"Tapi kamu dan Sean terus membelanya, sampai-sampai membuatku merasa marah!"Kecemburuan itu terus saja muncul di dalam hati Monica. Seharusnya hanya dialah yang menjadi satu-satunya wanita di dalam hidup Daniel dan juga satu-satunya orang yang dipercaya oleh Sean. Tapi setelah Nadia datang, semua rencana di dalam hidupnya itu langsung hancur berantakan dan kini dia justru dibenci oleh anak serta mantan suaminya sendiri.Monica menatap Sean yang saat ini berada di dalam pelukannya. "Kamu harus membantu Mama, Sean."Sean yang mendapatkan tatapan tajam itu seketika langsung menggigil karena ketakutan. Asap mobil yang semakin banyak itu membuatnya terbatuk-batuk."Papa ... Sean mau sama Papa, Ma," rengeknya, berharap ibunya itu mau menyerah dan mengembalikannya pada Daniel.Namun, Monica justru membentaknya dan kembali mencengkeram tubuhnya erat-erat sambil berkata, "Mama melahirkan kamu supaya jadi anak yang berguna. Ingat itu, Sean!"Daniel yang berada dari kejauhan itu merasa sangat m
"Daniel! Kamu nggak bisa memperlakukanku seperti ini!" teriak Monica. Dia menggeliat dan mencoba melepaskan dirinya dari cengkraman para bodyguard. Namun, Daniel yang berada di kejauhan itu hanya diam. Dia justru bangkit sambil memeluk erat Sean, lalu berbalik masuk ke dalam mobil. Mengabaikan teriakan gila mantan istrinya. Dia meletakkan Sean ke kursi. "Sean, kamu tunggu disini sebentar, ya?"Meskipun Sean merasa takut, tapi dia menurut. Namun sebelum ayahnya itu berlalu pergi, dia kembali menarik lengan bajunya dan berkata lirih, "Papa, jangan tinggalin Sean."Jantung Daniel terasa berhenti sepersekian detik. Ini kali pertama baginya melihat putranya itu memohon padanya untuk tetap tinggal. Wajah Sean dipenuhi dengan ketakutan dan jelas dia sangat trauma. Hanya dengan melihat hal itu saja telah berhasil membuat dadanya terasa bergemuruh. Dengan senyuman palsunya, Daniel mengelus puncak kepala Sean. "Papa nggak akan tinggalkan Sean. Papa janji," ungkapnya.Mata Sean menembus iris c
"Kita temui Sean dulu. Dia pasti pengen banget sama kamu. Ayo," ujarnya sambil menarik tangan Daniel dan masuk ke dalam ruangan.Sean yang sedang duduk di atas ranjang rumah sakit itu seketika langsung menangis ketika melihat Nadia dan Daniel."Papa ... Kak Nadia..." panggilnya dengan suara yang parau. Daniel dan Nadia segera mendekati bocah lelaki itu. Nadia dengan cepat langsung meraih tangan Sean dan berkata, "Sean, ini Kakak. Kamu udah aman disini, Sayang." Wajah gadis itu terlihat begitu sendu, merasa sangat sedih dengan kondisi Sean. "Kamu baik-baik aja, kan?"Sean menganggukan kepalanya perlahan. Dia kembali menangis karena selama ini selalu merindukan Nadia dan Daniel. Akhirnya setelah sekian lama mereka berpisah karena Monica, kini kembali bertemu dalam keadaan yang baik.Martha yang sejak tadi melihat kebersamaan itu juga mulai menitikkan air matanya karena ini pertama kalinya dia melihat cucunya sangat merindukan seseorang yang bukan berasal dari keluarga intinya. "Ikatan k
"Terimakasih karena sudah mau menerima Nadia."Saat Daniel mendengar hal itu, dia langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat dan meraih tangannya. Dia menatap lekat Nadia, mencoba untuk masuk ke dalam isi pikiran gadis itu agar bisa membacanya."Mulai sekarang jangan pernah berpikiran buruk lagi, Nadia. Baik aku ataupun keluargaku, menerimamu sepenuhnya tanpa ada kata 'tapi'."Ketika Daniel bicara, matanya itu menunjukkan keseriusan. Keraguan di dalam hati Nadia, semakin pudar dan kini berganti menjadi kepercayaan."Aku percaya padamu," tuturnya.*"Lalu apa yang akan kamu lakukan sekarang, Niel?" Hendrawan menatap lekat putranya itu karena dia penasaran dengan hukuman yang akan diberikan oleh Daniel untuk Monica.Meskipun Monica adalah mantan istri Daniel, dia sudah bertindak sangat keterlaluan sampai-sampai mau melukai anaknya sendiri demi memenuhi obsesi gilanya.Hanya dengan menebaknya saja, Hendrawan merasa sudah bisa memastikan kalau putranya itu tak akan memaafkan Monica."Me
"Sean kamu harus makan dulu," bujuk Martha. Cucunya itu sejak tadi tak mau membuka mulutnya sama sekali.Alhasil sarapan masih tertata dengan rapi dan tak berkurang sama sekali.Sean menggelengkan kepalanya, dia masih saja keras kepala.Martha yang melihat itu pun hanya bisa menghela nafasnya perlahan karena dia sudah mulai merasa lelah untuk membujuk cucunya itu. Bukannya merasa marah, namun dia justru khawatir karena Sean belum mengisi perutnya sama sekali. "Sean, cuma satu sendok aja, ya? Kamu harus makan."Lagi, Sean menolak. Namun di saat yang sama, pintu ruangan terbuka dan menampakan sosok Nadia serta Daniel.Sean dan Martha seketika langsung menoleh. Mata Sean langsung berubah berbinar senang ketika melihat Nadia, dia berniat untuk bangkit tapi langsung dicegah oleh neneknya.Mau tak mau, Sean hanya bisa berada di ranjang dan memanggil Nadia. "Kak, kenapa baru kesini?"Semalam, Nadia memang pulang ke rumah karena itu adalah perintah dari Daniel dan dia tak bisa membantahnya sa
"Ada Nenek, Kakek dan Papa kamu. Mereka semua akan menjaga kamu."Nadia tahu dengan jelas Bagaimana rasa trauma karena ternyata seseorang yang seharusnya menjaganya dengan baik justru berniat untuk melukainya.Wajar bagi Sean karena dia merasa tak nyaman dan takut jika dunia luar akan berbahaya untuknya.Nadia mengelus kepala bocah lelaki itu kembali. "Kamu mau, 'kan?"Perlahan, Sean mengangguk. Setelah membujuk susah payah dibujuk, akhirnya bocah lelaki itu menurut.Namun dia kembali menatap mata dan berkata, "Tapi Sean mau disuapi sama Kak Nadia."Martha yang menyadari hal itu dengan cepat langsung menoleh ke arah calon menantunya dan tersenyum tipis sambil menyerahkan sepiring makanan milik Sean. "Ini Nadia, tolong kamu suapi Sean, ya?""Iya, Tante." Tanpa menolaknya, Nadia langsung menerima dan kini duduk tepat di samping ranjang Sean, setelah wanita paruh baya itu beranjak berdiri.Dengan cekatan, dia mulai menyuapi Sean dan berusaha mencairkan suasana dengan mengajaknya bicara me
Nadia tampak keluar dari ruangan Sean. Di dalam sana, Martha sudah menemaninya.Gadis itu tampak mengangkat wajahnya dan berbalik menatap Daniel. Namun dia tak mengatakan sepatah kata pun.Hendrawan yang bersama putranya tampak menepuk pelan pundak Daniel dan memberikan kode pada pria itu untuk mengajak bicara calon istrinya.Daniel yang memahami kode itu pun segera menganggukkan kepalanya dan beralih mendekati Nadia yang kini sudah duduk di kursi.Pria itu duduk tepat di sampingnya, dia menatapnya lekat sebelum akhirnya bicara, "Nadia," panggilnya. Ketika gadis itu menoleh, dia kembali menambahkan, "Ada yang ingin aku bicarakan."Nadia mengerutkan ke dunia tak mengerti. Tapi dia juga merasa sangat penasaran dengan hal yang ingin dikatakan oleh Daniel."Mengenai pernikahan kita--""Untuk masalah pernikahan seperti nyata etis rasanya kalau kita memikirkan hal ini sekarang," potong Nadia, ketika dia sadar hal yang ingin dikatakan oleh Daniel.Ada banyak hal yang saat ini menjadi pertimba
"Aku nggak mungkin berpikir mesum kayak gitu! Jangan menuduhku yang nggak jelas!"Nadia memalingkan wajahnya karena marah. Namun, Daniel justru tersenyum tipis.Disaat yang sama, tiba-tiba saja ada telepon yang masuk ke ponsel Daniel. Mau tak mau, pria itu harus mengangkatnya. Sedangkan Nadia masih saja memasang tatapan kesal karena diejek.Dia segera berdiri setelah meraih ponselnya itu dan meletakkannya tepat di telinga kanannya. "Halo, Dion. Ada masalah?"Dion yang berada di ujung telepon sana tampak cemas. Bagaimana tidak? Ternyata masalah belum selesai dan kini nenek sihir yang dibencinya kembali melakukan trik licik."Bos, ada masalah besar. Lihat berita dari link website yang saya kirim," ujarnya.Ting!Pesan Dion akhirnya masuk ke ponsel Daniel. Dengan cepat, dia langsung membuka isi pesan itu dan seketika matanya membulat dengan sempurna. Sebuah berita konyol telah diterbitkan dan sudah jelas pelakunya adalah Monica."Wanita ini masih saja berpikir untuk mencari celah," desis