Ternyata emang banyak sekali ya cobaan untuk orang yang ingin berubah
"Tutup mulutmu sebelum aku merobeknya!" Seketika wanita berambut pendek itu langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Dia merasa sedikit takut ketika mendengar ancaman secara langsung keluar dari mulut Monica. Tapi tentu saja dia bukanlah orang yang bodoh dan mencoba untuk memanasi keadaan kembali."Mbak, lihat itu! Bisa-bisanya dia berlagak di hadapan kita? Ini nggak bisa dibiarkan!"Rina merasa terpancing dan dia juga setuju. Monica memang masih saja bersikap arogan dan bertingkah seolah belum menyadari kesalahannya sendiri.Namun Monica yang mendapatkan tatapan tajam justru memicingkan matanya. "Kenapa? Apa aku tak boleh membela diri di saat ada banyak orang yang sekarang sedang mencoba untuk meremehkanku?" Dia mengepalkan tangannya dengan erat karena perasaan marah yang semakin menyelimuti hatinya secara perlahan. "Nggak masalah kalau kalian membenciku. Tapi jangan pernah mencoba untuk membahas lagi masa laluku dan bahkan menyangkut pautkannya dengan anakku. Kalian nggak pernah tahu
"Halah! Cewek murahan kayak dia seharusnya nggak usah dijenguk! Palingan cuma ngabisin waktu sama tenaga aja. Harusnya dia dapat hukuman setimpal!"Monica yang mendengarnya merasa marah dan mengepalkan tangannya dengan erat. Dia menghentikan langkahnya sejenak dan berbalik menoleh para narapidana yang kini menatapnya dengan tajam serta mengolok-oloknya.Namun tentu saja dia bukanlah wanita yang mudah ditekan begitu saja. Monica justru tersenyum sinis dan mengejek, "Kenapa? Kalian iri padaku, ya?""Apa?!" Para tahanan itu seketika langsung berteriak secara bersamaan, mereka merasa tak terima karena diejek.Tapi sipir penjara dengan cepat langsung membentak dan meminta mereka semua untuk kembali tenang. Monica yang melihatnya semakin merasa menang, dia segera memalingkan wajahnya dan mengikuti langkah sipir penjara yang memanggilnya untuk segera pergi ke ruang pertemuan.Tapi tanpa dia sadari, Rina mengepalkan tangannya dengan erat dan membatin, 'Awas aja, dia pasti akan menyesal karena
"Sudahlah! Hadiah yang sudah kamu berikan ke orang lain, nggak boleh diambil lagi. Ingat itu!"Nadia menggelengkan kepalanya perlahan sambil tersenyum tipis. "Kalau gitu simpan aja, lain kali aku akan datang dan membawakannya lagi.""Nggak usah," tolak Monica. Dia menghela nafas berat dan mengangkat pandangannya itu sambil berkata, "Kalau mau beri hadiah, kasih sesuatu yang jauh lebih berguna, dong. Make up misalnya," tuturnya.Kening Nadia seketika langsung berkerut. Make up?"Buat apa kamu menginginkan set peralatan make up? Emangnya kamu mau merias diri di penjara?"Monica seketika langsung terdiam. Dia baru tersadar akan tempatnya saat ini dan entah mengapa ada perasaan yang mulai muncul di dalam hatinya."Ah, itu … maaf. Aku nggak bermaksud untuk mengatakan sesuatu yang menyakitimu." Nadia buru-buru minta maaf ketika menyadari ekspresi masam mulai menghiasi wajah Monica.Namun Monica dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya. "Nggak. Apa yang kamu katakan tadi memang benar ada
"Jadi sel-ku dipindahkan?" Monica menatap sipir penjara yang baru saja memberikan informasi padanya. "Kenapa tiba-tiba saja pindah?" tanyanya lagi.Monica tahu kalau dia memang sempat mengalami hal buruk, tapi rasanya aneh karena dia diperlakukan seperti ini."Beruntung kamu bisa pindah, coba kalau tidak? Sekarang, baik-baik lah dengan teman satu selmu supaya kejadian seperti tadi tidak terjadi lagi."Tak dapat jawaban yang memuaskan, Monica memilih untuk diam. Dia juga malas untuk berdebat terlalu lama. Sekarang, dia merasa senang karena akhirnya terbebas dari Rina.Saat perjalanan menuju sel barunya, Rina dan para narapidana lainnya tampak menatapnya dengan tajam. "Pasti dia menyuap sipir penjara, nggak mungkin dipindahkan gitu aja!"Monica perlahan mulai melambatkan langkahnya ketika kembali mendengarkan omong kosong keluar dari mulut Riska. Dia seketika langsung memicingkan matanya dan merasa sangat tak suka dengan perkataannya barusan."Jelas! Dia punya uang dan dari awal sampai
"Gimana tadi? Mama bilang kamu pergi ke penjara," tutur Daniel sambil menatap sosok sang istri yang kini duduk tepat di atas ranjangnya.Nadia menganggukkan kepalanya perlahan dan mulai menjelaskan semua situasi yang tengah terjadi. Dia juga tak lupa memberitahukan mengenai masalah Monica."Maaf kalau sebelumnya aku nggak minta izin padamu lebih dulu. Aku cuma merasa khawatir dan langsung meminta keringanan pada sipir penjara menggunakan kekuasaanmu." Jujur saja di dalam lubuk hatinya yang paling dalam Nadia merasa bersalah karena telah memutuskan sesuatu tanpa meminta persetujuan dari suaminya lebih dulu.Tapi tentu saja dia telah memikirkan segalanya dan tak mau membiarkan hal buruk kembali menimpa Monica. Paling tidak dengan membuat Monica berpindah sel, dia bisa menjalani masa hukuman tanpa perlu tersakiti.Daniel mengenal nafas perlahan dan dia kini berjongkok tepat di hadapan istrinya. "Nadia, kamu nggak perlu meminta maaf hanya karena melakukan hal ini. Justru aku merasa senang
Nadia melirik ke arah sosok pria yang kini duduk tepat di sampingnya. Dia tampak mengerutkan keningnya sedikit karena Daniel dari tadi tidak melakukan apapun, padahal dia sudah memikirkan berbagai hal yang semakin rumit di dalam kepalanya itu.'Apa dia nggak ada inisiatif untuk melakukan sesuatu?' batinnya.Bagaimanapun juga ini adalah malam pertama yang akan mereka habiskan setelah menikah dan tentu saja, Nadia merasa semakin gelisah.Dia meremas tangannya perlahan dan kembali melirik ke arah sosok pria di sampingnya yang kini tampak melepas arloji di pergelangan.Daniel yang merasa telah diperhatikan seketika langsung menoleh sambil mengerutkan. "Apa ada sesuatu yang mau kamu katakan?""Ah, enggak!" Nadia dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya. Dia merasa sangat malu. 'Mana mungkin aku mengatakannya secara langsung?! Ah! Kenapa dia nyebelin banget, sih?' batinnya kesal.Khusus malam ini, Nadia telah mempersiapkan berbagai hal. Dia membersihkan kamarnya dan merapikannya, lalu m
"Duh, gimana nih?" Nadia yang paling tampak melirik ke arah suaminya. Tapi Daniel justru tersenyum tipis seolah-olah ini bukanlah masalah yang begitu besar.Pria itu segera bangkit dari ranjang dan berjalan mendekati pintu. Dia lantas membukanya dan kini terlihat sosok bocah lelaki berdiri tepat di sana sambil memegang bantal gulingnya."Papa, Sean boleh tidur di sini?"Kening Daniel terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Pria itu lantas berjongkok sambil mengusap pelan kepala anaknya dan bertanya, "Kenapa? Apa Sean nggak bisa tidur?"Sean menganggukan kepalanya perlahan karena sejak tadi dia ketakutan akibat teringat dengan cerita horor yang sempat didengarnya ketika berada di sekolah."Boleh, kan, Pa?"Daniel terdiam sejenak. Pria itu justru melirik ke arah sang istrinya masih berada tepat di atas ranjang. Nadia yang tahu bahwa itu adalah kode dari suaminya seketika langsung menganggukkan kepalanya dan membiarkan putra sambungnya itu untuk ikut tidur bersama."Boleh,
"Kalau saja saat itu aku benar-benar menikah dengannya karena cinta, apa kami tak akan berakhir seperti sekarang?"Monica merenung selama beberapa saat, rasanya dia ingin menangis. Sekarang semuanya sudah terlambat dan menyesal pun percuma saja.Daniel telah menjadi milik wanita lain dan tampaknya dia sangat bahagia. Mana mungkin dia tega merusak pernikahan yang masih seumur jagung itu?Ketika dia sedang memikirkan itu tiba-tiba saja sosok wanita paruh baya yang tadi tengah tertidur, terbangun dan menatapnya. Monica langsung mengusap air mata yang mulai membasahi pipinya, dia mengerutkan keningnya dalam kebingungan.Perlahan wanita paruh baya itu bangkitan mendekatinya, malu tanpa basa-basi sedikit pun langsung duduk tepat di sampingnya."Kenapa malah duduk disini? Ini bukan–""Nak," potong wanita paruh baya itu sambil menoleh dan menatapnya lekat. "Kamu saat ini sedang menyesali semua perbuatanmu dulu dan membayangkan jika saja dulu tak melakukan kesalahan, benar kan?"Degh!Bagaimana