"Bara!" teriak Haidar.
Ia berlari menghampiri anaknya, ketika masuk ke dalam rumah Anisa melihat Bara sudah tergeletak di ambang pintu kamar.
Rumah Anisa sederhana, dan tidak terlalu besar, tapi sangat nyaman untuk ditinggali. Oleh sebab itu Haidar bisa langsung melihat anaknya tergeletak ketika ia masuk.
"Angkat dia ke tempat tidur!" titah Haidar kepada pengawalnya.
Laki-laki itu menyingkir untuk memberikan jalan kepada pengawalnya supaya mereka lebih leluasa mengangkat tubuh Bara.
Kemudian ia menyuruh salah satu pengawalnya untuk segera menelpon ambulan.
Empat pengawal yang selalu setia kepadanya dengan sigap mengangkat tubuh laki-laki jangkung itu, dan membaringkannya di tempat tidur.
Sedangkan satu pengawal yang biasa menjadi supir Haidar, bergegas menelpon ambulans sesuai perintah sang tuan.
Bara masih sadarkan diri ketika sang daddy datang, tapi ia tidak bisa berbicara karena badannya terlalu lemah. Tubuhnya seakan
Andin dan Haidar berjalan cepat menghampiri para pengawalnya yang sampai lebih dulu karena mengawal mobil ambulans yang membawa Bara."Bagaimana keadaan anak saya?" tanya Haidar kepada pengawalnya setelah mereka berhadapan dengan para laki-laki tegap itu."Tuan muda sedang ditangani," jawabnya dengan sopan.Haidar beralih menatap sang istri yang terus menitikkan air mata, ia mengajak istrinya duduk di bangku yang berjajar di ruang tunggu.Laki-laki itu merangkul bahu sang istri yang duduk di sampingnya sembari membelai lembut rambut wanita cantik itu."Bee, jangan menangis lagi! Bara, anak yang kuat. Dia tidak akan kenapa-kenapa."Wanita yang sudah tidak muda lagi itu terus menangis dalam dekapan suaminya. Ia sangat takut terjadi sesuatu kepada anak kesayangannya."Aku akan berusaha menemukan Anisa secepatnya," ucap Haidar untuk menenangkan sang istri.Andin menegakkan duduknya, menghapus air mata yang membasahi pipinya,
Haidar teringat putranya, Gara. Dia orang yang sangat teliti, tidak mungkin menjalin hubungan dengan orang yang belum dikenalnya.Pria tua itu yakin kalau Gara sudah menyelidiki tentang Anisa sebelum ia menjadikannya seorang kekasih."Kalian urus anak dan istri saya!" titah Haidar pada pengawalnya. Lalu, ia segera pergi dengan satu pengawal yang mengikuti langkah cepatnya."Antar saya pulang!" titah Haidar setelah masuk ke dalam mobilnya."Baik, Tuan."Kendaraan mewah itu melesat di jalanan. Haidar pun mengeluarkan ponselnya yang ada di saku jas. Ia berusaha menghubungi anaknya, tapi tidak ada jawaban."Mungkin dia sedang sibuk," ucapnya sembari memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku jas. DrrtttBenda pipih yang ada di saku jasnya bergetar, ia segera merogohnya. "Halo, Gara!"Haidar menerima panggilan telepon tanpa melihat dulu siapa yang menelpon."Bang Ar, ini aku, Naya," jawab seorang wan
"Apa dia mendapatkan kekuatan super setelah pingsan tadi? Kenapa suaranya semakin nyaring kalau lagi ngomel," gerutu Haidar sambil bangun dari duduknya. "Bi, bajunya mana?"Seorang pelayan perempuan berusia empat puluhan tahun berjalan cepat sembari menjinjing koper kecil. "Ini, Tuan.""Bawa ke mobil!" titahnya kepada pelayan itu.Haidar pun melangkah pergi, tapi baru beberapa langkah ia sudah kembali lagi karena teringat kopinya yang sama sekali belum dia cicipi.Diambilnya cangkir berisi minuman yang hangat itu, lalu diseruputnya dengan penuh nikmat. "Nikmatnya."Ia segera pergi setelah menaruh cangkir itu ke tempatnya semula. Padahal ingin sekali ia bersantai sejenak untuk meminum kopi, melepas masalah keluarganya.Namun, laki-laki itu harus cepat-cepat kembali ke rumah sakit. Ia tidak mau singa betinanya mengamuk yang akan menambah pusing kepalanya."Setelah Anisa ketemu, kalian harus secepatnya menikah dan memberikan cucu y
"Bee, kamu istirahat ya!" Haidar membelai wajah sang istri dengan jarinya. "Aku nggak mau kamu sakit gara-gara memikirkan masalah anak kita.""Kamu juga harus istirahat! Aku nggak mau kamu sakit lagi." Andin menggenggam tangan suaminya, lalu mengecupnya dengan mesra. "Maafkan ucapanku tadi.""Bee, aku mencintaimu seperti ini. Aku malah takut cintamu sudah tidak seperti dulu lagi kalau kamu tiba-tiba berubah." Haidar tertawa pelan sembari menyubit pipi sang istri. "Jangan pernah berubah! Cintai aku sampai napas terakhirku.""Aku akan selalu mencintaimu sampai kapan pun. Cinta kita tidak akan pernah mati, cinta ini akan abadi sampai kita mengembuskan napas terahir, bahkan aku berharap supaya kita dipertemukan lagi di kehidupan yang baru."Haidar mengecup tangan istrinya sembari menatap wajah sang istri. Kemudian ia mengecup bibir wanita yang sangat ia cintai itu."Istirahatlah!"Haidar melangkahkan kakinya menuju sofa setelah Andin memej
“Aku minta satu orang pengawal yang berjaga di dalam untuk membantuku kalau aku ingin ke kamar mandi, tubuhku lemas sekali. Berjalan dari kamar mandi saja, kakiku sampai gemetaran.”“Pakai kursi roda saja,” usul sang daddy yang ditolak oleh Gara.“Aku masih bisa berjalan, walaupun masih lemas,” sahut Bara. Ia tidak mau terlihat lemah, walaupun tubuhnya lemas seperti tidak ada tenaga sama sekali.”“Tadi ‘kan Mommy sudah minta perawat untuk berjaga 24 jam di sini, tapi malah kamu suruh keluar,” ucap sang bunda.“Aku nggak mau dekat dengan wanita, aku mual jika berada di dekatnya,” jawab Bara setelah mengatur napasnya yang masih ngos-ngosan setelah berjalan dari kamar mandi.“Hahaha … apa Mommy nggak salah dengar?”Andin tertawa terbahak-bahak mendengar kalimat yang diucap
Haidar bangun dan terduduk. Ia menatap bola mata sang istri yang juga sedang menatapnya. "Apa yang ada dalam pikiran kita sama?""Anisa hamil," ucap Andin dan Haidar bersamaan."Boo, kamu harus secepatnya mencari Anisa! Ini sudah lebih dari sebulan ia pergi, tapi belum ada juga yang menemukannya. Coba kamu cari di desa yang jauh dari perkotaan."Andin menggenggam tangan suaminya. Berharap orang-orangnya bergerak dengan cepat untuk menemukan Anisa."Iya, Bee. Maafkan aku karena selama ini tidak serius mencari Anisa. Mulai besok, aku akan mengerahkan semua pengawalku untuk mencarinya."Haidar menarik Andin ke dalam pelukannya. Ia khawatir kalau dugaannya akan semakin menambah beban pikiran istri7nya."Kita akan mencarinya diam-diam, jangan sampai media tahu akan hal ini! Aku tidak mau masalah ini akan merusak reputasi Gara"Iya, Boo."Haidar melepas pelukannya, menangkup wajah cantik sang istri , lalu mengecup keningn
Pagi-pagi sekali Andin bangun, ia menoleh ke tempat tidur anaknya tapi Bara tidak ada di sana. "Bara ke mana?"Andin pun turun dari tempat tidurnya, berjalan mendekati ranjang pasien, lalu menoleh ke kamar mandi, melihat sang pengawal sedang berdiri di depan pintu kamar mandi."Selamat pagi, Nyonya," sapa pengawal itu sembari menunduk hormat saat istri tuannya berjalan mendekati."Apa Bara ada di dalam?" tanya Andin sembari menunjuk kamar mandi."Iya, Nyonya. Tuan muda merasa mual dan minta secepatnya diantar ke kamar mandi.""Mual," gumam Andin. 'Apa dugaanku benar, kalau Anisa sedang hamil? Atau ... jangan-jangan wanita lain yang dihamili Bara. Apa ada dua wanita yang hamil karena ulahnya?'Andin bertanya pada dirinya sendiri di dalam hati. Tatapannya kosong, memikirkan masa depan anak dan cucunya kelak jika dugaannya benar terjadi.Seketika kepalanya merasa sangat sakit memikirkan kelakuan anaknya. Wanita itu memegangi kepala
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Bara sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah membaik dan tidak ada penyakit yang serius.Andin sangat bersyukur anaknya bisa cepat pulih. Ia sangat cemas dengan keadaan putranya.Sebelumnya Bara jarang sekali sakit, hingga Andin begitu khawatir ketika anaknya masuk rumah sakit."Apa kamu masih mual?" Andin memperhatikan anaknya yang sejak tadi duduk di pinggiran tempat tidur setelah keluar dari kamar mandi."Bara menggeleng pelan. "Nggak, Mom.""Kamu bisa jalan sendiri? Nggak mau pakai kursi roda?"Andin masih mengkhawatirkan kondisi anaknya yang selalu kambuh di pagi hari."Mom, aku sudah sehat. Aku kuat jalan sendiri, ngapain pakai kursi roda."Bara menolak untuk memakai kursi roda karena kondisinya memang sudah baik-baik saja.Sedangkan sang mommy masih merasa khawatir dengan keadaan anaknya sebab sejak keluar dari kamar mandi wajah Ba