Seorang ibu tiri, bisa juga memiliki hati seperti malaikat loh
"Sean kamu harus makan dulu," bujuk Martha. Cucunya itu sejak tadi tak mau membuka mulutnya sama sekali.Alhasil sarapan masih tertata dengan rapi dan tak berkurang sama sekali.Sean menggelengkan kepalanya, dia masih saja keras kepala.Martha yang melihat itu pun hanya bisa menghela nafasnya perlahan karena dia sudah mulai merasa lelah untuk membujuk cucunya itu. Bukannya merasa marah, namun dia justru khawatir karena Sean belum mengisi perutnya sama sekali. "Sean, cuma satu sendok aja, ya? Kamu harus makan."Lagi, Sean menolak. Namun di saat yang sama, pintu ruangan terbuka dan menampakan sosok Nadia serta Daniel.Sean dan Martha seketika langsung menoleh. Mata Sean langsung berubah berbinar senang ketika melihat Nadia, dia berniat untuk bangkit tapi langsung dicegah oleh neneknya.Mau tak mau, Sean hanya bisa berada di ranjang dan memanggil Nadia. "Kak, kenapa baru kesini?"Semalam, Nadia memang pulang ke rumah karena itu adalah perintah dari Daniel dan dia tak bisa membantahnya sa
"Ada Nenek, Kakek dan Papa kamu. Mereka semua akan menjaga kamu."Nadia tahu dengan jelas Bagaimana rasa trauma karena ternyata seseorang yang seharusnya menjaganya dengan baik justru berniat untuk melukainya.Wajar bagi Sean karena dia merasa tak nyaman dan takut jika dunia luar akan berbahaya untuknya.Nadia mengelus kepala bocah lelaki itu kembali. "Kamu mau, 'kan?"Perlahan, Sean mengangguk. Setelah membujuk susah payah dibujuk, akhirnya bocah lelaki itu menurut.Namun dia kembali menatap mata dan berkata, "Tapi Sean mau disuapi sama Kak Nadia."Martha yang menyadari hal itu dengan cepat langsung menoleh ke arah calon menantunya dan tersenyum tipis sambil menyerahkan sepiring makanan milik Sean. "Ini Nadia, tolong kamu suapi Sean, ya?""Iya, Tante." Tanpa menolaknya, Nadia langsung menerima dan kini duduk tepat di samping ranjang Sean, setelah wanita paruh baya itu beranjak berdiri.Dengan cekatan, dia mulai menyuapi Sean dan berusaha mencairkan suasana dengan mengajaknya bicara me
Nadia tampak keluar dari ruangan Sean. Di dalam sana, Martha sudah menemaninya.Gadis itu tampak mengangkat wajahnya dan berbalik menatap Daniel. Namun dia tak mengatakan sepatah kata pun.Hendrawan yang bersama putranya tampak menepuk pelan pundak Daniel dan memberikan kode pada pria itu untuk mengajak bicara calon istrinya.Daniel yang memahami kode itu pun segera menganggukkan kepalanya dan beralih mendekati Nadia yang kini sudah duduk di kursi.Pria itu duduk tepat di sampingnya, dia menatapnya lekat sebelum akhirnya bicara, "Nadia," panggilnya. Ketika gadis itu menoleh, dia kembali menambahkan, "Ada yang ingin aku bicarakan."Nadia mengerutkan ke dunia tak mengerti. Tapi dia juga merasa sangat penasaran dengan hal yang ingin dikatakan oleh Daniel."Mengenai pernikahan kita--""Untuk masalah pernikahan seperti nyata etis rasanya kalau kita memikirkan hal ini sekarang," potong Nadia, ketika dia sadar hal yang ingin dikatakan oleh Daniel.Ada banyak hal yang saat ini menjadi pertimba
"Aku nggak mungkin berpikir mesum kayak gitu! Jangan menuduhku yang nggak jelas!"Nadia memalingkan wajahnya karena marah. Namun, Daniel justru tersenyum tipis.Disaat yang sama, tiba-tiba saja ada telepon yang masuk ke ponsel Daniel. Mau tak mau, pria itu harus mengangkatnya. Sedangkan Nadia masih saja memasang tatapan kesal karena diejek.Dia segera berdiri setelah meraih ponselnya itu dan meletakkannya tepat di telinga kanannya. "Halo, Dion. Ada masalah?"Dion yang berada di ujung telepon sana tampak cemas. Bagaimana tidak? Ternyata masalah belum selesai dan kini nenek sihir yang dibencinya kembali melakukan trik licik."Bos, ada masalah besar. Lihat berita dari link website yang saya kirim," ujarnya.Ting!Pesan Dion akhirnya masuk ke ponsel Daniel. Dengan cepat, dia langsung membuka isi pesan itu dan seketika matanya membulat dengan sempurna. Sebuah berita konyol telah diterbitkan dan sudah jelas pelakunya adalah Monica."Wanita ini masih saja berpikir untuk mencari celah," desis
"Bisa-bisanya dia memutar balikan fakta dan membuat berita seolah kamu sengaja memisahkan dia dengan Sean." Siapapun yang melihat berita itu pasti akan beranggapan buruk mengenai Daniel. Nadia mengepalkan tangannya dengan erat, merasa semakin kesal karena Monika tak berhenti setelah tabiat aslinya itu diketahui oleh keluarga Aditama.Daniel yang melihat kemarahan di wajah Nadia, justru tersenyum tipis. Dia menghela nafas perlahan dan langsung mengelus pelan pundak Nadia. "Kamu nggak perlu melakukan hal seperti itu karena aku yang akan menyelesaikan masalahnya sendiri.""Tetap aja kamu butuh bantuan," sela Nadia. "Ungkapkan saja semua buktinya ke publik, dengan itu kita bisa membungkam mulut orang-orang yang saat ini sedang membicarakan kamu."Daniel yang berdiri tepat di depan Nadia, bisa merasakan kemarahan yang membara di dalam hati gadis itu. "Aku memang berniat untuk melakukan itu," ujar Daniel tenang. Sorot matanya itu bagaikan sungai yang mengalir dengan lembut. "Tapi sebelum it
"Kamu sendiri juga tahu dengan siapa saat ini kita berurusan, bukan?"Monica merasa merinding ketika mendengar penuturan ayahnya. Dia tahu bahwa keputusannya itu kurang tepat untuk mencari masalah dengan Daniel. Tapi tetap saja, dia tak ingin disalahkan oleh apapun yang telah terjadi sekarang. Wanita itu melipat kedua tangannya tepat di depan dada, "Kalau dia nggak tergoda dengan gadis kampungan itu dan berniat untuk menikahinya, aku juga nggak akan melakukan hal seperti ini." Dia berbalik menatap Bagaskoro dan kembali berkata, "Ayah sudah tahu soal ini."Selama ini dia tak pernah melihat sikap putrinya yang begitu terang-terangan membenci seseorang. Ada perasaan aneh yang kini mulai muncul di dalam hati Bagaskoro. 'Dia memang darah dagingku,' batinnya.Semua orang tahu bagaimana tabiatnya. Bagaskoro memang terkenal sebagai pria yang keras, bahkan pada keluarganya sendiri.Itulah sebabnya dia tak memiliki hubungan yang dekat dengan Monica, karena sejak lama memang saling bertentangan d
"Dion, bagaimana dengan kondisi perusahaan?" Daniel yang sedang berjalan menuju ke ruangan kerjanya itu segera melontarkan pertanyaan pada asistennya. Dia sudah bisa menebak bahwa kondisi perusahaan pasti akan mengalami sedikit masalah mengingat berita yang saat ini tengah tersebar luas.Dion mengangguk pelan, "Beberapa investor protes karena harga saham kita sekarang naik turun."Dion menghela napas berat. Untungnya dia kini telah sampai di ruang kerjanya. Masalah kali ini memang tak bisa dibiarkan saja. Akan ada lebih banyak rumor jika dia tak segera memberikan klarifikasi. Bahkan Monica bisa saja menambahkan bensin ke atas kobaran api, agar masalah semakin membesar dan membuatnya untung.Daniel berbalik, menatap sosok pria bertubuh tegap dengan kemeja biru mudanya. "Dion, kumpulkan semua bukti."Dion terdiam sesaat. Namun dia mengerti maksud dari perkataan atasannya barusan dan bukti yang diinginkannya itu merupakan hal-hal buruk yang telah dilakukan oleh Monica."Tahan bukti-bukti
Bagaskoro menatap anaknya itu yang kini terlihat cemburu. Dia tak banyak bicara lagi. Setidaknya masalah mengenai perusahaan kini telah berhasil ditangani. "Terserah apa yang mau kamu lakukan," ujarnya lirih. Dia menghela napas perlahan dan menambahkan, "Tapi jangan sampai membuat perusahaan rugi."Monica terkekeh pelan. Sungguh lucu ayahnya ini. Bahkan disaat yang genting seperti ini, Bagaskoro masih saja memikirkan soal perusahaan. "Iya," jawab Monica. Sorot matanya terlihat sedikit kecewa. Meski dia sudah tahu tabiat ayahnya, tetap saja ini cukup membuatnya sakit hati. "Ayah tenang aja. Selama Ayah bantu aku, nggak akan ada masalah yang terjadi."Bagaskoro mengangguk-anggukkan kepalanya perlahan. "Ya sudah." Dia berbalik pergi, namun sebelum langkahnya itu menjauh, dia berhenti melangkah dan berbalik lagi, "Kamu harus berguna, Monica."Ada ketidaksukaan yang muncul di kilatan mata Monica. Dia hanya diam, memilih untuk membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah jendela. Namun, tangan
"Bagaimana perasaan kamu? Apa sudah lega?" Daniel bertanya pada Nadia yang saat ini memakai gaun berwarna marron, yang membuat dia nampak elegan.Nadia menghela nafas panjang dan kemudian menarik kedua sudut bibirnya. "Tentu saja, rasanya plong banget!" ucapnya dengan mata berbinar.Daniel tersenyum lega juga, karena bahagia Nadia tentu bahagianya juga. "Aku nggak mau lagi keras kepala deh! Yang kamu bilang, memang bener banget!" Nadia kecuali berucap, dia menyesalkan kejadian di kampus. Jika saja dulu dia mengikuti perkataan Daniel, tentu kejadian memalukan dan menyesakkan di kampus itu tak akan pernah terjadi. Keras kepala Nadia ternyata berakhir dengan derita saat ini. Daniel mengacak sedikit rambut Nadia karena merasa sangat gemas saat itu. Tak ayal hal itu langsung membantu Nadia protes. "Duh jail banget sih!? Kalau sampai riasan ini rusak, kamu harus tanggung jawab!" seru Nadia kesal. Daniel malah terkekeh dan malah memencet hidung Nadia. "Salah sendiri menggemaskan! Nanti m
"Kak, aku ingin bicara sama kamu. Penting."Pagi itu, Nadia menemui Alvin ketika kelas belum dimulai.Alvin menarik sudut bibirnya, senyum manis terpancar disana. "Tumben. Ok! Mau kapan?"Dari raut wajahnya nampak jika saat ini Alvin merasa sangat senang.Pemuda itu pun sebenarnya bingung tetapi juga bercampur dengan rasa bahagia. Selama ini Nadia selalu saja menghindar darinya, tetapi kini malah sang gadis pujaan hati itu mengajaknya bicara. Ini bukan mimpi kan?"Sekarang! Ayo!" Nadia yang masih nampak kecewa dengan wajah seriusnya pun langsung berjalan tanpa memperdulikan banyak mata yang sampai saat ini masih nampak menatap sinis padanya. Tanpa banyak tanya lagi Alvin pun mengekori dari belakang."Lo mau ngajak gue kemana sih?" tanya Alvin ketika Nadia malah menuju ke area parkiran. "Kenapa ngobrolnya nggak di tempat yang privat aja?"Nadia mendengus kasar dan sesaat menoleh sebentar ke belakang. " Jangan banyak tanya! Bentar lagi sampai!" Kemudian dia pun meneruskan langkahnya.S
"Daniel! Mengapa kamu merahasiakan semua ini dari mama dan papa?" Ketika Daniel baru saja sampai di rumah, Martha dan Hendrawan pun langsung menghampiri putranya itu. Mengejar dengan banyak pertanyaan yang intinya mereka merasa tak suka jika Daniel terus menyembunyikan apa pun tentang Nadia."Rahasia ap---" Daniel mencoba mengelak karena memang sebenarnya dia belum mengerti, beberapa hal yang terjadi di kantor membuatnya harus sedikit melupakan tentang yang terjadi di rumah.Martha langsung memotong ucapan anaknya itu. " Nadia di teror dan difitnah seperti itu, tapi kenapa sepertinya kamu malah tenang tenang saja?" Wanita tua itu tak dapat menyembunyikan raut wajahnya yang khawatir. Nadia menghampiri ketiga orang yang masih berdiri di ambang pintu itu, ada rasa tak enak karena sang suami menjadi bahan kemarahan orang tuanya karena dia."Maaf, tadi aku memang sudah menceritakan semuanya pada Mama," tukas Nadia yang seperti biasa malah merasa bersalah.Daniel menarik kedua sudut bibir
"Apa aku sekarang juga harus mengatakan semuanya ya?" Nadia makin bimbang saat ini. Dua pilihan yang nyatanya membuat dia merasa sangat dilema. Pilihan A akan membuat semua orang di kampus mengetahui jati dirinya dan itu berarti akan membuat semua orang mengetahui jika dia bukan dari kalangan biasa. Tetapi dengan begitu justru akan membuat dia lebih tenang menjalani perkuliahan. Sedangkan pilihan B, dengan diam dan membiarkan semua orang menganggapnya misterius, justru mungkin akan membuat berita keliru itu semakin menjadi-jadi saja. Sempat terbersit dalam pikiran Nadia untuk tak lagi melanjutkan kuliah dan fokus pada keluarganya. Tetapi itu sama saja artinya dengan dia menghapus mimpi dan cita-cita yang dulu pernah dia pupuk semenjak kecil."Kenapa kamu terlihat sedih, Sayang?"Ketika Nadia sendang melamun seperti itu, terdengar suara lembut Martha. Sang mertua yang baik hati itu ternyata kini sudah berada tepat di sampingnya."Ah Mama." Dengan sigap Nadia pun langsung menyalami
Putri mengepalkan tangannya dengan arah ketika merasakan sesuatu mulai terbakar di hatinya. Dia tak terima sama sekali setelah mendengar perkataan Alvin dan itu sudah berhasil membuat hatinya sangat sakit."Kak Alvin kenapa masih belain dia? Nadia itu …" Putri merasa tak kuasa untuk melanjutkan ucapannya, dia hanya bisa menahan diri dan memalingkan wajahnya.Namun Alvin tahu dengan jelas apa yang ingin dikatakan oleh Putri dan dia dengan cepat pun langsung menegaskan segalanya sambil meraih tangan kanan Nadia. "Nggak peduli gimana masa lalunya, gue bakalan tetap suka sama dia dan perasaan ini nggak bakalan berubah," tuturnya.Nadia terlihat sedikit kaget ketika mendapatkan perlakuan itu dan tentu saja dia sekarang berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Alvin.Perkataan Alvin barusan terlalu berlebihan dan mengisyaratkan bahwa dia akan melakukan apapun demi bisa mendapatkannya.Nadia merasa kalau ini semua tak benar dan dia harus kembali meluruskannya. Tapi yang paling penting
"Jangan bawa-bawa namaku untuk memvalidasi akal busukmu!"Putri dan Alvin seketika langsung menoleh, mereka berdua mendapati sosok Nadia. Nadia berjalan mendekat dengan langkah yang dipenuhi dengan amarah. Sudah cukup rasanya karena sejak tadi dia memang telah mendengarkan perkataan Putri dan itu sudah berhasil membuatnya merasa sangat kecewa karena sempat menganggapnya sebagai teman."Aku pikir kamu nggak pernah memiliki niatan buruk untuk menghancurkanku sampai seperti ini, Put. Aku pikir kamu benar-benar menganggapku sebagai teman. Tapi apa?"Putri terlihat kaget, tapi dia dengan cepat langsung mengelaknya. "Ngomong apaan sih?! Jangan–""Aku sudah punya buktinya dan aku bahkan juga tahu kalau kamu membayar seseorang untuk mencelakaiku, kan?" Bersamaan dengan perkataannya itu, Nadia segera memberikan bukti-bukti yang akurat dan menambahkan, "Aku nggak nyangka kalau kamu bisa bertindak seperti ini untuk menghancurkanku. Apa aku pernah melakukan kesalahan padamu?"Hubungan keduanya da
"Bawa orangnya ke hadapan Bos!" Dion segera memerintahkan setelah dia berhasil menangkap pelaku yang sedari awal memang dicurigai telah meneror Nadia.Dua pasang bodyguard yang memang sudah berhasil menangkap pelakunya itu pun segera mematuhi perintah dari Dion, mendekat ke sebuah kereta versi berwarna hitam pekat.Nadia dan Daniel sedari tadi sudah menunggu tepat di dalam mobil. Jantung Nadia terasa berdetak semakin kencang karena memang dia sangat ingin tahu pelaku yang telah tega membuatnya jadi dibenci banyak orang.Suara ketukan di kaca mobil telah menyadarkan Daniel dan Nadia. Daniel melirik ke arah sang istri sambil meremas tangannya perlahan karena dia tahu dengan jelas bagaimana perasaan Nadia. Dia mencoba untuk tetap kuat dan juga tegar sambil tersenyum tipis, "Semuanya pasti baik-baik aja, Nadia. Keinginan kamu terkabul dan kita berhasil menangkap pelakunya. Kamu sudah siap untuk melihatnya?""Iya," jawab Nadia dengan singkat. Pandangan matanya itu terlihat semakin tajam dan
"Itu orangnya! Bener kan dia? Wah gila … nggak nyangka banget kalau dia cewek kayak gitu," tutur salah satu mahasiswa sambil menatap Nadia dan memandangnya dengan tajam.Nadia yang kebetulan sedang melangkahkan kakinya setelah dia sampai di kampus itu pun tampak mengerutkan kening karena sadar saat ini menjadi bahan omongan.Ketika Nadia sedang merasa bingung seperti itu tiba-tiba saja seseorang menarik tangannya, membawanya ke tempat yang sedikit sepi."Kak Alvin? Lepasin!""Gue nggak bakalan lepasin lo di sini sebelum kita bisa bicara berdua," tolaknya. Alvin lantas mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan sadar bahwa sekarang tak ada terlalu banyak mahasiswa yang sedang memperhatikan. Dia langsung berbalik untuk menatap Nadia dengan lekat dan berkata, "Lo … ngapain lo malah datang ke kampus?""Apa?" Nadia merasa bingung dengan pertanyaan yang baru dilontarkan oleh Alvin dan sontak saja dia mencoba untuk menepis tangan pria itu karena tak suka jika disentuh seenaknya. "Kenapa pula
"Cukup!" Putri langsung memotong perkataan Nadia. Napasnya memburu naik turun bersamaan dengan emosi yang semakin menggebu-gebu. "Padahal aku baru aja maafin kamu, tapi sekarang malah kayak gini lagi. Kalau kamu emang nggak percaya, mendingan kita nggak usah temenan lagi aja."Sesuatu terasa sakit di dalam hati Nadia karena memang selama ini temannya hanyalah Putri.Tapi dia tak mencegahnya sama sekali dan melepaskan cengkramannya dari pergelangan tangan Putri. Selalu meremas tangan kanannya sendiri dan menekan perasaannya sampai mengangkat kepalanya setelah sudah siap, "Maaf, aku harusnya emang nggak merasa curiga kayak gini. Tapi aku juga nggak akan memaksa kamu untuk tetap berteman denganku.""Oh?" Putri terlihat sedikit terkejut. Tapi dia kini tertawa sinis. "Harusnya dari awal aku dengerin perkataan teman-teman yang lain aja. Kamu emang nggak sepantasnya punya teman apalagi ada di kampus ini," tambahnya.Nadia seperti mendengar suara hatinya retak. Kenapa Putri sampai mengatakan h