Apa iya masih ad sosok suami setia seperti Daniel?
Martha datang pagi-pagi sekali karena dia memang ingin menengok keadaan cucu serta menantunya. Kemarin malam dia mencoba untuk menelepon Daniel dan baru tahu kalau ternyata putranya itu sedang dinas di luar kota selama 2 hari. Kemungkinan besar akan pulang nanti malam atau bahkan besok pagi."Nadia … Sean … kalian dimana?" Wanita paruh baya itu tampak celingukan dan segera meletakkan barang bawaannya. Sean yang mendengar suara sang nenek seketika langsung turun dari lantai atas. "Oma!" Sean dengan cepat langsung menubruk tubuh Martha dan memeluknya erat. "Oma kenapa baru datang ke sini sekarang?" Tanyanya karena dia memang merindukan anaknya itu."Duh, maaf ya. Oma akhir-akhir ini sibuk di butik. Jadi belum bisa nengokin cucu kesayangan ini," tutur Martha. Martha melirik ke arah sosok perempuan yang juga turun dari lantai atas. Nadia tersenyum tipis ketika melihat mertuanya itu dan langsung memeluknya erat."Mama apa kabar?""Baik! Baik! Kamu sendiri gimana, Nadia? Kok kelihatannya
Nadia lantas berbalik dan berniat untuk pergi. Tapi …Duk!Tanpa sengaja dia menabrak seseorang."Duh! Emangnya nggak bisa ya jalan pakai mata?!" Seseorang yang baru saja ditabraknya itu segera berucap dengan sinis.Nadia mengerutkan keningnya dan berniat untuk meminta maaf. Tapi saat pandangan mereka berdua saling bertemu, Nadia langsung terdiam."Kak Clarissa?" Entah karena kebetulan atau apapun itu, Nadia kembali bertemu dengan sosok perempuan yang merupakan rivalnya dan entah mengapa keadaan saat ini menjadi canggung."Elo? CK! Kenapa pas lagi liburan kayak gini aja harus ketemu sama elo sih?" Sungguh, ini adalah hari yang sial bagi Clarissa. Dia menatap penampilan Nadia dari bawah hingga atas dan tersenyum sinis. "Kok bisa sih ada pengemis yang masuk ke dalam mall? Kayaknya sekarang keamanannya udah nggak ketat lagi, ya?"Pertanyaan bernada mencemooh itu telah berhasil membakar sesuatu di dalam hati Nadia. Awalnya dia berniat untuk meminta maaf. Tapi ketika Clarissa menghardiknya
"Cih! Nyebelin banget," desis sosok wanita yang baru saja duduk sambil meletakkan barang-barang belanjaannya.Luna, sang sahabat tampak mengerutkan keningnya dan segera bertanya, "Lo kenapa kelihatan bete banget kayak gitu sih?"Clarissa memutar bola matanya dengan malas karena dia masih ingat dengan jelas kejadian beberapa waktu lalu dan rasanya hatinya itu masih terbakar."Gimana gue nggak kesel? Padahal gue pergi ke mall supaya bisa ngademin pikiran, tapi malah ketemu cewek sialan itu!""Maksud lo Nadia?""Iya lah! Emangnya siapa lagi cewek Sialan yang bikin gue emosi kayak gini selain dia?" Nafasnya masih ngos-ngosan dan kedua bola matanya itu terlihat memerah karena amarah yang masih belum bisa dipadamkan. "Gue nggak tahu inisial atau emang kebetulan, tapi dia ada di mall ini. Sekarang kayaknya orang udik udah nggak tahu diri, padahal buat makan aja susah tapi mereka sok-sokan buat pergi ke mall."Luna yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menyeruput minuma
Clarissa tersenyum licik dan perlahan mulai mendekatkan tubuhnya sambil berbisik untuk mengatakan semua rencananya itu.Mata Luna seketika langsung terbelalak dengan sempurna dan dia menarik tubuhnya kembali sambil memasang tatapan penuh keterkejutan. "Lo gila ya, Sa?! Kalau ketahuan gimana coba?""Ah, santai deh!" Clarissa mengibaskan tangannya dengan acuh. "Gue kan udah bilang, gue bakalan pakai cara yang cerdik. Gue nggak sebodoh itu sampai bikin kekacauan."Sebelum memutuskan untuk membuat rencana itu tentunya dia sudah memikirkan konsekuensinya nanti. Clarissa bukanlah orang yang bodoh dan tentu saja dia tak mau disalahkan nanti jika ada masalah yang terjadi.Luna menatap sahabatnya itu sambil menghela nafas berat. Rasanya percuma saja jika dia mencoba untuk bernegosiasi dengan sahabat karena Clarissa tak akan pernah mau mendengarkannya."Ya udah, gue mah ngikut aja deh."Clarissa tersenyum lega. Sekarang, dia hanya perlu menunggu waktu yang tepat untuk melakukan, dengan itu dia b
Bab 299. Chloe yang Licik Setelah Daniel selesai menelepon untuk memberikan kabar pada sang istri, dia langsung memutuskan panggilannya itu dan meletakkan ponselnya ke atas meja."Dion, bagaimana keadaan di luar?" Daniel segera melirik ke arah sang asisten pribadi yang berdiri tak jauh darinya. "Apa para wartawan masih berkumpul?" tanyanya lagi.Dion selaku sang asisten pribadi Itu tampak menganggukkan kepalanya perlahan dan jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam menyimpan rasa takut karena Daniel tetap bersikap tenang, tapi raut wajahnya itu memperlihatkan kemarahan yang pekat."Para wartawan masih berkumpul sepertinya mereka tidak akan pergi sebelum mendapatkan informasi dari Anda, Bos."Daniel menghela nafas berat dan meletakkan kedua tangannya itu di meja, lalu memangku dagunya. Dia tahu kalau kejadian seperti ini pasti akan terjadi dan tentu saja itu tak jauh dari rencana busuk Chloe."Bos, sekarang apa yang harus kita lakukan?" "Biarkan saja dulu. Kepulanganku terpaksa
Nadia mengaduk minuman di dalam gelasnya itu dengan pandangan kosong. Putri yang duduk tepat di hadapannya pun terlihat memandangnya dengan kebingungan."Nad, kamu ada masalah?"Nadia mengangkat pandangannya dan tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya."Kalau kamu emang gak ada masalah kenapa dari tadi malah bengong?""Uhm, nggak ada yang perlu dikatakan sih." Nadia masih mencoba untuk menutupi kebenarannya karena masalah ini menyangkut Daniel. "Cuma masalah keluarga aja," kilahnya."Oh … kalau kamu butuh tempat cerita jangan sungkan, ya."Nadia kembali menganggukkan kepalanya. Dia bersyukur karena memiliki teman seperti Putri. Walaupun memang saat ini sudah dekat, dia masih belum berniat untuk mengungkapkan yang sejujurnya."Woy, kenapa diem mulu dari tadi?" Tiba-tiba saja seseorang menepuk pundak Nadia dan ketika menoleh, dia mendapati sosok Alvin.Melihat hal yang kurang menyenangkan itu, Nadia langsung memutar bola matanya dengan malas dan menghela nafas. Tapi Alvin menang
"Nadia! Tunggu, Nad!" Putri yang sejak tadi mengikuti dari belakang itu tampak ngos-ngosan karena Nadia memang terus melangkahkan kakinya dengan perasaan kesal.Akhirnya Nadia menghentikan langkahnya dan menghela nafas berat sambil berbalik menatap teman barunya itu. "Maaf, Put. Kayaknya aku nggak bisa nemenin kamu pergi ke perpustakaan hari ini."Dengan perasaan yang sedang campur aduk dan masih merasa kesal akibat mendengar pernyataan cinta dari Alvin, Nadia tak bisa menutup mata serta telinganya karena saat ini dia memang merasa sangat kecewa akibat perbuatan pria slengean itu."Nadia, aku tahu kalau kamu pasti sekarang lagi terkejut banget kan? Nggak apa-apa, kamu nggak perlu minta maaf." Putri melihat teman barunya itu sedang dilanda masalah dan tentu saja dia tak akan mempermasalahkan sesuatu yang kecil seperti ini. "Kamu pulang aja dulu buat nenangin. Jangan lupa buat ngabarin aku nanti, ya?"Nadia menganggukkan kepalanya perlahan dan dia segera berlalu pergi meninggalkan Putri.
"Monica, ayo makan dulu." Dewi menepuk pelan pundak sosok wanita yang sedari tadi terus melamun.Monica mengangkat kepalanya, dia menggeleng pelan. "Belum lapar, Tante."Tak mudah baginya untuk kembali hidup seperti biasanya setelah tahu kalau ayahnya itu enggan memaafkannya. Monica juga dari awal sudah bisa menebaknya, tapi kenapa rasanya sesakit ini?"Kamu emang nggak ngerasa lapar. Tapi kesehatan yang paling penting." Dewi kembali mengingatkan, "Katanya kamu mau ketemu sama anakmu. Kamu mau berteman dengannya dalam keadaan kayak gini?"Degh!Ada perasaan nyeri yang muncul di dalam hatinya. Seketika langsung tertampar oleh kenyataan yang ada. Benar, seharusnya dia tak larut dalam rasa sedih. Ada Sean yang menunggunya, ada kebahagiaan di luar sana. Walaupun memang ayahnya itu sempat mengutuknya dan mewanti-wanti, Monica tak akan pernah bahagia.Dengan sedikit terpaksa, Monica mengaduk makanannya itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasanya hambar, seperti biasanya. Tapi kali ini