hayo ... ngaku siapa nih yang ikut bayangin si Daniel?
Bagaskoro memicingkan matanya dengan tajam ketika melihat suasana perusahaannya yang saat ini seketika langsung berubah sangat drastis semenjak kasusnya itu diangkat dan publik mulai menyorotnya.Dia segera meminta sang sopir untuk berhenti dan berkata, "Putar balik mobilnya sekarang juga!"Bagaskoro tahu dengan jelas bahwa kedatangannya ke kantor itu justru akan membuat suasana menjadi jauh lebih ricuh karena sekarang ada banyak karyawan yang mulai memutuskan untuk resign dan mereka terus-terusan demo. Wartawan juga semakin gencar mendatanginya dan itu membuatmu jadi semakin kesulitan.Sang sopir dengan cepat langsung menganggukkan kepalanya dan bersiap untuk memutar balik. Tapi sayangnya parah wartawan dan juga karyawan yang sejak tadi sudah menunggu mulai sadar. "Itu dia!" Salah satu karyawan langsung mengarahkan jari telunjuknya tepat ke mobil Bagaskoro.Seketika semua orang langsung menoleh dan berbondong-bondong berlari menuju mobil. Bagaskoro yang melihat itu langsung panik dan
Dion menghela nafas perlahan ketika mendengar semua perkataan Bagaskoro dan rasanya sulit baginya untuk bicara secara baik-baik karena pria itu terus saja mencoba untuk menyerangnya."Sekarang semua keputusan berada di tangan Anda dan saya yakin kalau Anda pasti bisa memikirkan secara baik-baik."Setelah Dion mengatakan itu, dia langsung melirik ke salah satu bawahannya dan memintanya untuk mendekat. Sang bawahan itu dengan patuh langsung mendekat dan memberikan sebuah dokumen yang sedari tadi memang sudah disiapkan. Tanpa basa-basi, Dion kembali berbalik menatap Bagaskoro dan berkata, "Di dalam dokumen ini berisi semua kejahatan Anda dan kami bisa menyebarkan dengan sangat mudah."Bagaskoro memicingkan matanya dengan tajam. Dia benci ketika ditekan seperti ini dan terus-terusan diancam. Rasanya dia ingin sekali merebut dokumen yang saat ini berada tepat di tangan Dion dan melenyapkannya. Tapi tentu saja itu bukanlah perkara yang mudah karena sekarang ada banyak bodyguard yang dibawa o
Monica menghitung hari dengan perasaan yang gelisah dan dipenuhi dengan rasa sakit karena ternyata tak mudah baginya untuk mengikhlaskan segalanya."5 hari lagi, sidang kedua akan dilaksanakan." Dia menghela nafas perlahan dan kembali duduk memojok sambil memeluk kedua kakinya. "Waktu terasa sangat lama," gumamnya lagi.Dia sudah memutuskan untuk tak lagi berjuang agar bisa keluar dari penjara karena bagaimanapun juga rasanya sangat sulit. Terlebih lagi dia sudah mengakui semua kejahatannya dan satu-satunya cara untuk menebus kesalahannya hanyalah dengan menerima semua hukuman."Kalau saja dulu aku tidak melakukan hal bodoh, mungkinkah hidupku tidak akan menyedihkan seperti ini?"Ketika Monica memikirkannya lagi, ternyata dia memang telah melakukan kesalahan yang begitu besar dan sulit untuk dimaafkan. Pantas saja sekarang ada banyak orang yang membencinya dan terus berbondong-bondong memintanya untuk segera dihukum."Sean, dia yang paling menderita karena kebodohanku." Monica tersenyu
"Tapi kenapa kamu begitu mudah mendapatkan simpati dari mereka?"Monica tahu dengan jelas seberapa sulitnya dulu mencari cara supaya bisa mendapatkan restu dari keluarga Daniel dan tentu saja itu sangat sulit karena pada akhirnya dia tetap saja tak diterima.Hanya saja juga sedikit beruntung karena mengandung anak Daniel, walaupun pada akhirnya tetap harus berpisah karena memang sedari awal dia tak menginginkan adanya seorang anak.Nadia terdiam ketika mendapatkan pertanyaan itu karena sejujurnya dia memang tidak tahu alasan mengapa diterima di dalam keluarga Daniel.Mungkin memang salah satu alasan yang paling kuat karena dia telah mengandung darah daging Daniel."Aku juga tidak tahu," jawabnya sambil menatap Monica dan membiarkan wanita itu memandangnya dengan tajam. "Semua ini terjadi begitu saja," tambahnya.Monica ikut terdiam setelah mendengar perkataan Nadia dan merasa kalau gadis itu memang tak berbohong padanya sama sekali. Ketika memikirkan itu, dia tiba-tiba saja merasa iri
"Nadia, kamu cantik sekali, Nak." Martha memegang kedua pundak gadis yang sebentar lagi akan menjadi menantunya itu sambil tersenyum tipis dan memujinya dengan tulus.Wajah Nadia pun seketika langsung dihiasi dengan gurat kemerahan karena salah tingkah dan dia juga turut menatap ke depan, tepat ke kaca yang memantulkan setengah badannya itu.Saat ini dia baru saja selesai dirias dan tentu saja penampilannya jadi sangat berubah karena Nadia yang hampir tak pernah memakai pakaian feminim itu, tampak sangat berbeda ketika menggunakan gaun pengantin dengan sedikit polesan make up yang anggun."Daniel pasti akan merasa sangat terkejut ketika melihat penampilanmu ini," tambah Martha.Dia memuji calon menantunya itu dengan tulus, tak ada sedikitpun kebohongan dari setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.Sean yang sejak tadi juga mengikuti sang nenek, kini terlihat melongo lebar ketika melihat penampilan Nadia. "Kakak cantik banget," pujinya.Nadia yang mendengar itu hanya bisa tertawa perla
"Maafkan, Ibu. Kamu harus ikut menderita seperti ini dan menjalani kehidupan yang tidak normal karena kesalahan Ibu."Ratna menatap lekat putrinya itu dengan pandangan penuh bersalah. Namun Nadia dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya karena dia tahu ini bukanlah kesalahan ibunya.Nadia kembali meremas lembut tangan ibunya dan berkata, "Bu, kenapa malah berpikiran seperti itu? Nadia sama sekali nggak menyalahkan Ibu atas semua kejadian ini dan Nadia juga tahu kalau ini bukan keinginan Ibu."Dia benci ketika melihat ibunya sedih seperti ini.Jika saja bisa, Nadia selalu ingin membuat ibunya itu tersenyum dan juga bahagia tanpa perlu memikirkan apapun lagi, sambil melanjutkan kehidupannya.Tapi memang masa lalu tak bisa dihapuskan begitu saja karena sampai saat ini pun, Ratna masih ingat dengan seluruh keluarga besarnya, walau dia memang telah dibuang seperti seonggong sampah yang tak berguna.Ratna menghembuskan nafasnya perlahan, begitu sesak dadanya dan sekarang dia hanya bisa
Perkataan Monica barusan telah berhasil membuat para wanita yang sempat menghinanya itu seketika langsung melototkan matanya. Mereka tak menyangka kalau hal ini akan terjadi karena Monica seharusnya sudah tak memiliki keberanian. Tapi apa ini?Kemarahan Monica justru terlihat sangat anggun karena setiap hal yang dikatakannya memang benar adanya."A-apa? Heh! Dasar wanita nggak tahu malu!"Mendengar hal itu, Monica justru tersenyum sinis karena merasa lucu dengan semua perkataan para wanita yang kini tengah mencoba untuk menjatuhkannya. Padahal sejak tadi dia mencoba untuk tidak memulai perdebatan, tapi ternyata mereka semua terus membuatnya merasa marah dan tentu saja dia tak akan diam.Apalagi sang putra mendengar hinaan mereka semua.Monica berbalik menatap anaknya yang sedikit ketakutan, dia memegang kedua bahunya dan berkata, "Sean, kamu pergi ke sana dulu, ya? Mama masih ada urusan sebentar."Sean terlihat sedikit ragu untuk mengikuti perintah ibunya itu. Namun ketika dia melihat
"Om tahu kamu datang ke sini untuk itu. Jadi jangan membuat masalah karena ini adalah acara yang begitu penting."Monica seketika langsung terdiam ketika mendengar hal itu dan entah mengapa ada sesuatu yang terasa begitu pahit mulai menyeruak ke dalam tenggorokan. Bagaimanapun juga rasanya sakit karena dulu dia tak pernah mendapatkan restu dan sampai saat ini pun masih dibenci.Dia menghela napas perlahan dan tersenyum tipis sambil mengangkat kepalanya itu untuk menatap Hendrawan. "Tanpa Om minta sekalipun aku nggak berniat untuk membuat masalah. Jadi Om bisa tenang," ujarnya."Apa Om bisa percaya?" Hendrawan menatap wanita itu dengan curiga. Dia tahu seberapa liciknya Monica."Iya," ujar wanita itu sambil menganggukkan kepalanya tanpa ragu sedikitpun. "Saya datang kemari semata-mata untuk bertemu Sean. Cuma itu saja," tambahnya sambil melirik kembali ke arah putranya yang duduk agak jauh dan tersenyum tipis. "Sean udah nunggu dari tadi. Jadi saya permisi," ujarnya lagi sambil berlalu