Sila, dan Ridwan tertawa terbahak melihat wajah lesu si penakluk wanita itu.
"Aku jadi penasaran. Wanita mana yang bisa menarik seorang Bara dari pelukanku. Dia pasti sangat istimewa."
Sila menggoda mantan kekasihnya sembari merangkulkan tangannya di lengan sang suami.
"Dia sangat istimewa, gadis sederhana yang manis." Bara tersenyum sembari membayangkan gadis pujaan hatinya.
Ridwan menoleh pada istrinya sembari tersenyum. " Aku juga penasaran, Sayang. Wanita mana yang sudah menarik Bara ke jalan yang lurus."
Ridwan pun ikut menertawakan temannya. Pasangan suami istri itu senang sekali menjahili temannya. Walau Sila masih ada rasa pada Bara, tapi ia tidak sakit hati lagi kepadanya.
Sila menoleh pada suaminya, menatap wajah tampan laki-laki yang akan menemani sepanjang hidupnya. "Sayang?"
"Kenapa? Nggak suka?" Ridwan menatap manik mata berwarna hitam itu.
"Sangat suka," jawab Sila. "Kamu tahu, selama ini belum
“Iya, Dad.” Bara menundukkan kepalanya.Ia tidak boleh egois, Gara sudah tersiksa karena cinta pertamanya telah ia rebut, dan kini di saat ada masalah dengan gadis itu, Gara juga harus dilibatkan yang pastinya akan membuka kembali lukanya.“Sudah cukup kamu menyakiti abangmu sendiri. Dia sedang banyak kerjaan, jangan kamu libatkan dia dalam masalahmu. Biar orang-orang Daddy yang akan mencari gadis itu.”Walau Gara sudah mengetahui semua perbuatan Bara, tapi Haidar tidak mau anaknya menambah kesakitan berulang kepada abangnya sendiri. Terlebih Gara sedang menyelesaikan proyek besar di luar negeri.“Maaf, Dad,” ucap Bara dengan penuh penyesalan. “Aku janji nggak akan melibatkan Abang.”Gara memang sangat menyayanginya tapi bukan berarti ia tidak sakit hati ketika calon istrinya diambil saudara kembarnya sendiri.Andin mengusap-usap punggung anaknya. “Kamu sabar dulu ya! Anisa pasti ketemu.&
Bara menjatuhkan ponselnya saat mendengar suara sang daddy. Untung saja ia sedang berada di atas tempat tidur, jadi ponselnya baik-baik saja, walau terlepas dari genggaman tangannya.'Pantas aja nggak kedengeran ada orang masuk, ternyata pintunya nggak ditutup,' ucap Bara dalam hati sembari menoleh pada pintu yang terbuka lebar. 'Perasaan tadi ditutup,' batinnya yang semakin bingung.Dari seberang telepon, Gara terkekeh geli melihat raut wajah adiknya yang masih tertangkap kamera.'Maaf Bara, aku tidak bisa membantumu karena aku sedang banyak kerjaan,' batin Gara sebelum memutuskan panggilan videonya.Gara yakin pasti daddy-nya marah mendengar Bara berbicara seperti itu. Maka dari itu ia buru-buru mematikan sambungan teleponnya untuk menghindari omelan sang daddy."Bukan itu maksud aku, Dad." Segera Bara mengambil ponselnya yang tergeletak di kasur. Pandangannya tidak lepas dari wajah sang daddy. "Abang yang bilang kalau ...."Bara beralih m
Bara terkejut melihat sang mommy yang tiba-tiba muncul di sampingnya. "Mommy ngagetin aku aja.""Kamu meragukan pesona Mommy?"Andin melipat tangannya di bawah dada sembari memelototi sang anak."Bukan begitu, Mom. Aku cuma heran aja, Daddy yang sangar begitu bisa takluk sama Mommy yang lembut, dan seperti bidadari ini."Bara menjawil dagu sang mommy sembari tertawa geli. 'Lembut apanya ya,' batin Bara sembari menahan senyum."Sama aja Bara!" sergah sang mommy. "Kamu lagi nelepon siapa?" Andin penasaran sejak tadi Bara terus memegangi ponselnya dan mengarahkan kamera ke wajahnya, tapi tidak ada orang yang nampak dari ponsel itu."Aku lagi nelepon Abang," jawabnya."Mana sini Mommy lihat!" Andin menadahkan tangannya meminta ponsel yang ada di tangan anaknya. "Kenapa anak itu tidak mau menelpon Mommy?""Abang lagi sibuk, Mom. Dia nelpon aku cuma mau meledek aku aja." Bara menyerahkan ponselnya kepada sang mommy.Andi
Setelah satu bulan Anisa menghilang, Bara semakin jarang pulang ke rumah. Laki-laki muda itu sibuk mencari kekasihnya ke sana ke mari.Hingga sang mommy harus turun tangan menangani kafe di bantu Naya, istri dari sepupunya. Bara sudah jarang ke kafe untuk melakukan pekerjaannya. Ia tidak bisa fokus bekerja selama kekasihnya belum ditemukan.Setiap hari Bara pulang ke rumah Anisa, dan tidur di rumah itu. Ia berharap gadis pujaan hatinya pulang untuk mengambil sesuatu atau kembali tinggal di rumah itu, tapi setelah sebulan wanita itu tidak muncul juga."Sayang, kamu di mana? Aku sangat merindukanmu. Apa kamu juga merindukanku?" Bara terbaring di tempat tidur sang kekasih sembari menatap langit-langit kamar itu.Mengenang kenangan manis bersama ketika memadu kasih membuat Bara semakin tersiksa. Rindunya semakin berat, ia tidak tahu lagi harus mencari Anisa ke mana untuk melepas rindunya.Tidak ada petunjuk sama sekali. Anisa tidak me
"Bara!" teriak Haidar.Ia berlari menghampiri anaknya, ketika masuk ke dalam rumah Anisa melihat Bara sudah tergeletak di ambang pintu kamar.Rumah Anisa sederhana, dan tidak terlalu besar, tapi sangat nyaman untuk ditinggali. Oleh sebab itu Haidar bisa langsung melihat anaknya tergeletak ketika ia masuk."Angkat dia ke tempat tidur!" titah Haidar kepada pengawalnya.Laki-laki itu menyingkir untuk memberikan jalan kepada pengawalnya supaya mereka lebih leluasa mengangkat tubuh Bara.Kemudian ia menyuruh salah satu pengawalnya untuk segera menelpon ambulan.Empat pengawal yang selalu setia kepadanya dengan sigap mengangkat tubuh laki-laki jangkung itu, dan membaringkannya di tempat tidur.Sedangkan satu pengawal yang biasa menjadi supir Haidar, bergegas menelpon ambulans sesuai perintah sang tuan.Bara masih sadarkan diri ketika sang daddy datang, tapi ia tidak bisa berbicara karena badannya terlalu lemah. Tubuhnya seakan
Andin dan Haidar berjalan cepat menghampiri para pengawalnya yang sampai lebih dulu karena mengawal mobil ambulans yang membawa Bara."Bagaimana keadaan anak saya?" tanya Haidar kepada pengawalnya setelah mereka berhadapan dengan para laki-laki tegap itu."Tuan muda sedang ditangani," jawabnya dengan sopan.Haidar beralih menatap sang istri yang terus menitikkan air mata, ia mengajak istrinya duduk di bangku yang berjajar di ruang tunggu.Laki-laki itu merangkul bahu sang istri yang duduk di sampingnya sembari membelai lembut rambut wanita cantik itu."Bee, jangan menangis lagi! Bara, anak yang kuat. Dia tidak akan kenapa-kenapa."Wanita yang sudah tidak muda lagi itu terus menangis dalam dekapan suaminya. Ia sangat takut terjadi sesuatu kepada anak kesayangannya."Aku akan berusaha menemukan Anisa secepatnya," ucap Haidar untuk menenangkan sang istri.Andin menegakkan duduknya, menghapus air mata yang membasahi pipinya,
Haidar teringat putranya, Gara. Dia orang yang sangat teliti, tidak mungkin menjalin hubungan dengan orang yang belum dikenalnya.Pria tua itu yakin kalau Gara sudah menyelidiki tentang Anisa sebelum ia menjadikannya seorang kekasih."Kalian urus anak dan istri saya!" titah Haidar pada pengawalnya. Lalu, ia segera pergi dengan satu pengawal yang mengikuti langkah cepatnya."Antar saya pulang!" titah Haidar setelah masuk ke dalam mobilnya."Baik, Tuan."Kendaraan mewah itu melesat di jalanan. Haidar pun mengeluarkan ponselnya yang ada di saku jas. Ia berusaha menghubungi anaknya, tapi tidak ada jawaban."Mungkin dia sedang sibuk," ucapnya sembari memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku jas. DrrtttBenda pipih yang ada di saku jasnya bergetar, ia segera merogohnya. "Halo, Gara!"Haidar menerima panggilan telepon tanpa melihat dulu siapa yang menelpon."Bang Ar, ini aku, Naya," jawab seorang wan
"Apa dia mendapatkan kekuatan super setelah pingsan tadi? Kenapa suaranya semakin nyaring kalau lagi ngomel," gerutu Haidar sambil bangun dari duduknya. "Bi, bajunya mana?"Seorang pelayan perempuan berusia empat puluhan tahun berjalan cepat sembari menjinjing koper kecil. "Ini, Tuan.""Bawa ke mobil!" titahnya kepada pelayan itu.Haidar pun melangkah pergi, tapi baru beberapa langkah ia sudah kembali lagi karena teringat kopinya yang sama sekali belum dia cicipi.Diambilnya cangkir berisi minuman yang hangat itu, lalu diseruputnya dengan penuh nikmat. "Nikmatnya."Ia segera pergi setelah menaruh cangkir itu ke tempatnya semula. Padahal ingin sekali ia bersantai sejenak untuk meminum kopi, melepas masalah keluarganya.Namun, laki-laki itu harus cepat-cepat kembali ke rumah sakit. Ia tidak mau singa betinanya mengamuk yang akan menambah pusing kepalanya."Setelah Anisa ketemu, kalian harus secepatnya menikah dan memberikan cucu y
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha