“Pa, aku ke belakang dulu ya.” Haidar pamit pada Papa Mahendra sebelum ia jadi bahan ledekan keluarga istrinya. “Keluarga ini bener-bener gesrek semua,” batin Haidar sembari melenggang pergi meninggalkan istri dan papanya.
Haidar menghampiri Aldin dan Sisil yang sedang bersantai di saung gajebo. “Boleh aku gabung?” tanya Haidar kepada kakak iparnya.
“Iya, Bang silakan,” sahut Aldin dengan ramah. Walaupun ia kakak ipar Haidar, tapi Aldin tetap memanggil abang karena usia adik iparnya itu jauh lebih tua darinya.
“Kamu udah baikan, Sil?” tanya Haidar pada Sisil yang sedang duduk di samping Aldin.
“Udah, Bang, aku cuma kelelahan aja,” jawab Sisil sembari tersenyum.
“Makanya kamu harus jaga kesehatan. Makan teratur, istirahat yang cukup! Masih muda kok udah sakit-sakitan.” Aldin terlihat sangat peduli
Setelah berpamitan pada orang tuanya, Andin dan Haidar pulang karena sang mami sudah menunggunya di rumah.“Bee, besok aku ke luar kota, kamu pergi kuliah diantar bodyguardku aja ya. Nanti kamu ajak Sisil nginep di rumah,” kata Haidar sambil menoleh pada Andin yang duduk di sampingnya, lalu ia kembali fokus pada kemudinya. “Tadi aku udah bilang ke dia,” imbuhnya.Andin memiringkan badannya menghadap sang suami. “Ke luar kota?” Andin terkejut dengan ucapan suaminya yang mendadak pergi ke luar kota. “Kenapa kamu baru bilang sekarang?” tanya Andin pada suaminya. Ia tidak rela kalau harus ditinggalkan oleh sang suami.“Aku lupa,” jawab Haidar. “Cuma sehari aja, aku ada kerjaan yang benar-benar nggak bisa ditunda. Aku juga nggak mau berjauhan terlalu lama dengan bidadariku ini.” Haidar menggenggam tangan istrinya, lalu menciumnya dengan mesra.
“Bi, Mami di mana?’ tanya Andin saat berpapasan dengan Bi Susi.“Nyonya pergi, Non. Katanya nanti balik lagi,” jawab Bi Susi dengan sopan.“Ya udah, Bi, makasih ya,” ucapnya sambil tersenyum. “Bi, tolong buatin aku es susu ya, nanti antar ke kamarku jangan ke kamar tuan,” titah Andin pada Bi Susi.Setelah meminta tolong pada Bi Susi, Andin segera pergi ke kamarnya. Ia segera masuk kamar dan menguncinya.“Kenapa aku nggak rela, dia pergi ke luar kota, padahal ‘kan dia mau pergi kerja,” gumamnya sembari merebahkan tubuhnya di kasur.Haidar mencari Andin di kamar, tapi tidak menemukannya. Kemudian ia keluar dari kamar untuk mencari sang istri di tempat lain. “Apa mungkin dia ada di sini?” gumam Haidar saat berada di depan pintu kamar istrinya.“Bee!” panggil Haidar sa
Setelah menelpon asistennya, Haidar duduk di samping Andin. “Bee, besok aku nggak jadi ke luar kota,” kata Haidar sambil menggenggam tangan istrinya. “Udah ya jangan marah lagi.” Haidar mencium tangan istrinya dengan mesra.Ia rela kehilangan apa pun, asalkan istrinya bahagia. Bahkan ia sudah tidak peduli lagi dengan kekayaan orang tuanya.“Senyum dong, Sayang.” Haidar menjawil dagu istrinya sambil tersenyum.Andin hanya diam membisu, tidak ada reaksi apa pun. Ia merasa dirinya terlalu egois. Suaminya membatalkan perjalanan bisnis hanya karena dirinya.“Bee, kamu masih marah?” tanya Haidar karena istrinya masih saja diam membisu. “Maaf ya, lain kali aku akan bilang dari jauh-jauh hari kalau mau pergi ke luar kota,” imbuhnya sambil terus menciumi tangan sang istri.“Boo ….”“I
Haidar bangun, lalu membopong Andin. “Ayo, ke kamar kita!”Andin mengalungkan tangannya pada leher Haidar. Lalu ia mengecup bibir suaminya dengan lembut.“Bee, jangan coba-coba bangunin jagoanku ya, bahaya kalau dia bangun dan nyari sumur keramatnya,” kata Haidar sambil menggelitiki pinggang istrinya.“Ampun, Bee!” Andin meronta dalam gendongan suaminya sambil tertawa terbahak-bahak.“Diam, Bee! Nanti kamu jatuh, di bawah banyak pecahan gelas.” Haidar berjalan sangat hati-hati saat melewati pintu.“Bi!” teriak Haidar pada pelayan di rumahnya.Bi Narti yang kebetulan sedang membersihkan ruangan keluarga, langsung menghampiri tuannya. “Iya, Tuan,” sahut Bi Narti dengan napas yang ngos-ngosan karena sehabis lari tergopoh-gopoh agar cepat menghadap majikannya.&ldqu
Andin kembali meletakkan koper itu, lalu membalikkan badannya menghadap sang suami. “Kenapa?” alisnya bertaut sambil menatap sang suami. Dalam pikirannya muncul kalau sang suami sudah ada yang mengurusnya di luar kota.“Aku akan langsung pulang setelah kerjaanku selesai,” jawab Haidar dengan lembut, ia paham kalau sang istri punya prasangka buruk terhadapnya.Andin merasa lega mendengar jawaban suaminya. “Kalau kerjaanmu belum selesai, apa kamu akan terus memakai baju yang sama di esok hari? Bawalah pakaian ganti untuk jaga-jaga!”“Terserah kamu aja istriku. Aku manut patut padamu bidadari hatiku,” ucap Haidar sambil tersenyum manis.“Bagus!” Andin mengacungkan jempolnya pada sang suami. Kembali ia mengambil koper yang sudah ia buka. Andin memasukkan tiga setel pakaian, satu setel pakaian kerja, satu setel pakaian santai dan satu setel pakai
Andin dan Haidar menghabiskan waktu mereka di dalam kamar. Mereka menghabiskan waktu hanya berdua saja sebelum sang suami pergi ke luar kota untuk perjalanan bisnisnya. Keduanya hanya keluar untuk makan malam dan kemudian kembali masuk ke dalam kamar setelah selesai.“Kenapa aku sangat berat melepas suamiku pergi ke luar kota,” ucap Andin dalam hatinya.“Bee, kamu udah tidur?” Haidar bertanya karena tidak ada suara dari wanita cantik yang berada dalam pelukannya.Andin merasa sangat nyaman berada dalam dekapan suaminya. Kehangatan tubuh sang suami membuat pikirannya lebih santai, tanpa terasa ia memejamkan matanya.Haidar menciumi rambut sang istri yang sudah terlelap dalam dekapannya. “Aku sangat tergila-gila padamu istriku. Jangan pernah tinggalkan aku, Sayang! Aku bisa gila kalau harus kehilanganmu. Aku akan tetap mempertahankanmu apa pun yang terjadi.”
Dengan langkah gontai, Andin berjalan menuju kamar. Gurat kesedihan terpancar di wajah cantiknya. Ia merasa sangat sedih, sang suami yang belum lama menutup luka hatinya kini telah pergi tanpa pamit padanya.Walaupun suaminya hanya pergi untuk melakukan perjalanan bisnis, akan tetapi ia merasa sedih seolah-olah tidak akan pernah bertemu lagi dengan sang suami.Andin memutar kenop pintu dengan malas, didorongnya daun pintu dengan perlahan, lalu menutup pintu dan menguncinya, ia berjalan gontai menuju tempat tidur. Kemudian menjatuhkan tubuhnya di kasur dengan posisi telungkup."Boo, kenapa kamu pergi nggak pamit dulu." Tidak terasa bulir bening merembes dari sudut matanya. "Kenapa hati ini terasa sakit, apa gue terlalu mencintainya? Hingga gue nggak mau jauh darinya walau hanya sehari aja," gumamnya dalam hati.Andin terus saja menangisi sang suami yang pergi tanpa pamit.Padaha
“Nona muda,”panggil Bi Narti. “Nona kenapa?” Bi Narti segera mendekati nona mudanya yang tidur telungkup.Para pelayan yang lain hanya berdiri di depankamarAndin.Para bodyguard suaminya pun telah berdiri berjajar di depan kamarnya.Sebagian masuk ke dalam ruangan untuk memastikan keadaan nona mudanya.“Nah loh, pasukan lo datang, Din,” kata Sisil saat melihat para bodyguard masuk ke dalam kamar Andin. "Salah ucap, gue." Sisil menepok jidatnya.“Non Sisil, Nona muda kenapa?” tanya salah satu bodyguard pada sahabat majikannya.“Over dosis dia, Bang,” kata Sisil.“Maksudnya?” tanya kembali sang bodyguard.“Over dosis cin-”Sebelum Sisil melanjutkan ucapannya. Bi Narti sudah histeris
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha