Bara, dan sang mommy pergi ke rumah Anisa. Sedangkan Haidar segera menelpon orang kepercayaannya untuk melacak keberadaan gadis itu melalui nomor teleponnya yang ia dapatkan dari Bara.
Setelah beberapa menit, Haidar sudah mendapat laporan dari orang kepercayaannya kalau posisi ponsel tersebut masih berada di lokasi yang sama dengan kediamannya.
"Syukurlah. Gadis itu tidak pergi ke mana-mana." Haidar merasa lega, akhirnya sang putra tidak mengalami hal seperti dia.
Ia masih bisa merasakan begitu tersiksanya saat wanita yang dicintainya pergi tanpa pamit, bahkan tidak bisa dihubungi sama sekali.
Beruntung dulu Andin mempunyai keluarga besar, Haidar bisa dengan mudah melacak keberadaan istrinya.
Namun, Anisa gadis yang hidup sebatang kara. Ia tidak punya siapa-siapa lagi, bahkan teman dekat pun tidak ada.
Keadaannya yang memprihatinkan membuat ia minder untuk bergaul dengan wanita sebayanya. Anisa hanya fokus pada dirinya sendiri.
Berunt
"Apa?" Bara buru-buru melihat isi lemari Anisa yang sudah kosong separuhnya. "Anisa pergi ke mana, Mom?""Kenapa tanya sama Mommy? Emangnya Mommy cenayang." Andin melangkah menuju kursi santai yang ada di kamar itu. Ia duduk sembari mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan."Nisa, kamu ke mana, Sayang?" gumam Bara sembari memegangi pakaian kekasihnya yang masih tersisa di lemari itu."Ponselnya nggak dibawa, coba kamu lihat apakah ada nomor yang bisa dihubungi!" titah sang mommy kepada anaknya. 'Orang akan menjadi bodoh jika sedang patah hati?' ucap Andin dalam hati sembari menggelengkan kepalanya melihat Bara.Bara segera mengambil ponsel Anisa yang tergeletak di tempat tidur, ia membuka ponsel itu, tidak ada nomor lain selain nomornya, dan nomor atasan tempatnya bekerja."Dia nggak ada teman lagi selain aku, Mom." Bara terduduk di lantai sambil memandang potret dirinya dan sang kekasih yang terpampang di wallpaper ponsel itu."Bara
"Mommy menyuruh menyelesaikan masalah di masa laluku, tapi nggak mau bantu. Aku harus bagaimana? Apa aku harus datangi mereka satu persatu untuk meminta maaf?"Bara terlihat bingung dengan apa yang diperintahkan mommy-nya. Bagaimana mungkin ia mendatangi kembali teman kencannya setelah lama tidak berhubungan.Andin bertanya serius kepada putranya. "Wanita terakhir yang kamu kencani sebelum dengan Anisa, bagaimana dia sekarang? Apa kamu mencampakkannya atau kamu mengencani Anisa, dan wanita itu sekaligus?""Nggak, Mom!" jawab Bara dengan tegas. "Setelah aku jatuh cinta dengan Anisa, aku sudah memutuskan hubunganku dengan wanita lain."Setelah ia merasa nyaman dengan Anisa, dan tidak mau berpaling dari gadis sederhana itu, walau tak dipungkiri kalau ia tahu betul siapa gadis yang ia kagumi itu. Bara tidak lagi bermain-main dengan wanita lain.Wanita manis yang berhasil meluluhkan hati saudara kembarnya yang dingin, dan angkuh dengan julukan Manusia e
"Bara ...!" Suara Andin menggema di dalam mobil mewah yang melaju dengan kecepatan sedang."Maaf, Mom, aku salah bicara." Bara mengatupkan kedua telapak tangan di depan wajah. "Maksudku, aku akan menemuinya lagi." Bara memejamkan mata. Ia takut tangan sang mommy kembali mendarat di kepalanya."Apa yang keluar dari mulut, itu asalnya dari hati. Itu artinya kamu ingin mengencani mereka lagi setelah Anisa pergi, hah?" Andin menyilangkan kedua tangannya di bawah dada.Kenapa bisa di saat seperti itu ia salah berucap. Apakah benar yang dikatakan sang mommy kalau playboy itu masih belum berubah?Di sepanjang perjalanan terus terjadi perdebatan antara Ibu, dan anak itu. Masalah Bara membuat Andin sakit kepala. Wanita tua itu sudah tidak bisa berpikir jernih lagi."Aku sudah berubah, Mom," jawab Bara sembari membuka matanya sebelah. Mengintip keadaan, apakah sang mommy ada niatan untuk memukulnya lagi atau tidak?Bara membuka matanya saat kead
Laki-laki yang sedang patah hati itu harus tambah merana ketika melihat kemesraan orang tuanya."Sudah tua masih aja mesum, pantesan aku mesum, ternyata ada keturunan," gumam Bara sembari berjalan cepat meninggalkan Mommy, dan daddy-nya yang mengumbar kemesraan di depannya.Bara masuk ke dalam kamarnya, menutup pintu dengan keras, lalu berteriak sekuat-kuatnya. "Anisa ...! Kenapa kamu menyiksaku seperti ini."Bara si tampan yang sering gonta-ganti pasangan akhirnya merasakan apa yang dirasakan kekasihnya dulu. Ditinggal pergi di saat lagi sayang-sayangnya ternyata sangatlah menyakitkan.Sebelumnya Bara tidak pernah merasakan kenyamanan seperti bersama dengan Anisa. Laki-laki itu berpacaran hanya ingin melakukan hal yang lebih kepada pasangannya.Kini di saat ia merasakan cinta yang sesungguhnya, laki-laki itu harus merasakan sakit karena separuh jiwanya telah menjauh entah ke mana. Wanita yang dicintainya telah menghilang tanpa jejak.
