"Apa?" Bara buru-buru melihat isi lemari Anisa yang sudah kosong separuhnya. "Anisa pergi ke mana, Mom?"
"Kenapa tanya sama Mommy? Emangnya Mommy cenayang." Andin melangkah menuju kursi santai yang ada di kamar itu. Ia duduk sembari mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan.
"Nisa, kamu ke mana, Sayang?" gumam Bara sembari memegangi pakaian kekasihnya yang masih tersisa di lemari itu.
"Ponselnya nggak dibawa, coba kamu lihat apakah ada nomor yang bisa dihubungi!" titah sang mommy kepada anaknya. 'Orang akan menjadi bodoh jika sedang patah hati?' ucap Andin dalam hati sembari menggelengkan kepalanya melihat Bara.
Bara segera mengambil ponsel Anisa yang tergeletak di tempat tidur, ia membuka ponsel itu, tidak ada nomor lain selain nomornya, dan nomor atasan tempatnya bekerja.
"Dia nggak ada teman lagi selain aku, Mom." Bara terduduk di lantai sambil memandang potret dirinya dan sang kekasih yang terpampang di wallpaper ponsel itu.
"Bara
"Mommy menyuruh menyelesaikan masalah di masa laluku, tapi nggak mau bantu. Aku harus bagaimana? Apa aku harus datangi mereka satu persatu untuk meminta maaf?"Bara terlihat bingung dengan apa yang diperintahkan mommy-nya. Bagaimana mungkin ia mendatangi kembali teman kencannya setelah lama tidak berhubungan.Andin bertanya serius kepada putranya. "Wanita terakhir yang kamu kencani sebelum dengan Anisa, bagaimana dia sekarang? Apa kamu mencampakkannya atau kamu mengencani Anisa, dan wanita itu sekaligus?""Nggak, Mom!" jawab Bara dengan tegas. "Setelah aku jatuh cinta dengan Anisa, aku sudah memutuskan hubunganku dengan wanita lain."Setelah ia merasa nyaman dengan Anisa, dan tidak mau berpaling dari gadis sederhana itu, walau tak dipungkiri kalau ia tahu betul siapa gadis yang ia kagumi itu. Bara tidak lagi bermain-main dengan wanita lain.Wanita manis yang berhasil meluluhkan hati saudara kembarnya yang dingin, dan angkuh dengan julukan Manusia e
"Bara ...!" Suara Andin menggema di dalam mobil mewah yang melaju dengan kecepatan sedang."Maaf, Mom, aku salah bicara." Bara mengatupkan kedua telapak tangan di depan wajah. "Maksudku, aku akan menemuinya lagi." Bara memejamkan mata. Ia takut tangan sang mommy kembali mendarat di kepalanya."Apa yang keluar dari mulut, itu asalnya dari hati. Itu artinya kamu ingin mengencani mereka lagi setelah Anisa pergi, hah?" Andin menyilangkan kedua tangannya di bawah dada.Kenapa bisa di saat seperti itu ia salah berucap. Apakah benar yang dikatakan sang mommy kalau playboy itu masih belum berubah?Di sepanjang perjalanan terus terjadi perdebatan antara Ibu, dan anak itu. Masalah Bara membuat Andin sakit kepala. Wanita tua itu sudah tidak bisa berpikir jernih lagi."Aku sudah berubah, Mom," jawab Bara sembari membuka matanya sebelah. Mengintip keadaan, apakah sang mommy ada niatan untuk memukulnya lagi atau tidak?Bara membuka matanya saat kead
Laki-laki yang sedang patah hati itu harus tambah merana ketika melihat kemesraan orang tuanya."Sudah tua masih aja mesum, pantesan aku mesum, ternyata ada keturunan," gumam Bara sembari berjalan cepat meninggalkan Mommy, dan daddy-nya yang mengumbar kemesraan di depannya.Bara masuk ke dalam kamarnya, menutup pintu dengan keras, lalu berteriak sekuat-kuatnya. "Anisa ...! Kenapa kamu menyiksaku seperti ini."Bara si tampan yang sering gonta-ganti pasangan akhirnya merasakan apa yang dirasakan kekasihnya dulu. Ditinggal pergi di saat lagi sayang-sayangnya ternyata sangatlah menyakitkan.Sebelumnya Bara tidak pernah merasakan kenyamanan seperti bersama dengan Anisa. Laki-laki itu berpacaran hanya ingin melakukan hal yang lebih kepada pasangannya.Kini di saat ia merasakan cinta yang sesungguhnya, laki-laki itu harus merasakan sakit karena separuh jiwanya telah menjauh entah ke mana. Wanita yang dicintainya telah menghilang tanpa jejak.
Bara menunjuk dadanya dengan jari telunjuk. "Sesak, Mom. Dadaku terasa sangat sesak jika teringat Anisa."Ia mengabaikan benjolan yang terlihat membiru di keningnya. Sakit hatinya lebih terasa menyakitkan dibandingkan dengan luka akibat tersungkur tadi."Kita ke rumah sakit ya," bujuk sang mommy kepada anaknya sembari memerhatikan benjolan di kening Bara. "Keningmu juga terluka."Andin sangat mengkhawatirkan anaknya. Ia pikir kalau Bara benar-benar sesak napas.Bara bangun, dan berdiri. Lalu, berkata, "Aku hanya mau Anisa. Aku akan merasa lega jika sudah tahu kabarnya."Laki-laki itu berjalan menuju balkon kamarnya. Ia ingin menghirup udara segar, dan berteriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan kesedihannya."Bara, kamu mau ke mana?" Andin mengikuti anaknya ke balkon kamar, begitu pun dengan Haidar.Mereka berdua terlihat sangat khawatir melihat putranya patah hati. Haidar takut Bara akan melakukan hal yang akan merugikan dir
Bara segera pergi untuk menemui mantan kekasihnya. Ia sadar sudah mencampakkan wanita yang baru beberapa bulan ia kencani demi Anisa.Padahal ia sudah sering melakukan hubungan suami istri dengannya, tapi Bara seolah tidak peduli dengan perasaan wanita yang berstatus sebagai kekasihnya.Menurutnya, Sila tidak hanya melakukan hubungan itu dengannya saja karena sejak pertama kali berhubungan wanita itu sudah tidak perawan lagi, dan sudah sangat berpengalaman dalam melayani hasrat laki-laki.“Dimana dia? Susah sekali dihubungi.” Bara masih berusaha menelpon mantan pacarnya, tapi belum ada jawaban juga, padahal nomornya masih aktif.Bara segera menelpon orang suruhan sang daddy untuk melacak nomor telepon wanita yang pernah mengisi hari-harinya sebelum bersama Anisa.Setelah beberapa menit, Bara sudah berhasil mengetahui keberadaan Sila berkat orang kebercayaan sang daddy. Ia pun segera meluncur ke alamat yang tertera di layar ponselnya. &l
Sila, dan Ridwan tertawa terbahak melihat wajah lesu si penakluk wanita itu."Aku jadi penasaran. Wanita mana yang bisa menarik seorang Bara dari pelukanku. Dia pasti sangat istimewa."Sila menggoda mantan kekasihnya sembari merangkulkan tangannya di lengan sang suami."Dia sangat istimewa, gadis sederhana yang manis." Bara tersenyum sembari membayangkan gadis pujaan hatinya.Ridwan menoleh pada istrinya sembari tersenyum. " Aku juga penasaran, Sayang. Wanita mana yang sudah menarik Bara ke jalan yang lurus."Ridwan pun ikut menertawakan temannya. Pasangan suami istri itu senang sekali menjahili temannya. Walau Sila masih ada rasa pada Bara, tapi ia tidak sakit hati lagi kepadanya.Sila menoleh pada suaminya, menatap wajah tampan laki-laki yang akan menemani sepanjang hidupnya. "Sayang?""Kenapa? Nggak suka?" Ridwan menatap manik mata berwarna hitam itu."Sangat suka," jawab Sila. "Kamu tahu, selama ini belum
“Iya, Dad.” Bara menundukkan kepalanya.Ia tidak boleh egois, Gara sudah tersiksa karena cinta pertamanya telah ia rebut, dan kini di saat ada masalah dengan gadis itu, Gara juga harus dilibatkan yang pastinya akan membuka kembali lukanya.“Sudah cukup kamu menyakiti abangmu sendiri. Dia sedang banyak kerjaan, jangan kamu libatkan dia dalam masalahmu. Biar orang-orang Daddy yang akan mencari gadis itu.”Walau Gara sudah mengetahui semua perbuatan Bara, tapi Haidar tidak mau anaknya menambah kesakitan berulang kepada abangnya sendiri. Terlebih Gara sedang menyelesaikan proyek besar di luar negeri.“Maaf, Dad,” ucap Bara dengan penuh penyesalan. “Aku janji nggak akan melibatkan Abang.”Gara memang sangat menyayanginya tapi bukan berarti ia tidak sakit hati ketika calon istrinya diambil saudara kembarnya sendiri.Andin mengusap-usap punggung anaknya. “Kamu sabar dulu ya! Anisa pasti ketemu.&
Bara menjatuhkan ponselnya saat mendengar suara sang daddy. Untung saja ia sedang berada di atas tempat tidur, jadi ponselnya baik-baik saja, walau terlepas dari genggaman tangannya.'Pantas aja nggak kedengeran ada orang masuk, ternyata pintunya nggak ditutup,' ucap Bara dalam hati sembari menoleh pada pintu yang terbuka lebar. 'Perasaan tadi ditutup,' batinnya yang semakin bingung.Dari seberang telepon, Gara terkekeh geli melihat raut wajah adiknya yang masih tertangkap kamera.'Maaf Bara, aku tidak bisa membantumu karena aku sedang banyak kerjaan,' batin Gara sebelum memutuskan panggilan videonya.Gara yakin pasti daddy-nya marah mendengar Bara berbicara seperti itu. Maka dari itu ia buru-buru mematikan sambungan teleponnya untuk menghindari omelan sang daddy."Bukan itu maksud aku, Dad." Segera Bara mengambil ponselnya yang tergeletak di kasur. Pandangannya tidak lepas dari wajah sang daddy. "Abang yang bilang kalau ...."Bara beralih m