Haidar mendekatkan bibirnya pada bibir sang istri. Lalu, ia melumatnya dengan penuh hasrat. Sebenarnya Andin sudah tahu maksud suaminya sejak tadi.
'Aku nggak akan melepas ciuman ini sampai bibirmu kepanasan,' batin Andin sembari menyesapi bibir suaminya.
Ia sengaja menghisap bibir suaminya dengan penuh hasrat. Wanita cantik itu malah menikmati ciuman bibir pedas sang suami, tapi tidak dengan laki-laki itu.
Bibir Haidar sudah merasa kepanasan karena sambal rujak yang sengaja ia oles ke bibirnya dengan maksud mengerjai sang istri supaya bibir wanita seksi itu kepanasan, tapi yang terjadi sebaliknya.
Haidar lah yang kepanasan. Bibirnya terlihat merah dan bengkak karena kepedasan ditambah dengan lumatan dan hisapan istrinya yang membuat bibir laki-laki itu memerah dan sedikit bengkak.
Laki-laki itu lupa kalau bidadari mesumnya pencinta makanan pedas. Haidar melepas ciuman pedas itu dengan paksa hingga bibir yang sedang digigit Andin mengeluarkan
"Boo!" Andin berlari sambil memanggil suaminya. Air matanya sudah luruh sejak tadi.Haidar terkejut mendengar teriakan istrinya. Ia menoleh pada sang istri yang sedang berlari menghampirinya."Kenapa dia menangis?" gumam laki-laki yang bertelanjang dada itu.Ia pun turun dari pendopo, dengan cepat mendekati istrinya, lalu memeluk wanita seksi itu. Walaupun Haidar tidak tahu apa yang terjadi dengan sang istri, tapi ia yakin kalau sudah terjadi sesuatu yang membuat Andin menangis sembari memeluknya dengan erat.Andin melepas pelukannya. "Boo, ayo kita ke rumah sakit!" Ibu dua anak itu menarik tubuh suaminya."Siapa yang sakit?" tanya Haidar kepada wanita yang sangat ia cintai yang sedang menitikkan air mata tanpa henti."Nenek Marisa di rumah sakit," jawab Andin sembari terisak."Bee, kamu tunggu di sini dulu! Aku ambil baju sebentar.Haidar menyuruh istrinya untuk duduk di ruang tamu, sedangkan dirinya berlari ke kamar unt
"Nenek nggak apa-apa, Sayang. Masa kritisnya sudah lewat. Sebentar lagi dipindahkan ke ruang perawatan," jawab Bunda Anin sembari memeluk anaknya."Syukurlah." Andin mengusap dadanya, merasa lega mendengar sang nenek baik-baik saja.Ia merasa sangat bersalah karena sejak punya anak, jarang menengok neneknya."Bibir kamu kenapa, Ar?" Kini sang bunda menatap menantunya setelah melepas pelukannya pada sang anak."Di gigit Singa mesum," jawab Haidar sembari melirik istrinya.Mendengar ocehan sang suami, Andin langsung menoleh dan membulatkan matanya, lalu memukul lengan laki-laki gagah itu berkali-kali. "Sekalian aja Kebo mesum!"Wanita yang kelewat seksi itu mengerucutkan bibirnya sambil melipat tangan di bawah dada. 'Awas aja kamu ya, nanti malam gak akan aku kasih pintu,' batin Andin sembari mendelikkan matanya kepada laki-laki tampan itu.Ayah Rey dan Bunda Anin tertawa pelan mendengar ucapan menantunya. "Andin mir
Andin bangun dari duduknya tanpa menyahut ucapan sang ayah. Ibu muda itu pergi ke ruang perawatan sang nenek, begitu pun yang lainnya."Anak itu kalau dibilangin nggak pernah didengar." Ayah Rey menggelengkan kepalanya, lalu mengikuti yang lainnya.Kini sang nenek sudah berada di ruang perawatan. Semua keluarga masuk ke ruang rawat yang terlihat seperti kamar hotel berbintang lima."Nenek tidur apa pingsan, Bun?" tanya Aldin pada bundanya."Tidur," jawab sang bunda, "Kata dokter itu efek obat yang Nenek minum."Aldin mengangguk dengan pelan. "Al, pergi dulu ya, Bun, aku udah ada janji, " pamit si sulung pada wanita paruh baya yang sudah mempunyai dua cucu. Namun, masih terlihat sangat cantik.Pemuda tampan yang berusia dua puluh dua tahun itu pergi dari ruang rawat neneknya setelah mendapat izin dari orang tuanya."Tumben tuh anak sering keluar," kata Ayah Rey sembari menatap punggung pemuda tampan itu yang sudah menghilang di balik p
"Boo, jangan kasih tahu Baron kalau nenekku dirawat di rumah sakit, nanti dia nggak bakal jadi pergi bulan madu," pinta Andin pada suaminya."Iya, Bee," jawab Haidar sembari tersenyum, "Bagaimana dengan persiapan kamu nanti malam?" Haidar menggoda istrinya yang bilang sanggup melayani suaminya sampai pagi."Siap dong!" balasnya dengan yakin. 'Siap ngorok,' ucap Andin dalam hati sembari menahan senyum.Wanita cantik itu tertidur dalam dekapan suaminya. Wanita muda yang sudah mempunyai dua bayi lucu itu terlihat sangat kelelahan."Terima kasih, Bee." Haidar mencium puncak rambutnya dengan mesra, "Kamu sudah menjadi istri dan ibu yang baik untuk anak-anakku."Haidar menciumi sang istri berulang kali. Ia sangat bersyukur mempunyai istri seperti bidadari mesumnya. Di saat wanita seusianya sedang berkuliah, ia malah mengabdikan dirinya sebagai istri dan ibu untuk anak-anaknya.Walaupun terlahir dalam keluarga yang tajir melintir tidak membuatnya m
Andin membuka mata saat sinar mentari mengusik tidurnya. Ia menyipitkan mata, melihat jam dinding yang ada di kamarnya."Ini sudah siang," gumamnya saat melihat jam menunjukkan pukul tujuh pagi. "Kenapa aku tidur begitu lama?"Wanita seksi itu menoleh kepada Laki-laki tampan yang masih tertidur pulas di sampingnya. "Boo, bangun! Ini udah siang, kamu nggak ke kantor?" Andin menepuk pipi suaminya dengan perlahan."Ini hari libur, Bee." Haidar menarik kembali selimut berwarna ungu tua itu dan kembali memejamkan mata."Astaga! Aku lupa." Andin menepuk jidatnya sembari tersenyum. Lalu, ia turun dari tempat tidur untuk membersihkan dirinya. Membiarkan suami tercinta melanjutkan tidurnya.Sementara di rumah Baron, mereka semua sedang bersiap-siap untuk pergi liburan. Merry terlihat sangat senang, walaupun sebenarnya ia ingin ikut bersama orang tuanya.Namun, gadis kecil itu mengerti setelah mendapat penjelasan dari sang nenek."Ayah, I
"Boo, kamu demam, badanmu panas banget," ucap Andin sembari meraba-raba tubuh suaminya."Ehmm ...." Haidar tidak membuka matanya, tapi malah mendekap lengan istrinya. "Jangan pergi Bee, temani aku," ucapnya dengan mata yang masih terpejam."Aku suruh Bibi ambil air hangat sebentar ya," kata Andin sembari mengusap lengan suaminya."Nggak usah, Bee. Aku cuma butuh kamu," ucapnya sembari terus mendekap lengan Andin."Baiklah, tapi lepas dulu tanganku. Aku mau menelpon Mas Riko." Andin berusaha mengambil ponselnya yang ada di atas nakas."Aku sudah menelponnya sebentar lagi juga datang," kata Haidar. "Tolong matikan pendingin ruangannya, Bee!""Lepasin dulu tanganku! Aku nggak akan ke mana-mana," sahut Andin dengan lembut.Haidar melepas tangan sang istri yang ia dekap dengan kuat. Wanita itu pun segera mengambil remot dan mematikan pendingin ruangan itu. Lalu, naik ke tempat tidur."Kamu kalau sakit bilang, Boo! Aku 'kan ngg
"Tidak ada yang serius, dia hanya kelelahan saja," jawab Dokter Riko dengan ramah, "Nanti diminum obatnya ya!" Dokter Riko memberikan obat yang sudah ia siapkan sejak Haidar menelponnya."Iya, Dokter terima kasih," kata Andin sembari menerima beberapa macam obat untuk suaminya. 'Tidak kenapa-kenapa, tapi obatnya sebanyak ini?' Andin merasa heran, tapi ia tidak berani bertanya kepada sang dokter.Wanita itu takut Dokter Riko merasa tersinggung dengan pertanyaannya. 'Dia dokter pribadi keluarga Mannaf, nggak mungkin juga ngasih obat sembarangan,' gumam Andin dalam hatinya. "Tapi masalahnya ini obat untuk apa? Kenapa suamiku juga nggak protes dikasih obat sebanyak ini."Baiklah, Nyonya Andin, saya permisi dulu," pamit Dokter Riko pada istri sahabatnya. "Dihabiskan obatnya!" Dokter Riko menatap sahabatnya sebelum keluar dari kamar itu.Dokter tampan itu pun keluar dari kamar sahabatnya. Setelah Dokter keluarga Mannaf keluar, Bi Narti masuk ke dalam kamar maji
Pria tangguh itu terkulai lemas dalam pelukan sang istri. Entah apa yang dirasakannya, Andin merasa ada yang disembunyikan oleh suaminya. "Boo, kamu cepat sembuh dong! Kalau kamu sakit, nggak ada lagi yang ngeledekin aku, nggak ada lagi temen berantem," kata Andin sembari membelai pipi sang suami yang terasa hangat, tidak sepanas seperti sebelum ia minum obat dan dikompres. "Nggak ada yang menghukum kamu ya," timpal Haidar sembari tersenyum. Namun, mata laki-laki tampan itu masih terpejam. "Kamu ini." Andin menjepit hidung lancip suaminya dengan jari-jemarinya, "Di sini ada Bi Susi," bisik Andin di telinga sang suami. "Nggak apa-apa, Bee, kita 'kan nggak ngapa-apain," balas Haidar sembari terkekeh, "Pelukanmu nyaman sekali." Haidar semakin erat mendekap lengan wanita yang memeluknya sembari duduk bersandar pada sandaran tempat tidur. Andin pun berkali-kali menciumi puncak kepala suaminya. "Boo, kamu istirahat ya, biar cepat sembuh!" "T
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha