Andin bangun dari duduknya tanpa menyahut ucapan sang ayah. Ibu muda itu pergi ke ruang perawatan sang nenek, begitu pun yang lainnya.
"Anak itu kalau dibilangin nggak pernah didengar." Ayah Rey menggelengkan kepalanya, lalu mengikuti yang lainnya.
Kini sang nenek sudah berada di ruang perawatan. Semua keluarga masuk ke ruang rawat yang terlihat seperti kamar hotel berbintang lima.
"Nenek tidur apa pingsan, Bun?" tanya Aldin pada bundanya.
"Tidur," jawab sang bunda, "Kata dokter itu efek obat yang Nenek minum."
Aldin mengangguk dengan pelan. "Al, pergi dulu ya, Bun, aku udah ada janji, " pamit si sulung pada wanita paruh baya yang sudah mempunyai dua cucu. Namun, masih terlihat sangat cantik.
Pemuda tampan yang berusia dua puluh dua tahun itu pergi dari ruang rawat neneknya setelah mendapat izin dari orang tuanya.
"Tumben tuh anak sering keluar," kata Ayah Rey sembari menatap punggung pemuda tampan itu yang sudah menghilang di balik p
"Boo, jangan kasih tahu Baron kalau nenekku dirawat di rumah sakit, nanti dia nggak bakal jadi pergi bulan madu," pinta Andin pada suaminya."Iya, Bee," jawab Haidar sembari tersenyum, "Bagaimana dengan persiapan kamu nanti malam?" Haidar menggoda istrinya yang bilang sanggup melayani suaminya sampai pagi."Siap dong!" balasnya dengan yakin. 'Siap ngorok,' ucap Andin dalam hati sembari menahan senyum.Wanita cantik itu tertidur dalam dekapan suaminya. Wanita muda yang sudah mempunyai dua bayi lucu itu terlihat sangat kelelahan."Terima kasih, Bee." Haidar mencium puncak rambutnya dengan mesra, "Kamu sudah menjadi istri dan ibu yang baik untuk anak-anakku."Haidar menciumi sang istri berulang kali. Ia sangat bersyukur mempunyai istri seperti bidadari mesumnya. Di saat wanita seusianya sedang berkuliah, ia malah mengabdikan dirinya sebagai istri dan ibu untuk anak-anaknya.Walaupun terlahir dalam keluarga yang tajir melintir tidak membuatnya m
Andin membuka mata saat sinar mentari mengusik tidurnya. Ia menyipitkan mata, melihat jam dinding yang ada di kamarnya."Ini sudah siang," gumamnya saat melihat jam menunjukkan pukul tujuh pagi. "Kenapa aku tidur begitu lama?"Wanita seksi itu menoleh kepada Laki-laki tampan yang masih tertidur pulas di sampingnya. "Boo, bangun! Ini udah siang, kamu nggak ke kantor?" Andin menepuk pipi suaminya dengan perlahan."Ini hari libur, Bee." Haidar menarik kembali selimut berwarna ungu tua itu dan kembali memejamkan mata."Astaga! Aku lupa." Andin menepuk jidatnya sembari tersenyum. Lalu, ia turun dari tempat tidur untuk membersihkan dirinya. Membiarkan suami tercinta melanjutkan tidurnya.Sementara di rumah Baron, mereka semua sedang bersiap-siap untuk pergi liburan. Merry terlihat sangat senang, walaupun sebenarnya ia ingin ikut bersama orang tuanya.Namun, gadis kecil itu mengerti setelah mendapat penjelasan dari sang nenek."Ayah, I
"Boo, kamu demam, badanmu panas banget," ucap Andin sembari meraba-raba tubuh suaminya."Ehmm ...." Haidar tidak membuka matanya, tapi malah mendekap lengan istrinya. "Jangan pergi Bee, temani aku," ucapnya dengan mata yang masih terpejam."Aku suruh Bibi ambil air hangat sebentar ya," kata Andin sembari mengusap lengan suaminya."Nggak usah, Bee. Aku cuma butuh kamu," ucapnya sembari terus mendekap lengan Andin."Baiklah, tapi lepas dulu tanganku. Aku mau menelpon Mas Riko." Andin berusaha mengambil ponselnya yang ada di atas nakas."Aku sudah menelponnya sebentar lagi juga datang," kata Haidar. "Tolong matikan pendingin ruangannya, Bee!""Lepasin dulu tanganku! Aku nggak akan ke mana-mana," sahut Andin dengan lembut.Haidar melepas tangan sang istri yang ia dekap dengan kuat. Wanita itu pun segera mengambil remot dan mematikan pendingin ruangan itu. Lalu, naik ke tempat tidur."Kamu kalau sakit bilang, Boo! Aku 'kan ngg
"Tidak ada yang serius, dia hanya kelelahan saja," jawab Dokter Riko dengan ramah, "Nanti diminum obatnya ya!" Dokter Riko memberikan obat yang sudah ia siapkan sejak Haidar menelponnya."Iya, Dokter terima kasih," kata Andin sembari menerima beberapa macam obat untuk suaminya. 'Tidak kenapa-kenapa, tapi obatnya sebanyak ini?' Andin merasa heran, tapi ia tidak berani bertanya kepada sang dokter.Wanita itu takut Dokter Riko merasa tersinggung dengan pertanyaannya. 'Dia dokter pribadi keluarga Mannaf, nggak mungkin juga ngasih obat sembarangan,' gumam Andin dalam hatinya. "Tapi masalahnya ini obat untuk apa? Kenapa suamiku juga nggak protes dikasih obat sebanyak ini."Baiklah, Nyonya Andin, saya permisi dulu," pamit Dokter Riko pada istri sahabatnya. "Dihabiskan obatnya!" Dokter Riko menatap sahabatnya sebelum keluar dari kamar itu.Dokter tampan itu pun keluar dari kamar sahabatnya. Setelah Dokter keluarga Mannaf keluar, Bi Narti masuk ke dalam kamar maji
Pria tangguh itu terkulai lemas dalam pelukan sang istri. Entah apa yang dirasakannya, Andin merasa ada yang disembunyikan oleh suaminya. "Boo, kamu cepat sembuh dong! Kalau kamu sakit, nggak ada lagi yang ngeledekin aku, nggak ada lagi temen berantem," kata Andin sembari membelai pipi sang suami yang terasa hangat, tidak sepanas seperti sebelum ia minum obat dan dikompres. "Nggak ada yang menghukum kamu ya," timpal Haidar sembari tersenyum. Namun, mata laki-laki tampan itu masih terpejam. "Kamu ini." Andin menjepit hidung lancip suaminya dengan jari-jemarinya, "Di sini ada Bi Susi," bisik Andin di telinga sang suami. "Nggak apa-apa, Bee, kita 'kan nggak ngapa-apain," balas Haidar sembari terkekeh, "Pelukanmu nyaman sekali." Haidar semakin erat mendekap lengan wanita yang memeluknya sembari duduk bersandar pada sandaran tempat tidur. Andin pun berkali-kali menciumi puncak kepala suaminya. "Boo, kamu istirahat ya, biar cepat sembuh!" "T
Sejak kelahiran kedua putranya, Andin memang lebih fokus kepada bayi-bayi mungilnya. Itu pun dengan dukungan sang suami supaya ia lebih fokus kepada anak-anaknya. Namun, kini laki-laki itu merindukan kehangatan pelukan dari wanita yang dicintainya. Apalagi saat ini dia sedang sakit, butuh kehangatan dan perhatian lebih dari istrinya. "Kamu udah jarang peluk aku." Haidar memeluk pinggang sang istri yang sedang terduduk. "Maafkan aku, Boo karena kurang memerhatikanmu." Andin membelai lembut pipi suaminya. "Aku terlalu fokus pada anak-anak." Wanita cantik itu mencium kening suaminya yang masih hangat. Lalu, kembali merebahkan tubuhnya di samping Haidar. "Nggak apa-apa, Bee. Kamu memang harus fokus pada anak-anak kita. Tapi, hari ini aku benar-benar ingin dipeluk kamu," sahut Haidar dengan tatapan sendu memandang wanita pujaannya. TOK TOK TOK Bi Susi mengetuk daun pintu yang telah terbuka lebar sembari memanggil sang nyonya. Pelaya
Dua jam sudah mereka tertidur. Bunyi keroncongan di perut, membangunkan wanita muda dengan dua anak itu dari tidur siangnya.Wajah tampan sang suami yang pertama dilihat ketika Andin membuka matanya. Embusan napas sang suami terasa hangat menyapu wajah cantiknya.Wanita bertubuh sintal itu tersenyum saat mengamati wajah laki-laki tampan yang masih memejamkan matanya."Ternyata wajah anak kita mirip sekali dengan kamu, Boo." Andin membelai lembut pipi sang suami yang ditumbuhi rambut tipis di sekitar rahangnya.Dilepasnya tangan sang suami yang melingkar di perutnya, lalu menaruh lengan itu di atas guling. Dengan hati-hati wanita cantik bertubuh sintal turun dari tempat tidur supaya tidak mengganggu laki-laki tampan yang masih terkulai lemas di kasur beralaskan sprei berwarna putih."Kenapa kepalaku pusing sekali," kata Andin sambil memijat pelipisnya. Wanita cantik itu masih terduduk di pinggiran tempat tidur dengan kaki yang menjuntai ke baw
"Sayang, Jagoannya Mommy anak pinter ya, ditinggal juga nggak nangis." Andin bercanda dengan kedua anaknya setelah menyusui mereka.Kedua bayi mungil itu hanya tertawa melihat sang mommy berbicara sembari menciumi mereka dengan gemas."Mommy tinggal ya, Nak." Andin mencium bayi-bayi mungilnya yang ia tidurkan di tempat tidur untuk kedua pengasuhnya yang berada di kamar anaknya.Kemudian Andin menaruh satu persatu anaknya di masing-masing ranjang khusus bayi."Bi, titip mereka ya! Jangan bawa mereka ke kamarku! Daddy-nya lagi sakit, takut mereka tertular." Pesan Andin kepada kedua pengasuh anaknya."Baik, Nyonya," jawab kedua pengasuh itu hampir bersamaan."Mommy mau makan dulu ya, Sayang." Andin membelai pipi gembul kedua anaknya. Lalu wanita cantik itu pergi ke dapur hendak membuat bubur sayur untuk suaminya.Bi Susi menghampiri majikannya yang sedang berkutat di dapur. "Nyonya mau ngapain? Biar saya bantu."Salah satu pelayan