Di sebuah hotel berbintang, resepsi pernikahan Arini Azhara Alister dan Dave Nero digelar. Banyak tamu dari kalangan atas yang diundang terutama rekan bisnis grup Alister dan Nero. Juga tidak terlupakan tiga pewaris perusahaan besar yakni sahabat-sahabat Dave. Ada juga sahabat Arini turut hadir.
"Arini!" teriak Keysia dan Morgan seraya berlari kecil menghampiri kawan mereka.
"Ah! Keisya, Morgan."
Keisya dan Morgan memeluk Arini secara bergantian. Sejenak, Keisya begitu kagum dengan kecantikan sahabatnya itu. Terlebih lagi, Arini mengenakan gaun pengantin putih yang begitu indah. Gaun yang dihiasi dengan payet bunga-bunga kristal kecil melekat pada gaun itu. Rambutnya disangul mengenakan sebuah bando berwana putih. Tidak lupa sebuah kain transparan berwana putih menggantung di rambut gadis itu yang membuatnya menjadi semakin cantik dan anggun.
"Cantik sekali kamu hari ini, Arini," puji Morgan.
"Terima kasih atas pujianmu, Morgan."
"Maaf, Arini. Aku tidak sempat hadir di acara ijab kabulmu," sela Keisya.
"Ada baiknya kamu tidak hadir, Key," kata Arini menundukkan kepala.
"Kenapa?" tanya Keisya bingung.
"Sudahlah. Nanti akan kuceritakan. Di sini bukan tempatnya."
Tak lama, seorang lelaki dengan kesan dingin dan memancarkan aura maskulin, mendekati Arini dan sahabatnya. Seketika dua sahabat itu terdiam seperti tertekan akan kedatangan pria yang terlihat tampan dan memukau serta berkesan mendominasi.
"Apa yang kau lakukan di sini, Arini?" tanya Dave seraya melirik ke arah kedua sahabat sang istri. "Acara sebentar lagi dimulai," katanya lagi.
"Arin. Siapa pria ini?" tanya Keysia. Nada bicaranya penuh pertanyaan.
"Oh. Kenalkan, aku suaminya. Dave Nero."
Morgan dan Keisya jadi bingung. Bukankah waktu itu Arini bilang pada mereka kalau nama calon suaminnya adalah Marvin Nero. Kenapa tiba-tiba berubah jadi Dave Nero? Morgan dan Keysia bahkan mengira kalau mereka salah dengar. Namun, Dave menekankan kalau mereka tidak salah dengar. Dave juga mengatakan kalau mempelai prianya kabur dengan wanita lain. Dialah yang menggantikannya untuk menikahi Arini.
Betapa terkejutnya Keysia dan Morgan mendengar apa yang keluar dari bibir tipis Dave. Akan tetapi, mereka berusaha unuk menyembunyikannya. Takut kalau-kalau Arini akan marah pada mereka. Arini meninggalkan dua kawannya dengan hati yang berat. Gadis cantik itu naik ke panggung pelaminan bersama Dave. Dia menggandeng tangan Dave melewati meja-meja yang tertata rapi. Di atasnya dipenuhi makanan dan minuman untuk menyambut para tamu yang hadir.
Di atas panggung resepsi, Lina Nero meberikan sebuah cincin berlian pada Dave untuk dikenakan di jari manis Arini.
"Pakaikan di jari istrimu, Dave," kata Lina lembut.
Lelaki itu memakaikan cincin di jari manis Arini seperti yang diminta ibunya. Begitupun sebaliknya, Arini memakaikan cincin pernikahan ke jari manis Dave. Acara tukar cincin telah selesai. Selanjutnya adalah tradisi melempar bunga. Dave dan Arini membelakangi para peserta lalu melemparkan bunga pernikahan mereka. Bunga itu jatuh ke tangan Keysia dan Morgan.
"Wah ... sebentar lagi kita nyusul ya, Key," celetuk Morgan.
"Nikah sama kamu? Jangan mimpi."
