Sementara itu, di dalam kamar Luna tengah asyik menonton film drakor kesukaannya. Sayup-sayup berdebatan merasuki telinganya, namun perempuan hamil tersebut memilih tak menggubris dan melanjutkan tontonannya. Akan tetapi, Lama kelamaan suara gaduh Kaila dan juga Mama Diana semakin keras sehingga mengganggu konsentrasinya. Karena merasa penasaran Luna memutuskan keluar dari kamarnya untuk memeriksa apa yang sedang terjadi.
"Siapa sih itu? Kenapa berisik banget! Mereka nggak tau kalau Nyonya lagi nonton drakor?" Gumam Luna sembari berjalan keluar kamar.Luna menyeringai licik saat tahu Mama mertua dan madunya itu sedang bertengkar. Melihat sang Mama tertuduk di lantai, Luna pun gegas menghampirinya. Perempuan hamil itu berpura-pura histeris melihat sang mertua yang terduduk di lantai sedangkan sang menantu satu lagi duduk di atas sofa dengan santainya."Mama!!!" Teriaknya pura-pura terkejut.Luna memegang kedua bahu sang Mama mertuanya itu untuk membantu berdiri lalu dia menduduk kan Mama Diana di sofa. Setelah Mama Diana duduk Luna juga ikut duduk dan langsung nenatap tajam ke arah Kaila lalu kemudian beralih menatap sang mertua yang masih terlihat syok."Mama kenapa? Apa yang sudah dia lakuin sama mama? Kenapa Mama terduduk di lantai dan syok begini, Ma?" Tanya Luna sembari meraih tangan Mama Diana. Sebenarnya ia tak perduli pada mertuanya itu, mau mertuanya itu terduduk, pingsan, stroke bahkan mati sekali pun Luna tidak perduli. Hanya saja demi mendapat pengakuan sebagai menantu yang baik hati, lemah lembut dan penyayang Luna harus melakukan itu untuk menjaga imagenya yang baik di mata orang-orang. "Jawab, Ma! Jangan diam aja, apa yang sudah perempuan itu lakuin sama Mama?"Mama Diana tetap diam. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya, jangankan untuk menjawab pertanyaan Luna, dirinya sendiri saja masih linglung dan syok akibat kebenaran yang baru saja dia ketahui itu. Sejujurnya, Mama Diana merasa malu selama ini dia selalu berkoar-koar dan mengelu-elukan rumah mewah yang di tinggali oleh Andika dan istrinya itu adalah milik sang putra hasil kerja kerasnya selama ini. Bahkan, warga satu komplek pun sudah ia beritahu bahwa rumah tersebut milik putranya tentu saja bagi warga yang sudah lama tinggal disana tidak percaya dan mengatai Mama Diana cuma mengaku-ngaku agar terlihat kaya dan berlagak. Mereka mengatakan bahwa rumah tersebut sudah ada sebelum Andika menikah dengan Kaila. Sepengetahuan mereka rumah tersebut kepunyaan mendiang orang tua Kaila. Tentu saja Mama Diana tidak percaya sama sekali. Enak saja! Anaknya yang kerja pontang panting malah ada yang mengaku-ngaku. Pikirnya! Akan tetapi, kini setelah dirinya mengetahui bahwa apa yang di katakan oleh warga komplek tersebut memang benar adanya, rumah yang selama ini dia banggakan ternyata bukan milik sang anak. Betapa malunya mama Diana. Jadi, selama ini dirinyalah yang mengaku-ngaku kesana kemari untuk mendapat validasi."Ma?" Panggil Luna membuyarkan lamunan sang mertua.Hening. Tidak ada jawaban."Apa yang sudah kamu lakukan sama Mama? Kenapa Mama begitu syok? Dan kenapa juga tadi mama duduk di lantai? Kamu apakan dia, Kai? Kamu jangan kurang ajar ya sama orang tua! kualat baru tahu rasa!" Teriak Luna pada Kaila.Kaila pun melakukan hal yang sama memilih diam sambil memainkan kuku-kuku tangannya. ia tak perlu menjelaskan pada perempuan yang baru menjadi madunya itu penyebab Mama Diana mengalami syok berat. Biarlah nanti Mama Diana sendiri yang bercerita atau Luna sendiri yang mencari tahu."Bener-bener nggak punya mulut ya kamu! Dari tadi pagi ditanya bukannya jawab malah diam aja!" Bentak Luna kesal karena tidak ada yang menjawab pertanyaannya. "Mudah-mudahan aja itu mulut di ambil sama yang maha kuasa, biar kapok!""Doa yang sama ya allah, mudah-mudahan pelakor ini segera engkau jemput dari muka bumi!" Balas Kaila menohok."Kamu ngedoain aku cepat mati, hah?" Luna melotot tidak terima."Kenapa? Nggak terima? Makanya tu mulut di jaga asal jangan ceplos!" Balas Kaila."Terserah aku dong! Ini akan mulut aku, jadi aku bebas mau ngomong apa. Kenapa jadi ngatur?" Sinis Luna."Sama. Ini juga mulutku terserah aku dong mau ngomong gimana, kenapa kamu yang nggak terima!" Balas Kaila lagi."Kamu,...""Apa? Mau ngomong apa lagi?" Sergah Kaila sebelum Luna menyelesaikan kata-katanya."Awas aja kamu! Aku bakal aduin sama Mas Dika semuanya. Aku bakal bilang kalau kamu sudah jahat sama Mama, sampai-sampai mama terduduk di lantai dan syok begitu. Lihat aja kamu nanti!" Ancam Luna sambil tersenyum licik."Aduin aja, aku nggak takut!""Dasar perempuan sinting sudah bersikap kurang ajar sama orang tua bukannya merasa bersalah dan minta maaf malah biasa-biasa aja. Begini nih, kalau nggak punya pendidikan jadi nggak tahu sopan santun dan etika yang baik.""Hahaha!!!" Kaila tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Luna tersebut. "Siapa yang kamu bilang nggak punya pendidikan? Aku?" Tanya Kaila sambil menunjuk dirinya sendiri."Iyalah kamu! Kenapa? mau ngeles? Tuh, buktinya Mama sampai begitu di apain sama kamu coba?" Tunjuk Luna pada sang mertua yang masih bergeming.Kaila berdiri dari duduknya dan berjalan beberapa langkah menuju perempuan hamil tersebut. Kaila berdiri tepat di hadapan Luna, di tatapnya wajah adik madunya itu dengan tatapan yang tidak bisa di artikan."Kamu tahu apa tentang aku? Kamu itu orang asing yang baru masuk beberapa hari kesini. Jadi, stop bertingkah seperti kamu tahu segalanya!" Kaila menyilangkan kedua tanganya ke dada. "Pendidikan, sopan santun, etika yang baik. Kamu sama sekali tidak pantas mengatakan itu padaku, Lun! Kamu seharusnya ngaca, apa di diri kamu sudah ada itu semua?""Kamu yang seharusnya stop menyebutku orang asing. Aku ini istri Mas Dika, kita ini sama! "Luna beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mengitari sofa. "Tentu saja aku punya semua itu. Pendidikan yang bagus, aku juga sopan terhadap orang tua, dan aku juga memiliku etika yang bagus. Buktinya semua orang menyukaiku, tidak ada yang membenciku.""Woow!!! Lalu kenapa orang yang baik budi pekertinya seperti kamu memilih menjadi pelakor? Bahkan, sampai hamil?" Cibir Kaila."Aku bukan pelakor! Aku mencintai Mas Dika begitu juga sebaliknya. kami saling mencintai, Ku rasa tidak ada yang salah dengan semua itu," balas Luna."oh ya? Kamu mencintai Mas Dika? Oke, Fine! Aku mau lihat seberapa tulus cinta kamu itu." Ucap Kaila lagi sambil tersenyum, ia memikirkan bagaimana reaksi Luna jika tahu bahwa suami yang dia cintai itu hanyalah seorang laki-laki biasa bukan orang kaya seperti ekpetasinya. Kaila yakin, Luna hanyalah mengincar harta Andika bukan karena mencintainya. Lihat saja nanti!