"Ayo, Nadia." Martha mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu agar bisa turun dari ranjang.Nadia segera meraihnya dan kini berjalan beriringan dengan wanita paruh baya itu. Namun sorot pandangannya kini beralih menatap ke arah pintu di mana ada sosok pria yang sudah menunggu di sana.Jantung Nadia terasa berdetak semakin kencang ketika melihat wajah Daniel dan itu telah berhasil membuatnya menjadi salah tingkah. Mati-matian dia mencoba untuk menyembunyikan wajahnya yang kini dihiasi dengan gurat kemerahan.Di dalam hatinya, gadis itu pun mulai berkata, 'Sampai sekarang rasanya masih kayak mimpi. Gimana bisa dia suka padaku?' batinnya.Di saat gadis itu tengah merenung, Martha yang juga berjalan tepat di sampingnya melirik ke arahnya dan wanita paruh baya itu tersenyum tipis ketika sadar bahwa calon menantunya ini kini menjadi jauh lebih terbuka dengan perasaannya. Setelah menyadari hal itu, Martha segera mengalihkan pandangannya pada Daniel dan berkata, "Kamu bantuin, Nadia, gih
"Waktu itu, aku pikir kamu orang yang susah didekati, bahkan aku sampai berpikir kamu pria yang gak cocok buat jadi ayah Sean."Daniel terdiam ketika mendengar hal itu. Namun Martha justru menyenggol lengannya dan seketika langsung berkata, "Mama sebenarnya nggak mau ngomong ini, sih. Tapi emang kamu kelihatan kayak bukan ayah yang lembut." Pandangan wanita paruh baya itu beralih menatap suaminya dan kembali menambahkan, "Benar, 'kan, Pa? Mana ada ayah yang dingin. Udah gitu, mukanya ngeselin."Daniel yang mendengar itu seketika langsung menghembuskan nafas berat. Dia memutar bola matanya dengan malas karena tak ingin terlalu banyak bicara.Hendrawan yang menyadarinya pun hanya bisa tersenyum tipis. "Meski begitu dia sudah bisa membuktikan kecocokannya sebagai seorang ayah, Ma.""Ya ... Mama juga berpikir begitu, Pa."Nadia yang berada di tengah-tengah keluarga ini tak bisa menyembunyikan senyumannya. Di dalam hatinya dia pun mulai berkata, 'Apa keputusanku untuk tetap bertahan bukanla
"Saya benar-benar tidak tahu apapun, Tuan. Saya bersumpah! Wanita itu juga bilang dia akan kembali karena hanya menyewa mobil selama 2 jam saja," tuturnya.Daniel yang mendengar itu seketika langsung memiliki segelintas pikiran di dalam kepalanya. Dia dengan cepat langsung mengarahkan pandangannya pada Dion dan memberikan isyarat pada asistennya. Dion dengan cepat langsung melakukan kepalanya karena mengerti dan dia pun memikirkan hal yang sama seperti Daniel.Detik berikutnya, Dion langsung mengalihkan pandangannya pada pemilik penyewaan mobil itu dan berkata, "Jika kamu berapa yakin tidak terlibat dengan wanita itu, maka ikuti perkataan kami."Pria itu seketika langsung mendongakkan kepalanya dengan tatapan tak mengerti. "A-apa maksudnya? Apa yang harus saya lakukan?"Meskipun pria itu sebenarnya ingin memutuskan semua keterlibatannya dengan Monica, untuk saat ini dia hanya perlu menuruti perkataan Daniel dan tak ada sedikit celah baginya untuk kabur. Mau tak mau dia juga harus mengi
"Hei! Cepat berhenti!"Teriakan dari wanita itu telah berhasil mengejutkan Sean. Seketika bocah lelaki itu langsung menghentikan kegiatannya dan memasang wajah ketakutan. 'A-apa Kakak pelayan tahu aku mau kabur?' batinnya resah.Pelayan itu perlahan mulai mendekat sambil memicingkan matanya dengan tajam. Dia tampak mengulurkan tangannya dan membuat bocah lelaki yang tengah terduduk itu seketika langsung memejamkan matanya karena takut akan dipukul.Namun setelah beberapa detik memejamkan matanya, pelayan itu tak melakukan apapun dan Sean seketika langsung membuka matanya."Tuan muda sakit? Kenapa nangis?" tanya pelayan itu khawatir ketika melihat mata Sean terlihat berkaca-kaca.Seketika kekhawatiran yang sempat muncul di dalam hati Sean, langsung hilang begitu cepat dan tak tersisa sama sekali. Namun dia segera menggenggam kembali pecahan kaca itu agar tak terlihat.Sean menggelengkan kepalanya perlahan dan dia kini mulai beralasan, "Sean lapar," tuturnya penuh kebohongan.Seketika pe
"Ck! Iya, iya! Aku cuma mau pastikan saja dia nggak akan kabur!"Jantung Sean hampir saja berhenti berdetak ketika sadar bahwa ternyata pelayan itu sempat mencurigainya. Namun demi rencananya, bocah lelaki itu tetap berpura-pura tenang sambil memasang wajah datar.Ketika pria berbadan kekar itu terlihat menoleh ke arahnya, Sean justru terlihat membuat tatapan dipenuhi dengan binar penuh harap, mencoba untuk membuat dirinya terlihat lemah."Halah, nggak mungkin bocah kayak dia bisa kabur," tutur pria berbadan kekar itu dan kembali menatap rekannya. "Ayo, cepetan! Kita nggak boleh ninggalin dia kelamaan," pungkasnya.Tanpa banyak bicara lagi kedua orang itu segera berlalu pergi keluar. Tak berselang lama terdengar suara mesin mobil yang dinyalakan dan mulai menjauh."Mereka sudah pergi," gumam Sean.Setelah menyadari hal itu, dia kembali mencoba untuk melepaskan dirinya dan tali yang awalnya mengikat erat pergelangan tangannya itu mulai rapuh hingga akhirnya putus.Mata Sean berbinar de
"Mama pasti akan membuatmu bahagia, Sean. Kamu percaya sama Mama, 'kan?"Tubuh Sean terasa sangat merinding ketika mendengar hal itu keluar dari Monica. Terlebih lagi, Monica saat ini tersenyum seolah-olah dia benar-benar serius dengan ucapannya.Dengan meremas sabuk pengaman, Sean menjaga jarak dari Monica dan berhasil membuat wanita itu seketika langsung mengerutkan keningnya."Kamu ... kamu kenapa malah menjauh dari Mama?" Di dalam hati wanita itu mulai muncul sesuatu yang membara dan berhasil membuatnya merasa marah ketika melihat tingkah Sean. "Apa kamu sekarang takut sama mama, hah?!" Tanpa dia sadari, suaranya itu telah berhasil membuat putranya sendiri terkejut. Namun karena termakan oleh amarah, Monica tak peduli sama sekali dan langsung menarik tangan Sean. "Mama akan marah kalau kamu nggak jadi anak yang penurut. Apa kamu paham, Sean?!""I-iya, Ma. Sean paham," lirih Sean. Rasa takutnya kini telah berhasil mengalahkan segalanya dan membuatnya tak bisa menahan diri untuk mene
'Sekarang, kita semua akan melihat kehancuran hidup Monica!'Di saat yang sama, Monica terlihat memicingkan matanya dengan tajam ketika melirik ke arah spion dan sadar bahwa mobil yang mengikutinya saat ini mulai berkurang.Di dalam hatinya dia pun mulai membatin, 'Dimana mobil lainnya? Apa Daniel merencanakan sesuatu?'Di saat tengah memikirkan itu tiba-tiba saja ponselnya berdering nyaring. Monica segera meraih ponselnya itu dan menatap layar yang menyala, sadar bahwa seseorang yang meneleponnya adalah para bawahannya."Dasar orang-orang bodoh!" hinanya karena kesal. Tanpa berpikir dua kali, Monica langsung menolak panggilan itu. "Masa bodoh! Aku tidak akan berurusan dengan orang-orang tolol itu lagi!" Untuk saat ini dia tak membutuhkan bawahan yang bodoh karena mereka berdua telah membuatnya merasa sangat marah. "Bisa-bisanya mereka pergi begitu saja dan nggak mengawasi Sean!" Saat melihat putranya itu berada di pinggir jalan, jantungnya terasa berdetak semakin kencang karena sadar
"Mama yang jahat sama Sean. Mama pernah mau bunuh Sean dan Mama juga nggak pernah sayang sama Sean. Benar 'kan, Ma?"Mata Monica seketika langsung membulat dengan sempurna. Dia jadi tak fokus mengemudikan mobilnya dan tak sadar di depan sana ada sebuah mobil yang sudah menghadang nya.Namun Sean yang kebetulan menoleh seketika langsung berteriak, "Awas, Ma!"Teriakan bocah lelaki itu telah berhasil mengejutkan Monica dan dia dengan cepat langsung menoleh, tapi sayangnya sudah terlambat baginya untuk berputar balik dan kini hanya bisa menginjak pedal rem secepat mungkin. "Sialan! Kita bisa mati!" teriak Monica.Suara decit ban yang terpaksa harus menghentikan laju mobil terdengar memilukan persamaan dengan suara teriakan Sean. Bocah lelaki itu terus menggenggam erat sabuk pengamannya.Brak!Mobil Monica hilang kendali dan akhirnya menabrak pohon di pinggir jalan."Uhuk! Uhuk! Uhuk!"Asap perlahan mulai mengepul keluar dari kap mobil. Monica yang juga telah mendapati hantaman keras itu