Bara menunjuk dadanya dengan jari telunjuk. "Sesak, Mom. Dadaku terasa sangat sesak jika teringat Anisa."Ia mengabaikan benjolan yang terlihat membiru di keningnya. Sakit hatinya lebih terasa menyakitkan dibandingkan dengan luka akibat tersungkur tadi."Kita ke rumah sakit ya," bujuk sang mommy kepada anaknya sembari memerhatikan benjolan di kening Bara. "Keningmu juga terluka."Andin sangat mengkhawatirkan anaknya. Ia pikir kalau Bara benar-benar sesak napas.Bara bangun, dan berdiri. Lalu, berkata, "Aku hanya mau Anisa. Aku akan merasa lega jika sudah tahu kabarnya."Laki-laki itu berjalan menuju balkon kamarnya. Ia ingin menghirup udara segar, dan berteriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan kesedihannya."Bara, kamu mau ke mana?" Andin mengikuti anaknya ke balkon kamar, begitu pun dengan Haidar.Mereka berdua terlihat sangat khawatir melihat putranya patah hati. Haidar takut Bara akan melakukan hal yang akan merugikan dir
Bara segera pergi untuk menemui mantan kekasihnya. Ia sadar sudah mencampakkan wanita yang baru beberapa bulan ia kencani demi Anisa.Padahal ia sudah sering melakukan hubungan suami istri dengannya, tapi Bara seolah tidak peduli dengan perasaan wanita yang berstatus sebagai kekasihnya.Menurutnya, Sila tidak hanya melakukan hubungan itu dengannya saja karena sejak pertama kali berhubungan wanita itu sudah tidak perawan lagi, dan sudah sangat berpengalaman dalam melayani hasrat laki-laki.“Dimana dia? Susah sekali dihubungi.” Bara masih berusaha menelpon mantan pacarnya, tapi belum ada jawaban juga, padahal nomornya masih aktif.Bara segera menelpon orang suruhan sang daddy untuk melacak nomor telepon wanita yang pernah mengisi hari-harinya sebelum bersama Anisa.Setelah beberapa menit, Bara sudah berhasil mengetahui keberadaan Sila berkat orang kebercayaan sang daddy. Ia pun segera meluncur ke alamat yang tertera di layar ponselnya. &l
Sila, dan Ridwan tertawa terbahak melihat wajah lesu si penakluk wanita itu."Aku jadi penasaran. Wanita mana yang bisa menarik seorang Bara dari pelukanku. Dia pasti sangat istimewa."Sila menggoda mantan kekasihnya sembari merangkulkan tangannya di lengan sang suami."Dia sangat istimewa, gadis sederhana yang manis." Bara tersenyum sembari membayangkan gadis pujaan hatinya.Ridwan menoleh pada istrinya sembari tersenyum. " Aku juga penasaran, Sayang. Wanita mana yang sudah menarik Bara ke jalan yang lurus."Ridwan pun ikut menertawakan temannya. Pasangan suami istri itu senang sekali menjahili temannya. Walau Sila masih ada rasa pada Bara, tapi ia tidak sakit hati lagi kepadanya.Sila menoleh pada suaminya, menatap wajah tampan laki-laki yang akan menemani sepanjang hidupnya. "Sayang?""Kenapa? Nggak suka?" Ridwan menatap manik mata berwarna hitam itu."Sangat suka," jawab Sila. "Kamu tahu, selama ini belum
“Iya, Dad.” Bara menundukkan kepalanya.Ia tidak boleh egois, Gara sudah tersiksa karena cinta pertamanya telah ia rebut, dan kini di saat ada masalah dengan gadis itu, Gara juga harus dilibatkan yang pastinya akan membuka kembali lukanya.“Sudah cukup kamu menyakiti abangmu sendiri. Dia sedang banyak kerjaan, jangan kamu libatkan dia dalam masalahmu. Biar orang-orang Daddy yang akan mencari gadis itu.”Walau Gara sudah mengetahui semua perbuatan Bara, tapi Haidar tidak mau anaknya menambah kesakitan berulang kepada abangnya sendiri. Terlebih Gara sedang menyelesaikan proyek besar di luar negeri.“Maaf, Dad,” ucap Bara dengan penuh penyesalan. “Aku janji nggak akan melibatkan Abang.”Gara memang sangat menyayanginya tapi bukan berarti ia tidak sakit hati ketika calon istrinya diambil saudara kembarnya sendiri.Andin mengusap-usap punggung anaknya. “Kamu sabar dulu ya! Anisa pasti ketemu.&
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha