Share

Bab 4 Dekat

"Sana pergi!" perintah Senja, tapi tak dihiraukan Abimanyu.

Tiga puluh menit sudah Senja menunggu Dewantara. Walaupun tak diharapkan, Abimanyu tetap menemani gadis itu.

Semalam, Dewantara meminta untuk bertemu dengan Senja. Ada sesuatu yang ingin dia bicarakan. Namun, sampai detik ini tidak ada tanda-tanda kehadirannya. Bahkan telepon Dewantara tidak bisa dihubungi.

Kesal dan khawatir merasuki relung hati. Senja memilin ujung baju, menyalurkan perasaan tak nyaman. Terlebih lagi, Abimanyu tidak bisa diajak kompromi. Pria itu bersikukuh untuk ikut.

Sebelumnya, Senja mengedap-endap keluar rumah dan menjalankan mobil dengan cepat, tapi ternyata baru 10 menit berselancar di jalanan, Abimanyu sudah ada di belakang mobilnya. Dengan pakaian kasual dan hoodie cokelat, Abimanyu mengikuti ke mana avanza itu melaju.

Senja memukul pelan kepalanya, merutuki kebodohan diri. Harusnya dia sadar kalau Abimanyu bukan orang yang mudah dikelabui. Strateginya gagal, ditambah dengan Dewantara yang entah di mana rimbanya.

"Aku yakini kekasihmu ingkar janji," kata Abimanyu seraya melihat jam di tangan.

Wajah Senja cemberut. Perkataan Abimanyu bisa saja benar, tapi baru kali ini Dewantara tidak menepati janji.

Segala kemungkinan yang menjadi praduga muncul di benak Senja. Dari mulai selingkuh sampai kecelakaan menjadi alternatif kecurigaan yang hadir. Namun, segera dia menepisnya tatkala suara panggilan masuk dari Dewantara, menggetarkan ponsel berwarna putih di tangannya.

Seulas senyum terbit hingga tanpa sadar dia mendekati Abimanyu yang tengah duduk di sandaran kursi Taman Kota.

"Tuh, kamu yang parno. Dasar kulkas!" cibir Senja seraya menjawab panggilan dan menjauh dari Abimanyu.

Abimanyu hanya mengedikkan bahu, kemudian bangkit dan berjalan mendekati Senja seraya menengok ke kanan dan ke kiri, memeriksa keamanan Senja.

Mengingat kejadian semalam membuat Abimanyu semakin ketat menjaga Senja. Kemungkinan besar, mereka adalah orang yang membunuh Wijaksana. Tidak ada tempat aman untuk saat ini.

Samar-samar, Abimanyu mendengar Senja menaikkan nada bicara, yang artinya mereka sedang bertengkar. Entah apa yang membuat Abimanyu menarik sebelah ujung bibir, yang pasti hatinya merasa lega.

Tidak lama kemudian, Senja berbalik dan mendapati Abimanyu sudah berada di belakangnya.

"Ngapain di sini? Enggak sopan nguping pembicaraan orang!" Senja tersungut-sungut dengan wajah memerah.

Abimanyu menahan tawa melihat raut wajah gadis itu. Tanpa bisa ditahan, akhirnya tawa lepas keluar dari mulut Abimanyu.

Senja yang kaget pun hanya menatap tak percaya. Selain karena aneh, kekaguman datang bersamaan. Untuk pertama kalinya, Senja melihat pria dengan julukan kulkas itu tertawa. Tidak dapat dipungkiri, dia terpesona dengan Abimanyu.

"Bisa tertawa juga, sudah mencair?" Senja sengaja bertanya dengan nada meledek.

Seketika tawa Abimanyu berhenti. Dia berdehem, mencoba menetralkan segala rasa yang membuncah di dalam sana.

"Ayo pulang!" perintah Abimanyu, melenggang pergi.

Kini Senja yang menahan tawa, aksinya sukses membuat pria itu tidak berkutik. Amarah karena pertengkarannya dengan Dewantara di telepon tadi menguap begitu saja, berganti dengan rasa penasaran yang bergelayut di benak.

"Kamu siapa sebenarnya, Abimanyu?" gumam Senja sebelum mengikuti langkah Abimanyu yang semakin menjauh.

***

Hening. Deru mesin berbaur dengan lantunan syair merdu dari radio menjadi melodi sumbang di antara Senja dan Abimanyu.

Pria berparas tampan itu memandang mobil-mobil yang berjajar rapi di depan mau pun di sampingnya.

Suara klakson saling bersahutan menambah lengkap suasana yang membuat dua orang itu jengah.

Pikiran Abimanyu melanglangbuana entah ke mana. Ada banyak teka-teki yang harus dia pecahkan. Termasuk pria bertato naga itu. Ditambah sosok Dewantara yang membuatnya semakin susah menjaga Senja.

Pelan kendaraan mulai maju dan macet berkurang. Saat hendak menjalankan mobil, Abimanyu menangkap ekspresi Senja yang menatapnya sedari tadi.

Kikuk, tak sengaja Abimanyu malah menginjak rem dan sukses membuat Senja mencium dashboard mobil.

Suara pekikan meluncur dari bibir mungil Senja. Diusap-usapnya kening yang agak memerah.

Abimanyu langsung memarkirkan mobilnya di depan sebuah minimarket. Dengan sigap, dia meraih kepala Senja dan meniupi kening gadis itu.

Seketika tubuh Senja menegang, mendapat perlakuan Abimanyu yang tiba-tiba. Jantung Senja berdegup mengikuti alunan musik di radio, tangannya tiba-tiba mengeluarkan keringat dingin dengan perut menggelitik seolah ada yang siap keluar dari perut.

Wajah Senja memerah tatkala Abimanyu mengelus-elus kening dan rambutnya. Kini, jantungnya entah melompat ke mana, tubuh gadis itu bergetar menahan sesuatu yang tak menentu.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Abimanyu tanpa sadar menangkup wajah Senja.

Senja hanya mengangguk kaku, wajah mereka begitu dekat. Bahkan napas Abimanyu bisa Senja rasakan. Dengan pelan Senja menyusuri pahatan indah yang ada di depan mata. Sempurna, hanya itu yang terlintas. Bahkan Dewantara kalah jika dibandingkan dengan Abimanyu.

Teringat Dewantara, Senja segera menepis pikiran aneh dari kepalanya. Dengan cepat Senja menarik tangan Abimanyu dari wajahnya.

"Aku baik-baik saja," jawab Senja pelan seraya menarik napas pelan.

Abimanyu masih menatap khawatir Senja. Keningnya jelas memerah, cukup membuktikan bahwa Senja tidak baik-baik saja.

Hendak kembali menyentuh tanda merah itu, Senja terlebih dahulu menepis.

"Jangan kurang ajar! Aku majikanmu!" seru senja sontak membuat wajah Abimanyu kembali dingin.

Tanpa menimpali, Abimanyu langsung menginjak gas, kembali mobil meluncur di jalanan yang lengang.

Untuk sesaat, Abimanyu lupa posisinya hingga kehilangan kendali. Entah apa yang mendorongnya untuk melakukan hal konyol tadi. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya, ada apa dengan Abimanyu?

***

Cukup lama Senja menatap sosok Abimanyu yang tengah memasak. Dengan lihai, Abimanyu memotong bahan masakan dan juga meraciknya hingga tercium aroma yang menggugah selera.

Sepulangnya dari taman dan menuai kekecewaan karena Dewantara ingkar janji, Senja berencana menghabiskan harinya di kamar tanpa gangguan.

Namun, perutnya tak bisa dikompromi. Lapar mendera, mungkin karena sebelumnya dia tidak sarapan ditambah energinya terkuras sehabis bertengkar dengan Dewantara menjadi alasan kuat untuk Senja melenggang pergi ke dapur.

Saat menginjakkan kaki di dapur, mata Senja dimanjakan oleh sosok yang tengah berkutat dengan peralatan masak juga bahan untuk dimasak.

Dalam sekejap dia terhipnotis dengan apa yang dilakukan Abimanyu. Pria bisa memasak itu keren, menurut senja. Sekarang, di sinilah dia, tengah menunggu santapan juga menikmati pemandangan yang memanjakan mata.

"Aku tampan, kan?" tanya Abimanyu tanpa menoleh pada Senja.

Senja langsung menegakkan punggung, merasa terciduk.

"Aku tahu, jadi jangan melihatku seolah akan memakanku hidup-hidup," sambung Abimanyu, kini memutar badan lalu berjalan mendekati Senja dengan omlet yang dihias di piring, cantik.

Senja mencebik, dia menahan rasa malu dengan mengoceh tak jelas. Lalu, tiba-tiba satu pertanyaan muncul ke permukaan.

"Hei, kulkas! Kamu sudah punya kekasih?" tanya Senja saat Abimanyu baru saja mendudukkan diri di kursi kayu yang berhadapan dengannya.

Abimanyu langsung menatap Senja dingin. Dia tidak suka jika masalah pribadinya diusik.

"Bukan urusanmu, makan!" Suara Abimanyu seperti sebuah gertakan, sukses membuat Senja bungkam.

Dalam diam mereka menyantap hidangan. Rasa penasaran mulai hadir di benak Senja, sedangkan Abimanyu hatinya berkecamuk mendengar pertanyaan Senja. Dia belum pernah menjalin hubungan, tapi hatinya pernah tertawan oleh seseorang yang membuatnya trauma berhubungan dengan seorang gadis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status