngasih tau, mertua sama Arumi dan baby sitter kamu keluar dari rumah][Mama sempat nanya, tapi mertua kamu diam aja. Coba deh kamu telpon mertua kamu?]"Mama lebay banget deh ah. Perkara mereka keluar rumah aja pake lapor. Nggak ada apa hal yang lebih penting," ngomel Lita seraya membuka aplikasi lainnya."Masalah lagi?" tanya Dea."Ya biasalah, nyokap gue orang paling lebay. Masa iya, mertua, anak, dan baby sitter keluar rumah pake ngelapor segala ke gue. Kan nggak penting banget ya," jelas Lita dengan suara sedikit tinggi."Yaelah. Gitu aja lu sensi amat. Wajar aja lah emak lu lapor, kan mertua lu bawa anak lu keluar rumah, emangnya lu nggak mikir gimana gitu, khawatir paling tidak," sahut Dea seraya menyunggingkan sedikit

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Sepucuk Amplop Putih

    Bab 9"Lita ... Lita ..., bangun kamu! Heh!" Ririn mengguncang tubuh anaknya yang baru saja terlelap."Dasar kebo ya kamu, ditinggal sebentar ke bawah, langsung molor," sengit Ririn."Apa sih, Ma. Orang ngantuk juga." Lita menyentak tubuhnya. Tangan Ririn terlepas."Ammar mau menceraikan kamu!" ucap Ririn tanpa basa-basi."Hah?" Lita terduduk, dengan wajah masih berpoles make up dan rambut acak-acakan. "Jangan bercanda, Ma!" ucapnya tak percaya."Serius, tadi Ammar bilang, kalau kamu tidak berubah, bisa jadi kalian akan bercerai."Seolah seperti orang baru sadar, Lita mengibas angin tepat di depan wajah Ririn."Halah, paling juga ancaman belaka, Ma. Mana mungkin dia akan menceraikan aku. Lagian nih, pasti auto malu lah, dia kan tahu gimana rasanya punya orang tua nggak lengkap. Aku yakin, dia tidak akan melakukan hal itu, kalau dia sayang Arumi, aku yakin dia tidak akan memberikan Arumi orang tua yang tidak lengkap." Begitu percaya dirinya Lita berucap."Jika benar itu terjadi bagaima

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Apa Hanya Sekedar Ancaman?

    Bab 8"Buka mata kamu, Mmar. Apa iya pantas istrimu bicara seperti itu sama bunda?"Viola tak tinggal diam, terasa dipojokkan oleh Lita."Neng Viola harusnya juga buka mata, jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga, jangan karena Lita ingin istirahat sebentar, Neng Viola jadikan itu Boomerang," balas Ririn tegas."Kenapa kamu diam, Mmar?""Lihat istrimu Lita, bersimpuh meminta pengertianmu, dia rela meminta maaf atas apa yang sebenarnya tidak dia lakukan secara sengaja. Andai bundamu bisa mengontrol diri, tak akan runyam seperti ini," tambah Ririn.Ammar menundukkan kepalanya, melihat sekejap istrinya yang masih bersimpuh dan tak hentinya menangis. Isakkan tangis Lita pun terdengar semakin keras."Bund, kita turun saja dulu!" ajak Ammar memecahkan keheningan yang tercipta beberapa detik."Yuk, mending kita istirahat," sahut Viola dia menyunggingkan ujung bibirnya pada Ririn."Mas ... Mas ... Please, jangan begitu. Aku sedikitpun tidak ada niat mengutarakan ucapan seperti tadi s

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Debat-debat Apaan Itu di Lantai 2

    Bab 7"Eh, Bunda. Duduk sini, Bund. Mau ngomong apaan? Serius nih keliatannya," ucap Ammar seraya menurunkan kedua kakinya yang tadinya berada di kursi kosong."Kamu nggak tidur?" tanya Viola memulai pembicaraan, seraya menduduki kursi yang ada di sebelah kanan."Nanti lah, Bund. Bunda kenapa nggak tidur? Udah malam lho, Bund. Apalagi tadi sibuk ngurusin acara Arumi.""Iyaa, bentar lagi bunda tidurnya." Viola menyisir pandangannya, termasuk ke pintu utama yang terbuka dengan lebar."Bunda lagi liatin apa? Katanya tadi mau bicara, bicara apa, Bund?" tanya Ammar mulai penasaran apalagi melihat gelagat bahasa tubuh ibunya yang agak lain."Tadi bunda liat Lita naik ke lantai dua bawa beberapa baju. Emangnya dia mau tidur di atas lagi, Mmar?""Oh itu, iya, Bund. Malam ini dia mau istirahat di kamar lantai atas.""Istirahat gimana? Kalian kan punya kamar? Kenapa pisah kamar lagi kayak kemarin?""Hmm ... cuma malam ini aja kok, Bund. Lita kecapekan kalau tidur di kamar aku, bakalan keganggu

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Suami Sabar tapi Punya Istri Bar-Bar Galau

    Bab 6Malam ini, untuk pertama kali mereka tidur bertiga. Ammar sangat senang, hal kecil yang diimpikannya terwujud, satu kamar dengan istri dan anak."Mas, makasih ya. Atas sikapku kemarin." Lita kembali mengulangi permintaan maafnya pada Ammar saat mereka sama-sama tengah berbaring di atas ranjang sembari memainkan jambang Ammar yang tampak mulai lebat."Tidak apa, Sayang. Mas paham. Tapi, jangan lagi berkata seperti itu. Kasian Arumi," balas Ammar lembut dan mendaratkan sebuah kecupan di kening Lita."Mas, juga minta maaf sama kamu. Mas yang salah atas semuanya yang terjadi," tambah Ammar kemudian.Cahaya remang, dinginnya suhu AC, dan lelapnya Arumi di ranjangnya sendiri, serta tak bisa dibendung rasa rindu Ammar pada istrinya. Tangan Ammar mulai nakal menjamahi tubuh Lita."Mas, kita tidur yuk! Aku capek," bisik Lita seraya menggeser tangan suaminya dari bagian tubuh yang tersentuh."Yaudah, yuk!"Posisi tidur langsung berubah, Lita membelakangi suaminya. Namun, Ammar sepertinya

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Minta Maaf karena Shock

    Bab 5Ammar seketika berdiri, telinganya terasa semakin panas oleh ucapan Lita yang sama sekali tidak ada rasa peduli padanya."Kamu bisa ngertiin posisi aku nggak?""Kamu juga nggak ngertiin aku, Mas. Kamu nggak ngerti gimana perasaan aku!" Lita tak mau kalah, mau adu nasib dengan suaminya yang siang malam berkejar-kejaran dengan waktu. "Aku kurang ngertiin apalagi coba? Aku akan tetap test DNA, tapi sabar dulu.""Terserah lah, Mas. Kamu egois!" Lita meninggalkan Ammar tanpa belas kasihan sedikitpun, seolah cinta dan kasih sayang yang dia berikan dari awal pernikahan sirna begitu saja."Lita ... Lita ... kamu nggak capek apa kita begini terus!" seru Ammar. Namun, Lita sama sekali tidak memperdulikan ucapan suaminya. Dia terus saja menaiki anak tangga Hari-hari yang dijalani Ammar sekarang selalu banyak masalah. Rumah terasa panas, dia pun sulit berkonsentrasi. Bahkan kerjaan yang sedang dia selesaikan sekarang itu, karena klien protes, dan itu karena Ammar tidak fokus.Viola yang m

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Ada Tujuan Lain

    Bab 4"Masa Neng Viola tidak tahu alasan saya berkata demikian? Bukannya Neng Viola sudah melihat bayi yang ada di kamar Ammar dan Lita.""Ya, saya sudah melihatnya. Lantas apa hubungannya dengan ucapan Neng Ririn tadi. Itu kan bayi mereka.""Saya tidak yakin, pasti Ammar sudah menjebak Lita. Bisa jadi itu anak orang lain. Saya rasa ad maksud lain dibalik hadirnya bayi itu.""Astaghfirullah, Neng. Jauh sekali pikiranmu. Sampai menuduh Ammar seperti itu. Saya tahu Ammar seperti apa, dia tidak akan berbuat sekonyol itu.""Udahlah, Neng Viola. Nanti saja kita buktikan. Saya akan tinggal di sini, biar tidak terjadi hal-hal buruk.""Sama lah kalau begitu, saya juga tinggal di sini. Kita buktikan saja siapa yang memfitnah."Lita tersentak, dia menatap ibunya, seolah mengode sesuatu."Lho, nggak bisa gitu dong, Neng. Anakmu laki-laki tidak perlu ditemani, beda dengan anakku, perlu penjagaan ketat.""Dia tidak terancam kok di sini, Neng Ririn. Malah, Lita bisa me time sepanjang waktu. Kan yan

DMCA.com Protection Status