Tidak bisa! Vanesha tidak bisa berada di sana lagi lebih lama. Rasanya tidak ada harga dirinya jika dia terus di sana, apalagi dengan tawa sindiran dan hinaan dari mereka seolah dirinya adalah sebuah permainan.Rasanya dia ingin menangis. Vanesha berbalik badan, dan ingin pergi.Raditya merasa malu dengan tamparan yang diterimanya, apalagi dari asistennya sendiri.“Hey kau! Mau ke mana kau?!”“Radit! Sudahlah, biarkan saja dia pergi.”“Iya Radit, mungkin dia malu.”Tadinya dia ingin mengejar Vanesha, tapi dibatalkan karena teman-temannya yang menahannya.“Ayo, kita minum dulu, Radit. Lupakan dia, kau bisa memberinya pelajaran besok. Bukankah hari ini kita untuk bersenang-senang?” temannya yang juga artis memberikan sebotol minuman keras ditangan Raditya.Orang itu memberi kode pada para wanita itu mengambil alih dengan merayunya. Tapi, tatapan sinis dan tajam dari Raditya masih mengarah pada Vanesha yang sudah meninggalkan tempat.Hampir saja Vanesha jatuh ketika mengendarai motornya.
Hari berikutnya…“Loh? Kok gak ada uang di dalam tas-ku ya?” Vanesha panik karena tidak menemukan uang gajinya di dalam tas. Padahal sudah dicari-cari kesemua bagian didalam tas, tapi tetap saja tidak ada.Tikar tempatnya tidur, sarung dan bantal yang tipis, semua diperiksa, tidak juga ada.“Akhh…! Kemana? Siapa yang masuk dan mencuri uangku?!” Vanesha sampai lelah karena mencarinya.“Ada apa Vanesh?” Ayah, yang mendengar suara Vanesha, datang untuk menanyakan keadaannya.“Ayah, apa Ayah tahu atau melihat siapa yang masuk ke dalam kamar-ku?”“Tidak Nak. Kenapa? Apa ada yang hilang?”Diamnya Vanesha bisa memberikan jawaban pada ayahnya, “Apa yang hilang? Uang? Coba Ayah bantu mencarinya.” Ayah panik dan ikut membantu padahal dia masih lemah karena sakit-sakitan.“Ayah, biarkan saja. Pasti ada orang yang masuk, apa mungkin… Ibu? Ada di mana sekarang Ibu?”“Tadi, Ibu dan adik-adikmu pergi pagi-pagi sekali.”“Apa? Akhh… sudahlah.” Vanesha duduk lemas dan memegang kepalanya.“Nak?” Ayah ju
“Kenapa kau lama sekali? Hm? Padahal hanya mengambilkan satu barang saja?”“I-itu karena ada banyak pilihan parfume yang saya tidak tahu anda mau yang mana.”‘Aku bisa merasakan gesekan dari dadanya di punggungku.’Tangan Raditya bergerak mengambil satu jenis parfume dengan aroma ‘Woody’, aroma yang hangat dan maskulin dengan sentuhan kayu seperti Cerdarwood atau Vetiver.Sengaja Radit menyemprotkan aroma parfumenya disamping leher Vanesha dan menghirupnya, “Hhmm… apa menurutmu aroma ini cocok untukku?” dia mengendus bau yang menempel dileher Vanesha.“Tu-Tuan, anda menjauh dulu sedikit. Sa-saya tidak bisa bergerak karena anda.. menekan belakang saya.”“Jawab dulu pertanyaanku, apa sulit menjawab, ‘Ya atau tidak’?”“I-iya, i-itu cocok untuk anda. Se-sekarang tolong-“Tapi kenapa rasanya kurang pas ya? Ini terlalu menyengat untuk dipakai di dalam ruangan tertutup nanti.”Tangan Radit berpindah di rak bagian bawah, yang dekat dengan perut Vanesha, “Bagaimana dengan yang ini?” satu jenis
Adegan pun dilanjutkan. Seperti ‘Balas dendam’ pada Vanesha, sentuhan dan gerakan Raditya semakin panas, sampai lawan mainnya menikmati adegan yang hanya untuk keperluan syuting saja.“Vanesha.”“Iya, Pak Hendrik?” Vanesha melihat Hendrik yang muncul dan berdiri di sampingnya.“Ini, simpan obat ini jika nanti diperlukan.”“Ini… apa Pak? Obat untuk siapa?”“Untuk Radit.”“Apa… dia sakit, Pak? Tapi, saya belum pernah melihat obat seperti ini.”“Bukan, bukan untuk itu. Tapi, untuk menambah gairah padanya.”“Hah? Ga-gairah? Maksudnya… apa Pak?”“Mmm, gimana ya mengatakannya.” Hendrik menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Jadi, itu obat kuat.”Vanesha masih belum mengerti dengan jelas, maksud dari ‘Obat Kuat’ itu.“Kalau ada adegan ranjang, dia harus meminum itu sebelum syuting dimulai. Jadi, kau simpan. Kalau habis, beritahu aku agar aku membelinya kembali.”Sekarang, Vanesha yang menggaruk kepalanya saking bingungnya.“Akkhh…. Hhmmph…. Sa… Sayang, pe… pelan-pelan… akhh…”Suasana menjadi
Raditya masih memperhatikan Vanesha yang sangat sibuk di dapur umum.‘Apa yang sedang dia lakukan?’“Radit, kau tidak apa-apa? Aku melihat wajahmu tadi pucat dan pergi. Aku punya obat, kau mau?”Raditya melihat tangan wanita itu yang menempel di lengannya, “Ck, hapalkan saja dialogmu. Aku tidak mau terus mengulang adegan denganmu.” Ujarnya.“Tuan, ini, saya buatkan teh manis hangat untuk anda. Tidak terlalu manis, tapi ini bagus untuk perut anda agar hangat.”‘Rupanya dia sibuk membuatkan ini untukku?’ Raditya mengambil gelas minumannya, wanita itu melihat jari-jari tangan Raditya seperti sengaja menyentuh tangan Vanesha.“Terima kasih. Tumben kau cekatan. Hm… rasanya juga pas.”“Oke! Ayo bersiap untuk adegan selanjutnya!” teriak Sutradara.“Radit, ayo.” Wanita itu mengajak Raditya.“Nih,” hanya itu yang Radit katakan padanya dan memberikan gelas yang bekas dia minum.Vanesha duduk kembali di tempat yang bisa menunggu, sedangkan Hendrik sudah pamit untuk pergi ke tempat lain.Adegan m
Raditya yang sudah mabuk, sampai tidak bisa berdiri lagi. Dia terus mengoceh tak karuan, dan yang lain menganggap itu sudah hal biasa, apalagi sebagian dari mereka juga sama, sudah mabuk.Artis wanita, lawan main Raditya, sedang membopongnya untuk dibawa ke dalam mobil.“Maaf, maafkan saya, Nona. Biar saya saja yang membawa Tuan Raditya bersama saya.” Vanesha menghentikan wanita itu, yang jalannya saja sudah tertatih.“Apa? Enggak usah, biar aku saja.”“Tidak, anda pulang saja sendiri ke tempat anda. Saya yang bertanggung jawab pada Tuan Radit.”Walau sudah mabuk, Raditya masih bisa mendengar suara obrolan mereka, “Minggir!” hanya satu gerakan saja, dia berhasil mendorong wanita itu darinya sampai hampir membuatnya jatuh.“Radit… kenapa kau melakukan ini padaku? Aku ingin menemanimu malam ini.”Asisten wanita itu datang ingin membawa artisnya pulang. Sudah berapa kali sutradara dan kru yang masih setengah sadar agar jangan sembarangan menyentuh Radit yang tidak mau asal disentuh oleh
“Apa yang anda lakukan?”Tangan Raditya yang masih berada dibelakang pungggunya, malah masuk kedalam baju Vanesha, dan membelai kulit punggungnya dengan jari-jarinya. Ekspresi wajahnya yang tersenyum nakal, sengaja menggoda Vanesha.“Kenapa? Kau saja sudah mengambil kesempatan pada tubuhku disaat aku mabuk kan?”“Tidak! Itu, anda sendiri yang menarik saya-“Lalu kenapa aku berbaring, dan kau juga…” Radit melihat lubang dibagian leher yang terlihat bagian dada Vanesha seperti mengintip, “Kau malah menggosokan tubuhmu pada tubuhku. Wah… ternyata kau mesum juga ya.”Karena kesal, Vanesha menggigit daun telinga Raditya, “Akkh..” sampai Raditya pun melepaskan tangannya dan menyentuh daun telinganya yang basah karena air liur Vanesha. Kesempatan, Vanesha segera bangun, turun dari mobil dan menutup pintu mobil lalu berpindah tempat kebagian kemudi untuk mengemudikan mobilnya.‘Sial! Aku tidak menyangka dia malah menggigit telingaku.’“Hey! Apa kau itu anjing? Menggigitku? Kalau telingaku put
“Pak?!”Vanesha yang hendak mencuci pakaian terkesiap karena suami sang majikan mendadak di belakangnya.Pria gendut itu tidak memakai baju, hanya memakai celana pendek saja!Gadis itu lantas berdiri–mengatur jarak dari sang majikan. Namun bukan menjawab, suami sang majikan malah tersenyum tanpa tahu malu dan tanpa merasa bersalah.“Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Vanesha, kembali. Kali ini, lebih menuntut.Jujur, ia takut sekali sekarang.“Pijitin punggungku di kamar, ya.” Pria itu mencoba memijat bahunya dengan tangannya ke belakang, seolah pegal. Namun, Vanesha tahu matanya justru jelalatan ke arah gadis itu. “Nanti aku kasih bonus,” ucapnya kembali sambil mengedipkan mata.“Ma-maaf Pak, tapi saya sedang mencuci pakaian. Dan ini juga sudah sore, saya takut kalau pekerjaan saya belum selesai, tapi Nyonya pulang atau tuan muda terbangun,” balas Vanesha, beralasan.Selain sang nyonya yang galak, Vanesha butuh uang untuk membiayai pengobatan sang ayah. Belum lagi, ibu tirinya me