*Jam menunjukan pukul enam sore. Setelah berdebat panjang dengan Mertua dan juga istri baru dari suaminya itu, Kaila mengurung diri di dalam kamar. Melihat mereka saja rasanya sudah kesal apalagi sampai Bertatap muka membuat kesabaran Luna di ambang batas. Keduanya masih saja betah mengobrol, kini mereka pun sudah berpindah keruang tamu sambil tertawa cekikikan. Setelah sadar dan syoknya hilang Mama Diana kini kembali ceria lagi, Luna benar-benar bisa mengubah suasa hatinya. Sementara Kaila terpaksa harus membatalkan niatnya untuk pergi berolahraga, semangat yang tadi berkobar-kobar kini redup di tutupi rasa kesal dan jengkel. Berdebat dengan perempuan-perempuan hura-hara tersebut menguras banyak energi dan staminanya."Assalamualikum! Kaila, Luna! Mas pulang," ucap Andika memanggil kedua istrinya saat memasuki rumah.Mendengar suara Sang suami, Luna segera beranjak dari duduknya dan berlari menghampiri Andika lalu memeluknya dengan erat. Tak lupa, ia mencium pipi sang suami sambil tersenyum manja."Sudah pulang ya, Mas?" Ucap Luna basa-basi. "Kamu pasti capek, aku siapin air hangat untuk kamu mandi ya, Mas.""Nggak usah sayang, kamu kan lagi hamil. Mas sudah bilang jangan melakukan pekerjaan yang berat. Ingat! Ada anak kita di perut kamu," ujar Andika sambil mencubit gemas hidung Luna. "Nanti Mas, siapin sendiri aja." Imbuhnya lagi. Andika menghempaskan bokongnya di sofa, begitu juga dengan Luna yang duduk di sampingnya."Mas,.. sakit tahu!" Luna merengek manja."Maaf sayang, habisnya kamu gemesin. Oh iya, Kaila mana? Kok nggak kelihatan? Kalian nggak berantem, kan?"Seketika wajah Luna cemberut, ia tak suka sang suami menanyakan keberadan madunya. Luna ingin perhatian, kasih sayang Andika hanya tertuju pada dirinya seorang tanpa ada bayang-bayang Kaila."Ada tuh di kamarnya. Mas, kamu harus tahu, tadi itu Kaila ngedorong Mama sampai jatuh terduduk, belum lagi mereka juga bertengkar sampai Mama Syok berat. Setelah itu dia nggak berani keluar kamar lagi!" Ucap Luna penuh kebohongan. "Jahat banget istri kamu itu! Kasihan, Mama.""Apa? Kaila ngedorong Mama sampai jatuh?" Andika membulatkan matanya tak percaya. "Sekarang Mama ada di mana? Kamu nggak bercanda, kan?""Kamu nggak percaya sama aku, Mas? Memangnya aku kelihatan bercanda?"kata Luna pura-pura bersedih. "Sekarang Mama ada di dalam, Mama masih syok."Andika pun langsung masuk kedalam rumah, ia menemui sang Ibu yang sedang duduk di sofa ruang kelurga."Mama?" Panggil Andika. "Mama nggak kenapa-kenapa, kan? Ada yang sakit nggak, Ma? Mama sama Kaila berantem kenapa? Kok, tiba-tiba Kaila sampai tega ngedorong Mama?" Cecar Andika.Mama Arum mengkerutkan dahinya sejenak. Beberapa detik kemudian, dia baru mengerti bahwa Luna sedang bersiasat untuk mengadu domba antara Kaila dan Andika."Dasar perempuan licik kamu, Lun!" Ucapnya dalam hati sambil tersenyum samar.bersambung~Mama Diana membenarkan perkataan menantu barunya itu dan menambahkan cerita versinya. Wanita paruh baya tersebut memang sengaja tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya, Mama Diana ingin memberi pelajaran pada Kaila, dan berharap Andika akan memarahi Kaila bahkan lebih. Entah kenapa hatinya bertambah kesal setelah mengetahui bahwa rumah yang selalu ia elu-elukan itu ternyata6 milik mendiang orang tua Kaila. Setelah Andika memarahi Kaila barulah nanti dia akan mengintrogasi putra keduanya itu. Andika di kuasai emosi, napasnya memburu seiring emosinya yang kian memuncak. Tanpa pikir panjang, dia bergegas menuju kamar Kaila untuk menemui dan meminta penjelasan istri pertamanya tersebut. Tok Tok Tok!!!"Kaila! Keluar kamu!" Teriaknya dengan suara yang nyaring. Kaila yang sengaja duduk di belakang pintu terkejut mendengar teriakan sang suami. Dengan perasaan bingung Kaila langsung berdiri dan lekas membuka pintu yang sengaja ia kunci dari dalam. BUGH!Baru saja pintu terbuka sebuah b
Andika sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa, sekuat apapun dia berusaha untuk menutupi kebohongannya lambat laun pasti akan terbongkar juga. Terbukti, malam ini Kaila membongkar kebohongannya di hadapan orang tua dan istri keduanya itu tanpa perduli dengan perasaannya."Kamu apa-apaan sih, Kai! Jangan keterlaluan," geram Andika pada Kaila."Kenapa, Mas? Kamu takut kebohongan kamu terbongkar? Iya? Aku nggak perduli lagi, Mas!""Kebohongan apa, Mas?" Tanya Luna menaruh curiga pada suaminya itu. "Iya, Dik! Mama juga penasaran sebenarnya rumah ini milik siapa?" Ucap Mama Diana akhirnya. "Tadi siang istri kamu itu sudah menjelaskannya pada Mama. Tapi, tetap aja Mama masih ragu sebelum kamu sendiri yang mengatakannya." Mama Diana menatap tajam pada Putra keduanya. Andika menatap wajah Mama Diana, lalu kemudian dia menunduk mengisyaratkan bahwa apa yang Kaila katakan pada Mamanya itu adalah benar adanya. "Mas, Ma? Apa maksudnya, rumah ini milik kamu kan, Mas?" Tanya Luna pada sang mert
Selesai menunaikan solat Isya, Kaila kembali keluar dari kamarnya. Perutnya terasa lapar karena sejak tadi siang, ia belum ada makan apa-apa. Roti yang di beli tadi siang di ambil semua oleh sang Mama mertua tanpa menyisakan satu pun untuknya. Sejenak, perempuan berwajah cantik dengan rambut panjang yang sengaja ia urai itu menghela napas panjang saat melihat sang suami dan istri barunya sedang menyantap makan malam berdua. Keduanya kompak menatap ke arah Kaila. Mama Diana ternyata sudah pulang kerumahnya, ia berpesan pada Andika untuk membujuk Kaila agar tidak marah lagi dan meminta agar jabatan Direktur di perusahaan kembali di serahkan padanya. Kaila mencoba mengabaikan tatapan suami istri tersebut, ia terus melanjutkan melangkah kaki menuju meja makan, ia mengambil piring lalu menyendok nasi besertp.ka lauk pauknya setelah itu ia berlalu menuju ruang keluarga sambil membawa piring yang berisi nasi yang sudah ia ambil tadi. Kaila tak berniat makan semeja dan bergabung dengan Sang
Andika masih berusaha untuk mendapatkan simpati dan maaf dari istri pertamanya itu. Laki-laki itu tidak perduli dengan perasaan Luna yang sejak tadi menatap tajam kearahnya seolah-olah seperti ingin menerkam. Saat ini yang jadi prioritas Andika adalah membujuk Kaila agar tidak marah lagi, dan mendapat kepercayaannya lagi "Apa kamu sudah tidak mencintai Mas lagi, Kai?" Tanya Andika yang hatinya mulai cemas alias ketar ketir. "Aku mencintai kamu sampai malam itu, Mas! Sekarang cintaku sudah hilang ketika aku tahu kamu sudah menikah lagi.""Tapi Mas, sudah minta maaf untuk itu, Kai! Mas juga sudah mengaku bahwa Mas bersalah, Mas khilaf," ujar Andika dengan kepala menunduk. "Meskipun kamu meminta maaf seribu kali, aku tetap tidak bisa menerima semua perbuatan kamu itu. Aku mantap akan bercerai dengan kamu, Mas!" Seru Kaila mantap.Bagi Kaila, Perselingkuhan adalah kesalahan yang tidak bisa di maafkan. Karena perselingkuhan di lakukan dengan penuh kesadaran bukan karena ke khilafan sem
Setelah sampai di rumah, Kaila langsung menuju kamar mandi yang berada dekat dapur. dia ingin membasuh badannya yang basah oleh keringat. Tanpa Kaila duga ia harus berpapasan dengan perempuan pengahancur rumah tangganya, ia melewati Luna yang sedang menata sarapan untuk dirinya dan juga sang suami. Luna menatap tajam kearah Kaila. Jujur saja, dia merasa iri dengan Kakak madunya itu. Mendapat warisan yang banyak dari mendiang orang tuanya, tak perlu takut kehabisan uang, punya tempat tinggal yang mewah, dan punya perusahaan yang besar dan masih banyak lagi. "Kamu ini pengangguran kenapa sok sibuk sekali?" Tanya Luna setelah Kaila keluar dari kamar mandi.Kaila diam saja. Dia mengambil air putih dingin dari dalam kulkas, lalu meminumnya. "Suami nggak di siapin sarapan, malah sibuk keluyuran. Terus gunanya kamu sebagai istri, apa?" Cerocos Luna. Tadinya Kaila tidak ingin menanggapi, tetapi madunya itu mengoceh terus."Sudah ada Bi Imah yang membuatkan sarapan. Kamu nanya apa gunanya a
Siang harinya, Andika menepati janji untuk menemani Luna berbelanja keperluan bayi mereka. Sedikit berlebihan memang, usia kehamilan baru menginjak empat bulan sang istri sudah meminta membeli kebutuhan untuk bayi mereka nanti. Mau tak mau Andika harus menuruti permintaan istri keduanya itu, pamali jika tidak di turutin apalagi Luna mengaku bahwa itu adalah keinginin anaknya, bisa-bisa nanti anaknya ileran jika sang ibu mengidam namun tidak kesampaian. "Kamu mau belanja di mana, nih?" Tanya Andika kepada Luna setelah selesai bersiap. "Em,.. di Mall terdekat aja, Mas. Kalau kejauhan nanti aku kecapean, belum lagi nanti muter-muter cari kebutuhan aku dan calon anak kita." Jawab Luna sembari meraih tas mininya. "Ya udah, yuk! Keburu macet jalanan." Ajak Andika.Keduanya langsung menuju Mall tujuan mereka. Setibanya di sana Luna begitu antusias. Perempuan hamil itu berbelanja banyak sekali, mulai dari Tas Branded yang sudah lama di incar. Kemarin Andika lupa mentrasnfer uang pada Luna,
Berkendara kurang lebih 30 menit dan terjebak macet akhirnya Andika dan Luna sampai di rumah mereka. Andika langsung bergegas turun dari mobil tanpa menunggu sang istri lagi, dia masuk kedalam rumah dengan tergesa-gesa. "Kaila," panggilnya seraya memasuki rumah.Andika terus masuk kedalam dan langsung menuju kamarnya dulu, saat sebelum kehadiran Luna. Dia mencari-cari keberadaan sang istri pertamanya itu disana, namun Andika tidak menemukan siapa-siapa. Andika tidak menemukan sosok yang sedang ia cari di dalam kamar tersebut. lalu, Andika keluar lagi menuju dapur sambil terus memanggil-manggil nama Kaila. "Kaila, dimana kamu, Kai!" Teriaknya.Bi Imah yang sedari tadi mendengar nama majikannya di panggil berulang kali, berinisiatif menghampiri si pemilik suara. "Maaf, Tuan. Non Kaila tidak ada dirumah," jelas Bi Imah pada Andika. "Kemana dia, Bi?""Katanya mau belanja bulanan sama Pak Tono, Tuan!" Jawab Bi Imah jujur. Tadi, Kaila sudah berpesan pada Bi Imah jika Andika mencarinya
"Tidak ada yang salah dengan semua itu, Mas! Yang salah itu, kamu mengambil uang perusahaan diam-diam tanpa sepengetahuan ku, si pemilik resmi. Aku juga bukan asal menuduh, aku punya bukti kalau kamu sudah memindahkan dana perusahaan dalam jumlah besar ke rekening pribadi kamu." Seru Kaila tersenyum miring. Dalihnya bekerja keras, namun kenyataannya? Bekerja sambil mencuri," Tandasnya lagi. "Mana buktinya?" Teriak Andika yang benar-benar marah. "Kamu jangan asal menuduh tanpa bukti, Itu sama aja kamu memfitnah ku! Memfitnah suami kamu sendiri!" Andika sudah tidak dapat membendung amarahnya lagi. Menurutnya, kali ini Kaila benar-benar sudah bertindak di luar batas. Memblokir semua kartu tabungannya tanpa aba-aba bahkan penjelasan sekalipun. Tentu saja Andika tidak mau diam saja, tabungan tersebut adalah harta berharga miliknya. Dia akan mengerahkan seluruh kekuatan untuk mendapatkan haknya kembali, hak yang ia kumpulkan selama ini dari bekerja. Meskipun, Kaila berstatus sebagai istri
"Eh, Bu Sinta Bu Ratna! Ngapain kalian kesini, hah? kalian jangan ikut campur masalah keluarga saya!" Seru Bu Diana yang tidak terima kedua Ibu-ibu itu membantu Kaila. "Siapa yang ikut campur sih, Bu? Kami ini cuma lagi membantu tetangga kami yang di zolimi oleh mantan mertuanya! Masa iya, sebagai tetangga yang rukun, kami diam aja! Nggak bisa lah!" Balas Bu Ratna. "Terima kasih, Bu-ibu! Tapi, saya bisa kok, menyelesaikannya sendiri." Ucap Kaila tak enak jika tetangganya ikut-ikutan terserat dalam masalah pribadinya. "Tidak apa-apa, Mbak Kaila. Kita bantuin aja! Mantan mertua seperti Bu Diana ini emang pantas di serang sama warga supaya mulut nyinyirnya itu diam. Tidak ada malunya sama sekali, merasa paling benar dan paling segalanya. Rasanya pengen Ibu kasih sambal tu mulut," celetuk Bu Sinta. "Berani ya kamu sama saya, Bu Sinta!" Tantang Bu Diana."Loh, emangnya selama ini saya takut sama situ? Sama tukang nyinyir kok takut, aneh! Takut itu sama Allah, Bu!" Balas Bu Sinta. "Ibu
Pagi ini, wajah ceria Kaila kembali terlihat setelah dua bulan terakhir terlihat muram. Perempuan itu merasa lega perceraiannya dengan Andika berjalan mulus, kini saatnya dia menyambut hidup baru dan menatanya sebaik mungkin jangan sampai kesalahan yang dulu terulang kembali. Baru saja keluar pintu rumah, Andika sudah berdiri di samping mobilnya menunggu kedatangannya. Pagi-pagi sekali laki-laki itu sudah menyambangi rumah perempuan yang sudah menjadi istrinya tersebut. "Pagi, Kai!" Sapa Andika tersenyum manis."Mau ngapain kamu kesini?" "Jangan galak-galak, nanti ujung-ujungnya cinta. Kan, ribet! Kamu yang minta cerai, kamu juga yang minta balikan." Seringai Andika meledek. "Jangan halu!" "Siapa yang halu? Mas kan cuma bilang, memangnya kita tahu apa yang akan terjadi di masa depan? Enggak, kan? Bisa aja kita bersatu lagi, nggak ada yang tahu, Kai! Jika memang kita sudah di takdirkan untuk selalu bersama, sekuat apapun kita mencoba untuk berpisah pasti akan bersatu lagi.""Tidak
"Mama!" Pekik Andika dan Luna berbarengan. Keduanya tidak menyangka jika Bu Diana nekat mendorong Bu Nia sampai tersungkur ke lantai. "Kenapa?" Tantang Bu Diana. "Jangan kalian pikir, saya bakal diam aja di tuduh seperti itu! Terlebih kamu! Bu Besan! Hati-hati kalau ngomong!"Luna gegas membantu sang Ibu untuk berdiri. Dia menatap Bu Diana dengan tatapan tidak suka, begitu juga dengan Bu Nia. Terpancar kemarahan di sorot matanya, rahangnya sudah mulai mengeras. Harga dirinya jatuh seketika di perlakukan tidak hormat oleh besannya itu. Mau membalas, Bu Nia takut. "Kamu jangan keterlaluan, Bu Besan! Ini tu sudah termasuk kekerasan, saya bisa laporkan kamu kepolisi!" Bu Nia mengancam balik. "Eh, Bu Nia! Jangan kamu pikir saya tidak bisa melaporkan kamu juga. Siapa yang menuduh saya duluan tanpa bukti, hah? Siapa?" Tantang Bu Diana sambil berkacak pinggang. "Kalau situ mau lapor polisi, saya juga bisa melaporkan kalian berdua!""Dasar mertua gila!" Hardik Luna. Perempuan itu kesal sete
"Sudah seminggu Dika nggak kesini ya, Pa?" Seru Bu Diana pada suaminya. "Mungkin dia sibuk mengurusi Luna, Ma. Maklum saja, Luna kan habis keguguran pasti dia sangat membutuhkan Dika di saat-saat seperti itu.""Alah, emang anaknya aja yang manja pengennya di perhatiin terus. Seharusnya dia mikir juga dong, kalau Kakak kandungnya Dika juga di rawat di rumah sakit. Sudah sepatutnya sebagai Adik, Dika juga ikut menjaganya di sini, bukan malah mengurusi perempuan manja itu. Lagian Pa, Luna kan sudah di urus sama orang tuanya, pastinya Dika nggak ngapa-ngapain di sana. Selama Fatur di rawat Dika cuma pernah jengukin satu kali, Pa!" Omel Bu Diana. "Sudahlah, Ma. Bukannya, Sudah ada kita berdua yang menjaga Fatur di sini? Biarkan Dika dengan istrinya. Toh, kalau Dika di sini juga mau ngpain? Nggak ada, kan?" "Emang susah ngomong sama Papa!" Gerutu Bu Diana. "Benar kata Mama, Pa!" Timpal Fatur yang sudah mulai membaik. "Mama sama anak sama saja," ujar Pak Dani. Pak Dani hanya menggelen
PLAK!!!Andika mendapatkan sebuah tamparan di pipi kanannya ketika baru saja bertemu dengan Pak Jaya orang tua Kaila. Setelah Andika memberi kabar pada orang tua Luna, perempuan itu juga segera mengirim pesan pada orang tuanya. Dia menceritakan secara singkat apa yang sudah terjadi padanya, bagaimana dia bisa keguguran. Luna berharap orang tuanya dapat memberi pelajaran pada sang suami, karena biar bagaimana pun Luna saat ini membenci Andika. Manusia yang menyebabkan janinnya keguguran!"Apa yang sudah kamu perbuat pada anak saya, hah?" Bentak Pak Jaya pada menantunya itu. "Maaf, Pa! Dika nggak sengaja.""Tidak sengaja katamu? Tidak sengaja saja anak saya keguguran, itu artinya kalau kamu sengaja Luna bisa mati di tangan kamu, begitu?""B-bukan begitu, Pa! Dika benar-benar tidak sengaja. Saat itu, Dika dan Luna sedang berdebat. Entah bagaimana ceritanya Dika tidak sadar lalu mendorong Luna kesofa," jelas Andika. PLAK!"Kurang ajar! Berani sekali kamu mendorong anak saya, bahkan saya
"Mama jangan menuduh orang lain sembarangan," tegur Pak Dani pada sang istri setelah Dokter yang memeriksa Fatur pergi dari sana. "Siapa yang menuduh, Pa! Emang bener kok, Fatur sama Kaila lagi ada masalah. Fatur di pecat dari kerjaan dan mobilnya juga di sita, itu semua ulah siapa? Ulah mantan menantu kesayangan Papa itu, kan?" "Bukan berarti Kaila yang melakukan penganiayaan itu, Ma!" "Mama yakin 100 persen kalau itu ulah dia, Pa!" Ujar Bu Diana penuh keyakinan. "Jika memang benar, coba kasih tau Papa, apa alasan Kaila melakukan itu semua?" Tanya Pak Dani pada istrinya. "Ya,.... mana Mama tau alasannya apa!""Tuh, kan! Mama aja nggak bisa jawab. Itu berarti memang bukan dia pelakunya. Coba Mama fikir, buat apa Kaila membayar orang buat mukulin anak kita? Toh, kedudukannya lebih tinggi ketimbang anak kita. Dia pemilik perusahaan ternama, punya kehidupan yang berkecukupan, selama ini Papa juga mengenal dia sebagai anak yang baik budi pekertinya. Buat apa dia menganiaya Fatur? Ti
Tiba di Rumah sakit, Luna langsung di bawa keruang UGD untuk di periksa."Maaf, Pak! Yang boleh menemani hanya satu orang. Di harapkan selama dokter melakukan tindakan, pihak keluarga segera mengurus administrasi guna memperlancar semuanya." Ucap salah satu petugas rumah sakit di sana. "Baik, Sus! Tolong lakukan yang terbaik untuk istri dan anak saya." Pinta Andika."Tentu saja, Pak! Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu istri, Bapak." Ujar petugas itu lagi, kemudia dia masuk kedalam ruangan. Andika dan Bu Diana masih tertinggal di luar. "Ma, Mama punya uang?" Tanya Dika. "Mama mana punya uang, Dika!" "Tabungan ada, Ma?" "Boro-boro punya tabungan, untuk kebutuhan sehari-hari aja kurang!" Jawab Bu Diana. "Kok nggak ada tabungan, Ma? Bukannya selama ini Dika selalu kasih uang lebih ke, Mama? Mama kemanain uangnya?" "Ya elah, Dika! Jangan sok polos begitu, uang yang selama ini kamu kasih ya buat kebutuhan Mama lah! Bayar arisan, ngumpul sama teman-teman, perawatan d
"Ibu sama Luna duduk dulu," kata Andika sambil membantu Bu Diana duduk di sofa ruang tamu. "Cepetan kasih tau Mama, apa maksud kamu ngomong begitu sama mantan istri kamu itu?" Tanya Bu Diana tak sabaran.Andika menghela napasnya. sungguh! Mamanya tidak sabaran. "Ma, Dika cuma mau mengambil hati Kaila, biar bagaimana pun Dika masih cinta sama dia. Dika butuh Kaila, Ma! Butuh sosoknya yang lemah lembut, selalu memberi suport jika Dika ada masalah, dan cuma dia perempuan yang bisa menerima keadaan keluarga kita yang sederhana ini, Ma!" Jelas Dika tanpa menoleh ke arah sang istri. "Cinta? cinta terus yang kamu omongin. Kalau kamu beneran cinta kenapa kamu selingkuh, Dika!" geram Bu Diana. "itu kan, Mama yang maksa supaya aku deketin anaknya Mama Nia." jawab Andika. "Kenapa kamu jadi nyalahin, Mama?""Loh, emang benar Mama yang salah, kan?" balas Andika tak mau kalah. "Ya sudah, kita lupain itu! sekarang coba jelasin, kenapa kamu mau mulangin Mama ke kampung? tega kamu sama orang tua
"Seperti yang Pak Wisnu dengar tadi, mantan ibu mertua saya ngotot agar anaknya mendapatkan harta gono-gini. Bagaimana menurut, Bapak?" Tanya Kaila ketika mereka sudah sampai di rumah. "Harta gono-gini wajib di bagi setelah kalian bercerai, baik yang sifatnya piutang maupun hutang. Dengan catatan, harta tersebut adalah harta bersama. Harta benda yang di kumpulkan atau di peroleh selama perkawinan," Jelas Pak Wisnu. "Nona, bisa memberitahu saya berapa jumlah atau dalam bentuk apa saja harta bersama yang kalian miliki selama dua tahun menikah. Nanti, akan saya hitung lebih dulu, kemudian baru di bagi dua." Imbuhnya lagi. Di tanya harta bersama oleh pengacaranya, Kaila malah tersenyum sungging. Apanya yang mau di bagi, sehelai baju pun Andika tak pernah membelikan apalagi yang lainnya. Meski memiliki suami, Kaila memenuhi kebutuhan pribadinya sendiri tanpa ada bantuan dari Andika. Saat itu, Kaila tidak mempermasalahkannya biar bagaimana pun Andika memiliki latar belakang keluarga biasa