Di perusahaan Dave bekerja seperti biasanya. Tiba-tiba daun pintu ruangan terbuka, Arvin masuk dan menyapa Dave. Dave membalasnya. Namun, laki-laki itu tetap sibuk dengan dokumen-dokumen yang ada di tangannya."Apa yang membwamu kali ini?" Dave menghentikan pekerjaannya, lalu bertanya pada Arvin."Hanya ingin berkunjung saja," jawab Arvin sembari langsung duduk di sofa yang ada di ruang kerja Dave."Oo ...." Dave kembali bertanya "Bagaimana dengan rumah sakit ayahmu?""Sebagai satu-satunya pewaris perusahaan, tentunya rumah sakit Damian akan menjadi tanggung jawabku." Arvin Damian menjawab sambil menghela napas panjang. Sebenarnya laki-laki itu datang untuk mencurahkan keluh kesahnya pada Dave. Dan sebagai sahabat, Dave menjadi pendengar yang setia.Sebentar, Arvin pamit setelah puas meluahkan isi hatinya, terlebih saat ini Arvin adalah salah satu dokter terkenal dan juga satu-satunya pewaris perusahaan Damian. Perusahaan itu juga memiliki sebuah rumah sakit terbesar di kota Metropoli
Seorang wanita berusia sekitar 46 tahun berjalan dengan anggun menuju kamar rias pengantin. Wanita itu membuka pintu dan masuk menghampiri seorang gadis cantik yang saat ini sudah menggunakan gaun kebaya pengantin. Gaun kebaya pengantin berwarna putih dengan payet bling-bling kristal membuat keanggunan gadis cantik itu semakin terpancar. "Arini, apa kamu sudah siap, Nak?" tanyanya pada sang putri. "Arini sudah siap, Bunda." "Nak, maafkan Bunda. Seharusnya Bunda tidak melakukan ini padamu. Namun, semua ini sudah diatur oleh kakekmu semenjak kau masih kecil," kata wanita itu sambil mengelus pipi anaknya. Sebenarnya, Laudia sangat tidak menghendaki pernikahan itu. Hanya saja, pernikahan itu sudah diatur oleh keluarga mereka dengan keluarga Nero. Kakek Arini berpesan kepada anaknya sesaat sebelum meninggal bahwa ketika Arini sudah berusia 20 tahun, dia harus menikah dengan salah satu putra dari keluarga Nero. "Bunda, apa yang Bunda pikirkan?" tanya Arini yang melihat ibunya melamun
Pernikahan yang diimpikan akan bahagia ternyata hancur berantakan bagai sebuah piring yang jatuh ke lantai. Begitu pula perasaan Arini ketika Dave Nero selesai mengucapkan ijab kabulnya. "Bagaimana saksi? Sah?" "Sah!" jawab para saksi serentak termasuk orangtua mempelai. "Arini, silakan cium tangan suamimu, Nak!" titah Laudia kepada putrinya. Dengan berlinang air mata, Arini pasrah mencium tangan lelaki di depannya. Suami yang juga tidak dikenalnya. Gadis itu merasa dipermainkan. Baru saja calon suaminya yang tidak dia kenal dan tidak pernah bertemu melarikan diri dari penikahannya. Lalu, sekarang dia dinikahi oleh lelaki pengantin pengganti untuk menutupi rasa malu kedua keluarga besar. Namun, Arini tidak dapat berbuat apa-apa. Sebab, dia tidak ingin melanggar amanah kakeknya dan tidak mau mengecewakan kedua orang tuanya. *** Cahaya bulan pada malam itu menembus sela-sela jendela kamar Dave. Kamar yang dihiasi bunga mawar di atas tempat tidur. Malam pertama indah selalu dii
Di sebuah hotel berbintang, resepsi pernikahan Arini Azhara Alister dan Dave Nero digelar. Banyak tamu dari kalangan atas yang diundang terutama rekan bisnis grup Alister dan Nero. Juga tidak terlupakan tiga pewaris perusahaan besar yakni sahabat-sahabat Dave. Ada juga sahabat Arini turut hadir."Arini!" teriak Keysia dan Morgan seraya berlari kecil menghampiri kawan mereka."Ah! Keisya, Morgan."Keisya dan Morgan memeluk Arini secara bergantian. Sejenak, Keisya begitu kagum dengan kecantikan sahabatnya itu. Terlebih lagi, Arini mengenakan gaun pengantin putih yang begitu indah. Gaun yang dihiasi dengan payet bunga-bunga kristal kecil melekat pada gaun itu. Rambutnya disangul mengenakan sebuah bando berwana putih. Tidak lupa sebuah kain transparan berwana putih menggantung di rambut gadis itu yang membuatnya menjadi semakin cantik dan anggun."Cantik sekali kamu hari ini, Arini," puji Morgan."Terima kasih atas pujianmu, Morgan.""Maaf, Arini. Aku tidak sempat hadir di acara ijab kabu
Malam hari di kediaman keluarga besar Nero setelah melakukan resepsi pernikahan. Acara resepsi yang digelar dari jam 19:00 sd 22:00 itu begitu melelahkan bagi Arini. Seluruh persendian tulangnya terasa sakit. Ditambah, pernikahan yang tidak seharusnya terjadi. Hal itu semakin membuat Arini lelah.Demi menghilangkan rasa letihnya, Arini membersihkan diri. Setelahnya, ia duduk di sofa yang ada di kamar Dave. Lantaran begitu lelah, gadis itu langsung tertidur di sofa dengan pulasnya. Tak berselang lama, pintu kamar terbuka. Dave masuk. Pria itu mendapati Arini sudah tertidur. Dave menghampiri Arini dan bermaksud memindahkan sang istri ke tempat tidur dengan perlahan. Dave takut jika tiba-tiba Arini terbangun. Tak disangka, gadis itu tidak bergerak sedikit pun. Dave sekilas melihat senyum yang tersirat di bibir gadis itu. 'Entah apa yang dia pikirkan sampai dia tersenyum dalam tidurnya?' pikir Dave.Bukan cuma Arina yang kelelahan. Dave pun demikian. Dia berbaring di tempat tidur tepat
Sebulan sejak pernikahan Dave dengan Arini, semenjak itu pula Dave jarang sekali pulang ke rumah. Dia hanya menghabiskan waktunya di perusahaan atau di club malam tempatnya dan ketiga sahabatnya sering berkumpul. Arini selalu kesepian sejak mertuanya pergi ke Amerika. Orang tuanyan juga sibuk dengan perusahaan mereka. Setiap harinya, gadis itu hanya ditemani Mbok Ijah, pembantu rumah tangga di rumah itu. Sesekali Dave pulang hanya untuk mengganti pakaian yang kotor dengan yang bersih. Dia juga sengaja menghindari untuk bertemu dengan Arini. Mungkin hanya dua sampai tiga kali Dave bertemu dengan gadis itu selama sebulan setelah pernikahan mereka. Itu pun ketika berpapasan saja seperti saat Dave hendak masuk ke rumah, sedang Arini keluar.Malam itu, tepat pukul dua puluh lewat dua puluh lima, Arini termenung sendiri di kamar. Sampai malam kian menghilang. Hening semakin nampak kesunyian. Hanya suara hati yang bising di telinganya. Tanpa ada tautan. Apalagi jawaban. Cahaya rembulan pun
Pukul tujuh lewat lima detik, Arini terbangun lagi dalam pelukan Dave. Wajahnya terlalu dekat dengan wajah lelaki itu. Sehingga dia merasakan hembusan napas lelaki itu. Dia terus memerhatikan wajah Dave. Jantungnya tiba-tiba berdetak tidak menentu. Gadis cantik itu kemudian membenamkan wajahnya di dada bidang Dave. Untuk sesaat gadis berparas cantik itu menikmati aroma mint. Aroma khas dari tubuh Dave. Untuk sesaat Arini terlena di dalam dekapan lelaki dingin yang begitu tampan, sebelum dia mulai tersadar kembali."Aargh!" Teriakan Arini membangunkan Dave.Dave yang terbangun karena terkejut langsung kalang kabut. "Apa? Apa? Ada apa, apa yang terjadi?" Melihat gelagat Dave seperti itu, tawa kecil keluar dari bibir mungil gadis itu. "Hei, kenapa kau tertawa? Di mana malingnya?" tanya Dave menyapu pandang seluruh ruangan."Maling?""Bukankah kau berteriak karena ada maling?""Ops!" Arini menutup bibirnya. "Sorry, i was just shocked so i shouted.""Kau ini. Padahal aku baru saja tertidur
"Ma-maafkan Arini, Mas," kata Arini segera menjauh dari Dave. Sedangkan Dave yang terkejut hanya diam mencoba menata kembali detak jantungnya yang tidak karuan.Namun, semuanya berlalu begitu saja ketika Dave dan Arini kini sudah berada di meja makan untuk makan malam dibantu Mbok Ijah. Selama makan malam berlangsung, keduanya hanya diam dan saling mencuri pandang satu sama lain. Tidak lama, Arini selesai makan terlebih dulu. Gadis cantik itu beranjak dari tempat duduknya bergegas ke kamar tidur.Di dalam kamar Arini merogoh tasnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Rupanya ada pesan yang masuk, pesan dari Keysia mengingatkan Arini tentang ulang tahun Morgan. "Hmm ... besok ulang tahun Morgan. Hadiah, bahkan pakaian pun aku belum sempat memilihnya. Semua itu karena lelaki brengsek itu."Puas bermain dengan ponselnya, Arini meletakannya di meja samping pembaringan, lalu mencoba memejamkan matanya. Sesaat berlalu, daun pintu kamar terbuka. Nampak Dave masuk, lalu duduk di sofa sudut kam
Di perusahaan Dave bekerja seperti biasanya. Tiba-tiba daun pintu ruangan terbuka, Arvin masuk dan menyapa Dave. Dave membalasnya. Namun, laki-laki itu tetap sibuk dengan dokumen-dokumen yang ada di tangannya."Apa yang membwamu kali ini?" Dave menghentikan pekerjaannya, lalu bertanya pada Arvin."Hanya ingin berkunjung saja," jawab Arvin sembari langsung duduk di sofa yang ada di ruang kerja Dave."Oo ...." Dave kembali bertanya "Bagaimana dengan rumah sakit ayahmu?""Sebagai satu-satunya pewaris perusahaan, tentunya rumah sakit Damian akan menjadi tanggung jawabku." Arvin Damian menjawab sambil menghela napas panjang. Sebenarnya laki-laki itu datang untuk mencurahkan keluh kesahnya pada Dave. Dan sebagai sahabat, Dave menjadi pendengar yang setia.Sebentar, Arvin pamit setelah puas meluahkan isi hatinya, terlebih saat ini Arvin adalah salah satu dokter terkenal dan juga satu-satunya pewaris perusahaan Damian. Perusahaan itu juga memiliki sebuah rumah sakit terbesar di kota Metropoli
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Dave, Arini tersipu. Wajahnya semakin merona, jantungnya berdetak tidak menentu."Tapi, jika Arini tidak mengijinkan Mas, Mas akan ber-." Arini memotong perkataan Dave. "Huss! Arini istri Mas, Mas berhak atas Arini," ucap Arini seraya membungkam bibir Dave dengan telunjuknya."Sungguh Arini tidak keberatan?" tanya Dave. Arini tidak menjawab, dia hanya tersenyum sambil mengangguk pelan menandakan bahwa dia mengijinkan Dave untuk melakukan apa saja yang Dave inginkan. Toh dia adalah seorang istri, dan harus melakukan tugas dan kewajibannya. "Jika Arini terpaksa, Mas tidak akan melakukannya.""Mas, lakukanlah. Arini ikhlas sepenuh hati."Setelah mendapat persetujuan Arini, Dave yang sudah berusaha menjaga kewarasannya sejak tadi akhirnya jatuh juga. Laki-laki itu, menjatuhkan ciuman di bibir Arini. Gadis itu hanya diam. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Ada sebuah desiran yang mengalir di aliran darahnya."Pertama kali Mas Deve menyentuh bibir
Perkataan Arini membuat Dave tersadar akan prilakunya. Dave mengatur napas dan meredam emosinya, baru berbalik menatap gadis di sampingnya yang terlihat seperti kebingungan bahkan sedikit takut padanya.Saat Dave mencoba meraih pipi Arini, gadis itu sedikit mundur."Ma-Mas Dave," ucap Arini terbata-bata."Maafkan Mas, Arini." Kata maaf yang keluar dari bibir Dave tidak membuat Arini berdelik sedikitpun. Gadis itu diam dan terus menatap Dave dengan tatapan seolah takut terhadap laki-laki itu.Dave sendiri tidak igin larut dalam situasi yang seperti itu, maka dia langsung saja mengemudikan mobil untuk pulang ke rumah. Dan selama di perjalanan, Arini tidak berucap apapun. Dia hanya menatap wajah Dave yang begitu serius mengemudi seakan mencari tahu mengapa Dave tiba-tiba marah.Setibanya di rumah, Arini langsung turun dari mobil tanpa mengucap sepata kata pun pada Dave. Meski Dave mencoba untuk mamnggilnya, tetap saja gadis itu berlalu.Di kamar Arini merabahkan tubuhnya. Gadis itu masih
"Mas Dave," kata Arini lembut seperti biasa."Ada apa, Arini?""Boleh Arini bertanya?""Apa itu, Arini.""Mas Dave," kata Arini sedikit ragu. "Siapa tamu itu?" tanyanya kemudian."Bukan siapa-siapa," jawab Dave singkat dengan nada datar."Tapi.""Arini, aku sudah selesai, Arini lanjut sarapan sendiri." Dave beranjak meninggalkan Arini sendiri. Sedangkan mbok Ijah yang sejak tadi menunggu di di pintu masuk ruang dapur segera menghampiri Arini setelah memastikan kalau Dave sudah pergi. Wanita paruh baya itu mendekati Arini seraya meraih jemari Arini, dia tahu kalau Arini sedikit kesal lantaran Dave menjawab pertanyaannya dengan nada datar. Laki-laki itu bahkan meninggalkannya sendiri di meja makan."Sabar, Nona Arini," ucap mbok Ijah."Mbok." Arini mendongak menatap mbok Ijah. "Memangnya siapa yang datang, Mbok? Kenapa Mas Dave tiba-tiba berubah seperti itu?" tanyanya kemudian."Maafkan Mbok, Non. Mbok tidak berani, sebaiknya nona Arini jangan bertanya lagi." Mbok Ijiah tidak ingin ikut
Malam hari, seperti biasa Arini menunggu kedatangan Dave dari perusahaan sambil menyiapkan makan malam, lalu Arini duduk di meja makan. Namun, beberapa waktu berlalu, Dave tidak kunjung datang. Arini juga sudah menghubungi Dave, tetapi tidak ada jawaban.Malam kian larut. Dave belum juga pulang. 'Mas Deve, ke mana kamu, kenapa belum pulang?' Batin Arini begitu khawatir. Gadis itu melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul 22:10 malam.Mbok Ijah yang melihat Arini menunggu merasa prihatin, terlebih makanan di meja juga sudah dingin."Mbok, nanti kalau Mas Dave kembali, panaskan saja makanannya. Arini ngantuk, Mbok. Sudah kepengen tidur," kata Arini kepada mbok Ijah."Baik, Nona Arini," jawab mbok Ijah.Arini beranjak dari duduknya lalu masuk ke kamar. Sungguhpun dia sudah lelah menunggu begitu lama. Namun, Dave tidak juga muncul. 'Semoga suamiku dalam lidungan Sang Pencipta,' ucap Arini dalam hati sembari menghela napas, baru dia merebahkan diri di pembaringan.Sementara itu, di w
Pagi hari Dave cepat-cepat ke perusahaan dan tidak sempat sarapan meski Arini sudah menawarinya. Dave hanya memberikan satu kecupan yang melayang di kening Arini.Entah apa yang membuat Dave begitu terburu-buru seperti itu, Arini juga tidak bertanya, 'mungkin hanya masalah pekerjaan yang mendesak,' pikir Arini.~Love is the way you want me, jangan kau pergi jauh, L.o.v.e is the way yo want me, tak perlu kau ulang-ulang lagi.~ (Dering ponsel Arini)."Assalamualaikum, Umi,' sapa Arini ketika panggilan tersambung."Waalaikumsalam, Apa kabar, Arini. Arini sehat?" sahut Lina di ujung telfon."Arini sehat, Umi!""Bagaimana? Bahagia kah, tidak kah, Arini menikah dengan anak Umi?""Arini bahagia, Umi. Mas Dave baik terhadap Arini.""Umi minta maaf pada Arini""Sudahlah, Umi. Tidak perlu dibahas lagi. Arini tidak mempermasalahkannya. Kapan Umi dan Abah kembali?""Umi belum tahu, Abah dan Umi berencana tinggal lebih lama sampai anak Umi yang kabur itu ditemukan."Arini terdiam sejenak, dan perc
"Mas ... Mas Dave," kata Arini lembut membangunkan lelaki yang sudah dua bulan menjadi suaminya. Suami yang awalnya hanyalah lelaki pengantin pengganti. Tetapi lelaki pengantin penggnti itu juga yang sudah mencuri hatinya, membuatnya bisa melupaknan rasa sakit di awal pernikahan. Pernikahan yang hampir gagal dan mencoreng nama baik keluarga."Aghh ...," leguh Dave."Mas Dave," kata Arini kian lembut. Dave membuka matanya pelan, lalu memberi senyuman selamat pagi pada Arini. "Mas ... Bangunlah. Kita sarapan bersama, Arini ingin ke rumah Ayah dan Bunda," lanjut gadis itu lagi.Dave hampir saja lupa bahwa semalam dia berjanji untuk mengunjungi mertuanya. Lelaki itu langsung bergegas dan berbenah. Begitupun dengan Arini. Baru keduanya sarpan, lalu seperti yang dijanjikan Dave, setelah sarapan dia membawa Arini ke rumah keluarganya.Gemercik suara kerikil terlindas ban mobil terdengar ketika mobil Dave sudah berada di depan pagar rumah orangtua Arini. Arini dan Dave disambut hangat oleh k
AmerikaLangit begitu cerah di langit Amerika. Di sebuah taman Central Park, seorang pemuda sedang merayu kekasihnya, "Dailyn, I love you," ucap lelaki itu."I love you to, Marvin.""Will you marry me?" tanya Marvin bersimpuh di lutut Dailyn."Yes, i will.""Terimah kasih, Dailyn. Tidak sia-sia aku mengejarmu ke Negri ini," kata Marvin bahagia.Sepasang kekasih yang tengah berbahagia itu kembali ke apartemen mereka, bersiap-siap untuk menikah di sebuah mesjid terdekat yang terdapat di kota itu. Mereka menikah tidak dihadiri oleh kedua orang tua Marvin, hanya kedua orangtua Dailyn yang hadir di saat itu sebagai saksi bersatunya dua insan yang saling mencintai."Marvin Nero, I will marry you to Dailyn Arabella Binti Farhan with a dowry and a set of prayer tools to be paid in cash?""I accept that the marriage of Dailyn Arabella Binti Farhan with the dowry was paid in cash"Setelah ijab kabul selesai kedua orang tua Dailyn memeluk putrinya, berganti memeluk menantunya. Saat itu Marvin be
Sebuah mobil ferarry berwarna hitam memasuki pekarangan rumah keluarga Nero. Arini mendengar suara mobil berlari ke pembaringan, lalu meringkuk di sana. Bertambah takutnya gadis itu ketika pintu kamar terbuka dan seorang lelaki masuk menghampirinya."Tidak, jangan mendekat," teriak Arini."Arini, Maafkan aku," ucap Dave."Maaf? Setelah kau berlaku sedemikian kepadaku, kau dengan mudah meminta maaf?"Deve mendekat, lalu duduk di sisi tempat tidur. Sedangkan Arini memundurkan dirinya menjauh dari laki-laki itu."Arini dengarkan aku," kata Dave. Namun, gadis itu hanya diam. Dave kembali mencoba memberi penjelasan. "Arini, sejujurnya aku mulai mencintaimu?"Terbelalak mata Arini mendengar apa yang keluar dari mulut Dave barusan. Jantungnya berdegup kencang, ingin rasanya dia mengucapkan sesuatu. Tapi, itu tertahan di kerongkongannya. Gadis itu sungguh tidak menyangka kalau orang yang hampir memperkosanya menyatakan cinta padanya. Meskipun memang sudah tugasnya melayani suaminya."Arini, i