Waktu terus berlalu, dan Hana masih melirik ke arah pintu yang tertutup tanpa berkedip. Sudah hampir lima hari dia terus memikirkannya tetapi tidak menemukan yang terbaik.Pilihan hanya ada satu yaitu Aji. Sesuai dengan tantangan yang diterima dan disanggupi, Hana hanya bisa berharap pada Aji. Lagi pula Aji juga yang sudah mengatakan iya.Masalahnya waktunya tinggal besok dan Hana masih tidak tahu harus benar benar pergi atau tidak. Sementara pikirannya melayang jauh dan hatinya masih sakit, membuatnya ingin sekali tidak menghadiri pernikahan mantan suaminya.Tok tok tok, Hana tersadar mendengar pintu diketuk. Yang kemudian Mawar muncul dari balik pintu. Dengan senyum cerah yang aneh."Kenapa kamu begitu mencurigakan, War," tuduh Hana.Bukannya peduli dengan apa yang Hana tuduhkan. Mawar justru memilih duduk di hadapan Hana dengan senyum yang terus seperti itu."Mending balik sana dari pada senyum senyum enggak jelas," usir Hana. Kemudian menatap berkas pasien yang ada di hadapannya.
Pekerjaan yang melelahkan telah Hana lalui. Bukan mengeluh, Hana hanya merasa tubuhnya butuh istirahat sejenak. Karena pekerjaan ini adalah impiannya.Membantu banyak orang yang ingin bertahan dengan hidupnya meskipun tuhan menyelipkan sedikit rasa sakit di dalam hidupnya. Dan di sinilah peran Hana, mulai dari meresepkan obat, konsultasi, sampai bertarung di meja operasi.Dan setelah jadwal operasinya tadi, sekarang Hana dengan lelah berjalan menuju lift. Benar, Hana sudah berada di apartemen Aji sekarang. Kakinya seperti tanpa tulang yang terus-menerus dipaksakan agar segera masuk ke dalam unit.Dan begitu sampai di dalamnya dan melihat ranjang yang terlihat nyaman, Hana melempar tasnya. Berlari kecil ke atasnya dan merebahkan diri di sana. Rasa kantuknya datang tetapi Hana bukan orang sejorok itu hingga terlelap dengan keadaan yang berantakan dan lengket."Aku akan mandi terlebih dahulu, baru setelah itu tidur," gumam Hana.Bukannya segera bangun dan pergi ke kamar mandi. Hana justr
Inilah harinya, di mana tantangan di sanggupi. Setelah pulang dari rumah sakit, Aji sudah berada di apartemennya. Dia harus memastikan bahwa Hana juga siap pergi.Ya, awalnya Hana hendak tidak pergi karena dia tidak mau menyeret Aji lebih jauh. Tetapi siapa sangka jika Hana sekarang yang di seret Aji untuk datang bersamanya.Karena sekarang Aji tengah duduk di sofa sambil menunggu Hana bersiap. Dirinya sendiri sudah siap dengan kemeja hitam yang serasi dan memperkuat warna kulitnya. Ditambah dengan rambut yang disisir rapi dan klimis membuatnya terlihat benar-benar matang. Berbeda dari usianya yang sebenarnya.Ceklek, pintu kamar terbuka. Aji menoleh ke arah sana dan terlihat Hana mengenakan gaun yang terlihat sangat cantik. Perpaduan warna pink dan hitam yang cocok dengan pakaian Aji. Tidak begitu berlebihan dan sangat pas di tubuh Hana.Yang membuat Aji sampai tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sana. Memang sederhana tetapi menurut Aji itulah Hana yang sebenarnya. Tetap cantik
Setelah itu keduanya kembali pulang. Entah karena lelah atau karena apa sekarang Hana terlelap di kursinya. Aji yang menggantikan mobilnya pun mengerti dan menunggu.Selama itu, Aji gunakan waktu untuk mengagumi paras ayu dari wanita yang dia idamkan. Bibir berbentuk hati dengan gigi yang sedikit terlihat karena terbuka. Ditambah dengan bulu mata lentik dan beberapa spot cantik seperti rasi bintang di wajahnya membuat Aji semakin kagum."Bagaimana Allah menciptakan manusia secantik kamu di dunia ini, dokter Hana?" tanya Aji lirih. Sambil ditatapnya dalam wajah Hana yang damai."Aku berjanji akan menikahimu dan menjadikanmu wanitaku satu-satunya yang paling bahagia dengan memilikiku," imbuhnya."Semoga orang tuamu tidak syok mengetahuimu sudah bercerai dari suamimu," harap Aji.Biarkan Aji bercerita dengan semestanya. Biarkan dia mengaguminya untuk sesaat dan membuatnya semakin yakin akan pilihannya. Sadar atau tidak Aji sudah mulai berubah seiring waktu berjalan. Apalagi sekarang saat
Niat awal Hana pun terhenti. Sekarang ini dia tengah duduk kembali dengan seseorang di sampingnya. Orang yang sama yang mengulurkan sebotol minuman untuknya.Udara mungkin terasa segar tetapi tidak bagi Hana. Karena rasanya ada yang aneh saat dirinya tengah duduk bersama dengan Dion di taman rumah sakit. Keduanya tidak saling menatap dan hanya diam."Kamu sedang ada masalah?" tanya Dion."Tidak ada," jawab Hana."Lalu, kenapa matamu merah seperti habis menangis?" tanyanya lagi.Sekarang Hana harus menjawab apa? Haruskah dia bilang kalau semua ini karena dia memikirkan bocah tengik yang sudah memporak-porandakan dinding hatinya? Haruskah Hana katakan bahwa dirinya sedang merindukan sosok itu sekarang?Atau, mungkinkah Hana harus meminta bantuan pada pihak berwajib untuk menyeret Aji. Menemukannya dan membawakan ke hadapan Hana? Astaga, kenapa Hana bisa selemah ini padanya. Katakan kalau Hana sudah terhipnotis dengan pesona tengil bocah yang selalu bersikap seenaknya itu."Aku hanya men
Setelah pernyataan yang membuat Hana semakin tidak percaya. Sekarang wanita itu sedang fokus dengan benda di telinganya. Apa lagi kalau bukan ponselnya.Aji sendiri hanya duduk di tempatnya memerhatikan wajah Hana dari kejauhan. Ya, benar. Hana menjaga jarak agar tidak didengar oleh Aji. Karena dirinya sedang menghubungi orang tuanya.Ada rasa kasihan melihat raut wajah Hana yang berubah sendu. Mungkin dia sedang dinasehati atau apa karena membuatnya sampai menitihkan air matanya. Karena tidak tahan melihat itu dari jauh, Aji perlahan mendekati Hana."Maaf, Pa. Hana bukan bermaksud menyembunyikannya. Hana hanya tidak mau Papa khawatir," kata Hana.Grepp, Aji memeluknya dari belakang. Menaruh dagunya di pundak Hana yang lebih rendah. Membuat Hana terkejut bukan main dan merasa jantungnya berpacu seperti pacuan kuda. Sangat berisik dan tidak terkendali."A ... Aji? Jadi dia benar datang ke sana?" tanya Hana begitu nama bocah tengik yang tengah memeluknya itu disebut."Apa? Bersama orang
Ceklek, pintu terbuka. Hana terperanjat dan menatap siapa yang datang ke ruangannya. Tetapi apa boleh buat, saat Hana hendak berdiri Aji menariknya lagi dan kembali duduk di pangkuannya."Ahhhhhh!" pekik Mawar, "mataku!"Mawar pura-pura menutup matanya padahal dia suka melihat pemandangan di hadapannya. Menurutnya jarang jarang melihat Hana malu-malu begitu dan tidak menolak afeksi dari seseorang. Terlebih lagi keduanya belum sah dalam ikatan pernikahan."War, ini enggak seperti yang kamu bayangkan," jelas Hana, "Aji cuma ngasih makanan doang kok.""Iya 'kan, Ji?" tanya Hana meminta pertimbangan, "jawab dong, Ji."Hana memelas dan berusaha melepaskan diri dari pangkuan Aji. Sampai akhirnya Aji menyerah dan melepaskannya. Sementara Mawar menyimak pembicaraan mereka dengan senyum manis sarat akan makna."Iya," jawab Aji akhirnya."Tuh, War. Dengar sendiri 'kan?" Hana menatap Mawar agar temannya itu percaya."Aku percaya, Han. Ya, sudah kalian makan saja. Nanti aku datang lagi. Bye, Hana
Hana menatap dalam ke manik mata bocah tengik di hadapannya. Menyelam di sana dan ditarik untuk lebih dalam lagi. Sampai Hana mengulurkan tangannya mengusap lembut pipi Aji."Aku sudah tahu," kata Hana.Deg, Aji merasa dentuman keras menyerang jantungnya. Rasanya tidak percaya. Hingga dia merotasikan matanya mencari jawaban di kedua mata indah milik Hana."Kamu tahu dia kakakku atau tahu dia menyukaimu?" tanya Aji. Jujur dia penasaran, Hana tahu akan masalah yang mana."Keduanya," jawab Hana santai."Kenapa bisa?" tanya Aji lebih terkejut.Hana terkekeh kecil melihat ekspresi wajah Aji. Menurut Hana, ekspresi seperti ini jarang sekali Aji tunjukkan. Dan baru kali ini dia melihat wajahnya dengan ekspresi yang menarik. Karena biasanya hanya bersikap cool dan sok jutek."Maaf, aku tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian dan setelah kucari tahu ayahmu adalah ayahnya Pak Dion juga," jelas Hana."Sejak kapan kamu mengetahui hubungan kami?" tanya Aji."Sejak kamu cedera waktu itu," jelas