Tari menggeleng pelan. "Harusnya aku yang minta maaf ... orang pertama yang menyentuhku harusnya kamu, tapi mahkotaku sudah diserahkan kepada laki-laki yang tidak bertanggung jawab," ucap Tari sembari terisak.
Wanita cantik yang masih polos tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh seksinya terus saja menangis dalam dekapan suaminya. Wajahnya ia benamkan di bawah ketiak sang suami.
"Jangan pernah mengingat laki-laki yang tidak beruntung itu karena telah menyia-nyiakan wanita hebat seperti istri saya ini!" Baron mengusap-usap punggung sang istri yang belum berbusana itu.
"Aku sudah melupakannya, tapi aku merasa bersalah pada suamiku karena tidak bisa memberikan kesucianku padamu." Tari berucap sambil berurai air mata. Penyesalannya tidak bisa mengembalikan waktu.
"Kamu wanita suci, wanita yang hebat. Bisa melewati semua cobaan yang belum tentu orang lain sanggup melewatinya jika berada di posisimu. Saya sudah menyukaimu sejak lama, bukan karena cantik a
"Saya tahu itu, tidak ada yang bisa menolak pesona suamimu ini," sahut Baron dengan percaya diri."Astaga! Ternyata si robot kaku ini sangat percaya diri," balas Tari sembari tertawa pelan.Baron pun ikut tertawa mendengar ocehan istrinya. "Sayang, ayo kita mandi, kita lanjut malam saja! Saya sudah lapar, kamu juga pasti lapar 'kan?" Baron membelai pipi mulus sang istri dengan lembut, kemudian mengecup bibir seksi istrinya.Tari mengangguk sambil tersenyum. Ia akan berusaha menuruti semua keinginan suaminya. Kemudian, laki-laki yang masih polos tanpa busana itu segera turun dari tempat tidur, membopong istrinya menuju kamar mandi.Tari melingkarkan tangannya di leher sang suami dan membenamkan wajahnya di ceruk laki-laki tampan itu."Sayang, tolong kamu buka pintunya!" titah Baron pada wanita cantik dalam gendongannya ketika sudah berada di depan pintu kamar mandi.Tari membuka pintu itu dengan pelan, lalu kembali menutupnya setelah mereka m
Baron mengajaknya ke bawah pancuran shower. Mereka kembali menyalurkan hasratnya di bawah guyuran air. Pasangan pengantin itu bercinta untuk yang kedua kalinya di pagi itu setelah sah menjadi suami istri.Setelah selesai menuntaskan hasratnya, pasangan pengantin itu segera membersihkan dirinya. Baron menggendong sang istri setelah selesai mandi.Dengan dibalut handuk berwarna putih, wanita cantik itu bergelayut manja pada suami tercinta. Lelaki yang terlihat lebih segar setelah dua kali sarapan serabi hangat milik sang istri menurunkan istrinya di ruang ganti.Mereka memakai pakaian bersama tanpa ada rasa malu lagi. Setelah selesai berpakaian pasangan pengantin baru itu keluar dari kamarnya sembari bergandengan tangan."Ayah ... Ibu ...." Merry berlari ke arah Ibu dan ayahnya yang baru keluar dari kamar saat anak kecil itu hendak masuk ke kamarnya yang bersebelahan dengan kamar orang tuanya.Baron berjongkok di depan Merry untuk menyejajarkan tingg
"Bee, kamu beneran nggak ikut berlibur barang Mami dan keluarga Baron?" tanya Haidar pada sang istri yang sedang menyusui anaknya.Andin menggelengkan kepalanya. "Nggak," jawabnya, "Kasihan anak-anak, nanti kecapean."Haidar menangkup wajah istrinya, lalu berkata, "Kamu memang ibu terbaik untuk anak-anak kita," ucap Haidar penuh rasa syukur mempunyai istri seperti Andin.Walau usianya terpaut jauh dengannya, tapi istri seksinya itu mampu mengimbangi pemikirannya yang terkadang berpikiran sangat kolot."Nanti aja berliburnya kalau si kembar udah gede," sahut Andin, "Kalau dia sakit, 'kan aku juga yang capek," kata wanita seksi itu sembari memasukan kembali sumber ASI-nya karena Gara sudah melepas pucuk sumber ASI yang tandanya dia sudah kenyang."Boo, siapa yang akan membantu kerjaan kamu kalau Baron nggak ada?" tanya Andin sembari menimang bayinya agar malaikat kecilnya tidur kembali."Tenang aja, Bee! Aku bisa menangani semuanya. Untu
"Bee, Haidar memanggil Andin sembari menggoyangkan pahanya, tapi sang istri tidak terusik dengan kelakuan suaminya.Laki-laki itu kembali meraba sumur keramat milik istrinya. Andin kembali mendesah dengan mata yang masih terpejam."Kenapa dia menikmatinya, tapi nggak bangun? Kalau orang lain yang melakukannya apa dia juga akan terus menikmati permainan orang yang dia sendiri nggak tahu suaminya atau bukan?" gumam Haidar sembari terus mengelus sumur itu."Aku tahu kamu suamiku," sahut Andin dengan suara parau, "Aku ngantuk banget," lanjutnya tanpa membuka mata."Ya udah kita lanjut nanti malam aja ya," ujar Haidar, "Tapi, sumur kamu udah rembes," lanjut Haidar sembari terkekeh."Lanjut aja, Boo!" titah Andin sembari membuka kakinya lebar-lebar. "Aku udah hareudang, sok lah di geber!" ujar ibu menyusui itu yang membuat Haidar tertawa pelan sembari cubit bibir sumur keramat itu.Haidar pun melanjutkan aksinya. Ia melorotkan segitiga merah milik
"Haidar ... ini nikmat. Aar ...." Akhirnya keduanya mencapai puncak kenikmatan secara bersamaan.Semburan benih cinta Haidar memenuhi rongga rahim istrinya. Laki-laki tampan itu merebahkan tubuhnya di samping tubuh sang istri saat si jagoan sudah menyusut dan keluar dari lubang keramat wanita cantik yang sudah bermandikan keringat sama seperti dirinya.Andin bangun dari tidurnya, lalu duduk di atas si jagoan yang sudah kelelahan. "Kamu luar biasa Haidar. Lelakiku yang perkasa, terima kasih sudah memberikan kenikmatan ini." Andin mendekatkan bibirnya pada bibir sang suami, lalu ciuman hangat itu terjadi sebagai penutup kenikmatan di siang bolong.Sang jagoan kembali terbangun saat Andin menggesek miliknya di benda tumpul itu. Wanita itu bangun dari tubuh sang suami, lalu mencium kepala si jagoan dan mengelusnya dengan lembut."Kamu tidur lagi aja! Istirahat dulu ya!" Andin berbicara pada peliharaan suaminya dengan lembut.Wanita seksi itu turun dari
Haidar segera membopong sang istri setelah mencabut jagoannya dari lubang keramat. Wanita cantik itu melingkarkan tangannya di leher sang suami."Berondong alotku sangat perkasa. Aku menyukai setiap permainanmu. Kamu selalu membuatku bahagia lahir batin, Haidar Mannaf." Andin mengecup bibir suaminya sekilas."Bee, apa kamu nggak capek?" tanya Haidar yang dijawab dengan gelengan kepala oleh wanita seksi itu. "Bagaimana kalau kita melakukannya lagi?" goda Haidar pada sang istri."Bibir keramatku udah bengkak Boo, udah pada lecet kali," balas Andin sembari mengerucutkan bibirnya. "Kalau tidak perih sih ayo aja," ucapnya sembari terkekeh."Kamu emang bener-bener gila bidadari mesumku. Aku sangat mencintaimu, sangat dan sangat. Cintaku semakin besar kepada wanita seksi ini. Kamu benar-benar seksi, aku meminta sesuatu padamu. Jangan menurunkan berat badan, aku sangat menyukai tubuh seksimu ini." Haidar melumat bibir istrinya dengan lama.Haidar menurunka
"Sudah selesai, Bee." Haidar mematikan pengering rambut istrinya dan kembali menyimpannya di laci meja rias."Terima kasih, Boo." Andin bangun dari duduknya, lalu mencium pipi suaminya dengan mesra. "Ayo kita makan!" ajak Andin pada suaminya.Haidar menganggukkan kepalanya, lalu menggandeng lengan wanita seksi itu.Sebelum keluar dari kamar itu, mereka menghampiri ranjang bayi untuk melihat kedua anak mereka."Loh ternyata anak Mommy udah bangun," ucap Andin pada bayi Bara yang sudah membuka matanya. "Kalian pintar banget."Begitu pun dengan bayi Gara, matanya sudah terbuka, tapi kedua anak itu tidak menangis sama sekali."Mereka benar-benar anak yang pengertian. Walaupun sudah terbangun, tapi tidak menangis." Haidar mengambil bayi Gara dalam ranjangnya. Lalu, menimang anak itu dengan penuh kasih sayang."Boo, makannya nanti ya, aku mau menyusui mereka dulu." Andin membawa bayi Bara ke tempat tidurnya, kemudian menyusui anak laki-laki
"Kalau Mbak Tari tahu Baron menyelidiki masa lalunya, kira-kira dia marah nggak ya sama suaminya?" tanya Andin pada Haidar. Kini Andin dan Haidar sedang bersantai di taman samping rumah. Mereka duduk santai sambil minum kopi di pendopo dekat kolam ikan. "Aku nggak tahu," jawab Haidar sembari mengedikkan bahunya. "Mudah-mudahan mereka bisa menerima satu sama lain, bukan karena patuh pada perintahku saja." Haidar mengambil cangkir kopi yang ada di hadapannya. Lalu, menyeruput minuman yang masih mengepulkan asap. "Kamu sih ngelamar orang kayak beli gorengan." Andin memukul lengan kekar suaminya. "Kalau mereka menerimanya cuma karena takut dipecat, gimana?" "Aww ... panas, Bee." Akibat ulah istrinya, kopi yang masih mengepulkan asap yang sedang diseruput laki-laki tampan itu tumpah mengenai mulut hingga bajunya. Andin malah menertawakan suaminya. "Maaf, Boo. Abisnya aku emosi kalau inget kelakuan kamu." Wanit