"Mama pasti akan membuatmu bahagia, Sean. Kamu percaya sama Mama, 'kan?"Tubuh Sean terasa sangat merinding ketika mendengar hal itu keluar dari Monica. Terlebih lagi, Monica saat ini tersenyum seolah-olah dia benar-benar serius dengan ucapannya.Dengan meremas sabuk pengaman, Sean menjaga jarak dari Monica dan berhasil membuat wanita itu seketika langsung mengerutkan keningnya."Kamu ... kamu kenapa malah menjauh dari Mama?" Di dalam hati wanita itu mulai muncul sesuatu yang membara dan berhasil membuatnya merasa marah ketika melihat tingkah Sean. "Apa kamu sekarang takut sama mama, hah?!" Tanpa dia sadari, suaranya itu telah berhasil membuat putranya sendiri terkejut. Namun karena termakan oleh amarah, Monica tak peduli sama sekali dan langsung menarik tangan Sean. "Mama akan marah kalau kamu nggak jadi anak yang penurut. Apa kamu paham, Sean?!""I-iya, Ma. Sean paham," lirih Sean. Rasa takutnya kini telah berhasil mengalahkan segalanya dan membuatnya tak bisa menahan diri untuk mene
'Sekarang, kita semua akan melihat kehancuran hidup Monica!'Di saat yang sama, Monica terlihat memicingkan matanya dengan tajam ketika melirik ke arah spion dan sadar bahwa mobil yang mengikutinya saat ini mulai berkurang.Di dalam hatinya dia pun mulai membatin, 'Dimana mobil lainnya? Apa Daniel merencanakan sesuatu?'Di saat tengah memikirkan itu tiba-tiba saja ponselnya berdering nyaring. Monica segera meraih ponselnya itu dan menatap layar yang menyala, sadar bahwa seseorang yang meneleponnya adalah para bawahannya."Dasar orang-orang bodoh!" hinanya karena kesal. Tanpa berpikir dua kali, Monica langsung menolak panggilan itu. "Masa bodoh! Aku tidak akan berurusan dengan orang-orang tolol itu lagi!" Untuk saat ini dia tak membutuhkan bawahan yang bodoh karena mereka berdua telah membuatnya merasa sangat marah. "Bisa-bisanya mereka pergi begitu saja dan nggak mengawasi Sean!" Saat melihat putranya itu berada di pinggir jalan, jantungnya terasa berdetak semakin kencang karena sadar
"Mama yang jahat sama Sean. Mama pernah mau bunuh Sean dan Mama juga nggak pernah sayang sama Sean. Benar 'kan, Ma?"Mata Monica seketika langsung membulat dengan sempurna. Dia jadi tak fokus mengemudikan mobilnya dan tak sadar di depan sana ada sebuah mobil yang sudah menghadang nya.Namun Sean yang kebetulan menoleh seketika langsung berteriak, "Awas, Ma!"Teriakan bocah lelaki itu telah berhasil mengejutkan Monica dan dia dengan cepat langsung menoleh, tapi sayangnya sudah terlambat baginya untuk berputar balik dan kini hanya bisa menginjak pedal rem secepat mungkin. "Sialan! Kita bisa mati!" teriak Monica.Suara decit ban yang terpaksa harus menghentikan laju mobil terdengar memilukan persamaan dengan suara teriakan Sean. Bocah lelaki itu terus menggenggam erat sabuk pengamannya.Brak!Mobil Monica hilang kendali dan akhirnya menabrak pohon di pinggir jalan."Uhuk! Uhuk! Uhuk!"Asap perlahan mulai mengepul keluar dari kap mobil. Monica yang juga telah mendapati hantaman keras itu
"Tapi kamu dan Sean terus membelanya, sampai-sampai membuatku merasa marah!"Kecemburuan itu terus saja muncul di dalam hati Monica. Seharusnya hanya dialah yang menjadi satu-satunya wanita di dalam hidup Daniel dan juga satu-satunya orang yang dipercaya oleh Sean. Tapi setelah Nadia datang, semua rencana di dalam hidupnya itu langsung hancur berantakan dan kini dia justru dibenci oleh anak serta mantan suaminya sendiri.Monica menatap Sean yang saat ini berada di dalam pelukannya. "Kamu harus membantu Mama, Sean."Sean yang mendapatkan tatapan tajam itu seketika langsung menggigil karena ketakutan. Asap mobil yang semakin banyak itu membuatnya terbatuk-batuk."Papa ... Sean mau sama Papa, Ma," rengeknya, berharap ibunya itu mau menyerah dan mengembalikannya pada Daniel.Namun, Monica justru membentaknya dan kembali mencengkeram tubuhnya erat-erat sambil berkata, "Mama melahirkan kamu supaya jadi anak yang berguna. Ingat itu, Sean!"Daniel yang berada dari kejauhan itu merasa sangat m
"Daniel! Kamu nggak bisa memperlakukanku seperti ini!" teriak Monica. Dia menggeliat dan mencoba melepaskan dirinya dari cengkraman para bodyguard. Namun, Daniel yang berada di kejauhan itu hanya diam. Dia justru bangkit sambil memeluk erat Sean, lalu berbalik masuk ke dalam mobil. Mengabaikan teriakan gila mantan istrinya. Dia meletakkan Sean ke kursi. "Sean, kamu tunggu disini sebentar, ya?"Meskipun Sean merasa takut, tapi dia menurut. Namun sebelum ayahnya itu berlalu pergi, dia kembali menarik lengan bajunya dan berkata lirih, "Papa, jangan tinggalin Sean."Jantung Daniel terasa berhenti sepersekian detik. Ini kali pertama baginya melihat putranya itu memohon padanya untuk tetap tinggal. Wajah Sean dipenuhi dengan ketakutan dan jelas dia sangat trauma. Hanya dengan melihat hal itu saja telah berhasil membuat dadanya terasa bergemuruh. Dengan senyuman palsunya, Daniel mengelus puncak kepala Sean. "Papa nggak akan tinggalkan Sean. Papa janji," ungkapnya.Mata Sean menembus iris c
"Kita temui Sean dulu. Dia pasti pengen banget sama kamu. Ayo," ujarnya sambil menarik tangan Daniel dan masuk ke dalam ruangan.Sean yang sedang duduk di atas ranjang rumah sakit itu seketika langsung menangis ketika melihat Nadia dan Daniel."Papa ... Kak Nadia..." panggilnya dengan suara yang parau. Daniel dan Nadia segera mendekati bocah lelaki itu. Nadia dengan cepat langsung meraih tangan Sean dan berkata, "Sean, ini Kakak. Kamu udah aman disini, Sayang." Wajah gadis itu terlihat begitu sendu, merasa sangat sedih dengan kondisi Sean. "Kamu baik-baik aja, kan?"Sean menganggukan kepalanya perlahan. Dia kembali menangis karena selama ini selalu merindukan Nadia dan Daniel. Akhirnya setelah sekian lama mereka berpisah karena Monica, kini kembali bertemu dalam keadaan yang baik.Martha yang sejak tadi melihat kebersamaan itu juga mulai menitikkan air matanya karena ini pertama kalinya dia melihat cucunya sangat merindukan seseorang yang bukan berasal dari keluarga intinya. "Ikatan k
"Terimakasih karena sudah mau menerima Nadia."Saat Daniel mendengar hal itu, dia langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat dan meraih tangannya. Dia menatap lekat Nadia, mencoba untuk masuk ke dalam isi pikiran gadis itu agar bisa membacanya."Mulai sekarang jangan pernah berpikiran buruk lagi, Nadia. Baik aku ataupun keluargaku, menerimamu sepenuhnya tanpa ada kata 'tapi'."Ketika Daniel bicara, matanya itu menunjukkan keseriusan. Keraguan di dalam hati Nadia, semakin pudar dan kini berganti menjadi kepercayaan."Aku percaya padamu," tuturnya.*"Lalu apa yang akan kamu lakukan sekarang, Niel?" Hendrawan menatap lekat putranya itu karena dia penasaran dengan hukuman yang akan diberikan oleh Daniel untuk Monica.Meskipun Monica adalah mantan istri Daniel, dia sudah bertindak sangat keterlaluan sampai-sampai mau melukai anaknya sendiri demi memenuhi obsesi gilanya.Hanya dengan menebaknya saja, Hendrawan merasa sudah bisa memastikan kalau putranya itu tak akan memaafkan Monica."Me
"Sean kamu harus makan dulu," bujuk Martha. Cucunya itu sejak tadi tak mau membuka mulutnya sama sekali.Alhasil sarapan masih tertata dengan rapi dan tak berkurang sama sekali.Sean menggelengkan kepalanya, dia masih saja keras kepala.Martha yang melihat itu pun hanya bisa menghela nafasnya perlahan karena dia sudah mulai merasa lelah untuk membujuk cucunya itu. Bukannya merasa marah, namun dia justru khawatir karena Sean belum mengisi perutnya sama sekali. "Sean, cuma satu sendok aja, ya? Kamu harus makan."Lagi, Sean menolak. Namun di saat yang sama, pintu ruangan terbuka dan menampakan sosok Nadia serta Daniel.Sean dan Martha seketika langsung menoleh. Mata Sean langsung berubah berbinar senang ketika melihat Nadia, dia berniat untuk bangkit tapi langsung dicegah oleh neneknya.Mau tak mau, Sean hanya bisa berada di ranjang dan memanggil Nadia. "Kak, kenapa baru kesini?"Semalam, Nadia memang pulang ke rumah karena itu adalah perintah dari Daniel dan dia tak bisa membantahnya sa