Trauma pada seorang anak kecil, memang sungguh sangat sulit untuk dihilangkan.
Nadia tampak keluar dari ruangan Sean. Di dalam sana, Martha sudah menemaninya.Gadis itu tampak mengangkat wajahnya dan berbalik menatap Daniel. Namun dia tak mengatakan sepatah kata pun.Hendrawan yang bersama putranya tampak menepuk pelan pundak Daniel dan memberikan kode pada pria itu untuk mengajak bicara calon istrinya.Daniel yang memahami kode itu pun segera menganggukkan kepalanya dan beralih mendekati Nadia yang kini sudah duduk di kursi.Pria itu duduk tepat di sampingnya, dia menatapnya lekat sebelum akhirnya bicara, "Nadia," panggilnya. Ketika gadis itu menoleh, dia kembali menambahkan, "Ada yang ingin aku bicarakan."Nadia mengerutkan ke dunia tak mengerti. Tapi dia juga merasa sangat penasaran dengan hal yang ingin dikatakan oleh Daniel."Mengenai pernikahan kita--""Untuk masalah pernikahan seperti nyata etis rasanya kalau kita memikirkan hal ini sekarang," potong Nadia, ketika dia sadar hal yang ingin dikatakan oleh Daniel.Ada banyak hal yang saat ini menjadi pertimba
"Aku nggak mungkin berpikir mesum kayak gitu! Jangan menuduhku yang nggak jelas!"Nadia memalingkan wajahnya karena marah. Namun, Daniel justru tersenyum tipis.Disaat yang sama, tiba-tiba saja ada telepon yang masuk ke ponsel Daniel. Mau tak mau, pria itu harus mengangkatnya. Sedangkan Nadia masih saja memasang tatapan kesal karena diejek.Dia segera berdiri setelah meraih ponselnya itu dan meletakkannya tepat di telinga kanannya. "Halo, Dion. Ada masalah?"Dion yang berada di ujung telepon sana tampak cemas. Bagaimana tidak? Ternyata masalah belum selesai dan kini nenek sihir yang dibencinya kembali melakukan trik licik."Bos, ada masalah besar. Lihat berita dari link website yang saya kirim," ujarnya.Ting!Pesan Dion akhirnya masuk ke ponsel Daniel. Dengan cepat, dia langsung membuka isi pesan itu dan seketika matanya membulat dengan sempurna. Sebuah berita konyol telah diterbitkan dan sudah jelas pelakunya adalah Monica."Wanita ini masih saja berpikir untuk mencari celah," desis
"Bisa-bisanya dia memutar balikan fakta dan membuat berita seolah kamu sengaja memisahkan dia dengan Sean." Siapapun yang melihat berita itu pasti akan beranggapan buruk mengenai Daniel. Nadia mengepalkan tangannya dengan erat, merasa semakin kesal karena Monika tak berhenti setelah tabiat aslinya itu diketahui oleh keluarga Aditama.Daniel yang melihat kemarahan di wajah Nadia, justru tersenyum tipis. Dia menghela nafas perlahan dan langsung mengelus pelan pundak Nadia. "Kamu nggak perlu melakukan hal seperti itu karena aku yang akan menyelesaikan masalahnya sendiri.""Tetap aja kamu butuh bantuan," sela Nadia. "Ungkapkan saja semua buktinya ke publik, dengan itu kita bisa membungkam mulut orang-orang yang saat ini sedang membicarakan kamu."Daniel yang berdiri tepat di depan Nadia, bisa merasakan kemarahan yang membara di dalam hati gadis itu. "Aku memang berniat untuk melakukan itu," ujar Daniel tenang. Sorot matanya itu bagaikan sungai yang mengalir dengan lembut. "Tapi sebelum it
"Kamu sendiri juga tahu dengan siapa saat ini kita berurusan, bukan?"Monica merasa merinding ketika mendengar penuturan ayahnya. Dia tahu bahwa keputusannya itu kurang tepat untuk mencari masalah dengan Daniel. Tapi tetap saja, dia tak ingin disalahkan oleh apapun yang telah terjadi sekarang. Wanita itu melipat kedua tangannya tepat di depan dada, "Kalau dia nggak tergoda dengan gadis kampungan itu dan berniat untuk menikahinya, aku juga nggak akan melakukan hal seperti ini." Dia berbalik menatap Bagaskoro dan kembali berkata, "Ayah sudah tahu soal ini."Selama ini dia tak pernah melihat sikap putrinya yang begitu terang-terangan membenci seseorang. Ada perasaan aneh yang kini mulai muncul di dalam hati Bagaskoro. 'Dia memang darah dagingku,' batinnya.Semua orang tahu bagaimana tabiatnya. Bagaskoro memang terkenal sebagai pria yang keras, bahkan pada keluarganya sendiri.Itulah sebabnya dia tak memiliki hubungan yang dekat dengan Monica, karena sejak lama memang saling bertentangan d
"Dion, bagaimana dengan kondisi perusahaan?" Daniel yang sedang berjalan menuju ke ruangan kerjanya itu segera melontarkan pertanyaan pada asistennya. Dia sudah bisa menebak bahwa kondisi perusahaan pasti akan mengalami sedikit masalah mengingat berita yang saat ini tengah tersebar luas.Dion mengangguk pelan, "Beberapa investor protes karena harga saham kita sekarang naik turun."Dion menghela napas berat. Untungnya dia kini telah sampai di ruang kerjanya. Masalah kali ini memang tak bisa dibiarkan saja. Akan ada lebih banyak rumor jika dia tak segera memberikan klarifikasi. Bahkan Monica bisa saja menambahkan bensin ke atas kobaran api, agar masalah semakin membesar dan membuatnya untung.Daniel berbalik, menatap sosok pria bertubuh tegap dengan kemeja biru mudanya. "Dion, kumpulkan semua bukti."Dion terdiam sesaat. Namun dia mengerti maksud dari perkataan atasannya barusan dan bukti yang diinginkannya itu merupakan hal-hal buruk yang telah dilakukan oleh Monica."Tahan bukti-bukti
Bagaskoro menatap anaknya itu yang kini terlihat cemburu. Dia tak banyak bicara lagi. Setidaknya masalah mengenai perusahaan kini telah berhasil ditangani. "Terserah apa yang mau kamu lakukan," ujarnya lirih. Dia menghela napas perlahan dan menambahkan, "Tapi jangan sampai membuat perusahaan rugi."Monica terkekeh pelan. Sungguh lucu ayahnya ini. Bahkan disaat yang genting seperti ini, Bagaskoro masih saja memikirkan soal perusahaan. "Iya," jawab Monica. Sorot matanya terlihat sedikit kecewa. Meski dia sudah tahu tabiat ayahnya, tetap saja ini cukup membuatnya sakit hati. "Ayah tenang aja. Selama Ayah bantu aku, nggak akan ada masalah yang terjadi."Bagaskoro mengangguk-anggukkan kepalanya perlahan. "Ya sudah." Dia berbalik pergi, namun sebelum langkahnya itu menjauh, dia berhenti melangkah dan berbalik lagi, "Kamu harus berguna, Monica."Ada ketidaksukaan yang muncul di kilatan mata Monica. Dia hanya diam, memilih untuk membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah jendela. Namun, tangan
Nadia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan rawat inap Ratna. Dia segera menutup pintu rapat-rapat dan menghela nafasnya perlahan. Ada perasaan sesak yang kini mulai muncul di dalam hatinya karena dia selalu saja membuat ibunya itu merasa khawatir.Di saat tengah menundukkan kepalanya tiba-tiba saja dia mendengar suara seorang pria yang mulai masuk ke dalam gendang telinganya. Seketika Nadia langsung menoleh dan melototkan matanya ketika melihat sosok Handoko."A-ayah? Kenapa Ayah ada--""Sst!" Handoko dengan cepat langsung meletakkan jari telunjuknya itu tepat di depan bibirnya. "Jangan berisik kamu!" perintahnya dengan wajah yang terlihat kesal. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, takut ada pengawal Daniel. Namun setelah memastikan semuanya aman, dia kembali menatap lekat karena dia dan berkata, "Kamu nggak jadi nikah sama miliarder itu?"Nadia tersentak kaget. Dia dengan cepat langsung menarik tangannya kembali yang saat ini sedang dicengkeram erat oleh Handoko. "Kenapa A
"Kamu itu cuma bocah tengik dan nggak seharusnya banyak omong kosong!" serunya lagi sambil menudingkan jari telunjuknya ke wajah Nadia."Cukup, Mas!" Pintu ruangan tiba-tiba saja terbuka dan menampakan sosok Ratna. "Ibu?!" Nadia merasa sangat terkejut karena ibunya itu tiba-tiba saja keluar dari ruangan.Namun Ratna hanya diam dan memicingkan matanya dengan tajam. Tangannya itu masih tertancap infus dan kesulitan untuk berjalan. Namun saat mendengar suara keras dari luar, dia merasa marah dan langsung pasang badan melindungi Nadia. "Jangan mengatakan hal menyakitkan seperti itu pada Nadia," ujarnya mengingatkan.Nadia dengan cepat langsung meraih kedua bahu Ratna, mencoba membuat wanita itu tetap aman. Dia tahu dengan jelas bahwa kondisi ibunya saat ini belum pulih sepenuhnya dan untuk berjalan sendiri seperti ini pasti cukup sulit baginya. "Kenapa Ibu keluar? Ibu seharusnya istirahat aja di dalam," lirihnya khawatir.Ratna menggelengkan kepalanya perlahan. Mana mungkin dia diam saja