Sudah update ya, selamat membaca
"Nadia, Daniel ... kalian udah datang?" Ratna melirik ke arah pintu ruangannya yang terbuka dan mengulas senyum tipis.Nadia berjalan mendekat bersama dengan Daniel. Sore ini mereka memang menyempatkan untuk datang ke rumah sakit agar bisa menjenguk Ratna dan melihat perkembangannya. Meskipun semua prosedur operasi sudah dilakukan dan Ratna telah berhasil melewati masa kritis hingga sadar kembali dari komanya, kondisi tubuhnya belum benar-benar pulih. Hingga akhirnya sampai saat ini pun Ratna masih diharuskan rawat inap."Ah, Ibu nggak usah berdiri." Nadia dengan cepat langsung mencegah ibunya itu yang berniat untuk turun dari ranjang. "Ibu duduk aja," tambahnya.Ratna menghela napas perlahan ketika melihat putrinya itu selalu saja mengkhawatirkannya. Padahal Ratna sendiri sangat yakin kalau keadaannya itu sudah pulih dengan sempurna."Ah, kamu ini ... Ibu udah bisa berdiri sempurna, kok."Nadia memasang tatapan tak suka karena Ratna selalu saja bertingkah seolah-olah dirinya baik-bai
Nadia menutup pintu ruangan dengan perasaan yang lega karena Ratna ternyata tak terlihat terlalu sedih setelah tahu mengenai Handoko."Semuanya baik-baik saja, kamu nggak perlu merasa khawatir lagi."Nadia menganggukkan kepalanya setuju ketika mendengar perkataan Daniel dan dia tersenyum tipis guna memperlihatkan rasa terima kasihnya itu. Daniel selalu saja membantunya dan bahkan tak berpikir dua kali meskipun namanya itu bisa saja tercoreng.Mereka berdua melangkahkan kakinya perlahan untuk pergi keluar dari rumah sakit. Sore ini cuaca terlihat bagus dan tak mendung sama sekali. Daniel terdiam sejenak sambil melirik ke arah arloji yang melingkar tepat di pergelangan tangannya, dia lantas berbalik menatap Nadia dan menawarkan, "Masih belum terlalu sore, gimana kalau jalan-jalan sebentar?""Jalan-jalan? Emangnya kamu nggak capek?" Nadia menatap Daniel dan tahu kalau sebenarnya pria itu pasti telah lelah selama beberapa hari belakangan ini karena masalah tak kunjung usai. Daniel menggel
"Ayo kita pulang sekarang." Nadia segera bangkit berdiri setelah dia merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Tak ada lagi rasa khawatir yang membuatnya jadi sedih. Rasanya beban yang selama ini ada dipundaknya sudah terangkat.Daniel mengangguk pelan, dia mengikuti langkah Nadia dan sesekali menatapnya. Ketika melihatnya tersenyum, Daniel juga ikut senang.Namun Nadia tiba-tiba saja hampir kehilangan keseimbangannya, dia memekik ketika kakinya tanpa sengaja menyandung batu.Untungnya Daniel dengan sigap langsung menangkapnya, "Hati-hati, kamu bisa jatuh."Jantung Nadia berdebar kencang. Bagaimana tidak? Saat ini jarak diantara mereka berdua sangat lah dekat. Bahkan Nadia bisa merasakan embusan napas hangat Daniel. "I-iya, lain kali aku akan berhati-hati." Nadia segera menarik tubuhnya kembali. Perasaan canggung muncul begitu saja sampai membuat dirinya jadi bingung.Daniel memandang gadis itu dengan perasaan campur aduk dan kini hanya bisa menggelengkan kepala perlahan. "Gimana jadiny
"Aku harap kamu akan memenangkan sidang kali ini," ujar Nadia sambil mengulas senyum tipisnya.Daniel mengangguk pelan, dengan semua hal yang sudah disiapkannya sebelumnya, dia yakin aka menang. Terlebih lagi dia sudah mendapat kabar dari salah satu bawahannya kalau Bagaskoro telah angkat tangan dari masalah yang sedang dialami Monica. Itu akan lebih menguntungkannya."Kamu tenang aja, aku akan melakukan yang terbaik.""Aku percaya kamu pasti bisa."Daniel tak menjawabnya, dia justru mengelus puncak kepala Nadia. Lalu tak lama kembali melirik arlojinya sejenak. Waktu terasa berjalan sangat cepat dan dia tak mau terlambat sama sekali."Hati-hati di jalan, ya?"Daniel mengangguk pelan, dia segera berlalu setelah berpamitan.Nadia menatap mobil yang mulai menjauh dari area pekarangan rumah. Jantungnya masih saja berdetak semakin kencang dan wajahnya itu kembali merona ketika mengingat sikap romantis yang di perlihatkan secara gamblang oleh Daniel. Dia kembali mengelus kepalanya sendiri da
Daniel keluar dari mobil setelah sopirnya itu berhenti tepat di pelataran pengadilan. Dia merapikan jasnya dan melirik ke arah sang asisten pribadi yang mendekatinya.Dion memberikan sapaan sejenak dan berkata, "Bos, sidang akan dilaksanakan sekitar 15 menit lagi."Daniel menganggukan kepalanya perlahan setelah mendengar informasi dari Dion. Ternyata dia masih bisa datang tepat waktu ke pengadilan sebelum dimulai dan rasanya masih ada sedikit hal yang perlu dia ingatkan pada kuasa hukumnya."Apa pengacara kita juga sudah datang?""Sudah, Bos. Pak Bara ada di dalam."Daniel yang mendengar itu seketika langsung melangkahkan kakinya menuju ke kantor pengadilan. Di sana dia melihat kuasa hukumnya itu sedang mengobrol dengan beberapa orang. Bara yang juga kebetulan melihat Daniel, seketika langsung meminta izin pada para lawan bicaranya untuk pergi lebih dulu.Bara mendekati Daniel sambil tersenyum tipis dan menyapanya. "Anda sudah siap?" Tanpa basa-basi sedikitpun, Daniel langsung menany
Daniel saat ini sudah ada di ruang persidangan. Ada banyak orang yang berkumpul termasuk beberapa wartawan karena tentu saja mereka semua ingin mendapatkan berita eksklusif mengenai masalah yang sedang terjadi saat ini.Dion mendekatkan tubuhnya sejenak dan segera memberikan informasi pada atasannya, "Kami sudah meminta salah satu wartawan untuk menyiarkannya secara online."Daniel yang mendengar itu hanya menganggukkan kepalanya perlahan karena ini memang tujuan utamanya agar tak ada satupun hal yang bisa disabotase oleh pihak Bagaskoro.Jika mantan ayah mertuanya itu masih berpikiran untuk melakukan hal licik, maka dia hanya bisa bermimpi saja.Pintu ruangan persidangan kembali terbuka dan kini menampakan sosok Monica. Ketika Monica melewati Daniel, Dia terlihat menyimpan amarah yang begitu besar dari sorot pandangannya.Tapi Daniel tak mempermasalahkan itu dan dia terus saja memasang raut wajah datar.Terserah apapun yang ingin dilakukan oleh Monica, dia sudah tak peduli lagi karena
"Tidak! Itu tidak benar!" Bagaskoro berteriak sambil menggelengkan kepalanya. Dia tak mau jadi tersangka kedua setelah Monica.Namun, Monica tak merasa takut sama sekali ketika dia melihat tatapan tajam itu. Dia sudah mencoba untuk jadi berani, melawan sekali seumur hidup adalah impiannya sejak lama.Meski dia memang harus berada di dalam penjara, setidaknya semua orang yang terlibat juga harus merasakan hal yang sama. Bukan dia saja.Dibalik keberaniannya itu, Monica tetap memiliki kebencian tersendiri pada Daniel. Apalagi mengingat mantan suaminya itu akan menikah lagi. Tapi percuma saja jika dia berpikir untuk mengalahkannya, mustahil.Daniel jelas akan mengoyaknya semakin hancur. Jadi, Monica hanya bisa memanfaat kebaikan Daniel. Para wartawan kini berbalik menatap Bagaskoro, tentu saja untuk mencari jawaban yang sebenarnya karena Monica sudah melemparkan bukti kuat."Tuan Bagaskoro, berikan pendapat Anda. Apa benar Anda memang terlihat masalah ini dari awal?"Para wartawan itu la
Nadia tersenyum tipis dan saat ini bisa bernapas dengan lega setelah dia melihat siaran langsung mengenai persidangan yang baru saja dilalui oleh Daniel."Syukurlah kalau semuanya baik-baik saja. Sepertinya pihak kami juga akan menang," lirihnya.Dia sempat merasa khawatir karena Daniel pagi tadi terlihat cukup tegang. Namun ternyata tetap berhasil dan kini semua tuduhan buruk yang sempat mengarah padanya langsung berbalik.Dia kembali tersenyum dan melirik ke arah bocah lelaki yang tidur di pangkuannya itu. "Sean, mulai sekarang kamu nggak perlu merasa khawatir lagi, Nak."Di saat yang sama suara sebuah mobil berhenti di pelataran rumah terdengar. Nadia mengerutkan keningnya sejenak dan ternyata dugaannya itu memang benar karena seseorang yang baru saja pulang adalah Daniel.Daniel melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dan pria itu mempercepat langkahnya ketika melihat Nadia. Dia melirik ke arah putranya yang tidur tepat di pangkuan Nadia dan bertanya, "Sejak kapan dia tidur?""B