"Jangan berpikir demikan dulu. Siapa juga yang mau menikah denganmu. Mimpi saja kamu. Kan kamu tau sendiri, kalau aku suka yang berbadan kekar seperti pria yang ada di sana," kata Morgan genit seraya menuding ke arah salah satu dari tiga penerus perusahaan besar yang tak lain adalah sahabat Dave.
Keysia terkekeh geli karena sahabat lelakinya itu sangat centil layaknya perempuan. Meski demikian, dia tetap menyukai lawan jenis. Setelah dua jam resepsi diselenggarakan, acara sudah hampir selesai. Dave meninggalkan Arini. Dia pergi menyapa rekan-rekan bisnisnya.
Meskipun Dave masih berusia dua puluh delapan tahun, tapi dia sudah terjun ke dunia bisnis sejak usianya masih delapan belas tahun. Dia menjalankan perusahaan Nero dengan baik. Bahkan, selama dia menjadi pemimpin di perusahaan Nero, perusahaan itu berkembang pesat dan banyak memiliki cabang. Perusahaan juga dapat bekerja sama dengan perusahaan asing dengan baik dan terdapat banyak anak perusahaan di bawah pimpinan Perusahaan Nero.
Di sisi lain, Keysia dan Morgan kembali menghampiri Arini. Mereka masih penasaran dengan apa yang terjadi pada acara ijab kabul kemarin. Lalu keduanya menarik Arini sedikit menjauh dari kerumunan tamu.
"Arini. Bisakah kamu ceritakan lebih detail apa yang terjadi kemarin?"
Melihat wajah kedua sahabatnya yang penuh pertanyaan, mau tidak mau Arini harus menjelaskannya. Gadis itu menarik napas dalam-dalam lalu memperdengarkan suaranya.
"Kemarin adalah peristiwa paling menyakitkan untukku. Rasaya aku ingin mati saja."
"Memangnya kemarin kenapa?" tanya Morgan.
"Pria yang seharusnya menjadi suamiku kabur demi wanita lain."
"What?" pekik Morgan dan Keisya terkejut. Arini kembali melanjutkan kata-katanya.
"Ya. Seperti yang kalian tahu. Dave adalah lelaki pengantin pengganti. Dia menikahiku supaya keluarga kami tidak menanggung malu atas kaburnya Marvin dari pernikahan."
Air mata Arini mulai menetes pada saat menjelaskan peristiwa yang menimpanya kemarin kepada kedua sahabatnya itu. Perih sekali rasanya. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima.
"Arini, sudahlah. Semua sudah terjadi. Jalani saja pernikahanmu dan semoga kamu bahagia," kata Morgan memcoba memberi kekuatan pada Arini lalu memeluk sahabatnya itu.
"Heii!! What's happening here?" Terdengar suara yang mengejutkan mereka. Arini, Morgan dan juga Keysia berbalik. Mereka melihat tiga lelaki tampan menghampiri dengan senyum terkembang.
"Oh ... inikah Istri Dave? Your beautifull," kata salah satu lelaki itu yang memuji kecantikan Arini.
"Kenalkan, aku Arvin Damian. Dia Diandra Davin dan lelaki yang menyapamu tadi adalah Raditya Celio. Kami sahabat Dave," kata Arvin memperkenalkkan diri dan juga kedua sahabatnya itu.
"Hai juga," Arini membalas dengan senyum yang menawan.
"Bodohnya Marvin meninggalkan gadis secantik kau, Arini," kata Raditya Celio yang memang wataknya ceplas ceplos.
Arini yang tadinya tersenyum, kini senyum itu hilang hanya karena satu perkataan yang keluar dari bibir Raditya. Melihat ada perubahan pada ekspresi Airini, Diandra mencoba mencairkan suasana.
"Ah, kau ini. Mungkin mulutmu butuh minuman. Ayo, kita ke sana!" seru Diandra sembari menarik Raditya menjauh dari Arini.
"Hei!" teriaknya mencoba melepaskan diri dari Diandra. "What happend? Please don't pull me. Aku masih ingin berbincang dengan istri Dave."
"Berhenti menganggunya. Kau ikut saja dengan kami," sambung Arvin.
Setelah Arvin, Diandra dan Raditya berlalu, Dave menghampiri Arini yang sedang murung. Sementra Keysia dan Morgan juga sudah berlalu meninggalkan Arini sendiri demi mengisi perut mereka.
"Arini," sapa Dave. "Are you ok?"
"Ya. Saya baik-baik saja."
"Lantas mengapa kau menagis? Hapuslah air matamu. Aku tidak mau rekan-rekan bisnisku melihatmu seperti ini," ucapnya dengan wajah serius. "Meskipun mereka tahu kalau aku menikahimu karena Marvin melarikan diri dan agar keluarga kita tidak menanggung malu, kau tetap harus bersikap baik dan terlihat bahagia atas penikahan ini."
Mendengar kata-kata Dave, hati Arini semakin sakit bagaikan terkoyak sebilah pedang yang sangat tajam. Ia tak menyangaka bahwa dia menikahi lelaki yang begitu dingin dan seperti tak berperasaan terhadapnya. Wajahnya bahkan terlihat kaku meski begitu tampan.
"Baik," sahut Arini, suaranya sedikit parau.
Sakit sekali rasanya ketika Dave sering kali menekankan kalau dia menikahi Arini hanya demi menutupi rasa malu keluarga. Betapa hancurnya perasaan Arini. Akan tetapi, dia tetap berusaha agar air matanya tak jatuh. Dia hanya mengigit bibir bawahnya dan meremas-remas gaunnya.
"Ini kenalkan istri saya," kata Dave memperkenalkan Arini kepada rekan bisnisnya.
"Cantik ya? Bodohnya Marvin itu," kata Aliandro, salah satu rekan bisnis Dave.
Arini hanya diam. Ia tidak mampu untuk berkata-kata. Dia hanya bisa berkata dalam hati. 'Oh Tuhan ... mengapa semua orang menekankan bahwa aku adalah istri yang ditinggalkan Marvin. Seolah-olah mereka memberitahu kalau Dave hanya membatu agar keluarga tidak menanggung malu. Apakah ini sudah yang ditentukan untukku?' jeritnya dalam hati.
Sampai pada akhirnya, Arini sudah tidak kuasa lagi untuk menahan. Air matanya sudah hampir menetes.
"Maaf, Pak. Saya ingin minum. Saya tinggal dulu ya," ucapnya mencoba tersenyum hangat, meskipun hatinya hancur. "Silakan dilanjutkan percakapannya," kata Arini. Baru kemudian ia meninggalkan Dave dan rekan bisnisnya.
Dengan perasaan yang begitu tersiksa pada diri Arini, gadis itu menagis terduduk di sebuah kursi yang ada di pojokan ruangan. Tak lama, wanita separu baya yang cantik menghampirinya.
"Kenapa kamu menagis, Arini?" tanya Lina kepada menantunya. Namun, Arini masih diam terisak dalam tangisnya. "Maafkan kami, Arini." Lina meraih jari-jari Arini. "Karena Marvin, kamu melalui semua penderitaan ini. Maafkan kami jika kamu tidak bahagia dengan pernikahan ini. Umi janji akan menebusnya dengan memperlakukan dirimu sebaik mungkin."
Lina Nero lalu memeluk menantunya. Wanita paruh baya itu dapat merasakan apa yang dirasakan gadis cantik yang dipeluknya. Dalam usianya yang masih muda, dia harus menanggunga sebuah pernikahan yang menurutnya adalah mimpi buruk. Pernikahsn yang seharunya berjalan tidak seperti itu. Pernikahan yang diimpikan akan bahagia, rupanya hanya angan-angan saja.
******
Malam hari di kediaman keluarga besar Nero setelah melakukan resepsi pernikahan. Acara resepsi yang digelar dari jam 19:00 sd 22:00 itu begitu melelahkan bagi Arini. Seluruh persendian tulangnya terasa sakit. Ditambah, pernikahan yang tidak seharusnya terjadi. Hal itu semakin membuat Arini lelah.Demi menghilangkan rasa letihnya, Arini membersihkan diri. Setelahnya, ia duduk di sofa yang ada di kamar Dave. Lantaran begitu lelah, gadis itu langsung tertidur di sofa dengan pulasnya. Tak berselang lama, pintu kamar terbuka. Dave masuk. Pria itu mendapati Arini sudah tertidur. Dave menghampiri Arini dan bermaksud memindahkan sang istri ke tempat tidur dengan perlahan. Dave takut jika tiba-tiba Arini terbangun. Tak disangka, gadis itu tidak bergerak sedikit pun. Dave sekilas melihat senyum yang tersirat di bibir gadis itu. 'Entah apa yang dia pikirkan sampai dia tersenyum dalam tidurnya?' pikir Dave.Bukan cuma Arina yang kelelahan. Dave pun demikian. Dia berbaring di tempat tidur tepat
Sebulan sejak pernikahan Dave dengan Arini, semenjak itu pula Dave jarang sekali pulang ke rumah. Dia hanya menghabiskan waktunya di perusahaan atau di club malam tempatnya dan ketiga sahabatnya sering berkumpul. Arini selalu kesepian sejak mertuanya pergi ke Amerika. Orang tuanyan juga sibuk dengan perusahaan mereka. Setiap harinya, gadis itu hanya ditemani Mbok Ijah, pembantu rumah tangga di rumah itu. Sesekali Dave pulang hanya untuk mengganti pakaian yang kotor dengan yang bersih. Dia juga sengaja menghindari untuk bertemu dengan Arini. Mungkin hanya dua sampai tiga kali Dave bertemu dengan gadis itu selama sebulan setelah pernikahan mereka. Itu pun ketika berpapasan saja seperti saat Dave hendak masuk ke rumah, sedang Arini keluar.Malam itu, tepat pukul dua puluh lewat dua puluh lima, Arini termenung sendiri di kamar. Sampai malam kian menghilang. Hening semakin nampak kesunyian. Hanya suara hati yang bising di telinganya. Tanpa ada tautan. Apalagi jawaban. Cahaya rembulan pun
Pukul tujuh lewat lima detik, Arini terbangun lagi dalam pelukan Dave. Wajahnya terlalu dekat dengan wajah lelaki itu. Sehingga dia merasakan hembusan napas lelaki itu. Dia terus memerhatikan wajah Dave. Jantungnya tiba-tiba berdetak tidak menentu. Gadis cantik itu kemudian membenamkan wajahnya di dada bidang Dave. Untuk sesaat gadis berparas cantik itu menikmati aroma mint. Aroma khas dari tubuh Dave. Untuk sesaat Arini terlena di dalam dekapan lelaki dingin yang begitu tampan, sebelum dia mulai tersadar kembali."Aargh!" Teriakan Arini membangunkan Dave.Dave yang terbangun karena terkejut langsung kalang kabut. "Apa? Apa? Ada apa, apa yang terjadi?" Melihat gelagat Dave seperti itu, tawa kecil keluar dari bibir mungil gadis itu. "Hei, kenapa kau tertawa? Di mana malingnya?" tanya Dave menyapu pandang seluruh ruangan."Maling?""Bukankah kau berteriak karena ada maling?""Ops!" Arini menutup bibirnya. "Sorry, i was just shocked so i shouted.""Kau ini. Padahal aku baru saja tertidur
"Ma-maafkan Arini, Mas," kata Arini segera menjauh dari Dave. Sedangkan Dave yang terkejut hanya diam mencoba menata kembali detak jantungnya yang tidak karuan.Namun, semuanya berlalu begitu saja ketika Dave dan Arini kini sudah berada di meja makan untuk makan malam dibantu Mbok Ijah. Selama makan malam berlangsung, keduanya hanya diam dan saling mencuri pandang satu sama lain. Tidak lama, Arini selesai makan terlebih dulu. Gadis cantik itu beranjak dari tempat duduknya bergegas ke kamar tidur.Di dalam kamar Arini merogoh tasnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Rupanya ada pesan yang masuk, pesan dari Keysia mengingatkan Arini tentang ulang tahun Morgan. "Hmm ... besok ulang tahun Morgan. Hadiah, bahkan pakaian pun aku belum sempat memilihnya. Semua itu karena lelaki brengsek itu."Puas bermain dengan ponselnya, Arini meletakannya di meja samping pembaringan, lalu mencoba memejamkan matanya. Sesaat berlalu, daun pintu kamar terbuka. Nampak Dave masuk, lalu duduk di sofa sudut kam
Sebuah tamparan mendarat di wajah seorang gadis cantik. Dia terpaku, tubuhnya bergetar. dia tidak menyangka seseorang akan menamparnya di hadapan banyak orang. Matanya tidak bisa berkutik, hanya air mata yang perlahan menetes dipipinya.Keysia dan Morgan yang melihat kejadian itu tidak berani ikut campur. Mereka takut pada Dave. Ya, siapa yang tidak takut dengan Dave, seorang Presdir dingin, kejam dan mendominasi yang tidak akan mengampuni lawannya.Saat ini, Dave sudah diselimuti amarah, dia menyeret Arini keluar dari Bar itu. Semua yang melihat hanya terdiam tidak dapat menolong lantaran takut terhadap Dave Nero sang Presdir kejam.Beberapa saat berlalu. Dave telah sampai di rumah dan mengendong Arini. Gadis itu meronta dan memukul pundak Dave."Lepaskan, lepaskan aku." Arini meronta.Mbok ijah yang melihat kejadian itu hanya mampu melihat saja. Ingin sekali rasanya dia menolong Arini, tetapi Mbok Ijah takut pada tuannya."Masalah apakah gerangan yang membuat tuan muda Dave dan nona
Sebuah mobil ferarry berwarna hitam memasuki pekarangan rumah keluarga Nero. Arini mendengar suara mobil berlari ke pembaringan, lalu meringkuk di sana. Bertambah takutnya gadis itu ketika pintu kamar terbuka dan seorang lelaki masuk menghampirinya."Tidak, jangan mendekat," teriak Arini."Arini, Maafkan aku," ucap Dave."Maaf? Setelah kau berlaku sedemikian kepadaku, kau dengan mudah meminta maaf?"Deve mendekat, lalu duduk di sisi tempat tidur. Sedangkan Arini memundurkan dirinya menjauh dari laki-laki itu."Arini dengarkan aku," kata Dave. Namun, gadis itu hanya diam. Dave kembali mencoba memberi penjelasan. "Arini, sejujurnya aku mulai mencintaimu?"Terbelalak mata Arini mendengar apa yang keluar dari mulut Dave barusan. Jantungnya berdegup kencang, ingin rasanya dia mengucapkan sesuatu. Tapi, itu tertahan di kerongkongannya. Gadis itu sungguh tidak menyangka kalau orang yang hampir memperkosanya menyatakan cinta padanya. Meskipun memang sudah tugasnya melayani suaminya."Arini, i
AmerikaLangit begitu cerah di langit Amerika. Di sebuah taman Central Park, seorang pemuda sedang merayu kekasihnya, "Dailyn, I love you," ucap lelaki itu."I love you to, Marvin.""Will you marry me?" tanya Marvin bersimpuh di lutut Dailyn."Yes, i will.""Terimah kasih, Dailyn. Tidak sia-sia aku mengejarmu ke Negri ini," kata Marvin bahagia.Sepasang kekasih yang tengah berbahagia itu kembali ke apartemen mereka, bersiap-siap untuk menikah di sebuah mesjid terdekat yang terdapat di kota itu. Mereka menikah tidak dihadiri oleh kedua orang tua Marvin, hanya kedua orangtua Dailyn yang hadir di saat itu sebagai saksi bersatunya dua insan yang saling mencintai."Marvin Nero, I will marry you to Dailyn Arabella Binti Farhan with a dowry and a set of prayer tools to be paid in cash?""I accept that the marriage of Dailyn Arabella Binti Farhan with the dowry was paid in cash"Setelah ijab kabul selesai kedua orang tua Dailyn memeluk putrinya, berganti memeluk menantunya. Saat itu Marvin be
"Mas ... Mas Dave," kata Arini lembut membangunkan lelaki yang sudah dua bulan menjadi suaminya. Suami yang awalnya hanyalah lelaki pengantin pengganti. Tetapi lelaki pengantin penggnti itu juga yang sudah mencuri hatinya, membuatnya bisa melupaknan rasa sakit di awal pernikahan. Pernikahan yang hampir gagal dan mencoreng nama baik keluarga."Aghh ...," leguh Dave."Mas Dave," kata Arini kian lembut. Dave membuka matanya pelan, lalu memberi senyuman selamat pagi pada Arini. "Mas ... Bangunlah. Kita sarapan bersama, Arini ingin ke rumah Ayah dan Bunda," lanjut gadis itu lagi.Dave hampir saja lupa bahwa semalam dia berjanji untuk mengunjungi mertuanya. Lelaki itu langsung bergegas dan berbenah. Begitupun dengan Arini. Baru keduanya sarpan, lalu seperti yang dijanjikan Dave, setelah sarapan dia membawa Arini ke rumah keluarganya.Gemercik suara kerikil terlindas ban mobil terdengar ketika mobil Dave sudah berada di depan pagar rumah orangtua Arini. Arini dan Dave disambut hangat oleh k
Di perusahaan Dave bekerja seperti biasanya. Tiba-tiba daun pintu ruangan terbuka, Arvin masuk dan menyapa Dave. Dave membalasnya. Namun, laki-laki itu tetap sibuk dengan dokumen-dokumen yang ada di tangannya."Apa yang membwamu kali ini?" Dave menghentikan pekerjaannya, lalu bertanya pada Arvin."Hanya ingin berkunjung saja," jawab Arvin sembari langsung duduk di sofa yang ada di ruang kerja Dave."Oo ...." Dave kembali bertanya "Bagaimana dengan rumah sakit ayahmu?""Sebagai satu-satunya pewaris perusahaan, tentunya rumah sakit Damian akan menjadi tanggung jawabku." Arvin Damian menjawab sambil menghela napas panjang. Sebenarnya laki-laki itu datang untuk mencurahkan keluh kesahnya pada Dave. Dan sebagai sahabat, Dave menjadi pendengar yang setia.Sebentar, Arvin pamit setelah puas meluahkan isi hatinya, terlebih saat ini Arvin adalah salah satu dokter terkenal dan juga satu-satunya pewaris perusahaan Damian. Perusahaan itu juga memiliki sebuah rumah sakit terbesar di kota Metropoli
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Dave, Arini tersipu. Wajahnya semakin merona, jantungnya berdetak tidak menentu."Tapi, jika Arini tidak mengijinkan Mas, Mas akan ber-." Arini memotong perkataan Dave. "Huss! Arini istri Mas, Mas berhak atas Arini," ucap Arini seraya membungkam bibir Dave dengan telunjuknya."Sungguh Arini tidak keberatan?" tanya Dave. Arini tidak menjawab, dia hanya tersenyum sambil mengangguk pelan menandakan bahwa dia mengijinkan Dave untuk melakukan apa saja yang Dave inginkan. Toh dia adalah seorang istri, dan harus melakukan tugas dan kewajibannya. "Jika Arini terpaksa, Mas tidak akan melakukannya.""Mas, lakukanlah. Arini ikhlas sepenuh hati."Setelah mendapat persetujuan Arini, Dave yang sudah berusaha menjaga kewarasannya sejak tadi akhirnya jatuh juga. Laki-laki itu, menjatuhkan ciuman di bibir Arini. Gadis itu hanya diam. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Ada sebuah desiran yang mengalir di aliran darahnya."Pertama kali Mas Deve menyentuh bibir
Perkataan Arini membuat Dave tersadar akan prilakunya. Dave mengatur napas dan meredam emosinya, baru berbalik menatap gadis di sampingnya yang terlihat seperti kebingungan bahkan sedikit takut padanya.Saat Dave mencoba meraih pipi Arini, gadis itu sedikit mundur."Ma-Mas Dave," ucap Arini terbata-bata."Maafkan Mas, Arini." Kata maaf yang keluar dari bibir Dave tidak membuat Arini berdelik sedikitpun. Gadis itu diam dan terus menatap Dave dengan tatapan seolah takut terhadap laki-laki itu.Dave sendiri tidak igin larut dalam situasi yang seperti itu, maka dia langsung saja mengemudikan mobil untuk pulang ke rumah. Dan selama di perjalanan, Arini tidak berucap apapun. Dia hanya menatap wajah Dave yang begitu serius mengemudi seakan mencari tahu mengapa Dave tiba-tiba marah.Setibanya di rumah, Arini langsung turun dari mobil tanpa mengucap sepata kata pun pada Dave. Meski Dave mencoba untuk mamnggilnya, tetap saja gadis itu berlalu.Di kamar Arini merabahkan tubuhnya. Gadis itu masih
"Mas Dave," kata Arini lembut seperti biasa."Ada apa, Arini?""Boleh Arini bertanya?""Apa itu, Arini.""Mas Dave," kata Arini sedikit ragu. "Siapa tamu itu?" tanyanya kemudian."Bukan siapa-siapa," jawab Dave singkat dengan nada datar."Tapi.""Arini, aku sudah selesai, Arini lanjut sarapan sendiri." Dave beranjak meninggalkan Arini sendiri. Sedangkan mbok Ijah yang sejak tadi menunggu di di pintu masuk ruang dapur segera menghampiri Arini setelah memastikan kalau Dave sudah pergi. Wanita paruh baya itu mendekati Arini seraya meraih jemari Arini, dia tahu kalau Arini sedikit kesal lantaran Dave menjawab pertanyaannya dengan nada datar. Laki-laki itu bahkan meninggalkannya sendiri di meja makan."Sabar, Nona Arini," ucap mbok Ijah."Mbok." Arini mendongak menatap mbok Ijah. "Memangnya siapa yang datang, Mbok? Kenapa Mas Dave tiba-tiba berubah seperti itu?" tanyanya kemudian."Maafkan Mbok, Non. Mbok tidak berani, sebaiknya nona Arini jangan bertanya lagi." Mbok Ijiah tidak ingin ikut
Malam hari, seperti biasa Arini menunggu kedatangan Dave dari perusahaan sambil menyiapkan makan malam, lalu Arini duduk di meja makan. Namun, beberapa waktu berlalu, Dave tidak kunjung datang. Arini juga sudah menghubungi Dave, tetapi tidak ada jawaban.Malam kian larut. Dave belum juga pulang. 'Mas Deve, ke mana kamu, kenapa belum pulang?' Batin Arini begitu khawatir. Gadis itu melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul 22:10 malam.Mbok Ijah yang melihat Arini menunggu merasa prihatin, terlebih makanan di meja juga sudah dingin."Mbok, nanti kalau Mas Dave kembali, panaskan saja makanannya. Arini ngantuk, Mbok. Sudah kepengen tidur," kata Arini kepada mbok Ijah."Baik, Nona Arini," jawab mbok Ijah.Arini beranjak dari duduknya lalu masuk ke kamar. Sungguhpun dia sudah lelah menunggu begitu lama. Namun, Dave tidak juga muncul. 'Semoga suamiku dalam lidungan Sang Pencipta,' ucap Arini dalam hati sembari menghela napas, baru dia merebahkan diri di pembaringan.Sementara itu, di w
Pagi hari Dave cepat-cepat ke perusahaan dan tidak sempat sarapan meski Arini sudah menawarinya. Dave hanya memberikan satu kecupan yang melayang di kening Arini.Entah apa yang membuat Dave begitu terburu-buru seperti itu, Arini juga tidak bertanya, 'mungkin hanya masalah pekerjaan yang mendesak,' pikir Arini.~Love is the way you want me, jangan kau pergi jauh, L.o.v.e is the way yo want me, tak perlu kau ulang-ulang lagi.~ (Dering ponsel Arini)."Assalamualaikum, Umi,' sapa Arini ketika panggilan tersambung."Waalaikumsalam, Apa kabar, Arini. Arini sehat?" sahut Lina di ujung telfon."Arini sehat, Umi!""Bagaimana? Bahagia kah, tidak kah, Arini menikah dengan anak Umi?""Arini bahagia, Umi. Mas Dave baik terhadap Arini.""Umi minta maaf pada Arini""Sudahlah, Umi. Tidak perlu dibahas lagi. Arini tidak mempermasalahkannya. Kapan Umi dan Abah kembali?""Umi belum tahu, Abah dan Umi berencana tinggal lebih lama sampai anak Umi yang kabur itu ditemukan."Arini terdiam sejenak, dan perc
"Mas ... Mas Dave," kata Arini lembut membangunkan lelaki yang sudah dua bulan menjadi suaminya. Suami yang awalnya hanyalah lelaki pengantin pengganti. Tetapi lelaki pengantin penggnti itu juga yang sudah mencuri hatinya, membuatnya bisa melupaknan rasa sakit di awal pernikahan. Pernikahan yang hampir gagal dan mencoreng nama baik keluarga."Aghh ...," leguh Dave."Mas Dave," kata Arini kian lembut. Dave membuka matanya pelan, lalu memberi senyuman selamat pagi pada Arini. "Mas ... Bangunlah. Kita sarapan bersama, Arini ingin ke rumah Ayah dan Bunda," lanjut gadis itu lagi.Dave hampir saja lupa bahwa semalam dia berjanji untuk mengunjungi mertuanya. Lelaki itu langsung bergegas dan berbenah. Begitupun dengan Arini. Baru keduanya sarpan, lalu seperti yang dijanjikan Dave, setelah sarapan dia membawa Arini ke rumah keluarganya.Gemercik suara kerikil terlindas ban mobil terdengar ketika mobil Dave sudah berada di depan pagar rumah orangtua Arini. Arini dan Dave disambut hangat oleh k
AmerikaLangit begitu cerah di langit Amerika. Di sebuah taman Central Park, seorang pemuda sedang merayu kekasihnya, "Dailyn, I love you," ucap lelaki itu."I love you to, Marvin.""Will you marry me?" tanya Marvin bersimpuh di lutut Dailyn."Yes, i will.""Terimah kasih, Dailyn. Tidak sia-sia aku mengejarmu ke Negri ini," kata Marvin bahagia.Sepasang kekasih yang tengah berbahagia itu kembali ke apartemen mereka, bersiap-siap untuk menikah di sebuah mesjid terdekat yang terdapat di kota itu. Mereka menikah tidak dihadiri oleh kedua orang tua Marvin, hanya kedua orangtua Dailyn yang hadir di saat itu sebagai saksi bersatunya dua insan yang saling mencintai."Marvin Nero, I will marry you to Dailyn Arabella Binti Farhan with a dowry and a set of prayer tools to be paid in cash?""I accept that the marriage of Dailyn Arabella Binti Farhan with the dowry was paid in cash"Setelah ijab kabul selesai kedua orang tua Dailyn memeluk putrinya, berganti memeluk menantunya. Saat itu Marvin be
Sebuah mobil ferarry berwarna hitam memasuki pekarangan rumah keluarga Nero. Arini mendengar suara mobil berlari ke pembaringan, lalu meringkuk di sana. Bertambah takutnya gadis itu ketika pintu kamar terbuka dan seorang lelaki masuk menghampirinya."Tidak, jangan mendekat," teriak Arini."Arini, Maafkan aku," ucap Dave."Maaf? Setelah kau berlaku sedemikian kepadaku, kau dengan mudah meminta maaf?"Deve mendekat, lalu duduk di sisi tempat tidur. Sedangkan Arini memundurkan dirinya menjauh dari laki-laki itu."Arini dengarkan aku," kata Dave. Namun, gadis itu hanya diam. Dave kembali mencoba memberi penjelasan. "Arini, sejujurnya aku mulai mencintaimu?"Terbelalak mata Arini mendengar apa yang keluar dari mulut Dave barusan. Jantungnya berdegup kencang, ingin rasanya dia mengucapkan sesuatu. Tapi, itu tertahan di kerongkongannya. Gadis itu sungguh tidak menyangka kalau orang yang hampir memperkosanya menyatakan cinta padanya. Meskipun memang sudah tugasnya melayani suaminya."Arini, i