Pernikahan yang diimpikan akan bahagia ternyata hancur berantakan bagai sebuah piring yang jatuh ke lantai. Begitu pula perasaan Arini ketika Dave Nero selesai mengucapkan ijab kabulnya.
"Bagaimana saksi? Sah?""Sah!" jawab para saksi serentak termasuk orangtua mempelai."Arini, silakan cium tangan suamimu, Nak!" titah Laudia kepada putrinya.Dengan berlinang air mata, Arini pasrah mencium tangan lelaki di depannya. Suami yang juga tidak dikenalnya. Gadis itu merasa dipermainkan. Baru saja calon suaminya yang tidak dia kenal dan tidak pernah bertemu melarikan diri dari penikahannya. Lalu, sekarang dia dinikahi oleh lelaki pengantin pengganti untuk menutupi rasa malu kedua keluarga besar. Namun, Arini tidak dapat berbuat apa-apa. Sebab, dia tidak ingin melanggar amanah kakeknya dan tidak mau mengecewakan kedua orang tuanya.***Cahaya bulan pada malam itu menembus sela-sela jendela kamar Dave. Kamar yang dihiasi bunga mawar di atas tempat tidur.Malam pertama indah selalu diimpikan oleh setiap gadis yang telah melakukan pernikahan. Namun, lain dengan Arini. Dia merasa malam itu adalah awal dari mimpi buruknya. Dia hanya duduk di atas pembaringan menatap bunga-bunga mawar terlihat bagai kutukan untuknya. Tiba-tiba saja, pintu kamar terbuka. Arini terkejut melihat seorang lelaki bertubuh bidang melangkah ke arahnya. Segera saja dia menyenderkan punggung dan memeluk lututnya. Butiran-butiran kecil jatuh membasahi pipinya. Arini sungguh tidak berharap akan melalui malam dengan lelaki pengantin pengganti itu. Dave semakin dekat ke arahnya. Gadis cantik itu semakin takut manakala Dave membungkukkan tubuhnya dengan wajah tepat di samping paras ayu Arini. Spontan, Arini berteriak."Tidak ... jangan ...."Lalu Dave mendekatkan wajahnya ke wajah Arini seperti hendak mencium bibir gadis itu. Namun, Arini memalingkan wajahnya ke arah lain."Ck! Apa yang kau harapkan?" tanya Dave menggeleng-gelengkan kepala. "Jangan harap aku akan menyentuhmu, Arini Azhara Alister. Meskipun kau tidak berbalut kain di hadapanku, aku tetap tidak akan tertarik padamu, terutama pada wanita yang ditinggalkan mempelai pengantin lelakinya. Ingat itu, Arini!" tegas DaveSetelah mengatakan itu, Dave menarik wajahnya menjauh dari Arini. Dia meraih bantal dan meninggalkan gadis yang masih ketakutan setelah mendengar intonasi keras dan tegas dari lelaki itu. Sementara selama ini, ayah dan ibunya tidak pernah sekalipun membentak atau berbuat kasar padanya. Sejujurnya, ada perasaan lega yang dirasakan Arini.Sebab, dia tidak harus melewati malam pertama dengan seorang lelaki yang tidak dikenalnya. Dia lega, karena terhindar dari malam pertama yang baginya adalah mimpi buruk dan sebuah kutukan. Akan tetapi, kata-kata Dave juga membuatnya sedikit jengkel."Begitu bencinya kah dia terhadapku? Walaupun aku telanjang berdiri di hadapannya, dia tetap tidak akan melakukan apa-apa terhadapku?" gumamnya dalam hati.Sedang Dave yang melihat Arini merenung. Dia memintanya untuk segera tidur lantaran besok akan ada acara resepsi. Dave meminta Arini dengan suaranya yang tegas dan datar. Lalu, dia membaringkan badannya di sofa untuk mulai tidur.***Malam itu sungguh pekat. Sepekat hati seorang gadis yang sejak tadi hanya bisa merenungi nasib mempermainkannya. Malam pun semakin larut. Dave telah tertidur pulas di sofa. Sedangkan Arini yang sejak tadi hanya menangis tanpa suara, akhirnya berhenti. Dia berniat untuk membersihkan dirinya, maka langsung saja dia ke kamar mandi.Setelah Arini keluar dari kamar mandi, dia menoleh ke arah Dave yang terlelap. Entah setan apa yang merasuki diri gadis itu yang membuatnya nekat mendekati Dave. Arini berjongkok di depan sofa tepat di depan wajah sang suami. Dia menatap lelaki yang sedang tertidur lelap di hadapannya itu. Tatapan lekat Arini terkunci pada wajah lelaki yang telah menikahinya. Lelaki yang menjadi pengganti mempelai prianya.Dave begitu tampan dan berwajah tajam. Bulu matanya lentik, hidungnya yang runcing, alisnya yang tebal teratur rapi, bibir tipis yang manis, garis rahang yang kuat, dan terdapat janggot halus di sekitaran wajahnya, menambah ketampanan lelaki itu. Kulitnya yang sedikit hitam manis, sangat berbeda sekali dengan keluarga Nero yang lain. Arini tiba-tiba teringat kembali.Tadi siang juga saat ijab kabul, Arini sempat menatap mata Dave yang berwarna biru malam, rambutnya juga sedikit kecoklatan. Benar-benar tidak tampak dengan Aldebarn Nero ataupun Lina Nero. Karena terlalu larut dalam menatap wajah Dave, tanpa disadari butiran air sisa-sisa keramas dari rambut Arini yang belum kering menetes ke wajah Dave. Dave langsung membuka matanya dan mendapati Arini sedang menatapnya."Apa yang kau lalukan?" Suara Dave yang tiba-tiba itu membuat Arini terkejut. Arini jatuh tersungkur ke lantai. Dia mencoba bangun. Namun, tidak bisa. Sebab, bagian bokongnya sakit."Auuww ...," ringis Arini.Melihat itu, Dave lalu berdiri mendekati Arini. Baru kemudian membantu membawa gadis itu ke tempat tidur. Sedangkan Arini hanya diam saat Dave membantunya.Dave menuntun Arini duduk di tepi pembaringan lalu mengambil sebuah pengering rambut.Tanpa ada kata-kata, Dave tetap diam sambil mengeringkan rambut Arini. Merasa sudah kering Dave kembali menuntun Arini untuk berbaring dan menarik selimut menutupi tubuh Arini. Gadis itu hanya diam saja mengikuti arahan Dave."Tidurlah! Aku akan mandi."Sesaat Arini heran dengan perlakuan lelaki yang menjadi pengantin pengganti itu. Baru beberapa jam yang lalu laki-laki itu bersikap dingin terhadapnya. Bahkan, mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan. Tapi, sekarang sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat. "Ke mana perginya Dave yang tadi?" Segala pertanyaan muncul di pikiran Arini. Namun, tidak dapat dipecahkannya. Maka dia memilih sebaiknya tidur saja.Tidak butuh waktu lama bagi Arini untuk menjemput mimpinya. Dave juga sudah selesai mandi. Lalu berjalan ke arah Arini. Dia duduk di tepi tempat tidur memandangi gadis itu. Yang, sudah terlelap dalam tidurnya.Dengan lekat Dave memperhatikan wajah Arini yang cantik dan imut itu. Benar saja, dia menikahi gadis yang masih berumur sembilan belas tahun. Sedangkan usianya kini sudah dua puluh delapan tahun."Ah! Marvin. Kau sungguh bodoh meninggalkan gadis secantik ini demi Dailyn yang belum tentu bisa mencintaimu dengan tulus. Aku akan membantumu menjaganya." Dave menghela napas. "Sejak awal dia adalah milikmu. Aku menikahinya demi menutupi rasa malu kelurga kita. Kuharap kau segera sadar dan cepat kembali, Marvin," kata Dave yang bergumam dengan dirinya sendiri sambil menatap wajah istrinya. Istri yang baru saja dinikahinya. Istri yang seharusnya tidak dia nikahi.Setelah cukup puas menatap dan menikmati wajah cantik Arini, laki-laki itu beranjak meninggalkan tempat tidur. Dia kemudian merebahkan tubuhnya di sofa lalu menyalakan televisi. Terlihat di layar seorang perempuan cantik yang sedang berakting dalam sebuah drama. Beberapa saat berlalu. Dave mematikan televisi dan menutup matanya.Dia meletakkan lengannya di atas kepala. “Marisa, kenapa kau begitu kejam? Kau meninggalkan cinta kita demi mengejar mimpimu menjadi seorang artis. Apa tidak bisa kau tetap di sisiku saja, Marisa?” kata Dave Nero setelah menonton drama mantan pacarnya, Marisa Hasio yang tega meninggalkan Dave demi karirnya sebagai seorang artis.Saat itu, Marisa bahkan rela tidur dengan seorang pengusaha entertain demi lulus seleksi yang membuat Dave marah besar. Bagaimana tidak, dia mendapati Marisa sedang tidur di pelukan lelaki lain di sebuah hotel demi karirnya. Dave meninggalkan tempat itu dengan penuh emosi dan amarah yang berkobar.BersambungDi sebuah hotel berbintang, resepsi pernikahan Arini Azhara Alister dan Dave Nero digelar. Banyak tamu dari kalangan atas yang diundang terutama rekan bisnis grup Alister dan Nero. Juga tidak terlupakan tiga pewaris perusahaan besar yakni sahabat-sahabat Dave. Ada juga sahabat Arini turut hadir."Arini!" teriak Keysia dan Morgan seraya berlari kecil menghampiri kawan mereka."Ah! Keisya, Morgan."Keisya dan Morgan memeluk Arini secara bergantian. Sejenak, Keisya begitu kagum dengan kecantikan sahabatnya itu. Terlebih lagi, Arini mengenakan gaun pengantin putih yang begitu indah. Gaun yang dihiasi dengan payet bunga-bunga kristal kecil melekat pada gaun itu. Rambutnya disangul mengenakan sebuah bando berwana putih. Tidak lupa sebuah kain transparan berwana putih menggantung di rambut gadis itu yang membuatnya menjadi semakin cantik dan anggun."Cantik sekali kamu hari ini, Arini," puji Morgan."Terima kasih atas pujianmu, Morgan.""Maaf, Arini. Aku tidak sempat hadir di acara ijab kabu
Malam hari di kediaman keluarga besar Nero setelah melakukan resepsi pernikahan. Acara resepsi yang digelar dari jam 19:00 sd 22:00 itu begitu melelahkan bagi Arini. Seluruh persendian tulangnya terasa sakit. Ditambah, pernikahan yang tidak seharusnya terjadi. Hal itu semakin membuat Arini lelah.Demi menghilangkan rasa letihnya, Arini membersihkan diri. Setelahnya, ia duduk di sofa yang ada di kamar Dave. Lantaran begitu lelah, gadis itu langsung tertidur di sofa dengan pulasnya. Tak berselang lama, pintu kamar terbuka. Dave masuk. Pria itu mendapati Arini sudah tertidur. Dave menghampiri Arini dan bermaksud memindahkan sang istri ke tempat tidur dengan perlahan. Dave takut jika tiba-tiba Arini terbangun. Tak disangka, gadis itu tidak bergerak sedikit pun. Dave sekilas melihat senyum yang tersirat di bibir gadis itu. 'Entah apa yang dia pikirkan sampai dia tersenyum dalam tidurnya?' pikir Dave.Bukan cuma Arina yang kelelahan. Dave pun demikian. Dia berbaring di tempat tidur tepat
Sebulan sejak pernikahan Dave dengan Arini, semenjak itu pula Dave jarang sekali pulang ke rumah. Dia hanya menghabiskan waktunya di perusahaan atau di club malam tempatnya dan ketiga sahabatnya sering berkumpul. Arini selalu kesepian sejak mertuanya pergi ke Amerika. Orang tuanyan juga sibuk dengan perusahaan mereka. Setiap harinya, gadis itu hanya ditemani Mbok Ijah, pembantu rumah tangga di rumah itu. Sesekali Dave pulang hanya untuk mengganti pakaian yang kotor dengan yang bersih. Dia juga sengaja menghindari untuk bertemu dengan Arini. Mungkin hanya dua sampai tiga kali Dave bertemu dengan gadis itu selama sebulan setelah pernikahan mereka. Itu pun ketika berpapasan saja seperti saat Dave hendak masuk ke rumah, sedang Arini keluar.Malam itu, tepat pukul dua puluh lewat dua puluh lima, Arini termenung sendiri di kamar. Sampai malam kian menghilang. Hening semakin nampak kesunyian. Hanya suara hati yang bising di telinganya. Tanpa ada tautan. Apalagi jawaban. Cahaya rembulan pun
Pukul tujuh lewat lima detik, Arini terbangun lagi dalam pelukan Dave. Wajahnya terlalu dekat dengan wajah lelaki itu. Sehingga dia merasakan hembusan napas lelaki itu. Dia terus memerhatikan wajah Dave. Jantungnya tiba-tiba berdetak tidak menentu. Gadis cantik itu kemudian membenamkan wajahnya di dada bidang Dave. Untuk sesaat gadis berparas cantik itu menikmati aroma mint. Aroma khas dari tubuh Dave. Untuk sesaat Arini terlena di dalam dekapan lelaki dingin yang begitu tampan, sebelum dia mulai tersadar kembali."Aargh!" Teriakan Arini membangunkan Dave.Dave yang terbangun karena terkejut langsung kalang kabut. "Apa? Apa? Ada apa, apa yang terjadi?" Melihat gelagat Dave seperti itu, tawa kecil keluar dari bibir mungil gadis itu. "Hei, kenapa kau tertawa? Di mana malingnya?" tanya Dave menyapu pandang seluruh ruangan."Maling?""Bukankah kau berteriak karena ada maling?""Ops!" Arini menutup bibirnya. "Sorry, i was just shocked so i shouted.""Kau ini. Padahal aku baru saja tertidur
"Ma-maafkan Arini, Mas," kata Arini segera menjauh dari Dave. Sedangkan Dave yang terkejut hanya diam mencoba menata kembali detak jantungnya yang tidak karuan.Namun, semuanya berlalu begitu saja ketika Dave dan Arini kini sudah berada di meja makan untuk makan malam dibantu Mbok Ijah. Selama makan malam berlangsung, keduanya hanya diam dan saling mencuri pandang satu sama lain. Tidak lama, Arini selesai makan terlebih dulu. Gadis cantik itu beranjak dari tempat duduknya bergegas ke kamar tidur.Di dalam kamar Arini merogoh tasnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Rupanya ada pesan yang masuk, pesan dari Keysia mengingatkan Arini tentang ulang tahun Morgan. "Hmm ... besok ulang tahun Morgan. Hadiah, bahkan pakaian pun aku belum sempat memilihnya. Semua itu karena lelaki brengsek itu."Puas bermain dengan ponselnya, Arini meletakannya di meja samping pembaringan, lalu mencoba memejamkan matanya. Sesaat berlalu, daun pintu kamar terbuka. Nampak Dave masuk, lalu duduk di sofa sudut kam
Sebuah tamparan mendarat di wajah seorang gadis cantik. Dia terpaku, tubuhnya bergetar. dia tidak menyangka seseorang akan menamparnya di hadapan banyak orang. Matanya tidak bisa berkutik, hanya air mata yang perlahan menetes dipipinya.Keysia dan Morgan yang melihat kejadian itu tidak berani ikut campur. Mereka takut pada Dave. Ya, siapa yang tidak takut dengan Dave, seorang Presdir dingin, kejam dan mendominasi yang tidak akan mengampuni lawannya.Saat ini, Dave sudah diselimuti amarah, dia menyeret Arini keluar dari Bar itu. Semua yang melihat hanya terdiam tidak dapat menolong lantaran takut terhadap Dave Nero sang Presdir kejam.Beberapa saat berlalu. Dave telah sampai di rumah dan mengendong Arini. Gadis itu meronta dan memukul pundak Dave."Lepaskan, lepaskan aku." Arini meronta.Mbok ijah yang melihat kejadian itu hanya mampu melihat saja. Ingin sekali rasanya dia menolong Arini, tetapi Mbok Ijah takut pada tuannya."Masalah apakah gerangan yang membuat tuan muda Dave dan nona
Sebuah mobil ferarry berwarna hitam memasuki pekarangan rumah keluarga Nero. Arini mendengar suara mobil berlari ke pembaringan, lalu meringkuk di sana. Bertambah takutnya gadis itu ketika pintu kamar terbuka dan seorang lelaki masuk menghampirinya."Tidak, jangan mendekat," teriak Arini."Arini, Maafkan aku," ucap Dave."Maaf? Setelah kau berlaku sedemikian kepadaku, kau dengan mudah meminta maaf?"Deve mendekat, lalu duduk di sisi tempat tidur. Sedangkan Arini memundurkan dirinya menjauh dari laki-laki itu."Arini dengarkan aku," kata Dave. Namun, gadis itu hanya diam. Dave kembali mencoba memberi penjelasan. "Arini, sejujurnya aku mulai mencintaimu?"Terbelalak mata Arini mendengar apa yang keluar dari mulut Dave barusan. Jantungnya berdegup kencang, ingin rasanya dia mengucapkan sesuatu. Tapi, itu tertahan di kerongkongannya. Gadis itu sungguh tidak menyangka kalau orang yang hampir memperkosanya menyatakan cinta padanya. Meskipun memang sudah tugasnya melayani suaminya."Arini, i
AmerikaLangit begitu cerah di langit Amerika. Di sebuah taman Central Park, seorang pemuda sedang merayu kekasihnya, "Dailyn, I love you," ucap lelaki itu."I love you to, Marvin.""Will you marry me?" tanya Marvin bersimpuh di lutut Dailyn."Yes, i will.""Terimah kasih, Dailyn. Tidak sia-sia aku mengejarmu ke Negri ini," kata Marvin bahagia.Sepasang kekasih yang tengah berbahagia itu kembali ke apartemen mereka, bersiap-siap untuk menikah di sebuah mesjid terdekat yang terdapat di kota itu. Mereka menikah tidak dihadiri oleh kedua orang tua Marvin, hanya kedua orangtua Dailyn yang hadir di saat itu sebagai saksi bersatunya dua insan yang saling mencintai."Marvin Nero, I will marry you to Dailyn Arabella Binti Farhan with a dowry and a set of prayer tools to be paid in cash?""I accept that the marriage of Dailyn Arabella Binti Farhan with the dowry was paid in cash"Setelah ijab kabul selesai kedua orang tua Dailyn memeluk putrinya, berganti memeluk menantunya. Saat itu Marvin be
Di perusahaan Dave bekerja seperti biasanya. Tiba-tiba daun pintu ruangan terbuka, Arvin masuk dan menyapa Dave. Dave membalasnya. Namun, laki-laki itu tetap sibuk dengan dokumen-dokumen yang ada di tangannya."Apa yang membwamu kali ini?" Dave menghentikan pekerjaannya, lalu bertanya pada Arvin."Hanya ingin berkunjung saja," jawab Arvin sembari langsung duduk di sofa yang ada di ruang kerja Dave."Oo ...." Dave kembali bertanya "Bagaimana dengan rumah sakit ayahmu?""Sebagai satu-satunya pewaris perusahaan, tentunya rumah sakit Damian akan menjadi tanggung jawabku." Arvin Damian menjawab sambil menghela napas panjang. Sebenarnya laki-laki itu datang untuk mencurahkan keluh kesahnya pada Dave. Dan sebagai sahabat, Dave menjadi pendengar yang setia.Sebentar, Arvin pamit setelah puas meluahkan isi hatinya, terlebih saat ini Arvin adalah salah satu dokter terkenal dan juga satu-satunya pewaris perusahaan Damian. Perusahaan itu juga memiliki sebuah rumah sakit terbesar di kota Metropoli
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Dave, Arini tersipu. Wajahnya semakin merona, jantungnya berdetak tidak menentu."Tapi, jika Arini tidak mengijinkan Mas, Mas akan ber-." Arini memotong perkataan Dave. "Huss! Arini istri Mas, Mas berhak atas Arini," ucap Arini seraya membungkam bibir Dave dengan telunjuknya."Sungguh Arini tidak keberatan?" tanya Dave. Arini tidak menjawab, dia hanya tersenyum sambil mengangguk pelan menandakan bahwa dia mengijinkan Dave untuk melakukan apa saja yang Dave inginkan. Toh dia adalah seorang istri, dan harus melakukan tugas dan kewajibannya. "Jika Arini terpaksa, Mas tidak akan melakukannya.""Mas, lakukanlah. Arini ikhlas sepenuh hati."Setelah mendapat persetujuan Arini, Dave yang sudah berusaha menjaga kewarasannya sejak tadi akhirnya jatuh juga. Laki-laki itu, menjatuhkan ciuman di bibir Arini. Gadis itu hanya diam. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Ada sebuah desiran yang mengalir di aliran darahnya."Pertama kali Mas Deve menyentuh bibir
Perkataan Arini membuat Dave tersadar akan prilakunya. Dave mengatur napas dan meredam emosinya, baru berbalik menatap gadis di sampingnya yang terlihat seperti kebingungan bahkan sedikit takut padanya.Saat Dave mencoba meraih pipi Arini, gadis itu sedikit mundur."Ma-Mas Dave," ucap Arini terbata-bata."Maafkan Mas, Arini." Kata maaf yang keluar dari bibir Dave tidak membuat Arini berdelik sedikitpun. Gadis itu diam dan terus menatap Dave dengan tatapan seolah takut terhadap laki-laki itu.Dave sendiri tidak igin larut dalam situasi yang seperti itu, maka dia langsung saja mengemudikan mobil untuk pulang ke rumah. Dan selama di perjalanan, Arini tidak berucap apapun. Dia hanya menatap wajah Dave yang begitu serius mengemudi seakan mencari tahu mengapa Dave tiba-tiba marah.Setibanya di rumah, Arini langsung turun dari mobil tanpa mengucap sepata kata pun pada Dave. Meski Dave mencoba untuk mamnggilnya, tetap saja gadis itu berlalu.Di kamar Arini merabahkan tubuhnya. Gadis itu masih
"Mas Dave," kata Arini lembut seperti biasa."Ada apa, Arini?""Boleh Arini bertanya?""Apa itu, Arini.""Mas Dave," kata Arini sedikit ragu. "Siapa tamu itu?" tanyanya kemudian."Bukan siapa-siapa," jawab Dave singkat dengan nada datar."Tapi.""Arini, aku sudah selesai, Arini lanjut sarapan sendiri." Dave beranjak meninggalkan Arini sendiri. Sedangkan mbok Ijah yang sejak tadi menunggu di di pintu masuk ruang dapur segera menghampiri Arini setelah memastikan kalau Dave sudah pergi. Wanita paruh baya itu mendekati Arini seraya meraih jemari Arini, dia tahu kalau Arini sedikit kesal lantaran Dave menjawab pertanyaannya dengan nada datar. Laki-laki itu bahkan meninggalkannya sendiri di meja makan."Sabar, Nona Arini," ucap mbok Ijah."Mbok." Arini mendongak menatap mbok Ijah. "Memangnya siapa yang datang, Mbok? Kenapa Mas Dave tiba-tiba berubah seperti itu?" tanyanya kemudian."Maafkan Mbok, Non. Mbok tidak berani, sebaiknya nona Arini jangan bertanya lagi." Mbok Ijiah tidak ingin ikut
Malam hari, seperti biasa Arini menunggu kedatangan Dave dari perusahaan sambil menyiapkan makan malam, lalu Arini duduk di meja makan. Namun, beberapa waktu berlalu, Dave tidak kunjung datang. Arini juga sudah menghubungi Dave, tetapi tidak ada jawaban.Malam kian larut. Dave belum juga pulang. 'Mas Deve, ke mana kamu, kenapa belum pulang?' Batin Arini begitu khawatir. Gadis itu melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul 22:10 malam.Mbok Ijah yang melihat Arini menunggu merasa prihatin, terlebih makanan di meja juga sudah dingin."Mbok, nanti kalau Mas Dave kembali, panaskan saja makanannya. Arini ngantuk, Mbok. Sudah kepengen tidur," kata Arini kepada mbok Ijah."Baik, Nona Arini," jawab mbok Ijah.Arini beranjak dari duduknya lalu masuk ke kamar. Sungguhpun dia sudah lelah menunggu begitu lama. Namun, Dave tidak juga muncul. 'Semoga suamiku dalam lidungan Sang Pencipta,' ucap Arini dalam hati sembari menghela napas, baru dia merebahkan diri di pembaringan.Sementara itu, di w
Pagi hari Dave cepat-cepat ke perusahaan dan tidak sempat sarapan meski Arini sudah menawarinya. Dave hanya memberikan satu kecupan yang melayang di kening Arini.Entah apa yang membuat Dave begitu terburu-buru seperti itu, Arini juga tidak bertanya, 'mungkin hanya masalah pekerjaan yang mendesak,' pikir Arini.~Love is the way you want me, jangan kau pergi jauh, L.o.v.e is the way yo want me, tak perlu kau ulang-ulang lagi.~ (Dering ponsel Arini)."Assalamualaikum, Umi,' sapa Arini ketika panggilan tersambung."Waalaikumsalam, Apa kabar, Arini. Arini sehat?" sahut Lina di ujung telfon."Arini sehat, Umi!""Bagaimana? Bahagia kah, tidak kah, Arini menikah dengan anak Umi?""Arini bahagia, Umi. Mas Dave baik terhadap Arini.""Umi minta maaf pada Arini""Sudahlah, Umi. Tidak perlu dibahas lagi. Arini tidak mempermasalahkannya. Kapan Umi dan Abah kembali?""Umi belum tahu, Abah dan Umi berencana tinggal lebih lama sampai anak Umi yang kabur itu ditemukan."Arini terdiam sejenak, dan perc
"Mas ... Mas Dave," kata Arini lembut membangunkan lelaki yang sudah dua bulan menjadi suaminya. Suami yang awalnya hanyalah lelaki pengantin pengganti. Tetapi lelaki pengantin penggnti itu juga yang sudah mencuri hatinya, membuatnya bisa melupaknan rasa sakit di awal pernikahan. Pernikahan yang hampir gagal dan mencoreng nama baik keluarga."Aghh ...," leguh Dave."Mas Dave," kata Arini kian lembut. Dave membuka matanya pelan, lalu memberi senyuman selamat pagi pada Arini. "Mas ... Bangunlah. Kita sarapan bersama, Arini ingin ke rumah Ayah dan Bunda," lanjut gadis itu lagi.Dave hampir saja lupa bahwa semalam dia berjanji untuk mengunjungi mertuanya. Lelaki itu langsung bergegas dan berbenah. Begitupun dengan Arini. Baru keduanya sarpan, lalu seperti yang dijanjikan Dave, setelah sarapan dia membawa Arini ke rumah keluarganya.Gemercik suara kerikil terlindas ban mobil terdengar ketika mobil Dave sudah berada di depan pagar rumah orangtua Arini. Arini dan Dave disambut hangat oleh k
AmerikaLangit begitu cerah di langit Amerika. Di sebuah taman Central Park, seorang pemuda sedang merayu kekasihnya, "Dailyn, I love you," ucap lelaki itu."I love you to, Marvin.""Will you marry me?" tanya Marvin bersimpuh di lutut Dailyn."Yes, i will.""Terimah kasih, Dailyn. Tidak sia-sia aku mengejarmu ke Negri ini," kata Marvin bahagia.Sepasang kekasih yang tengah berbahagia itu kembali ke apartemen mereka, bersiap-siap untuk menikah di sebuah mesjid terdekat yang terdapat di kota itu. Mereka menikah tidak dihadiri oleh kedua orang tua Marvin, hanya kedua orangtua Dailyn yang hadir di saat itu sebagai saksi bersatunya dua insan yang saling mencintai."Marvin Nero, I will marry you to Dailyn Arabella Binti Farhan with a dowry and a set of prayer tools to be paid in cash?""I accept that the marriage of Dailyn Arabella Binti Farhan with the dowry was paid in cash"Setelah ijab kabul selesai kedua orang tua Dailyn memeluk putrinya, berganti memeluk menantunya. Saat itu Marvin be
Sebuah mobil ferarry berwarna hitam memasuki pekarangan rumah keluarga Nero. Arini mendengar suara mobil berlari ke pembaringan, lalu meringkuk di sana. Bertambah takutnya gadis itu ketika pintu kamar terbuka dan seorang lelaki masuk menghampirinya."Tidak, jangan mendekat," teriak Arini."Arini, Maafkan aku," ucap Dave."Maaf? Setelah kau berlaku sedemikian kepadaku, kau dengan mudah meminta maaf?"Deve mendekat, lalu duduk di sisi tempat tidur. Sedangkan Arini memundurkan dirinya menjauh dari laki-laki itu."Arini dengarkan aku," kata Dave. Namun, gadis itu hanya diam. Dave kembali mencoba memberi penjelasan. "Arini, sejujurnya aku mulai mencintaimu?"Terbelalak mata Arini mendengar apa yang keluar dari mulut Dave barusan. Jantungnya berdegup kencang, ingin rasanya dia mengucapkan sesuatu. Tapi, itu tertahan di kerongkongannya. Gadis itu sungguh tidak menyangka kalau orang yang hampir memperkosanya menyatakan cinta padanya. Meskipun memang sudah tugasnya melayani suaminya."Arini, i