Share

Kedua

Author: Marcell
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Dua minggu telah berlalu tapi Ariana hanya mendapatkan surat penolakan dari beberapa perusahaan dengan alasan pendidikannya cukup tinggi untuk melamar menjadi karyawan. Seakan Ariana tak pantas untuk bekerja di bidang tersebut. Selama dua minggu itu pula Ariana bekerja keras dengan membersihkan rumah, memasak layaknya ibu rumah tangga.

Setiap hari dia sangat lelah tapi untuk apa mengeluh. Ini bukan rumah yang menjadi tempatnya berleha-leha. Ariana tahu diri dan mengerti betapa sulitnya Elisia bekerja keras. Dia sangat berharap ada orang yang mau memberinya pekerjaan, meski nanti dibayar kecil setidaknya akan mengurangi beban Elisia.

"Gimana? Udah dapat email mereka?" Ariana membuang napas kasar.

"Mereka menolakku lagi dan alasannya sama. Aduh aku nggak ngerti deh jalan pikiran mereka, harusnya mereka senang dong punya karyawan yang berpendidikan tinggi, ini kok malah ditolak," omel Ariana kesal.

"Yah mungkin bukan rejeki kamu sabar aja nanti juga dapat kok. Tinggal berapa email lagi yang kamu tunggu?" tanya Elisia lagi.

"Satu lagi dan emailnya malam ini jam delapan." Elisia melihat jam di dinding.

"Tinggal beberapa menit lagi, cepat buka email siapa tahu mereka sudah mengirimnya." Ariana patuh dan segera membuka emailnya. Tangannya gemetaran saat melihat sebuah email yang dikirim beberapa menit lalu.

Ariana melihat pada Elisia tidak yakin. Bagaimana nantinya dia akan ditolak seperti sebelumnya. "Jangan cemas Ana, kalau kamu nggak keterima kita cari pekerjaan lain ok?" Ariana mengangguk. Meski tak sepenuhnya menghilangkan rasa gugup tapi Ariana sedikit tenang.

Ariana mengarahkan mouse laptop kearah emai. Sebelum sempat mengklik Ariana langsung menutup mata, tak sanggup melihat hasil. Elisia malah membaca email. Tak satu pun kata yang terlewatkan.

"Ariana kau akan interview," ucap Elisia. Mata Ariana terbuka lebar ketika menatap Elisia yang tersenyum. Dia kemudian berpaling menatap layar laptop dan kemudian senyum menghias bibir. Elisia tak berbohong.

Ariana memeluk Elisia erat-erat. Dia berterima kasih banyak kepada Elisia yang selalu menyamangati dan membantu Ariana meski belum sepenuhnya bisa kerja tapi sahabatnya sangatlah bisa diandalkan.

"Sekarang ayo kita siapkan bajumu. Kau punya kemeja, jas dan rok selutut?" Ariana membeku. Dengan pelan ia menggeleng.

"Aku nggak suka baju yang kaya gitu kalau pun pergi ke acara bajunya aku sewa." Elisia mengangguk paham.

"Baiklah tak apa-apa kau bisa pinjam punyaku dan ayo kita siapkan alat-alatnya dulu." Ariana patuh dengan ucapan Elisia. Bagaimanapun Elisia memiliki lebih banyak pengalaman di dunia kerja. Tak ada salahnya, kan mengikuti aturan Elisia.

***

Hari interview sudah di depan mata. Ariana pun sudah siap dengan segala keperluan untuk wawancara termasuk CV. Dalam diam Ariana terus menatap bayangannya. Jujur ini sama sekali bukan selera Ariana untuk berpakaian seperti itu.

Dia tampak bukan Ariana yang dikenal. Rambut yang selalu digerai kini di ikat rapi menjadi satu dengan menyisakan poni menutup dahi. "Udah siap?" tanya Elisia. Dia baru saja masuk dan datang ke kamar.

"Iya sudah." Ariana menjawab singkat.

"Kalau begitu sebaiknya kita pergi jangan telat dengan wawancaranya." Ariana patuh dan membawa tas yang berisi CV dan dokumen lain.

Sepanjang perjalanan Elisia terus mengingatkan beberapa hal penting seperti menjawab beberapa pertanyaan dengan lugas. Ariana diam saja sambil terus melihat ke arah dokumen sebentar. Meski demikian, dada wanita itu terus bergemuruh sepanjang perjalanan menuju kantor.

Akhirnya mereka sampai di perusahaan busana terkenal di kota tersebut yaitu S Fashion. Telah berdiri sejak 1996 tetapi masih tetap mempertahankan eksistensinya sampai sekarang.

Mereka membutuhkan karyawan administrasi yang lihai cocok dengan pendidikan Ariana. "Semangat Ariana, maaf aku tak bisa menunggu."

"Iya tak apa-apa. Aku akan pulang sendiri begitu wawancara selesai." Elisia mengangguk paham. Dia kemudian melajukan mobilnya ke jalan raya kembali sementara Ariana siap masuk ke dalam sebuah bangunan besar. Setelah mengecek kartu, dia masuk ke dalam lift bersama beberapa karyawan.

Di dalam ruangan sempit, Ariana terpaksa berdempet-dempetan membuat dada makin sesak tapi tak sampai menghilangkan gugup yang dia rasakan sekarang. Tibalah di lantai satu. Beberapa karyawan keluar begitu pun Ariana.

Tidak lama menemukan ruangan wawancara karena di sana terdapat puluhan orang yang mengantri. Kisaran satu jam nama Ariana akhirnya dipanggil. "Kau lulusan luar negeri?" Pertanyaan tersebut keluar bahkan sebelum Ariana duduk.

"Iya pak," jawab Ariana singkat.

"Nama margamu juga tak asing, apa kau punya hubungan dengan Tuan Risman?" Ariana mengeratkan cengkramannya.

"Dia ayah saya." Ariana bersuara lemah dan seketika kepercayaan diri Ariana langsung jatuh. Dia sama sekali tak menyangka bahwa akan ada orang yang mengenal Ayahnya. Entah apa yang dipikiran oleh si penanya. Ariana anak dari Risman, pemilik Bank yang terkenal satu negara melakukan wawancara untuk posisi rendah.

"Hm, pendidikanmu terlalu tinggi apa tak sayang bekerja untuk posisi karyawan administrasi?"

"Ayahmu tahu kau wawancara di sini?" Berbagai pertanyaan yang dilontarkan tidak sama sekali tepat. Wajah Ariana menjadi pucat namun dia berusaha untuk menjelaskan segala sesuatu. Tak sampai mengatakan yang sebenarnya, Ariana tak mau orang-orang mengetahui permasalahannya dengan Risman.

Pada akhirnya 30 menit selesai. Wawancara pun berhenti tanpa ada yang bertanya soal kinerja atau pun permasalahan pekerjaan. Dengan buru-buru Ariana bergegas ke toilet wanita memuntahkan semua yang ada dalam perutnya karena mengalami serangan panik.

Tubuhnya bergetar hebat dan yang bisa dilakukan adalah duduk sambil berhitung sampai tenang. Ariana berusaha menahan tangis akan tetapi air matanya terus jatuh. Selama satu jam tak ada hasil. Ariana menyerah dan menelepon Ibunya, Rika.

Tidak lama Rika mengangkat telepon. "Halo nak, kamu ada di mana? Mama khawatir karena pak Surip bilang kamu di usir sama Ayah biar Ibu bicara sama Ayah ya nanti Ibu jemput kamu."

"Ibu ..." suara Ariana jelas bergetar membuat Rika terdiam sebentar.

"Ariana, kamu kenapa? Apa kau panik?" Kali ini Ariana tak bisa menahan isaknya. Dia benar-benar tertekan. Ariana menceritakan segalanya ďan bagaimana ketakutan yang dia hadapi.

"Tenang Ana sayang, atur napasnya ok?" Ariana ikut intruksi Ibunya yang menyuruhnya menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan sampai dia tenang. "Dengarkan Ibu sayang. Ibu bangga sama Ana, Ana sudah hebat karena menjawab seperlunya dan Ibu mengerti kamu bertanggung jawab karena nggak mau nyusahin Elisia. Apapun yang Ana lakukan hari ini adalah keberanian. Nggak apa-apa kalau nantinya Ana nggak akan keterima, mungkin ada yang lebih baik di luar sana. Tetap semangat ya sayang, pokoknya Ibu akan selalu ngedukung Ana."

Ariana mendengarkan sambil mengatur napas. Suara Ibunya selalu bisa menenangkan wanita itu namun dia masih belum siap untuk keluar. Mereka bercakap-cakap cukup panjang sampai lupa waktu. Semua itu dilakukan supaya Ariana bisa menyembuhkan kepanikannya.

Setelah bergelut batin, Ariana memutuskan keluar. Dengan pelan dia keluar berjalan menuju ruang wawancara. "Permisi," ucap Ariana kepada salah seorang wanita yang dekat dari tempatnya berdiri.

"Apa wawancara sudah selesai?"

"Sudah. Katanya email nanti dikirim setelah lima hari."

"Jadi apa kita bisa pulang?"

"Ya." Ariana bernapas lega. Setidaknya dia tak harus bertatapan lagi dengan orang-orang yang mewawancarainya. Tidak menunggu waktu lama Ariana segera angkat kaki. Dia tak betah di tempat itu sekarang.

Sedang di sisi lain, pihak HRD menyeleksi karyawan yang interview. "Baiklah Ariana Baseera dia sangat tidak cocok untuk jadi karyawan, harusnya dia bisa jadi lebih dari seorang karyawan ."

"Sayangnya dia melamar untuk menjadi salah satu karyawan. Kalau kita tolak, kita sendiri yang rugi." Semua orang mengangguk setuju.

"Bagaimana kalau dia jadi sekretaris Direktur? Kebetulan Direktur mencari seorang sekretaris. Bagaimana chief?" Pimpinan HRD, Chief Firman melihat sebentar pada foto Ariana. Tampak keraguan di wajahnya.

"Biar aku tanyakan dulu pada Direktur. Kalian tahu sendiri bagaimana Direktur Utama kita. Dia yang akan putuskan kalau mau Ariana menjadi sekretarisnya."

Related chapters

  • Pengkhianat Cinta   Ketiga

    Firman menarik napas panjang. Dia berjalan Setelah selesai dari rapat Firman segera menuju tempat Direktur. Diketuknya sebentar lalu masuk ke dalam. Seorang pria kisaran usia 27 tengah sibuk dengan file. Begitu sibuk sampai tak menyadari datangnya Firman itu pun hanya dilirik sekilas. "Ada apa Chief? Sudah dapat seseorang yang menggantikan Nina.""Sudah Direktur, ini kandidat yang kita punya untuk jadi sekretaris Direktur." Firman membalas sambil meletakkan di meja."Iya, iya terima kasih nanti kalau kerjaku sudah selesai aku pasti akan baca. Boleh pergi tidak? Aku ingin fokus bekerja." Firman menarik napas panjang. Dia kemudian balik kanan hendak menuju pintu keluar. Langkah mendadak berhenti.Firman menatap lagi sosok Direktur yang sedang sibuk mengetik. "Aditya," panggil Firman. Pria bernama Aditya itu langsung menoleh lurus ke arah Chief."Aku tahu kau sedang memiliki masalah tapi jangan terlalu memaksakan diri. Kau juga harus beristirahat." Aditya termenung sebentar. Dia mengangg

  • Pengkhianat Cinta   Keempat

    Sepeninggal Firman, Nina dan Ariana dilanda rasa canggung. Suasana langsung berubah saat Nina tersenyum dan dengan ramah dia meminta Ariana untuk duduk di samping. "Kita belum berkenalan secara langsung ya, perkenalkan aku Nina," ucap Nina sambil mengulurkan tangan."Aku Ariana." Ariana membalas dengan menjabat tangan Nina."Karena kau akan menjadi sekretaris Pak Aditya, kau harus tahu keseharian Pak Aditya." kening Ariana mengkerut."Keseharian Pak Direktur?" Nina mengangguk."Keseharian Pak Direktur sangatlah penting melebihi pekerjaan apapun. Kau perlu pastikan semua terpenuhi itu pun tidak termasuk permintaannya tiba-tiba.""Aku pikir pekerjaan sekretaris sebagaimana pekerjaan yang semestinya.""Itu untuk Direktur yang lain beda dengan Direktur Utama kita. Dia perfeksionis, kalau ada satu hal yang beda sedikit saja dia Pak Aditya langsung marah besar." Nina diam sebentar ketika melihat perubahan ekspresi Ariana. "Tapi jangan khawatir kok, biar sikap Pak Aditya angkuh, dia baik sek

  • Pengkhianat Cinta   Kelima

    Pintu ruang kerja diketuk. Aditya menyuruh orang itu masuk tanpa menoleh sekalipun. Langkah kaki terdengar mendekat dan mata Aditya lalu menangkap sebuah kopi yang baru diseduh tergeletak di samping. Aditya tersenyum kemudian memalingkan wajah ke arah Ariana. "Berubah pikiran?"Ariana menggigit bibir. "Iya pak,""Kok cepat sekali berubah pikiran, padahal tadi kau berkoar-koar mengatakan lelah karena sikapku." Aditya tersenyum miring saat melihat tangan Ariana mengepal erat. Tampaknya dia berusaha untuk tetap tenang."Saya minta maaf kalau sudah berucap kurang sopan dan saya harap Pak Direktur tidak memasukkan kata-kata saya di dalam hati. Ucapan saya murni semata karena kelelahan saja." Ariana berupaya sebaik mungkin agar Aditya tak marah."Baiklah, aku akan memaafkanmu tapi jika kau melakukan sesuatu yang tidak sopan kepadaku lagi. Sebagai gantinya kau harus datang ke sini setiap hari, membantu Nina dengan pekerjaannya. Ayo kita lihat seberapa baik kau bisa menjadi sekretarisku." Adi

  • Pengkhianat Cinta   Keenam

    "Dia bahkan mencampakkan calon istrinya untuk Tante Nina." Ariana bergeming. Entah reaksi apa yang harus dibuat olehnya. Bukankah Nina sudah memiliki suami? Apa benar Aditya bosnya yang sombong itu menyukai Nina?Jika benar maka Aditya selain dia angkuh, bosnya adalah sosok pengecut. Dia tak bisa mengatakan yang sejujurnya kepada Nina. Mendadak mobil berhenti di sebuah toko buku. "Kenapa bengong begitu? Bukannya Om sudah bilang kalau aku mau beli buku?" sungut Amel dengan nada sinis."Ok, kau mau beli buku yang mana?" tanya Ariana. Amel mengambil sebuah catatan berisi dengan beberapa buku yang ia beli."Uangnya sudah ditransfer kan sama Om?" Ariana mengangguk. Wanita itu kemudian keluar menuju toko buku sedang Amel dan si supir. Tidak butuh waktu lama sebab pegawai toko buku membantunya. Begitu buku telah terkumpul, Ariana keluar lagi dengan buku di tangan.Saat berbalik langkah Ariana terhenti, ia celingak celinguk dengan bingung. Bukannya dari tadi mobil limosin terparkir tepat di d

  • Pengkhianat Cinta   Ketujuh

    Aditya berjalan mendekat dengan pandangan tanpa ekspresi namun perhatiannya tertuju pada Ariana. "Kenapa lama sekali membuat kopinya? Aku menunggu sangat lama!" marah Aditya kesal tapi tak sampai menghardik wanita di depannya ini."Maafkan saya Pak." Ariana membalas lirih. Adit kemudian menoleh ke arah Diaz yang kini kepalanya terunduk."Kalian tak menjawab pertanyaanku, kenapa kalian datang ke sini? Apakah kalian tahu kalau sekarang masih jam kerja! Ayo bubar!" Diaz dan kawan-kawannya bergerak cepat menuju ruangan kerja sedang Ariana hanya bisa diam. Entah harus bersyukur atau sedih karena kedatangan Adit tapi dia sedikit lega. Secara tak langsung, pria itu membantunya untuk keluar dari masalah.Saat Aditya berbalik Ariana kembali merasakan kurang nyaman. Dia pasti akan dimarahi lagi tapi ini kelalaiannya sendiri jadi sebagai balas jasa, Ariana mau tak mau harus menerima hukuman yang nantinya akan diberikan oleh Bos.Bukan memarahi, Aditya malah berjalan mendekat tanpa sekalipun mele

  • Pengkhianat Cinta   Delapan

    Aditya berjalan menghampiri keduanya. Tatapannya sangat intens kepada Diaz bukan dalam artian yang bagus tentu saja. "Bukankah kau yang dari tadi menggoda sekretarisku? Kenapa kau masih saja mengganggunya?"Ariana mengangguk membenarkan. Dia sangat terganggu akan kehadiran Diaz. "Direktur, anda salah sangka Ariana adalah pacar saya kami berpisah karena kesalahpahaman makanya saya mau luruskan." Diaz beralasan."Tidak ada kesalahpahaman!" Ariana bangkit dari tempat duduknya. Matanya mengilat penuh emosi apalagi saat mendengar alasan Diaz. "Kau cuma memanfaatkanku saja! Padahal aku sangat mencintaimu tak peduli dengan keluarga sendiri. Aku bahkan melarikan diri dari pernikahanku hanya untuk kamu.""Tapi ...." Ariana bergegas pergi. Dia sungguh tak ingin mendengar sepatah kata pun dari Diaz. Pria itu mengejar kembali namun bukan hanya Diaz ada juga Adit.Langkah Adit dipercepat dan bisa menyusul Ariana. "Kau mau aku antar pulang?" tawar Adit. Langkah Ariana terhenti, dia tak memiliki wak

  • Pengkhianat Cinta   Sembilan

    "Paman bohong! Katanya tante Nina yang datang kok malah wanita itu," ketus Amel ketika dia menelepon kepada Pamannya, Aditya."Amel, Ariana nanti akan menjadi sekretaris Paman. Dia harus tahu pekerjaannya apa termasuk menjemput kamu." Adit menjelaskan."Ah nggak mau! Amel maunya tante Nina bukan sama Ariana!" kekeh Amel. Adit membuang napas panjang, semua ini karena Adit serta kedua orang tuanya memanjakan Amel jadinya anak ini sangatlah keras kepala. "Semua ini karena tante Nina nikah, kan? makanya Paman sengaja menggantinya dengan orang lain supaya tante nggak dekat lagi sama Amel. Lagian kenapa sih tante Nina nggak nikah sama orang lain? Paman harusnya lebih berusaha lagi untuk dapetin tante Nina.""Diam!" Kali ini Adit naik pitam. Amel sudah berlebihan dengan meninggikan suara dan membahas hal yang nggak pantas dibìcarakan. "Kalau kamu nggak mau dijemput sama sekretaris Paman itu terserah kamu tapi kamu keterlaluan sekali menyangkut pautkan pernikahan Nina dan tidak sopan pada Pam

  • Pengkhianat Cinta   Sepuluh

    Nina tersenyum lebar. "Sekarang saya mengundurkan diri. Pastinya saya akan merindukan kalian semua dan juga suasana kantor tapi saya yakin dengan keputusan saya untuk keluar dari perusahaan. Saya harap saat saya keluar kalian masih sama. Suka menolong, ramah dan baik kepada sesama karyawan." Wanita berusia 30 tahun tersebut kemudian melihat ke arah Ana. Dia lalu mengisyaratkan agar Ana mendekatinya. "Saya harap teman saya, Ariana mendapat perlakuan sama sewaktu saya masih menjadi karyawan baru. Dia sangat baik dan kompeten dalam bekerja." Ariana menatap penuh haru. Kedua bola mata tampak berkaca-kaca tapi segera ia kesat dengan kasar. "Besok saya tidak akan datang ke kantor lagi tapi malam ini, ayo kita bersenang-senang karena setelah makan malam kita akan ke tempat karaoke!" Semua orang langsung bersorak gembira mengingat jika mereka akan ditraktir lagi. Namun suasana hati Ariana masih sedih dan terus menatap Nina. Makanan yang ia ambil dibiarkan dingin dan hanya dimakan sedikit t

Latest chapter

  • Pengkhianat Cinta   Pura-pura Pingsan

    Akhirnya larut malam, Ana serta beberapa temannya keluar dari tempat karaoke. Mereka asyik berbincang, merencanakan untuk kembali jalan-jalan bersama. "Elisia, yuk pulang udah larut malam." Ana bergerak mendekati Elisia, merangkul lengan sahabatnya itu untuk ke terminal bus mengikuti Sabrina dan Kara. "Ana maaf, aku dan Bima mau pulang ke rumah Bima, aku ingin menginap di sana." Ana yang sedikit mabuk sontak menatap Lisa lalu ke arah Bima. Dia menarik Lisa agar bergerak menjauh dari pacar sang sahabat. "Jangan bilang kau dan dia ingin..." Lisa tersenyum penuh makna dan Ana mengerti hal itu. "Lisa, aku mengerti tapi jangan bertindak gegabah. Aku tak mau terjadi sesuatu yang buruk sama kamu." "Jangan khawatir, aku sudah menyiapkan hal yang aku butuhkan. Aku tidak apa-apa, maaf kalau kamu harus pulang sendiri. Sebenarnya aku tak tega meninggalkanmu sendirian di rumah." Lisa membalas begitu perhatian. "Aku jauh lebih mencemaskanmu," sahut Ana. Mereka berdua kemudian mendekati lagi

  • Pengkhianat Cinta   Penggoda

    Ana merenggangkan tangan. Mencoba bergerak agar tubuhnya tak kaku sebab terlalu lama duduk. Tak lama lagi Ana akan mendapat gaji dari hasil keringatnya sendiri, dia akan pamer pada pria yang sudah mengusirnya dari rumqh. Ayah Ana selalu menganggap putri semata wayangnya ini tak bisa bekerja. Lihat sekarang, dia bisa bertahan di sebuah perusahaan tanpa pertolongan orang tuanya. "Ana," panggil Karin yang mendekat. "Sudah selesai nggak kerjanya? Yuk pulang bareng, katanya mau makan malam bareng sekalian kita jumpa temanmu siapa namanya Elisia?" Pertanyaan Kara disambut anggukan oleh Ana. "Tapi bentar ya, aku mau minta izin pulang sama Pak Direktur. Kalau tiba-tiba dia ngambek gimana? Bisa-bisa aku yang lembur." Ana membalas dengan nada santai. "Ana memang nggak takut ya sama Pak Direktur?" tanya Kara penasaran. Karyawan perusahaan selalu segan kepada Adit sebagai pimpinan. Kharisma dan caranya memimpin membuat Adit bisa dihormati dan dihargai oleh banyak orang. Beda hal dengan

  • Pengkhianat Cinta   Perhatian Juga

    Ana termangu. Tak tahu harus mengatakan apa selain memandang Adit sibuk mengendarai mobil. "Apa maksudmu? Kenapa tiba-tiba Pak Direktur datang dan membawaku masuk ke dalam mobil? Apa yang harus aku katakan pada teman-temanku, mereka pasti berpikiran negatif tentang Pak Direktur." Adit mengkerutkan dahi. "Bagaimana bisa kau bilang mereka berpikiran negatif? Aku kan membantumu, lebih baik perhatikan saja rambutmu berminyak, bau,, ada nasi lagi, aduh penampilanmu ini aku malu kalau harus punya sekretaris berpenampilan sepertimu sekarang." Ana menatap tak percaya pada Adit. Lekas Ana memukul lengan Adit, bibirnya mengerucut kesal. "Eh aku sedang mengemudi! Jangan memukulku!" protes Adit. Mobil kemudian berhenti dan tepat saat itu juga Ana memukul lengan Adit kali ini agak lebih keras. Dari tatapan pria itu dia ingin protes tapi Adit mengurungkan niat dan keluar dari mobil. Dia juga membuka pintu mobil untuk Ana. "Ayo keluar, kita harus mengubah penampilanmu kalau bisa sebelum klien d

  • Pengkhianat Cinta   Insiden Memalukan

    Ariana mendengus sebal. Semenjak rapat Ana tak pernah bertatap muka dengan Adit bahkan saat Ana ingin memberikan laporan rapat, Adit mengabaikannya dengan alasan punya pekerjaan penting. Baiklah kalau Adit tidak mau bertemu toh itu tak akan merusak mood Ana. Jam istirahat tiba, Ana bingkas berdiri ingin ke kantin kantor. Sedari tadi ia mencoba untuk meminta izin tapi sesaat Ana menghentikan niat berpikir jika saja Adit akan menolak bertemu. Di sinilah Ana. Berada di kantin bersama dengan beberapa karyawan wanita. "Jadi bagaimana Ana?" tanya Kara, salah satu rekan kerja. "Bagaimana apanya?" "Bagaimana kerja dengan Pak Adit? Kata mereka dia itu dingin sama perempuan." Sabrina menyahut mendengar percakapan mereka. "Benarkah? Aku rasa tidak seperti itu." Di dalam pandangan Ana, Adit hanya seorang pria yang selalu emosi dan tukang suruh-suruh tapi Adit tak dingin pada wanita buktinya Ana saja dibela ketika Diaz mencari masalah. "Wajar sih kamu nggak tahu gimana kelakuan Pak Dir

  • Pengkhianat Cinta   Tak Berhenti Mengganggu

    Ariana menceritakan kejadian di perusahaan termasuk tak berhenti merutuk kesal dengan sikap Adit. Elisa mengkerutkan kening mendengar sahabatnya itu bercerita dan dia tak menyela sama sekali. "Pokoknya aku kesal banget sama bosku itu, suka semau dia saja!" kata Ariana mengakhiri ocehannya yang panjang. Ana lalu melihat ke arah Eli, masih diam menatap heran padanya. "Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Ana heran. "Aku bingung saja sama kamu. Sebenarnya kamu kenapa sih? Beberapa hari lalu kamu mengasihi Adit sekarang malah marah-marah, apa kamu suka ya sama bosmu itu?" Pertanyaan Eli membuat Ana terkejut. "Kok bisa sih kamu bilang kayak gitu? Aku nggak suka ya sama Adit. Dia angkuh, suka sekali memerintah asal-asalan hanya orang bodoh yang suka sama dia." Eli tertawa. "Jangan gitu, gimana kalau suatu hari kamu suka sama dia? Jadinya kamu orang bodoh itu." "Nggak ah, aku nggak percaya. Dia sama sekali bukan tipeku!" sahut Ana makin kesal. "Lah kan emang tiap rasa suka dimula

  • Pengkhianat Cinta   Suka Memaksa

    Ariana sama sekali tak merasa bersalah malah ia mendengus kesal setelah melihat atasannya masuk ke dalam ruangan. "Dasar bos galak, sukanya mengancam terus karyawan. Aku merasa kasihan pada Nina, dia pasti kesusahan harus menjadi sekretaris Adit."Mungkin hal ini pula mengapa Adit begitu jatuh hati pada Nina. Akhirnya Ariana menepis semua pemikiran tersebut dan kembali fokus pada laporan yang ia kerjakan.Jam istirahat akhirnya tiba. Ariana menghentikan kegiatan mengetiknya dan berdiri dari kursi menuju kantin kantor yang letaknya berada di bawah. "Ana, mau kemana kamu?" pertanyaan Adit sontak menghentikan Ariana.Memutar matanya bosan, ia melihat Adit dengan senyum yang dibuat seramah mungkin. "Mau ke kantin Pak, saatnya makan siang." Ariana menjawab jujur."Masuk dulu, ayo kita bahas tentang laporan yang kamu buat." Adit kemudian menutup pintu sementara Ariana merasa muak. Ariana tetap mengikuti perintah Adit dan membawa laptop yang digunakan olehnya.Beberapa menit berlalu dihabisk

  • Pengkhianat Cinta   Sebelas

    Tiga jam telah berlalu, Ariana berembus napas lega sebab rapat berjalan lancar tanpa adanya gangguan. Adit pun tidak protes ketika dia datang sampai rapat pun, meski tampak tenang Ariana yakin bosnya tengah berpikir keras."Tolong ke kantor, kita harus buat laporan rapat untuk atasan." Adit berbicara tenang kepada Ariana. Wanita itu menurut saja, dia tak ingin Adit tiba-tiba berubah pikiran kemudian hanya menyusahkan diri sendiri. Sekarang Nina tidak lagi bekerja, siapa yang mau membantu pekerjaan Adit selain Ariana sendiri?"Kalau datang bawakan kopi juga untukku yang saya sering saya pesan." Adit tiba-tiba berkata dengan nada kesal."Maaf, saya bisa langsung membuatnya kalau anda mau.""Tidak perlu, kau bisa membuatnya nanti setelah makan siang. Kita harus selesaikan laporannya dulu sudah dicatat kan semua hasil rapatnya?""Iya pak," jawab Ariana singkat."Baiklah kalau ada yang tidak dimengerti tolong tanyakan saya. Saya mau menyelesaikan dulu berkas yang belum saya lihat. Kamu kal

  • Pengkhianat Cinta   Sepuluh

    Nina tersenyum lebar. "Sekarang saya mengundurkan diri. Pastinya saya akan merindukan kalian semua dan juga suasana kantor tapi saya yakin dengan keputusan saya untuk keluar dari perusahaan. Saya harap saat saya keluar kalian masih sama. Suka menolong, ramah dan baik kepada sesama karyawan." Wanita berusia 30 tahun tersebut kemudian melihat ke arah Ana. Dia lalu mengisyaratkan agar Ana mendekatinya. "Saya harap teman saya, Ariana mendapat perlakuan sama sewaktu saya masih menjadi karyawan baru. Dia sangat baik dan kompeten dalam bekerja." Ariana menatap penuh haru. Kedua bola mata tampak berkaca-kaca tapi segera ia kesat dengan kasar. "Besok saya tidak akan datang ke kantor lagi tapi malam ini, ayo kita bersenang-senang karena setelah makan malam kita akan ke tempat karaoke!" Semua orang langsung bersorak gembira mengingat jika mereka akan ditraktir lagi. Namun suasana hati Ariana masih sedih dan terus menatap Nina. Makanan yang ia ambil dibiarkan dingin dan hanya dimakan sedikit t

  • Pengkhianat Cinta   Sembilan

    "Paman bohong! Katanya tante Nina yang datang kok malah wanita itu," ketus Amel ketika dia menelepon kepada Pamannya, Aditya."Amel, Ariana nanti akan menjadi sekretaris Paman. Dia harus tahu pekerjaannya apa termasuk menjemput kamu." Adit menjelaskan."Ah nggak mau! Amel maunya tante Nina bukan sama Ariana!" kekeh Amel. Adit membuang napas panjang, semua ini karena Adit serta kedua orang tuanya memanjakan Amel jadinya anak ini sangatlah keras kepala. "Semua ini karena tante Nina nikah, kan? makanya Paman sengaja menggantinya dengan orang lain supaya tante nggak dekat lagi sama Amel. Lagian kenapa sih tante Nina nggak nikah sama orang lain? Paman harusnya lebih berusaha lagi untuk dapetin tante Nina.""Diam!" Kali ini Adit naik pitam. Amel sudah berlebihan dengan meninggikan suara dan membahas hal yang nggak pantas dibìcarakan. "Kalau kamu nggak mau dijemput sama sekretaris Paman itu terserah kamu tapi kamu keterlaluan sekali menyangkut pautkan pernikahan Nina dan tidak sopan pada Pam

DMCA.com Protection Status