"Boo, kamu demam, badanmu panas banget," ucap Andin sembari meraba-raba tubuh suaminya.
"Ehmm ...." Haidar tidak membuka matanya, tapi malah mendekap lengan istrinya. "Jangan pergi Bee, temani aku," ucapnya dengan mata yang masih terpejam.
"Aku suruh Bibi ambil air hangat sebentar ya," kata Andin sembari mengusap lengan suaminya.
"Nggak usah, Bee. Aku cuma butuh kamu," ucapnya sembari terus mendekap lengan Andin.
"Baiklah, tapi lepas dulu tanganku. Aku mau menelpon Mas Riko." Andin berusaha mengambil ponselnya yang ada di atas nakas.
"Aku sudah menelponnya sebentar lagi juga datang," kata Haidar. "Tolong matikan pendingin ruangannya, Bee!"
"Lepasin dulu tanganku! Aku nggak akan ke mana-mana," sahut Andin dengan lembut.
Haidar melepas tangan sang istri yang ia dekap dengan kuat. Wanita itu pun segera mengambil remot dan mematikan pendingin ruangan itu. Lalu, naik ke tempat tidur.
"Kamu kalau sakit bilang, Boo! Aku 'kan ngg
"Tidak ada yang serius, dia hanya kelelahan saja," jawab Dokter Riko dengan ramah, "Nanti diminum obatnya ya!" Dokter Riko memberikan obat yang sudah ia siapkan sejak Haidar menelponnya."Iya, Dokter terima kasih," kata Andin sembari menerima beberapa macam obat untuk suaminya. 'Tidak kenapa-kenapa, tapi obatnya sebanyak ini?' Andin merasa heran, tapi ia tidak berani bertanya kepada sang dokter.Wanita itu takut Dokter Riko merasa tersinggung dengan pertanyaannya. 'Dia dokter pribadi keluarga Mannaf, nggak mungkin juga ngasih obat sembarangan,' gumam Andin dalam hatinya. "Tapi masalahnya ini obat untuk apa? Kenapa suamiku juga nggak protes dikasih obat sebanyak ini."Baiklah, Nyonya Andin, saya permisi dulu," pamit Dokter Riko pada istri sahabatnya. "Dihabiskan obatnya!" Dokter Riko menatap sahabatnya sebelum keluar dari kamar itu.Dokter tampan itu pun keluar dari kamar sahabatnya. Setelah Dokter keluarga Mannaf keluar, Bi Narti masuk ke dalam kamar maji
Pria tangguh itu terkulai lemas dalam pelukan sang istri. Entah apa yang dirasakannya, Andin merasa ada yang disembunyikan oleh suaminya. "Boo, kamu cepat sembuh dong! Kalau kamu sakit, nggak ada lagi yang ngeledekin aku, nggak ada lagi temen berantem," kata Andin sembari membelai pipi sang suami yang terasa hangat, tidak sepanas seperti sebelum ia minum obat dan dikompres. "Nggak ada yang menghukum kamu ya," timpal Haidar sembari tersenyum. Namun, mata laki-laki tampan itu masih terpejam. "Kamu ini." Andin menjepit hidung lancip suaminya dengan jari-jemarinya, "Di sini ada Bi Susi," bisik Andin di telinga sang suami. "Nggak apa-apa, Bee, kita 'kan nggak ngapa-apain," balas Haidar sembari terkekeh, "Pelukanmu nyaman sekali." Haidar semakin erat mendekap lengan wanita yang memeluknya sembari duduk bersandar pada sandaran tempat tidur. Andin pun berkali-kali menciumi puncak kepala suaminya. "Boo, kamu istirahat ya, biar cepat sembuh!" "T
Sejak kelahiran kedua putranya, Andin memang lebih fokus kepada bayi-bayi mungilnya. Itu pun dengan dukungan sang suami supaya ia lebih fokus kepada anak-anaknya. Namun, kini laki-laki itu merindukan kehangatan pelukan dari wanita yang dicintainya. Apalagi saat ini dia sedang sakit, butuh kehangatan dan perhatian lebih dari istrinya. "Kamu udah jarang peluk aku." Haidar memeluk pinggang sang istri yang sedang terduduk. "Maafkan aku, Boo karena kurang memerhatikanmu." Andin membelai lembut pipi suaminya. "Aku terlalu fokus pada anak-anak." Wanita cantik itu mencium kening suaminya yang masih hangat. Lalu, kembali merebahkan tubuhnya di samping Haidar. "Nggak apa-apa, Bee. Kamu memang harus fokus pada anak-anak kita. Tapi, hari ini aku benar-benar ingin dipeluk kamu," sahut Haidar dengan tatapan sendu memandang wanita pujaannya. TOK TOK TOK Bi Susi mengetuk daun pintu yang telah terbuka lebar sembari memanggil sang nyonya. Pelaya
Dua jam sudah mereka tertidur. Bunyi keroncongan di perut, membangunkan wanita muda dengan dua anak itu dari tidur siangnya.Wajah tampan sang suami yang pertama dilihat ketika Andin membuka matanya. Embusan napas sang suami terasa hangat menyapu wajah cantiknya.Wanita bertubuh sintal itu tersenyum saat mengamati wajah laki-laki tampan yang masih memejamkan matanya."Ternyata wajah anak kita mirip sekali dengan kamu, Boo." Andin membelai lembut pipi sang suami yang ditumbuhi rambut tipis di sekitar rahangnya.Dilepasnya tangan sang suami yang melingkar di perutnya, lalu menaruh lengan itu di atas guling. Dengan hati-hati wanita cantik bertubuh sintal turun dari tempat tidur supaya tidak mengganggu laki-laki tampan yang masih terkulai lemas di kasur beralaskan sprei berwarna putih."Kenapa kepalaku pusing sekali," kata Andin sambil memijat pelipisnya. Wanita cantik itu masih terduduk di pinggiran tempat tidur dengan kaki yang menjuntai ke baw
"Sayang, Jagoannya Mommy anak pinter ya, ditinggal juga nggak nangis." Andin bercanda dengan kedua anaknya setelah menyusui mereka.Kedua bayi mungil itu hanya tertawa melihat sang mommy berbicara sembari menciumi mereka dengan gemas."Mommy tinggal ya, Nak." Andin mencium bayi-bayi mungilnya yang ia tidurkan di tempat tidur untuk kedua pengasuhnya yang berada di kamar anaknya.Kemudian Andin menaruh satu persatu anaknya di masing-masing ranjang khusus bayi."Bi, titip mereka ya! Jangan bawa mereka ke kamarku! Daddy-nya lagi sakit, takut mereka tertular." Pesan Andin kepada kedua pengasuh anaknya."Baik, Nyonya," jawab kedua pengasuh itu hampir bersamaan."Mommy mau makan dulu ya, Sayang." Andin membelai pipi gembul kedua anaknya. Lalu wanita cantik itu pergi ke dapur hendak membuat bubur sayur untuk suaminya.Bi Susi menghampiri majikannya yang sedang berkutat di dapur. "Nyonya mau ngapain? Biar saya bantu."Salah satu pelayan
"Aku sumpahin kamu biar cepat sembuh," sahut Andin, "Kamu makan dulu ya, biar cepat pulih."Andin membantu suaminya untuk duduk bersandar pada sandaran tempat tidur. Ia menaruh dua bantal di belakang punggungnya supaya suaminya merasa nyaman."Pusing nggak?" tanya Andin pada suaminya yang dijawab dengan gelengan kepala.Diambilnya bubur sayur yang ia taruh di atas nakas. Diaduknya bubur itu supaya tidak terlalu panas."Makan ya." Andin mengulurkan tangannya yang memegang sendok dengan bubur sayur di atasnya."Ntar dulu, Bee. Aku masih lemas." Haidar menolak suapan dari sang istri. Ia mencoba mengatur napasnya supaya lebih teratur."Boo, kita ke rumah sakit ya!" Andin merasa khawatir dengan kondisi sang suami yang terlihat sangat lemah.Haidar menggeleng pelan, lalu berkata dengan suaranya yang sangat lemah. "Aku hanya perlu banyak istirahat. Biasanya cuma sehari aku lemah kayak gini, besok juga pasti baikan," jawab Haidar."Bia
Di ujung bagian Indonesia, dua anak manusia sedang menikmati bulan madunya."Sayang, kenapa kamu lama sekali?" Baron mengetuk pintu kamar mandi resort mewah yang ia tempati selama bulan madu."Aku nggak bisa keluar, Bang," sahut Tari dari dalam kamar mandi."Kenapa? Apa pintunya susah untuk dibuka?" tanya Baron kepada wanita cantik yang sudah sah menjadi istrinya sembari memutar-mutar kenop pintu."Aku ...." Tari ragu-ragu mengatakannya. Ia merasa malu kalau harus bilang kepada laki-laki kaku itu, walaupun sekarang sudah menjadi suaminya. Tapi, mereka belum cukup dekat satu sama lain.Hubungan keduanya selama ini hanya sebatas atasan dan bawahan di Perusahaan Mannaf Group. Sehingga, Tari merasa tidak enak hati kalau meminta bantuan kepada laki-laki angkuh, tapi baik hati."Kamu kenapa?" tanya Baron yang mulai khawatir dengan keadaan istrinya."Aku butuh ...." Tari malu untuk mengatakannya, 'Aku harus bilang apa? Bulan madu ini m
"Selamat sore, Mbak," sapa Baron kepada pegawai minimarket, "Bisa tolong saya, carikan pembalut yang bersayap?" tanya laki-laki tampan yang memakai kaus berwarna putih, dipadukan dengan celana selutut berwarna coklat.Dengan beralaskan sandal jepit, penampilan sang asisten CEO itu terlihat santai. Namun, caranya berbicara masih kaku seperti robot. Itu yang selalu dikatakan istrinya.Wanita yang memakai kaus berwarna merah itu melihat penampilan Baron dari ujung kaki hingga ujung kepala."Maaf, Tuan. Maksudnya pembalut untuk wanita?" tanya pegawai minimarket itu dengan ragu-ragu. Ia takut salah bicara dengan pelanggannya."Iya, untuk istri saya," jawab Baron dengan santai.Laki-laki itu tidak merasa malu membeli barang keperluan istrinya. Walau sebagian laki-laki mungkin tidak akan mau untuk membeli keperluan pribadi seorang wanita seperti pembalut.'Ya Tuhan, sisakan satu laki-laki seperti dia untukku,' ucap pegawai itu dalam hatinya.
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha