Sekitar jam delapan Ariana akhirnya sampai di rumah. Langkahnya gontai serta mata bengkak telah mengartikan banyak hal kepada setiap orang yang berpapasan dengan dia termasuk Ayahnya sendiri, Risman.Lelaki paruh baya itu sendiri telah menunggu di teras rumah dengan tenang. Ariana kembali tak bisa menyembunyikan tangis saat menemukan sosok pria paruh baya tersebut. Segera ia hampiri dan memeluknya."Ayah benar, Diaz itu berengsek. Dia hanya ingin memanfaatku saja," katanya sambil terisak. "Sekarang apapun yang dikatakan Ayah, Ana akan menurut."Risman melepas pelukan Ariana menatap putrinya serius. "Benar mau ikut apa perkataan Ayah?" Ariana mengangguk cepat.Lantas senyuman manis terlukis di bibir pria berusia 50 tahun tersebut. Dia lalu masuk ke dalam rumah, sambil mengiring koper besar yang Ariana kenal. Diberikannya koper tersebut pada putrinya. "Pergi dari rumahku sekarang!" hardik Risman tiba-tiba.Ariana kehilangan kata-kata. Sungguh tak menyangka dia akan diusir secepat ini, b
Dua minggu telah berlalu tapi Ariana hanya mendapatkan surat penolakan dari beberapa perusahaan dengan alasan pendidikannya cukup tinggi untuk melamar menjadi karyawan. Seakan Ariana tak pantas untuk bekerja di bidang tersebut. Selama dua minggu itu pula Ariana bekerja keras dengan membersihkan rumah, memasak layaknya ibu rumah tangga.Setiap hari dia sangat lelah tapi untuk apa mengeluh. Ini bukan rumah yang menjadi tempatnya berleha-leha. Ariana tahu diri dan mengerti betapa sulitnya Elisia bekerja keras. Dia sangat berharap ada orang yang mau memberinya pekerjaan, meski nanti dibayar kecil setidaknya akan mengurangi beban Elisia."Gimana? Udah dapat email mereka?" Ariana membuang napas kasar."Mereka menolakku lagi dan alasannya sama. Aduh aku nggak ngerti deh jalan pikiran mereka, harusnya mereka senang dong punya karyawan yang berpendidikan tinggi, ini kok malah ditolak," omel Ariana kesal."Yah mungkin bukan rejeki kamu sabar aja nanti juga dapat kok. Tinggal berapa email lagi y
Firman menarik napas panjang. Dia berjalan Setelah selesai dari rapat Firman segera menuju tempat Direktur. Diketuknya sebentar lalu masuk ke dalam. Seorang pria kisaran usia 27 tengah sibuk dengan file. Begitu sibuk sampai tak menyadari datangnya Firman itu pun hanya dilirik sekilas. "Ada apa Chief? Sudah dapat seseorang yang menggantikan Nina.""Sudah Direktur, ini kandidat yang kita punya untuk jadi sekretaris Direktur." Firman membalas sambil meletakkan di meja."Iya, iya terima kasih nanti kalau kerjaku sudah selesai aku pasti akan baca. Boleh pergi tidak? Aku ingin fokus bekerja." Firman menarik napas panjang. Dia kemudian balik kanan hendak menuju pintu keluar. Langkah mendadak berhenti.Firman menatap lagi sosok Direktur yang sedang sibuk mengetik. "Aditya," panggil Firman. Pria bernama Aditya itu langsung menoleh lurus ke arah Chief."Aku tahu kau sedang memiliki masalah tapi jangan terlalu memaksakan diri. Kau juga harus beristirahat." Aditya termenung sebentar. Dia mengangg
Sepeninggal Firman, Nina dan Ariana dilanda rasa canggung. Suasana langsung berubah saat Nina tersenyum dan dengan ramah dia meminta Ariana untuk duduk di samping. "Kita belum berkenalan secara langsung ya, perkenalkan aku Nina," ucap Nina sambil mengulurkan tangan."Aku Ariana." Ariana membalas dengan menjabat tangan Nina."Karena kau akan menjadi sekretaris Pak Aditya, kau harus tahu keseharian Pak Aditya." kening Ariana mengkerut."Keseharian Pak Direktur?" Nina mengangguk."Keseharian Pak Direktur sangatlah penting melebihi pekerjaan apapun. Kau perlu pastikan semua terpenuhi itu pun tidak termasuk permintaannya tiba-tiba.""Aku pikir pekerjaan sekretaris sebagaimana pekerjaan yang semestinya.""Itu untuk Direktur yang lain beda dengan Direktur Utama kita. Dia perfeksionis, kalau ada satu hal yang beda sedikit saja dia Pak Aditya langsung marah besar." Nina diam sebentar ketika melihat perubahan ekspresi Ariana. "Tapi jangan khawatir kok, biar sikap Pak Aditya angkuh, dia baik sek
Pintu ruang kerja diketuk. Aditya menyuruh orang itu masuk tanpa menoleh sekalipun. Langkah kaki terdengar mendekat dan mata Aditya lalu menangkap sebuah kopi yang baru diseduh tergeletak di samping. Aditya tersenyum kemudian memalingkan wajah ke arah Ariana. "Berubah pikiran?"Ariana menggigit bibir. "Iya pak,""Kok cepat sekali berubah pikiran, padahal tadi kau berkoar-koar mengatakan lelah karena sikapku." Aditya tersenyum miring saat melihat tangan Ariana mengepal erat. Tampaknya dia berusaha untuk tetap tenang."Saya minta maaf kalau sudah berucap kurang sopan dan saya harap Pak Direktur tidak memasukkan kata-kata saya di dalam hati. Ucapan saya murni semata karena kelelahan saja." Ariana berupaya sebaik mungkin agar Aditya tak marah."Baiklah, aku akan memaafkanmu tapi jika kau melakukan sesuatu yang tidak sopan kepadaku lagi. Sebagai gantinya kau harus datang ke sini setiap hari, membantu Nina dengan pekerjaannya. Ayo kita lihat seberapa baik kau bisa menjadi sekretarisku." Adi
"Dia bahkan mencampakkan calon istrinya untuk Tante Nina." Ariana bergeming. Entah reaksi apa yang harus dibuat olehnya. Bukankah Nina sudah memiliki suami? Apa benar Aditya bosnya yang sombong itu menyukai Nina?Jika benar maka Aditya selain dia angkuh, bosnya adalah sosok pengecut. Dia tak bisa mengatakan yang sejujurnya kepada Nina. Mendadak mobil berhenti di sebuah toko buku. "Kenapa bengong begitu? Bukannya Om sudah bilang kalau aku mau beli buku?" sungut Amel dengan nada sinis."Ok, kau mau beli buku yang mana?" tanya Ariana. Amel mengambil sebuah catatan berisi dengan beberapa buku yang ia beli."Uangnya sudah ditransfer kan sama Om?" Ariana mengangguk. Wanita itu kemudian keluar menuju toko buku sedang Amel dan si supir. Tidak butuh waktu lama sebab pegawai toko buku membantunya. Begitu buku telah terkumpul, Ariana keluar lagi dengan buku di tangan.Saat berbalik langkah Ariana terhenti, ia celingak celinguk dengan bingung. Bukannya dari tadi mobil limosin terparkir tepat di d
Aditya berjalan mendekat dengan pandangan tanpa ekspresi namun perhatiannya tertuju pada Ariana. "Kenapa lama sekali membuat kopinya? Aku menunggu sangat lama!" marah Aditya kesal tapi tak sampai menghardik wanita di depannya ini."Maafkan saya Pak." Ariana membalas lirih. Adit kemudian menoleh ke arah Diaz yang kini kepalanya terunduk."Kalian tak menjawab pertanyaanku, kenapa kalian datang ke sini? Apakah kalian tahu kalau sekarang masih jam kerja! Ayo bubar!" Diaz dan kawan-kawannya bergerak cepat menuju ruangan kerja sedang Ariana hanya bisa diam. Entah harus bersyukur atau sedih karena kedatangan Adit tapi dia sedikit lega. Secara tak langsung, pria itu membantunya untuk keluar dari masalah.Saat Aditya berbalik Ariana kembali merasakan kurang nyaman. Dia pasti akan dimarahi lagi tapi ini kelalaiannya sendiri jadi sebagai balas jasa, Ariana mau tak mau harus menerima hukuman yang nantinya akan diberikan oleh Bos.Bukan memarahi, Aditya malah berjalan mendekat tanpa sekalipun mele
Aditya berjalan menghampiri keduanya. Tatapannya sangat intens kepada Diaz bukan dalam artian yang bagus tentu saja. "Bukankah kau yang dari tadi menggoda sekretarisku? Kenapa kau masih saja mengganggunya?"Ariana mengangguk membenarkan. Dia sangat terganggu akan kehadiran Diaz. "Direktur, anda salah sangka Ariana adalah pacar saya kami berpisah karena kesalahpahaman makanya saya mau luruskan." Diaz beralasan."Tidak ada kesalahpahaman!" Ariana bangkit dari tempat duduknya. Matanya mengilat penuh emosi apalagi saat mendengar alasan Diaz. "Kau cuma memanfaatkanku saja! Padahal aku sangat mencintaimu tak peduli dengan keluarga sendiri. Aku bahkan melarikan diri dari pernikahanku hanya untuk kamu.""Tapi ...." Ariana bergegas pergi. Dia sungguh tak ingin mendengar sepatah kata pun dari Diaz. Pria itu mengejar kembali namun bukan hanya Diaz ada juga Adit.Langkah Adit dipercepat dan bisa menyusul Ariana. "Kau mau aku antar pulang?" tawar Adit. Langkah Ariana terhenti, dia tak memiliki wak