Cakra menghampiri Agatha di depan perpustakaan yang sepi setelah kelas selesai karena mahasiswi sudah banyak yang pulang. Sinar senja memancar, menciptakan aura dramatis. Agatha menerima permintaan Cakra untuk bertemu karena katanya ini untuk yang terakhir kali."Agatha, maafkan aku jika aku mengganggu, tapi aku ingin memberikan sesuatu padamu." Cakra menyodorkan sebuket mawar dengan senyuman lembut, matanya mencerminkan harapan.Agatha menatap sebuket mawar dengan wajah terkejut dan tidak percaya. "Pak Direktur, ini tidak pantas. Saya tidak bisa menerima ini." Ekspresi wajahnya mencerminkan kebingungan dan ketidaknyamanan.Ketika Cakra berusaha menjelaskan, tetapi raut muka Agatha semakin marah. "Aku tahu ini tiba-tiba, tapi aku ingin kamu tahu perasaanku padamu. *Dia mencoba menahan sebuket mawar, matanya mencerminkan keteguhan hati."Hah? Apa yang Anda pikirkan, Pak Direktur? Ini tidak benar. Saya tidak bisa menerima sesuatu yang mewah seperti ini dari Anda." Ekspresi kesal Agatha
"Agatha, aku paham bahwa ini mungkin terasa tiba-tiba. Namun, lihatlah potensimu. Kita bisa menciptakan sesuatu yang luar biasa bersama. Pekerjaan ini bukan hanya tentang tugas sehari-hari, tapi tentang membentuk tim yang solid dan meraih kesuksesan bersama."Cakra terus meyakinkan Agatha bahwa di balik tawaran itu, terdapat dunia baru yang menanti untuk dijelajahi. Ia mencitrakan gambaran pekerjaan sebagai sekretaris pribadinya sebagai jendela ke peluang yang tak terduga.Agatha meresapi kata-kata Cakra, membiarkan mereka berdiam dalam pikirannya. Beberapa menit berlalu, diisi oleh keraguan dan pertimbangan. Agatha berpikir lagi, mempertimbangkan apakah keputusan ini bisa membuka pintu baru dalam hidupnya atau malah membawanya ke situasi yang lebih rumit.Dengan ekspresi serius, Agatha akhirnya berkata, "Berikan saya beberapa saat untuk memikirkannya lagi, Pak Direktur. Saya butuh waktu untuk merenungkan semua yang telah Anda bicarakan.""Tapi jangan lupa jika kamu bekerja denganku,
Cakra membulatkan mata dengan tangan yang siap menghantam wajah tampan Jayden. Wajahnya sudah memerah karena emosinya segentar lagi akan meledak. Tapi sayang sekali, Jayden jauh lebih sigap untuk menangkap kepalan tangan Cakra. Jayden tersenyum geli mendapati wajah Cakra yang semakin murka."Lepas, sialan!" Sentak Cakra yang dengan susah payah melepas tangannya. Ia kesal untuk mengakui tenaga Jayden jauh lebih kuat darinya.Jayden tersenyum miring, tapi tidak menuruti perkataan Cakra. "Dengarkan aku, simak dengan baik supaya kamu tidak perlu repot-repot mendatangiku lagi."Cakra menggeram marah dan berhenti meronta. "Apaan, sih?!"Jayden terkekeh geli. "Jadi begini tuan Cakra, kamu salah besar jika memberik penawaran yang tidak apa-apa nya itu. Kenapa? Karena hanya akan sia-sia sebab Agatha sudah menjadi milikku sepenuhnya."Jayden semakin senang melihat Cakra hendak memukulnya dnegan satu tangannya lagi. Yah, tapi itu jelas percuma karena ia bisa segera menghindar. Respon Cakra mudah
Cakra merenggut sebal. Ia tahu betul apa yang papa tirinya itu maksud. "Aku tidak peduli dengan strata sosial. Yang terpenting papa jadi ingin membantuku atau tidak? Tapi aku harap papa tidak akan menolak, sih."Jonathan tertawa singkat. Yah, dari pada perempuan itu bersama dengan Jayden yang kemungkinan besar bisa membuat masa depan Jayden berantakan, akan lebih baik jika bersama Cakra yang bisa ia andalkan. Cakra selalu menuruti perkataannya, jadi ia percaya lelaki itu tidak akan mempermalukan nama baik keluarga."Baiklah, aku akan merencanakan sesuatu untukmu, Cakra. Tunggulah hasilnya dengan penuh percaya diri."***Jonathan tersenyum licik sambil menyodorkan segepok uang dan perhiasan emas kepada Agatha. "Agatha, ini untukmu. Kamu bisa memiliki semua ini dengan satu syarat, keluar dari pekerjaanmu sebagai pengasuh Jayden dan menjauh darinya."Agatha menatap penuh kebingungan. "Apa maksud Anda? Saya tidak bisa meninggalkan Jayden, Anna membutuhkan saya."Jonathan merespon dengan d
"Aku pernah bermimpi bisa mendapat pekerjaan yang menghasilkan banyak uang. Aku pikir dengan begitu kehidupanku bisa berubah lebih baik,” celetuk Agatha tersenyum geli, ia sekilas melirik Jayden yang menatapnya dalam diam. Agatha lalu menoleh lagi menatap bangunan-bangunan di depan sana. “Waktu Cakra memberiku penawaran untuk bekerja di perusahaannya, aku nyaris terkecoh. Tapi untungnya aku masih memiliki akal yang baik untuk menolaknya.” Jayden terkekeh kecil. Masih menikmati wajah Agatha dari samping. Kulit yang putih, rahang ramping dan tegas, hidung kecil namun mancung, juga terakhir bibirnya yang merah muda plumpy bergerak maju mundur saat berbicara. Kalau Jayden khilaf, ia bisa menciumnya saat ini juga. Melihat Jayden yang tertawa, Agatha seketika mengernyit. “Apa ada yang lucu? Ah, pasti karena impianku terlalu ketinggian, ya?” Jayden menggeleng, tak sadar telah menatap Agatha terlalu lama sampai tidak fokus dengan apa yang gadis itu bicarakan. Ia menahan senyum, ekspresi A
"Hei! Anda tidak boleh kasar terhadap anak kecil!”Agatha memberikan tatapan nyalang pada Vania sambil meraih tangan Anna dan menyuruhnya berdiri di belakang tubuhnya. Melindungi gadis itu dari amukan Vania yang kini semakin memberikan tatapan marah. “Kamu jangan ikut campur! Dia anakku! Aku berhak melakukan apapun terhadapnya!” tegas Vania berusaha menarik tangan Anna. Tapi gadis itu memeluk Agatha erat. Membuat Vania semakin kesal. Agatha yang sadar tatapan perempuan itu segera mendorong pelan pundak Vania agar tidak mendekat. “Anda tidak lihat dia sedang ketakutan? Seharusnya seorang ibu bisa lebih memahami dari pada orang lain. Tolong jangan memaksa jika Anna tidak ingin bersama Anda.” Vania tersentak marah. Tangannya mengepal, tapi masih ia tahan, ia memilih balas mendorong bahu Agatha dengan sedikit keras. “Hei, jangan menasehatiku! Bisakah kamu tidak bersikap sok bijak, hah?! Aku ini ibu kandungnya asal kamu tahu! Memangnya kamu siapa sampai berani bersikap kurang ajar terha
Pria tersebut tersenyum lagi. "Saya tahu, tapi tidak semua orang bisa melakukan seperti yang Anda lakukan. Saya harap banyak orang bisa belajar dari Anda."Agatha merasa tersanjung mendengar kata-kata pria tersebut. Ia merasa bahwa tindakannya tidak sia-sia dan ia bisa memberikan contoh positif untuk orang lain."Terima kasih, saya akan berusaha untuk terus menjadi pribadi yang baik," ucap Agatha dengan senyum.Pria tersebut mengangguk dan pergi dari tempat itu. Agatha merasa bahagia dan merasa bahwa hari ini adalah hari yang baik. Ia merasa bahwa ia telah melakukan sesuatu yang baik dan ia berharap bisa terus melakukannya di masa depan.Agatha melihat Anna masih menangis dan ia ingin membantu meredakan rasa sedihnya. Ia lalu mengajak Anna pergi membeli es krim sebagai penghibur."Anna, bagaimana kalau kita pergi membeli es krim? Kita bisa memilih rasa yang kita suka dan makan bersama-sama. Bagaimana menurutmu?" ucap Agatha dengan lembut.Anna mengangguk kecil dan menghapus air matany
"Jika ada perempuan yang mengaku ibu kandungmu, dia hanya berpura-pura,” imbuhnya lagi. Jayden terus mengusap kepala Anna. “Artinya dia orang gila.” Kejam. Itulah perkataan yang diucapkan Jayden. Tapi memang lebih baik seperti itu. Lebih baik Anna tidak tahu bahwa ibunya yang sebenarnya meninggalkan dirinya. Bahwa ibunya sendiri yang memang tidak menginginkan kehadirannya. Dan jika saat ini dia kembali lagi, Jayden tentu tidak akan membiarkannya merebut Anna yang dulu telah dibuang tanpa perasaan. "Aku menyayangi Tante agatha, aku tidak mau dia pergi meninggalkan kita. Papa harus melindungi Tante Agatha dan membuat dia terus berada di sisi kita," ucap Anna lagi.Jayden mengangguk, tanpa Anna meminta pun, ia sudah pasti akan melakukan itu. "Papa tentu tidak akan membiarkan Tante Agatha pergi. Dia sudah seperti keluarga kita, Anna. Papa pasti akan melindunginya." ***Di kamarnya, Jayden merasakan getaran ponselnya beberapa kali. Awalnya, ia mengabaikan, fokus menyelesaikan pekerjaan