“Kenapa, Boo?” Andin berusaha bangun sembari meringis merasakan perih di daerah keramatnya.
“Punyamu bengkak, Bee,” jawab Haidar tanpa berkedip melihat sumur yang tadi dia masuki menjadi bengkak gara-gara jagoannya. “Pantas aja dia meringis terus dari tadi,” batin Haidar.
“Terus gimana?” tanya Andin panik. Ia takut akan lama sembuhnya.
“Dikompres ya. Aku ambil air hangat dulu.” Haidar bangun dan segera keluar dari kamarnya.
Haidar bergegas ke dapur. Ia masak air sendiri karena jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, para asiten rumah tangga di rumah mertuanya sudah tertidur.
Setelah memasak air, ia kembali ke kamarnya. Andin sedang melihat daerah keramatnya menggunakan cermin.
“Kamu lagi ngapain, Bee?” tanya Haidar ketika ia masuk ke dalam kamarnya.
Andin langsung
Haidar tampak berpikir, bagaimana caranya kalau sang istri yang senuut-senut. “Ya udahlah, kamu aja yang ngompres.” Haidar naik ke atas tempat tidur. Lalu merebahkan tubuhnya di samping sang istri.Andin memiringkan tubuhnya menghadap Haidar. “Boo, kamu tidur aja, pasti kamu capek!” titah Andin pada suaminya.Haidar juga memiringkan tubuh menghadap istrinya. Mereka tidur saling berhadapan.“Kamu aja yang tidur duluan! Aku nggak capek karena habis mengisap madu istriku ini,” ucap Haidar sambil menjawil dagu istrinya.“Setelah dapat suntikan vitamin dari kamu, aku jadi lemas,” kata Andin. “Boo, tolong celupkan lagi ke air hangat, anuku sakit kalo bangun.” Andin menyerahkan handuk kecil yang dia ambil dari selangkangannya.Haidar bangun untuk merendam kembali handuk kecil itu. Setelah memerasnya, ia memberikan handuk itu pa
“Nggak usah ganggu mereka. Mungkin mereka habis bikin adonan, makanya belum bangun,” kata Ayah Rey sambil tertawa pelan. “Kita ‘kan dulu gitu, kalau abis berantem pasti berakhir di ranjang,” imbuhnya sembari mengedipkan satu matanya ke arah sang istri.“Ayah sama Bunda, kebiasaan deh,” protes Aldin pada kedua orang tuanya. “Ayo, Sil, kita berangkat! Aku antar kamu pulang.” Aldin menarik tangan Sisil yang masih duduk di meja makan.Sisil pun bangun dari duduknya. Setelah berpamitan dengan Ayah dan Bunda Aldin, mereka segera pergi.Bunda Anin duduk kembali di kursi di samping sang suami. “Ayah tahu kalau Adek sama Haidar habis berantem?” tanya Bunda pada suaminya.“Ehm …,” jawab Ayah Rey setelah nyeruput kopinya.“Kok Bunda nggak tahu mereka berantem,” kata Bunda Anin. “Cerita don
“Kenapa mereka belum bangun juga?” gumam Bunda Anin saat mereka pulang dari pasar.Bunda Anin dan asisten rumah tangganya baru saja pulang dari pasar. Ia pergi ke pasar setelah menyuapi sang mama. Mereka belanja banyak ikan segar. Bunda Anin ingin memasak ikan bakar untuk menantu kesayangannya.“Bi, tolong siangin ikannya ya! Bumbunya biar saya aja yang buat, setelah itu Bibi ngerjain yang lain aja, saya mau ke kamar Mama dulu.” Bunda Anin pergi ke kamar sang mama untuk mengantarkan jajanan pasar yang mamanya pesan.“Ma … Pa … !” panggil Bunda Anin setelah berada di dalam kamar sang mama, tapi kedua orang tuanya tidak ada. “Mereka ke mana?” gumamnya.Kemudian ia keluar dari kamar orang tuanya untuk mencari mereka di tempat lain, tapi tidak ketemu juga. “Aku telepon Tyas aja kali ya, siapa tahu Mama ke sana,” gumamnya
Haidar mengerjapkan mata, tidurnya terusik karena suara dering ponsel yang terus berdering tanpa henti.“Siapa sih yang nelpon, ganggu aja,” gerutunya sambil mengucek mata yang terasa perih. Tangan kanannya meraba-raba nakas untuk mengambil ponsel. Sementara tangan kirinya digunakan sebagai bantalan kepala sang istri.“Siapa yang nelpon? Angkat aja, mungkin penting,” sahut Andin dengan suaranya yang parau. Matanya masih terpejam, tangannya memeluk erat tubuh sang suami.“Halo,” sapa Haidar dengan suara khas bangun tidur.“Ar!” bentak Papi Mannaf pada Haidar. “Kamu lagi di mana? Kenapa nggak ke kantor? Hari ini ada meeting penting, tapi kamu nggak ngantor tanpa bilang dulu sama Papi,” cerocos Papi Mannaf, memarahi putranya.“Aku lagi bikin cucu buat Papi,” jawab Haidar dengan santainya.Pa
Setelah selesai memasak, Bunda Anin membangunkan anak dan menantunya yang belum keluar kamar sejak semalam sampai siang hari. Ia khawatir mereka kelaparan karena dari pagi belum terisi apa pun.“Dek, bangun! Ini udah siang Sayang. Kalian nggak pada laper?” teriak Bunda Anin sembari mengetuk pintu kamar anaknya. “Ar!” panggil Bunda Anin pada menantunya.“Bee, Bunda manggilin.” Haidar membelai pipi sang istri yang berisi dengan lembut. “Aku buka pintu dulu ya.” Haidar mengangkat kepala istrinya. Lalu ditaruhnya secara perlahan di bantal.Kemudian ia turun dari tempat tidur untuk membuka pintu kamarnya. “Pagi, Bun,” sapanya setelah membuka pintu, sang mertua telah berdiri di depan pintu kamarnya.“Ini udah hampir malam, Ar,” sahut Bunda Anin sembari tersenyum meledek menantunya. “Kalian cepet turun, ini udah waktunya mak
“Aku lihat sebentar ya,” bujuk Haidar. Kemudian ia kembali menyingkap selimut yang menutupi tubuh bagian bawah Andin setelah mendapatkan izin dari istrinya. Ia menatap daerah keramat dengan belahan memanjang ke bawah yang menjadi candu bagi jagoannya itu.Andin membuka kakinya lebar-lebar supaya Haidar bisa melihat dengan jelas tanpa menyentuhnya. Tapi itu malah membuat Haidar sulit menelan ludahnya.“Jangan dibuka terlalu lebar, nanti jagoanku pengin masuk,” sahut Haidar sembari tersenyum. “Udah nggak bengkak kayak semalam, Bee. Mau dikompres lagi nggak?” tanya Haidar pada istrinya setelah melihat daerah keramat sang istri.Andin langsug merapatkan kembali kakinya. “Jagoanmu ikat, mulai sekarang jangan sembarang masuk lubang kalau ia lagi bangun,” kata Andin yang sudah mulai posesif dengan suaminya.“Astaga, Bee. Aku belum pernah masuk lubang lai
“Aargh! Sakit, Boo, tapi nikmat,” ucap Andin saat mendapat serangan mendadak dari suaminya. Bukannya marah, tapi Andin malah mendesah.Haidar tertawa mendengar racauan Andin karena ia meremas-remas bukit kenikmatannya dengan gemas. Tangan Haidar terus bermain di puncak bukit sang istri. Ia memilinnya hingga ujung bukit itu mengeras. Andin menggelinjangkan tubuhnya saat merasakan kenikmatan yang luar biasa.Andin bagaikan kena sengatan listrik, terasa panas di sekujur tubuhnya. Napasnya menderu hebat sambil mengeluarkan desahan-desahan manja.“Boo, boleh aku megang si jagoan?” tanya Andin. Napasnya tersengal-sengal mendapat serangan kenikmatan dari sang suami.“Boleh, Sayang,” sahut Haidar. “Mainkan sesuka kamu biar jagoanku puas,” bisik Haidar di telinga istrinya dengan mesra.Andin berbalik badan, ia duduk menghadap suaminya. Dengan gemas Andin memainkan kepala jagoan suaminya, sesekali ia me
Setelah selesai bercinta, Andin dan Haidar segera membersihkan diri. “Bee, kamu bisa jalan nggak?” tanya Haidar pada istrinya.“Bisa,” jawab Andin. “Tapi, seperti ada yang mengganjal di dalam sini.” Andin menunjuk daerah keramatnya yang sudah tertutup handuk.Haidar tersenyum sambil membelai pipi Andin. Lalu ia membopong sang istri keluar dari kamar mandi.“Boo, aku juga bisa jalan kok,” kata Andin sambil merangkulkan tangannya di leher sang suami.“Supaya benihku cepat tumbuh, kamu jangan sampai kelelahan.” Haidar meyahuti ucapan istrinya sambil tersenyum.“Kalau aku hamil, perutku gendut, badanku tambah melar, apa nanti kamu masih menyukaiku?” tanya Andin dengan serius sambil menatap wajah suaminya.“Aku menyukaimu bukan hanya karena kamu cantik dan seksi, tapi aku menyukaimu kare
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha