Seorang lawan bisa jadi kawan atau tidak nih akhornya?
"Tapi kenapa kamu begitu mudah mendapatkan simpati dari mereka?"Monica tahu dengan jelas seberapa sulitnya dulu mencari cara supaya bisa mendapatkan restu dari keluarga Daniel dan tentu saja itu sangat sulit karena pada akhirnya dia tetap saja tak diterima.Hanya saja juga sedikit beruntung karena mengandung anak Daniel, walaupun pada akhirnya tetap harus berpisah karena memang sedari awal dia tak menginginkan adanya seorang anak.Nadia terdiam ketika mendapatkan pertanyaan itu karena sejujurnya dia memang tidak tahu alasan mengapa diterima di dalam keluarga Daniel.Mungkin memang salah satu alasan yang paling kuat karena dia telah mengandung darah daging Daniel."Aku juga tidak tahu," jawabnya sambil menatap Monica dan membiarkan wanita itu memandangnya dengan tajam. "Semua ini terjadi begitu saja," tambahnya.Monica ikut terdiam setelah mendengar perkataan Nadia dan merasa kalau gadis itu memang tak berbohong padanya sama sekali. Ketika memikirkan itu, dia tiba-tiba saja merasa iri
"Nadia, kamu cantik sekali, Nak." Martha memegang kedua pundak gadis yang sebentar lagi akan menjadi menantunya itu sambil tersenyum tipis dan memujinya dengan tulus.Wajah Nadia pun seketika langsung dihiasi dengan gurat kemerahan karena salah tingkah dan dia juga turut menatap ke depan, tepat ke kaca yang memantulkan setengah badannya itu.Saat ini dia baru saja selesai dirias dan tentu saja penampilannya jadi sangat berubah karena Nadia yang hampir tak pernah memakai pakaian feminim itu, tampak sangat berbeda ketika menggunakan gaun pengantin dengan sedikit polesan make up yang anggun."Daniel pasti akan merasa sangat terkejut ketika melihat penampilanmu ini," tambah Martha.Dia memuji calon menantunya itu dengan tulus, tak ada sedikitpun kebohongan dari setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.Sean yang sejak tadi juga mengikuti sang nenek, kini terlihat melongo lebar ketika melihat penampilan Nadia. "Kakak cantik banget," pujinya.Nadia yang mendengar itu hanya bisa tertawa perla
"Maafkan, Ibu. Kamu harus ikut menderita seperti ini dan menjalani kehidupan yang tidak normal karena kesalahan Ibu."Ratna menatap lekat putrinya itu dengan pandangan penuh bersalah. Namun Nadia dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya karena dia tahu ini bukanlah kesalahan ibunya.Nadia kembali meremas lembut tangan ibunya dan berkata, "Bu, kenapa malah berpikiran seperti itu? Nadia sama sekali nggak menyalahkan Ibu atas semua kejadian ini dan Nadia juga tahu kalau ini bukan keinginan Ibu."Dia benci ketika melihat ibunya sedih seperti ini.Jika saja bisa, Nadia selalu ingin membuat ibunya itu tersenyum dan juga bahagia tanpa perlu memikirkan apapun lagi, sambil melanjutkan kehidupannya.Tapi memang masa lalu tak bisa dihapuskan begitu saja karena sampai saat ini pun, Ratna masih ingat dengan seluruh keluarga besarnya, walau dia memang telah dibuang seperti seonggong sampah yang tak berguna.Ratna menghembuskan nafasnya perlahan, begitu sesak dadanya dan sekarang dia hanya bisa
Perkataan Monica barusan telah berhasil membuat para wanita yang sempat menghinanya itu seketika langsung melototkan matanya. Mereka tak menyangka kalau hal ini akan terjadi karena Monica seharusnya sudah tak memiliki keberanian. Tapi apa ini?Kemarahan Monica justru terlihat sangat anggun karena setiap hal yang dikatakannya memang benar adanya."A-apa? Heh! Dasar wanita nggak tahu malu!"Mendengar hal itu, Monica justru tersenyum sinis karena merasa lucu dengan semua perkataan para wanita yang kini tengah mencoba untuk menjatuhkannya. Padahal sejak tadi dia mencoba untuk tidak memulai perdebatan, tapi ternyata mereka semua terus membuatnya merasa marah dan tentu saja dia tak akan diam.Apalagi sang putra mendengar hinaan mereka semua.Monica berbalik menatap anaknya yang sedikit ketakutan, dia memegang kedua bahunya dan berkata, "Sean, kamu pergi ke sana dulu, ya? Mama masih ada urusan sebentar."Sean terlihat sedikit ragu untuk mengikuti perintah ibunya itu. Namun ketika dia melihat
"Om tahu kamu datang ke sini untuk itu. Jadi jangan membuat masalah karena ini adalah acara yang begitu penting."Monica seketika langsung terdiam ketika mendengar hal itu dan entah mengapa ada sesuatu yang terasa begitu pahit mulai menyeruak ke dalam tenggorokan. Bagaimanapun juga rasanya sakit karena dulu dia tak pernah mendapatkan restu dan sampai saat ini pun masih dibenci.Dia menghela napas perlahan dan tersenyum tipis sambil mengangkat kepalanya itu untuk menatap Hendrawan. "Tanpa Om minta sekalipun aku nggak berniat untuk membuat masalah. Jadi Om bisa tenang," ujarnya."Apa Om bisa percaya?" Hendrawan menatap wanita itu dengan curiga. Dia tahu seberapa liciknya Monica."Iya," ujar wanita itu sambil menganggukkan kepalanya tanpa ragu sedikitpun. "Saya datang kemari semata-mata untuk bertemu Sean. Cuma itu saja," tambahnya sambil melirik kembali ke arah putranya yang duduk agak jauh dan tersenyum tipis. "Sean udah nunggu dari tadi. Jadi saya permisi," ujarnya lagi sambil berlalu
Semua orang tampak duduk di kursinya masing-masing. Suasana terasa sangat hikmat Karena kini acara pernikahan telah dimulai.Monica menatap lurus ke depan di mana mantan suaminya terlihat menggandeng Nadia dan duduk bersamaan. Saat ini dia bisa mendengar suara banyak orang yang berbisik menilai kebersamaan Nadia dan Daniel."Wah ternyata mereka berdua terlihat sangat serasi, ya?"Beberapa orang tampak mengangguk secara bersamaan. Nadia dan Daniel memang terlihat sangat serasi walaupun umur mereka berdua terpaut cukup jauh.Monica sendiri tak menepisnya karena dia bisa melihat ketulusan di mata Daniel dan tampaknya sangat mencintai Nadia. Ada perasaan sakit yang mulai berdenyut di dalam hatinya karena dia sampai saat ini memang masih belum bisa melupakan Daniel. Tapi Monica sendiri sadar bahwa dia juga tak akan pernah bisa bahagia jika bersama dengan orang yang salah.Seperti perkataan Nadia, suatu hari nanti pasti akan ada seseorang yang menggantikan kekosongan di dalam hati Monica. Wa
"Selamat atas pernikahan kalian." Para tamu kini mulai berbondong-bondong mengucapkan selamat pada sepasang pengantin yang baru saja sah jadi suami istri itu.Nadia dan Daniel saat ini masih sibuk menyalami beberapa tamu. Apalagi ada sekitar seribu orang yang datang, itu pun belum sepenuhnya karena memang acara pernikahan kali ini sengaja diadakan secara privat supaya tidak ada banyak gangguan.Daniel melirik ke arah sang istri dan terlihat mengerutkan keningnya. "Kamu kelihatan lelah, apa nggak sebaiknya kamu istirahat saja?""Ah, nggak apa-apa." Nadia menggelengkan kepalanya dengan cepat dan segera menambahkan, "Masa cuma kamu saja yang menyapa para tamu. Nanti apa yang akan mereka katakan tentang kita?"Bagaimanapun juga dia tak mau mengambil resiko yang bisa membuat nama baik suaminya itu jadi buruk. Terlebih lagi saat ini para tamu itu sedang menaruh perhatian padanya. Meskipun memang perutnya itu masih rata dan belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan secara jelas, para tamu tetap
Daniel membuka pintu kamarnya sambil mengendurkan kerah bajunya. Acara pernikahan berjalan dengan lancar dan dia kini telah pulang ke rumahnya.Sore tadi, Nadia pulang lebih dulu karena mengingat keadaannya yang tengah hamil dan tentu saja tak bisa berlama-lama sebab hal buruk bisa saja terjadi karena kelelahan.Suasana rumah sedikit sepi karena sudah malam. Daniel langsung menaiki tangga, menuju ke kamarnya.Samar-samar dia mendengar suara seseorang dari kamar. Tanpa ragu, Daniel langsung membuka pintu dan menatap sosok wanita yang kini telah sah menjadi istrinya itu."Nadia?!" Daniel segera mendekati gadis yang kini terduduk di sisi ranjang sambil meremas perutnya. "Apa yang terjadi? Bagian mana yang sakit?"Panik, itulah yang dirasakan oleh Daniel. Terlebih lagi, Nadia tampak sangat pucat seolah darah telah dikuras habis dari tubuhnya."Sa-sakit …" Nadia mendesis sambil menggigit bibir bawahnya. Perutnya tiba-tiba saja terasa sangat sakit dan dia tak bisa menahannya lagi. Keringat