Martis tak menyangka jika secepat ini ia akan ditemukan oleh pasukan The World Goverment. Padahal sebisa mungkin ia telah merubah penampilannya untuk mengelabuhi The World Goverment. Dia juga sengaja masuk ke dalam Bar kecil ini tadinya berniat mencari informasi tentang The World Goverment. Namun ia malah dikepung. "Cih! Kalian ini benar-benar seperti anjing! Penciuman kalian tajam juga rupanya, ya?" Martis mencibir, ia kesal.Kini Martis baru sadar akan keseriusan The World Goverment yang mengincar dirinya setelah melihat jumlah yang sangat bayak dari tiap satu regu pasukan yang ada di sekelilingnya saat ini. Awalnya Martis bertarung melawan mereka dengan santai. Namun siapa sangka, mereka terus berdatangan, seolah-olah tumbang satu maka akan datang seribu."Kalian ini..., sebenarnya seberapa banyak jumlah kalian?!" Martis mengacak rambutnya sendiri. Ia merasa frustasi melihat jumlah pasukan yang ada di luar Bar."Kenapa aku tidak sadar kalau sejak pertama terdapat banyak musuh di s
Martis yang tiba-tiba tubuhnya ditarik oleh seseorang merasa terkejut. Dan kini ia berada di tempat yang ia rasa tidak asing. 'Kenapa aku bisa berada di sini lagi? Tadi aku merasa tubuhku seperti ada seseorang yang menariknya ke dalam dimensi lain,' gumam Martis. "Ehem...! Kenapa kau bengong?!" Dari arah belakang, terdengar suara seseorang yang juga dirasa tak asing oleh Martis. "Kau...?" Martis menunjuk wajah pria yang tadi membawanya ke tempat ini, Markas Revolusioner. "Tidakkah kau memgucapkan terima kasih padaku? Hem?" Pria itu sepertinya sengaja mengejek Martis. "Hem..., baiklah, baiklah. Kali ini aku berterima kasih padamu," jawab Martis seraya mengibaskan tangannya. "Begitukah caramu berterima kasih pada seseorang yang telah membantumu melarikan diri dari maut?!" Pria itu kesal dengan sikap cuek Martis. "Oh ya...? Tapi tunggu! Siapa yang meminta bantuan darimu? Dan lagi, bagaimana bisa secara tiba-tiba kau tahu posisiku dan apa yang terjadi padaku?!" Ini adalah hal yang
Jendral Salim sebenarnya sudah menduga bahwa hal ini pasti akan terjadi. 'Anakku ini, rasa percayanya pada seseorang sangat hati-hati. Aku tak habis pikir, setelah Ibunya meninggal, sikapnya jadi seperti ini. Apa yang harus aku lakukan agar ia kembali seperti dulu lagi?' Sambil menatap langit, Jendral Salim berkeluh kesah dengan pikirannya sendiri. Ia sangat kesulitan mengimbangi sikap anaknya yang berubah drastis setelah mengalami kejadiaan naas di masa lalu. Dan saat Jendral Salim berada di tempat latihan, ia sudah melihat anaknya yang dengan serius menyerang Martis. Pada hari pertama Martis latihan, ia langsung mendapat tantangan untuk bertarung melawan Kolonel Rizal, yang tak lain adalah anak dari Jendral Salim. "Rizal, jangan memaksakan dirimu...!" Dan tiba-tiba suasana yang tadinya gaduh, dalam sekejap menjadi hening ketika terdengar suara teriakkan dari Jendral Salim. Semua mata tertuju pada Jendral Salim yang berjalan ke arah Martis dan Kolonel Rizal. "Kolonel Rizal
Dalam dua hari ini, Martis dan Kolonel Rizal nampak sangat akrab. Mereka terlihat latihan bersama dengan samgat serius. Dan hal yang membuat orang-orang tercengang adalah ulah Martis. Yups! Hanya dalam kurun waktu dua hari saja, Martis berhasil menguasai teknik yang diajarkan oleh Kolonel Rizal. "Kolonel Rizal, terima kasih atas bimbinganmu dalam beberapa hari belakangan ini," ujar Martis di sela mereka sedang beristirahat dari latihannya. "Martis, jangan terlalu sungkan. Oh iya Martis, maukah kau menjadi sahabatku?" "Tentu saja, kenapa tidak?" Martis menjawab dengan perasaan haru. Martis terharu karena ia telah mendengar cerita tantang Kolonel Rizal yang kehilangan ibunya dari Jendral Salim. "Kalau begitu, panggil saja aku Rizal. Jangan ada nama gelar organisasi. Bagaimana?" Rizal mulai kembali tersenyum. "Baik, Rizal. Mulai sekarang kita adalah sahabat!" Martis mengajak Kolonel Rizal untuk berjabat tangan. Dari kejuahan, Jendral Salim tak sengaja meneteskan air matanya sa
Keesokan harinya, Martis yang baru saja siuman melihat area sekitarnnya. Ia paham dengan suasana medis yang nampak di sekelilingnya. Dia juga melihat di dalam ruangan itu sudah ada Jendral Salim Dan Kolonel Rizal. "Jendral Salim, berapa hari aku berada di ruangan ini?" tanya Martis langsung pada Jendral Salim yang duduk di samping ranjangnya. "Tiga! Tiga hari kau tak sadarkan diri, Martis! Kau benar-benar membuat kami khawatir...!" Lalu Jendral Salim mendekati Martis dan ingin memeluknya, tapi Martis menolaknya. "Stop! Aku baik-baik saja, Jendral!" Akan tetapi, Martis tak mampu menahan Rizal yang langsung merangsek ke pelukannya. "Martis...! Aku pikir kau akan mati...," ujar Rizal sambil menangis. Baru kali ini Jendral Salim melihat anaknya menangisi seseorang selain mendiang isterinya. Peletak! Satu jitakan mendarat tepat di ubun-ubun Rizal. "Doamu sangat buruk, Rizal." Kemudian Martis melepaskan pelukannya dari Rizal. "Apakah kau menginginkan aku mati? Hem?" tanya Mart
Martis tertawa terbahak melihat wajah Kolonel Rizal yang panik. Martis tidak menyangka ternyata seperti inilah sifat asli seorang Kolonel Rizal. Padahal, awal mereka bertemu sikapnya sangat dikit pada Martis. Namun sekarang, itu berbanding terbalik tiga ratus enam puluh derajat. Kemudian, saat Mereka sedang asik bercanda, ada seorang prajurit yang datang dengan tergesa. Dia melaporkan bahwa ada keadaan genting. "Apa...?! Apakah ini benar?!" tanya Kolonel Rizal sangat terkejut. "Rizal, suruh Anak Buahmu menjauh darinya." Martis yang mendengar laporan darurat langsung berlari menuju tempat kejadian. Rupanya, Edmiral Kaziru berhasil menemukan keberadaan Markas Revolusioner. Dan saat ini dia sedang mengamuk sesuka hatinya di halaman depan gerbang. Tak lama kemudian, Martis tiba di halaman depan gerbang. Ia yang melihat sudah banyak korban yang berjatuhan tanpa basa-basi langsung melihat Edmiral Kaziru dengan tatapan penuh dendam dan lalu menyerangnya. Crash...! Martis menyera
Martis mengambil kesempatan untuk menolong Kolonel Rizal saat Edmiral Kaziru disibukkan dengan tembakan-tembakan sniper yang dilakukan oleh Jendral Salim dan beberapa Anggota Sniper Elite lainnya. "Terima kasih, Martis. Maaf, aku justru menjadi beban bagimu," ujar Kolonel Rizal menundukkan kepalanya. "Sudahlah, bukan waktunya untuk meratapi penyesalanmu. Sekarang, aku minta dirimu untuk segera bersembunyi. Aku akan sekuat tenaga berusaha mengalagkan Monster Gila itu." Usai memberikan sebotol kecil ramuan pada Kolonel Rizal, Martis kembali maju menghadapi Edmiral Kaziru. Namun sayang, baru beberapa saat saja Martis pergi, ia sudah melihat Edmiral Kaziru yang berhasil membunuh banyak orang. Dan saat ini, Martis melihat pemandandangan yang tak mengenakkan. Ia melihat Edmiral Kaziru yang sedang menarik kerah baju Jendral Salim. Nampaknya Edmiral Kaziru akan membunuhnya. "Lepaskan dia! Punch of Light...!" Untungnya Martis dengan sigap menolong Jendral Salim. Akibat serangan dadak
Dalam sejarah hidupnya, sampai saat ini hanya ada dua orang yang mampu menghadapi serangan meteor miliknya. Dan orang kedua itu adalah Martis. "Si-siapa kau sebenarnya?" tanya Edmiral Kaziru yang akhirnya penasaran. "Aku?" Martis menunjuk dirinya sendiri. "Bukankah kau sudah tahu, bahwa namaku adalah Martis? Kenapa kau masih bertanya? Apakah kehilangan kekuatan skala besar telah mempengaruhi otakmu?" "Bukan itu! Maksudku..., kau ini berasal dari mana?" "Menurutmu...? Aku dari mana?" Martis memperhatikan wajah Edmiral Kaziru. Martis merasa sepertinya ada sesuatu yang mengganjal dalam benaknya. "Apakah kau juga sama seperti orang itu? Tunggu!" Sepertinya Edmiral Kaziru kembali teringat akan seseorang. "Jack Martis! Iya, benar! Orang itu memiliki nama yang sama denganmu," ujar Edmiral Kaziru. Mendengar nama kakeknya yang disebut, kedua mata Martis melotot. "Hey, tunggu dulu. Apa aku tidak salah dengar?" tanyanya heran. "Jawab saja, apa kau memiliki hubungan dengan pria itu?