"Kalau Mbak Tari tahu Baron menyelidiki masa lalunya, kira-kira dia marah nggak ya sama suaminya?" tanya Andin pada Haidar.
Kini Andin dan Haidar sedang bersantai di taman samping rumah. Mereka duduk santai sambil minum kopi di pendopo dekat kolam ikan.
"Aku nggak tahu," jawab Haidar sembari mengedikkan bahunya. "Mudah-mudahan mereka bisa menerima satu sama lain, bukan karena patuh pada perintahku saja."
Haidar mengambil cangkir kopi yang ada di hadapannya. Lalu, menyeruput minuman yang masih mengepulkan asap.
"Kamu sih ngelamar orang kayak beli gorengan." Andin memukul lengan kekar suaminya. "Kalau mereka menerimanya cuma karena takut dipecat, gimana?"
"Aww ... panas, Bee."
Akibat ulah istrinya, kopi yang masih mengepulkan asap yang sedang diseruput laki-laki tampan itu tumpah mengenai mulut hingga bajunya.
Andin malah menertawakan suaminya. "Maaf, Boo. Abisnya aku emosi kalau inget kelakuan kamu."
Wanit
Hai semuanya, maaf aku slow update beberapa hari karena keluargaku ada yang positif covid 19. Jadi, waktu untuk nulis berkurang karena aku harus menyiapkan kebutuhan mereka selama isolasi mandiri. Mohon doanya semua, semoga keluargaku selalu diberikan kesehatan dan segera disembuhkan bagi yang sakit.
Andin menarik lengannya yang sedang dicium oleh Haidar. "Siapa yang hamil?""Kalau nggak hamil kenapa kamu makan rujak mangga muda?" tanya Haidar yang berkali-kali menelan air liurnya saat aroma mangga muda itu menusuk penciumannya."Emangnya orang hamil aja yang boleh makan rujak mangga?" Andin mengambil potongan mangga muda dan memasukkannya ke dalam mulut setelah dicocol terlebih dulu ke sambal rujak."Ini pasti kamu lagi hamil," tebak Haidar, "Buktinya tadi kamu nganu sampai berkali-kali masih kurang aja, biasanya kamu nggak mau kalau aku minta nganu lagi.""Apa hubungannya nganu makan rujak sama hamil?" tanya Andin sembari menikmati rujak buah mangga muda."Ya ada lah, Bee," sahut Haidar dengan cepat, "Kamu bisa hamil karena aku yang anu-anuin, udah hamil kamu jadi pengin makan rujak terus," jelas Haidar.Laki-laki tampan itu tergoda juga dengan rujak buah yang dinikmati istrinya. Akhirnya ia mengambil satu irisan mangga muda, lal
Haidar mendekatkan bibirnya pada bibir sang istri. Lalu, ia melumatnya dengan penuh hasrat. Sebenarnya Andin sudah tahu maksud suaminya sejak tadi.'Aku nggak akan melepas ciuman ini sampai bibirmu kepanasan,' batin Andin sembari menyesapi bibir suaminya.Ia sengaja menghisap bibir suaminya dengan penuh hasrat. Wanita cantik itu malah menikmati ciuman bibir pedas sang suami, tapi tidak dengan laki-laki itu.Bibir Haidar sudah merasa kepanasan karena sambal rujak yang sengaja ia oles ke bibirnya dengan maksud mengerjai sang istri supaya bibir wanita seksi itu kepanasan, tapi yang terjadi sebaliknya.Haidar lah yang kepanasan. Bibirnya terlihat merah dan bengkak karena kepedasan ditambah dengan lumatan dan hisapan istrinya yang membuat bibir laki-laki itu memerah dan sedikit bengkak.Laki-laki itu lupa kalau bidadari mesumnya pencinta makanan pedas. Haidar melepas ciuman pedas itu dengan paksa hingga bibir yang sedang digigit Andin mengeluarkan
"Boo!" Andin berlari sambil memanggil suaminya. Air matanya sudah luruh sejak tadi.Haidar terkejut mendengar teriakan istrinya. Ia menoleh pada sang istri yang sedang berlari menghampirinya."Kenapa dia menangis?" gumam laki-laki yang bertelanjang dada itu.Ia pun turun dari pendopo, dengan cepat mendekati istrinya, lalu memeluk wanita seksi itu. Walaupun Haidar tidak tahu apa yang terjadi dengan sang istri, tapi ia yakin kalau sudah terjadi sesuatu yang membuat Andin menangis sembari memeluknya dengan erat.Andin melepas pelukannya. "Boo, ayo kita ke rumah sakit!" Ibu dua anak itu menarik tubuh suaminya."Siapa yang sakit?" tanya Haidar kepada wanita yang sangat ia cintai yang sedang menitikkan air mata tanpa henti."Nenek Marisa di rumah sakit," jawab Andin sembari terisak."Bee, kamu tunggu di sini dulu! Aku ambil baju sebentar.Haidar menyuruh istrinya untuk duduk di ruang tamu, sedangkan dirinya berlari ke kamar unt
"Nenek nggak apa-apa, Sayang. Masa kritisnya sudah lewat. Sebentar lagi dipindahkan ke ruang perawatan," jawab Bunda Anin sembari memeluk anaknya."Syukurlah." Andin mengusap dadanya, merasa lega mendengar sang nenek baik-baik saja.Ia merasa sangat bersalah karena sejak punya anak, jarang menengok neneknya."Bibir kamu kenapa, Ar?" Kini sang bunda menatap menantunya setelah melepas pelukannya pada sang anak."Di gigit Singa mesum," jawab Haidar sembari melirik istrinya.Mendengar ocehan sang suami, Andin langsung menoleh dan membulatkan matanya, lalu memukul lengan laki-laki gagah itu berkali-kali. "Sekalian aja Kebo mesum!"Wanita yang kelewat seksi itu mengerucutkan bibirnya sambil melipat tangan di bawah dada. 'Awas aja kamu ya, nanti malam gak akan aku kasih pintu,' batin Andin sembari mendelikkan matanya kepada laki-laki tampan itu.Ayah Rey dan Bunda Anin tertawa pelan mendengar ucapan menantunya. "Andin mir
Andin bangun dari duduknya tanpa menyahut ucapan sang ayah. Ibu muda itu pergi ke ruang perawatan sang nenek, begitu pun yang lainnya."Anak itu kalau dibilangin nggak pernah didengar." Ayah Rey menggelengkan kepalanya, lalu mengikuti yang lainnya.Kini sang nenek sudah berada di ruang perawatan. Semua keluarga masuk ke ruang rawat yang terlihat seperti kamar hotel berbintang lima."Nenek tidur apa pingsan, Bun?" tanya Aldin pada bundanya."Tidur," jawab sang bunda, "Kata dokter itu efek obat yang Nenek minum."Aldin mengangguk dengan pelan. "Al, pergi dulu ya, Bun, aku udah ada janji, " pamit si sulung pada wanita paruh baya yang sudah mempunyai dua cucu. Namun, masih terlihat sangat cantik.Pemuda tampan yang berusia dua puluh dua tahun itu pergi dari ruang rawat neneknya setelah mendapat izin dari orang tuanya."Tumben tuh anak sering keluar," kata Ayah Rey sembari menatap punggung pemuda tampan itu yang sudah menghilang di balik p
"Boo, jangan kasih tahu Baron kalau nenekku dirawat di rumah sakit, nanti dia nggak bakal jadi pergi bulan madu," pinta Andin pada suaminya."Iya, Bee," jawab Haidar sembari tersenyum, "Bagaimana dengan persiapan kamu nanti malam?" Haidar menggoda istrinya yang bilang sanggup melayani suaminya sampai pagi."Siap dong!" balasnya dengan yakin. 'Siap ngorok,' ucap Andin dalam hati sembari menahan senyum.Wanita cantik itu tertidur dalam dekapan suaminya. Wanita muda yang sudah mempunyai dua bayi lucu itu terlihat sangat kelelahan."Terima kasih, Bee." Haidar mencium puncak rambutnya dengan mesra, "Kamu sudah menjadi istri dan ibu yang baik untuk anak-anakku."Haidar menciumi sang istri berulang kali. Ia sangat bersyukur mempunyai istri seperti bidadari mesumnya. Di saat wanita seusianya sedang berkuliah, ia malah mengabdikan dirinya sebagai istri dan ibu untuk anak-anaknya.Walaupun terlahir dalam keluarga yang tajir melintir tidak membuatnya m
Andin membuka mata saat sinar mentari mengusik tidurnya. Ia menyipitkan mata, melihat jam dinding yang ada di kamarnya."Ini sudah siang," gumamnya saat melihat jam menunjukkan pukul tujuh pagi. "Kenapa aku tidur begitu lama?"Wanita seksi itu menoleh kepada Laki-laki tampan yang masih tertidur pulas di sampingnya. "Boo, bangun! Ini udah siang, kamu nggak ke kantor?" Andin menepuk pipi suaminya dengan perlahan."Ini hari libur, Bee." Haidar menarik kembali selimut berwarna ungu tua itu dan kembali memejamkan mata."Astaga! Aku lupa." Andin menepuk jidatnya sembari tersenyum. Lalu, ia turun dari tempat tidur untuk membersihkan dirinya. Membiarkan suami tercinta melanjutkan tidurnya.Sementara di rumah Baron, mereka semua sedang bersiap-siap untuk pergi liburan. Merry terlihat sangat senang, walaupun sebenarnya ia ingin ikut bersama orang tuanya.Namun, gadis kecil itu mengerti setelah mendapat penjelasan dari sang nenek."Ayah, I
"Boo, kamu demam, badanmu panas banget," ucap Andin sembari meraba-raba tubuh suaminya."Ehmm ...." Haidar tidak membuka matanya, tapi malah mendekap lengan istrinya. "Jangan pergi Bee, temani aku," ucapnya dengan mata yang masih terpejam."Aku suruh Bibi ambil air hangat sebentar ya," kata Andin sembari mengusap lengan suaminya."Nggak usah, Bee. Aku cuma butuh kamu," ucapnya sembari terus mendekap lengan Andin."Baiklah, tapi lepas dulu tanganku. Aku mau menelpon Mas Riko." Andin berusaha mengambil ponselnya yang ada di atas nakas."Aku sudah menelponnya sebentar lagi juga datang," kata Haidar. "Tolong matikan pendingin ruangannya, Bee!""Lepasin dulu tanganku! Aku nggak akan ke mana-mana," sahut Andin dengan lembut.Haidar melepas tangan sang istri yang ia dekap dengan kuat. Wanita itu pun segera mengambil remot dan mematikan pendingin ruangan itu. Lalu, naik ke tempat tidur."Kamu kalau sakit bilang, Boo! Aku 'kan ngg