“Ada apa dengan Papah? Cepat katakan, Arsenio.” Desak Eve memegang tangan suaminya namun ditepis.
“Papahmu telah tiada satu minggu yang lalu, aku memang meminta anak buahku datang ke sini tepat dimana akan dimakamkan, aku sampai menunda hingga satu hari dengan harapan kamu bisa melihat untuk terakhir kalinya. Namun ternyata apa? Dengan arogannya kamu mengusir anak buahku seolah kedatangan mereka bukanlah hal penting. Sekarang rasa kecewaku kepadamu semakin bertambah!” jawab Arsenio membuat Eve menangis histeris karena tidak menerima kenyataan ini bahkan rasanya hampir pingsan, untung saja ada suaminya yang sigap memegangi.
“Kenapa tidak ada yang mengatakan kepadaku jika Papah meninggal!!!!!!!!!” teriak histeris Eve menyalahkan semuanya.
“Aku sudah berusaha memberitahumu bahkan menghubungi beberapa kali namun ponselmu tidak juga aktif. Anak buahku datang ke sini malah diusir padahal saat itu aku tengah mengurus tamu yang
Drrrttt…. Drrttt…. Ddrrtttt… suara dering ponsel mahal Arsenio menampilkan nama ayahnya yang sudah lama tidak berkomunikasi. “Papah? Ada apa menelpon?” gumamnya lalu mengangkat teleponnya.“Halo, Pah…. Apa kabar?” sapa Arsenio memulai obrolan.“Kabar Papah baik, sudah lama kalian tidak datang ke sini.” Jawab Abraham membuat Arsenio merasa bersalah sebab permasalahan rumah tangganya yang begitu rumit membuatnya sampai melupakan ayahnya.“Maaf, Pah. Kemarin sibuk apalagi ayah mertua meninggal, jadi banyak yang harus diselesaikan.” Ucap Arsenio.“Alasan yang masih bisa ditoleransi, besok ajak istrimu ke sini. Papah ingin bertemu dengannya,” pinta Abraham penuh harap.“Be-sok? B-baiklah, Pah.” Jawab Arsenio mengabulkan meskipun di dalam hatinya terasa berat.“Apa kalian sibuk sekali? Kalau tidak bisa besok ya sesempatnya saja.” Tanya Abraham.“Gak kok, Pah. Oke besok kami akan ke sana, sampai jumpa besok.” Jawab Arsenio lalu panggilan terputus.Melihat suaminya tengah memikirkan sesuatu m
“Papah sebenarnya tahu permasalahan kalian namun memilih diam lantaran Papah melihat bagaimana istrimu berusaha sangat ingin mempertahankan rumah tangga ini dan juga kehamilannya. Semua yang tejadi karena egomu, Arsenio. Jika suatu saat penyesalan melanda hidupmu, Papah tidak bisa membantu apa-apa.” Jawab Abraham dengan sangat dalam namun sukses membuat Arsenio terdiam seribu bahasa.Kata-kata ayahnya terus saja berputar di otaknya meskipun saat ini mereka sudah kembali ke rumah. Entah mengapa, ucapan ayahnya sangat membuatnya tkut.Padahal apa yang ia lakukan saat ini bukan membiarkan istrinya, memang sikapnya berbeda lantaran masih meragukan apakah itu anaknya atau bukan. Apa salahnya jika ia menanti hingga anak itu lahir dan langsung melakukan tes DNA barulah nanti setelah tahu hasilnya ia akan mengambil sikap.“Andai papah berada di posisiku, apakah akan dengan mudahnya berkata demikian? Apa papah gak tahu bagaimana sakit hati ini mengetahu
105-Ego yang tinggiArsenio yang sedang meeting menjadi tidak fokus karena istrinya. Ada sebuah perasaan segera menemui dan melihat langsung perkembangan anaknya, namun karena sudah berulang kali mengucap keraguan jika anak yang dikandung adalah darah dagingnya, rasanya malu jika tiba-tiba memberi perhatian seperti dulu.Meetingnya kini menjadi tidak fokus bahkan penyampaian presentasinya pun buyar tidak karuan sehingga klien yang mendengarkan merasa heran sekaligus kecewa. Untung saja ada assistennya yang mampu handle jalannya meeting bahkan berhasil meyakinkan agar proyek jatuh ke perusahaan Arsenio.Setelah selesai, assisten segera menghampiri bosnya, “Maaf, Pak…. Namun saya rasa hari ini anda tidak seperti biasanya, apakah sedang ada sesuatu?”“Biasalah masalah rumah tangga. Terima kasih sudah sigap langsung menggantikan saya dalam meeting tadi, jika tidak, mungkin saja proyek akan terancam batal.&rdq
Setelah membuat perjanjian dengan suster serta dokter dan staff rumah sakit yang bertanggung jawab atas tes yang baru saja dilakukan, kini Arsenio kembali ke ruang rawat istrinya.Ketika membuka pintu, betapa terkejutnya melihat Jack sudah berada di ruangan dengan dikelilingi anak buahnya, termasuk AL. “Sejak kapan ada di sini?” tanya Arsenio ketus.“Tentu saja sejak mendengar jika calon anakku akan hadir ke dunia, aku segera datang kesini apapun rintangannya, tidak seperti dirimu yang baru saja datang.” Jawab Jack dengan sombongnya membuat Eve kini menatapnya penuh benci.“Jangan asal bicara!!! Justru aku orang yang sedari tadi menemani istriku sampai melahirkan bahkan aku yang menandatangi berkasnya. Jika tidak aku, siapa? Kamu? Kalau mau seperti pahlawan kesiangan itu rapi sedikit!!” protes Arsenio membuat Jack bungkam.“Terserah kamu mau percaya suamimu atau dia! Yang jelas aku sudah sejak tadi ada di sini bah
Dua minggu telah berlalu begitu cepat, Eve masih berada di rumah sakit beserta bayinya yang juga mendapatkan perawatan intensif serta incubator. Sedangkan mantan anak buahnya tengah menjalani serangkaian pengobatan agar kondisinya bisa seperti sedia kala.Siang hari, Arsenio sudah menemui suster yang membantunya untuk melakukan tes DNA. “Gimana, Sus? Hasilnya sudah keluar?”“Sudah, Pak. Sebentar saya ambilkan,” jawab suster cantik berjalan mengambilkan amplop berisi hasil tes yang menentukan segalanya.Sebelum mendatangi suster, terlebih dahulu ia menghubungi ayahnya-Abraham Phoenix sembari menjelaskan semuanya yang sudah ia lakukan termasuk tes yang diam-diam dilakukannya. Abraham awalnya marah namun semuanya sudah terlanjur terjadi, jadinya mau gak mau hanya bisa menerima permainan anaknya. “Kamu terlalu gegabah!! Andai istrimu tahu pasti akan kecewa!”“Apapun yang nanti aku dapatkan, sudah aku ter
Dengan tangan bergetar, Arsenio membuka amplop tersebut ditambah keringat dingin bercucuran, semakin menguatkan jika saat ini tengah tegang.Amplop sudah terbuka segelnya, kini lembaran putih terlihat tulisan demi tulisan hasil tes hingga pada akhirnya dibagian akhir, tertulislah dengan jelas hasil dari tes yang dilakukan beberapa waktu lalu.“Gak!! Ini gak mungkin!” pekik Arsenio terkejut membuat Jack serta Eve penasaran.“Apanya yang tidak mungkin?” tanya Eve dilanda penasaran yang sangat besar.“Sudah aku katakan jika ayah dari bayi itu adalah aku. Sia-sia saja kan melakukan tes? Yang ada kamu hanya semakin sakit hati.” Jawab Jack dengan penuh angkuhnya.“Benarkah begitu? Ta-tapi ini anak kamu, Arsenio.” Tanya Eve tidak percaya.“Tidak mungkin jika bayi yang kamu lahirkan adalah anaknya!!” pekik Arsenio dengan wajah siap menerkam.“Ja-jadi dia a-anak ka-kamu?”
“SAYA TIDAK MAU BERADA DI PENJARA!! KALIAN JANGAN SEMENA-MENA!” bentak Jack terus memberontak ketika dipaksa masuk ke dalam mobil Max.“DIAM!!! PECUNDANG SEPERTIMU MEMANG PANTAS BERADA DI SANA! INILAH BALASAN KARENA SUDAH BERANI BERMAIN API DENGAN SEORANG ARSENIO PHOENIX!” bentak AL lalu menjalankan mobilnya menuju kantor polisi terdekat.“AKAN AKU PASTIKAN KAMU MENDAPATKAN BALASAN SETIMPAL DARI ANAK BUAHKU!” ancam Jack.“silahkan saja! Dengan senang hati saya menunggunya!” tantang Max tidak gentar sama sekali.Jack hanya bisa terus mengucapkan sumpah serapahnya sebagai ungkapan rasa emosinya karena semua yang telah diimpikannya hancur begitu saja.Tiba di kantor polisi, Max segera membawa Jack masuk dengan posisi tangan terbogol.“Selamat siang, Pak.” Sapa Max membuat petugas kepolisian bingung dengan tindakannya.“Selamat siang, ada yang bi
Arsenio tidak berbual, kini semua bukti sudah terlampirkan dengan sangat rapi bahkan rekaman suara diantara mereka berdua juga tersedia di sebuah flashdisk.Petugas kepolisian yang mendengar dan menelaah semua bukti dengan cermat kini bisa segera mengambil kesimpulan. “Baiklah, karena bukti sangat kuat. Jadinya masalah ini segera kami naikkan.”“Seharusnya sejak tadi begitu,” jawab Arsenio merasa puas.“SIAL-AN!! KAMU GUNAKAN KEKUASAANMU UNTUK MENGHANCURKAN AKU!” umpat Jack.“Tidak akan ada yang hancur jika kamu diam!” ucap Arsenio.“BAGAIMANA AKU BISA DIAM SAJA JIKA MELIHAT WANITA YANG AKU CINTAI DENGAN MUDAHNYA DIJADIKAN BAHAN BALAS DENDAM!” umpat Jack.“Masalah dulu ya dulu, nyatanya sekarang saya mencintai eh bukan…. Diantara aku dengan istriku saling mencintai.” Ucap Arsenio membuat hati mantan anak buahnya panas.Jack berjalan mendekati mantan bosnya
“Kami sadar diri makanya tidak mau memakai uang yang bukan menjadi hak ku! Sebelum kami pergi, ijinkanlah untuk bertemu dengan Justin. Dimana dia?” ucap Joanna sembari menahan pedih di dadanya.“Buat apa mencari anakku? Ingin kembali padanya supaya uang lima miliar ini kembali padamu?” sindir Eve.“Bukan! Saya ingin mengucapkan salam perpisahan karena mau bagaimana pun juga pertemuan awal kami secara baik-baik, setidaknya berpisah juga baik-baik.” Jawab Joanna sangat dewasa.“Justin tidak ada di rumah ini, setelah kejadian itu. Kami sepakat membawanya ke RSJ agar mendapat penanganan yang baik.” Ucap Arsenio membuat terkejut semua.“Kenapa harus mengatakan itu pada mereka! Bikin malu saja! Turun harga diri kita” bisik Eve di telinga suaminya namun masih bisa terdengar oleh Maya juga Joanna.“Apa alasan kalian dengan tega membawa dia ke sana?” tanya Joanna penasaran.&ldqu
“Terus rencana kalian apa? Aku bisa bantu bagaimana, mbak?” tanya Meta ingin tau.“Semnetara ijinkan kami tinggal di sini karena tidak mungkin terus tinggal di sana, aku gak mau anak buah Justin berbuat hal yang lebih nekat lagi. Waktu kita berhasil kabur saja Justin sangat marah dan mengamuk.” Jawab Maya.“Baiklah kalau begitu, kalian boleh tinggal di sini selama mungkin. Nanti akan aku carikan rumah yang sekiranya aman. Memang ya keluarga Arsenio sejak dulu selalu menganggu dan meresahkan saja bisanya!!!! Sudah cukup bagi kalian untuk mengalah, waktunya melawan namun tidak dengan berhadapan langsung.” Ucap Meta ikut geram.“Kamu benar, jika semisal masih tinggal di sektar sini kurang aman. Aku nantinya akan membawa Joanna tinggal di luar negeri saja,” jawab Maya sudah mempertimbangkan sangat jauh dan dengan baik.“Bu, tinggal di luar negeri butuh biaya yang besar. Apa kita mampu? Joanna juga baru saj
Setelah tiba di rumah, kini mereka bergegas menuju kamar masing-masing untuk mengemasi barang yang sekiranya perlu juga penting. Maya tidak membawa banyak barang, karena yang penting baginya adalah pakaian, alat merajut, surat berharga dan juga uang yang tersimpan di brankas.Sedangkan Joanna tidak bisa untuk memilah barang untuk nantinya di tinggal, baginya semua sangat penting. “Jika semuanya di bawa, bagaimana nanti mengangkutnya?”“Joanna, apakah sudah selesai?” tanya Maya sembari mengetuk pintu.“Belum, Bu…. Masuklah,” jawabnya dari dalam kamar.Maya yang melihat banyaknya barang yang akan dibawa merasa heran, “Semua ini akan kamu bawa? Kita nantinya naik taksi.”“Habisnya bingung mau memilah yang mana, semua penting.” Jawab Joanna garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.“Pemberian dari Justin jangan ada satu pun yang dibawa!” tegur Maya.“I-iya,
“Aku sebenarnya terpaksa, Justin. Aku di sini ketakutan, jika terus menerus melawan, yang ada nanti kamu serta anak buahmu akan berbuat nekat kepadaku.” Jawab Joanna berlinang air mata.“Jadi, sudah tidak ada rasa sayangmu kepadaku, Joanna? Janji yang sudah pernah kita rangkai dengan indah kini menguap begitu saja dalam hidupmu?” tanya Justin dengan wajah sendu.“Perasaan itu aku yakin akan terkikis dengan sendirinya jika kita berdua sama-sama bertekad untuk menerima takdir yang ada. Perihal janji serta impian yang pernah dirangkai bersama, anggap saja sebuah angin lalu yang tidak pernah terjadi.” Jawab Joanna terpaksa mengatakan ini agar Justin sadar.“CUKUP! AKU BENCI MENDENGARNYA! KALIAN SEMUA JAHAT! JIKA MAUMU BEGITU, MARI KITA MA-TI BERSAMA AGAR TIDAK ADA PRIA LAIN YANG MEMILIKIMU!” pekik Justin berhasil menarik Joanna berada dalam pelukannya lalu ia merogoh saku celananya yang ternyata ada pisau
“TIDAK ADA KATA BAIK-BAIK SAJA JIKA SUDAH MASUK TINDAKAN KRIMINAL! JIKA POSISINYA YANG MENJADI KORBAN ADALAH ANAKMU, APA BAKAL TETAP INGIN BAIK-BAIK SAJA, HA? AKU ORANG TUA DARI JOANNA! RASA KHAWATIR JUGA KETAKUTANKU SANGAT BESAR! JIKA MEMANG KAMU MEMILIKI JIWA NALURI SEORANG IBU SEHARUSNYA MENGERTI!” Bnetak Maya lalu berlari ke kamar yang ada di sana untuk mencari keberadaan Joanna.“Tante! Jangan asal masuk ruangan orang!” tegur Justin geram. Ingin mencegah, namun sayangnya kini Joanna melihat ibunya ada di sini.“I-ibu….” Panggil Joanna yang sedang di rias dan sudah menggunakan gaun pernikahan. Air matanya langsung berlinang dengan deras ketika mengetahui ada ibunya di sini.“Joanna…. Kenapa akhirnya kamu menerima ajakan dia untuk menikah?” tanya Maya kecewa, air matanya tak kalah mengalir dengan deras.“Joanna terpaksa, Bu! Justin terus memaksaku bahkan sampai tega menculikku di sini
Kini Joanna sudah berada di kamarnya. Tidak berselang lama Justin pun juga sudah kembali.Salah satu anak buahnya segera memberikan laporan kepadanya. “Tadi nona hampir kabur melalui kamar mandi, bos.”“APA???” pekik Justin seketika emosi.“JOANNAAAAA………” Teriak Justin yang sangat menggema seluruh ruangan terlebih saat ini kamarnya tengah terbuka.“Mampus…. Ketahuan deh!” batinnya gugup.Terdengar suara langkah semakin berjalan mendekat ke kamar, perasaannya pun semakin berdegup kencang karena harus mempersiapkan diri dengan amukan Justin.“Joanna… apa benar kamu mau coba-coba kabur?” tanya Justin mengintimidasi.“Apaan sih, gak ada aku punya niatan seperti itu!” bantah Joanna memasang wajah kesal.“Tadi salah satu anak buahku mengatakan kalau kamu mau mencoba kabur.” Jawab Justin dengan menatap t
Sedangkan di markas, Justin tengah menanti kabar anak buahnya sembari memastikan Joanna makan dengan baik agar tidak sakit. “Ayo makan dulu, sayang…. Ini tidak ada racunnya.”“Aku tidak sudi makan! Lebih baik ma-ti ketimbang menikah dengan saudara sendiri!” tolak Joanna mentah-mentah.“Rupanya kamu suka sekali dipaksa ya, jadi gemas!” sindir Justin lalu memaksa mulut Joanna agar terbuka.Tok… tok…. Tok…. Suara ketukan pintu menghentikan aksi Justin. “MASUK!” teriaknya emosi.“Bos, kami sudah menemukan penghulu yang bersedia menikahkan kalian berdua besok pagi pukul tujuh.” Jawab Alex membuat senyum di bibir Justin mengembang dengan sempurna. Emosi yang tadi mendidih kini sirna seketika.“Kerja bagus, segera persiapkan semuanya. Dekor ruangan depan dengan sangat cantik.” Perintah Justin membuat Joanna tidak habis pikir.Setelah an
Dengan beberapa kali mengatur nafas supaya lebih tenang namun rupanya tidak bisa, jawaban mantan kekasihnya terus terngiang hingga membuat hatinya sakit. Akhirnya, ia tidak mau berbicara dengan cara baik-baik.“Bela terus anak kesayanganmu itu yang kamu besarkan dengan penuh kemewahan juga kasih sayang dan manja! Yang harus kamu tau, Joanna juga anak kamu!!! Aku mendapatkan informasi terebut dari pihak kepolisian! Tadi siang anakku diculik oleh geng motor, setelah ditelusuri ketuanya adalah Justin! Berulang kali aku sudah menghubunginya namun tidak aktif, makanya terpaksa aku menghubungimu!!!! Percaya tidak percaya, tolong selamatkan Joanna!! Sebelum kejadian penculikan ini, dia sempat bertemu dengan anakmu di kafe, di sana mereka berdebar hebat lantaran Joanna menolak keras permintaan anakmu yang menginginkan untuk mengajak kawin lari! Dalam pikirannya, mereka bukan saudara serahim jadi sah untuk menikah!” pekik Maya tidak bisa menahan emosin
“Carikan penghulu sekitar sini, besok saya akan menikah dengan Joanna.” Perintah Justin kepada anak buahnya.“Apa tidak terlalu cepat, bos?” tanya anak buahnya bernama Alex.“Siapa kamu beraninya mengatur saya!” jawab Justin emosi.“Bu-bukan begitu, Bos… menikah juga perlu saksi.” Jawab Alex memberitahu.“Kalian semua besok menjadi saksi pernikahanku dengan Joanna, tidak masalah jika menikah siri terlebih dahulu, yang terpenting dia menjadi milikku seutuhnya.” Jawab Justin keras kepala.Anak buahnya tidak berani membantah lagi, akhirnya saat itu juga mereka mencari informasi apakah ada penghulu yang bersedia menikahkan Justin dan Joanna besok.“Keinginan orang kaya memang meresahakan, menculik wanita demi ingin menikahinya. Mengapa tidak meminta secara langsung kepada orang tuanya?” tanya Alex tidak habis pikir.“Mungkin pihak keluarga perempuan