Beranda / Romansa / Pengantin Semu / Seperti Kanebo Kering

Share

Seperti Kanebo Kering

Penulis: Miss aLone
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-09 22:47:10

"Jangan terlalu ambil hati dengan ucapan seseorang, kadang manusia punya mulut tapi belum tentu punya otak."

~ Zamora Nieva ~

***

Setelah puas melamun, Sierra masuk ke dalam ruangan kamar. Lampu telah menyala entah sejak kapan, mungkin si pria kanebo yang menyalakannya. Gadis itu merasakan tubuhnya tidak enak, hidungnya mengeluarkan embusan panas saat bernapas. Ya, sepertinya dia akan sakit.

Sementara di ruangan kerja—hanya terhalang oleh dinding kamar—sepasang mata memperhatikan pergerakan gadis itu. Sesekali dia mendengus kesal serta mengumpat kecil.

"Cih! Dasar kampungan!" Umpatan itu berkali-kali dilontarkan saat melihat Sierra bersiap berbaring di atas sofa.

"Bagaimana mungkin aku terjebak di dalam situasi seperti ini dengan gadis jorok itu?!"

Zucca merasa begitu menyesali keadaannya, tetapi dia tidak ingin kehilangan hak warisnya.

"Hebat! Dia bisa menipu mama dengan wajah polosnya. Cih! Kita lihat aja, sampai kapan dia akan bertahan di sini! Aku tidak akan memberikannya upah lagi setelah ini."

Pria kanebo itu terus saja mengoceh, mengeluarkan unek-unek di dalam hatinya. Melihat Sierra yang terlelap membuatnya semakin geram dan kesal.

_

Gelisah, Sierra merasakan badannya menggigil dan panas tinggi. Dia terus mengigau memanggil nama ibunya, wajahnya pun pucat pasi. Mungkin karena ia kelamaan berenang tadi pagi dan berada di balkon hingga malam. Gadis itu menyelimuti seluruh tubuhnya, karena pendingin ruangan tidak mungkin dimatikan begitu saja.

Rasa mual menjalari ulu hatinya, Sierra mencoba untuk bangun tetapi badannya begitu lemas tak bertenaga. Hingga akhirnya, dia membuka penutup kepalanya dan memuntahkan seluruh isi di dalam perutnya. Reflek, gadis itu pun segera bangkit berdiri meskipun sedikit terhuyung. Karena takut si pemilik kamar akan memarahinya, telah mengotori selimut dan matras berbulu di lantai itu.

"Sedang apa kamu!" Bentakan Zucca mengagetkan Sierra.

Rupanya, Zucca telah melihat adegan itu dari layar monitor.

"Maaf, Tuan ... saya tidak tahan lagi tadi." Dengan terbata-bata, ia berbicara dengan rasa yang amat takut.

Dengan cepat, Zucca memanggil pelayan untuk masuk ke kamarnya. Menggunakan telepon khusus yang ada di dinding dekat sofa. Tiga pelayan pun masuk dengan cepat mereka mengerjakan perintah tuannya. Zucca menyuruh mereka untuk membuang matras lantai tersebut.

Zucca terus saja memaki dan terus menghina Sierra, tanpa tahu apa yang tengah dirasakan oleh gadis itu. Ya, Zucca tak tahu kalau Sierra sedang demam tinggi dan juga lelaki itu tak memperhatikan wajah Sierra yang kian memucat.

Merasa amat bersalah, ia pun berkali-kali meminta maaf kepada Zucca. Gegas dia melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan kotoran itu.

Dari dalam kamar mandi, suara Zucca terdengar lantang. Membuat tubuh Sierra semakin gemetaran. Dia hanya berdiri di depan cermin besar, tidak berani keluar dari kamar mandi.

Hingga teriakan yang menyebut namanya, membuat Sierra pun beranjak dengan tertatih ke kamar. Namun tubuhnya semakin lemas dan akhirnya ... ia pun pingsan.

Setelah puas memaki, Zucca kembali ke ruang kerjanya.

Sudah tiga jam yang berlalu, Sierra pingsan di dalam kamar mandi tanpa ada seorang pun yang tahu. Secara tidak sengaja, Zucca pun menoleh ke arah CCTV yang berfokus ke tempat tidurnya. Dia pun heran, tidak menemukan Sierra di sofa.

Pria dingin itu sebenarnya hanya iseng mencari, dilihatnya satu per satu ruangan pun tidak menemukan di mana Sierra berada. Terakhir, ia pun melihat layar monitor—rekaman CCTV itu memang sengaja disetel satu layar full masing-masing ruangan alasannya agar dapat terlihat jelas, bukan 10 kamera jadi satu dalam layar dan kelihatan kecil-kecil—yang ada di kamar mandinya itu. Betapa terkejutnya Zucca, tanpa sadar ia pun setengah berlari ke arah kamar mandi, tak lupa ia memanggil para pelayan untuk membantunya.

Untung saja pintu kamar mandi tidak terkunci, segera ia mengangkat tubuh Sierra. Dengan sedikit mimik jijik karena baju Sierra masih terdapat muntahan, ia tak peduli. Betapa kagetnya Zucca, saat merasakan tubuh gadis itu seperti kobaran api yang menyala.

Tak lama, pelayan pun segera datang dan membantunya untuk menggantikan pakaian Sierra terlebih dahulu, lalu ia pun bergegas menelpon dokter pribadinya, Om Brian Attala.

Tak berselang lama, hanya 10 menit tibalah Om Brian—dokter pribadi keluarganya sejak ia kecil dahulu—di kamar pribadinya dan gegas memeriksa keadaan Sierra.

Tanpa ada rasa iba sedikit pun, Zucca mengabaikan tubuh yang tergeletak lemah di atas tempat tidurnya itu. Dalam hati dia merutuki, karena Sierra diletakkan di atas kasurnya. Awalnya dia ingin melarang, tetapi tau akan kedatangan dokter Brian membuatnya mengurungkan niat.

"Hai Zucca, apa kabar kamu?" tanyanya basa-basi, saat melangkahkan kakinya ke dalam kamar besar itu.

"Baik Om," balasnya, seraya memeluk dokter itu. Dokter Brian pun segera memeriksa keadaan Sierra.

Saat mengecek tubuh Sierra, Dokter Brian pun begitu terkejut.

"Bagaimana bisa seperti ini!? Untung saja kamu segera telepon, om!" ucap dokter itu dengan wajah cemas.

"Memangnya apakah dia akan mati, kalau aku tidak segera menolongnya?"—dengan wajah datar dan nada yang begitu dingin, Zucca bertanya sambil melirik dan mencibir Sierra—"dia mati pun, aku tidak peduli." Pemuda berhati dingin itu lantas meninggalkan mereka, berlalu ke ruang kerjanya. Membuat semua mata memandang heran ke arahnya.

Dokter paruh baya itu lantas menggelengkan kepalanya dan berdecak kecil, dia paham benar sifat dari Zucca yang tegas dan keras kepala.

Dokter Brian pun memberikan resep kepada salah satu pelayan dan segera pamit pulang. Para pelayan bergegas meninggalkan kamar tersebut.

Ah, sepertinya mereka lupa membaringkan Sierra kembali ke sofanya.

Rasa lelah pun menyelimuti tubuh sang penguasa dunia. Zucca pun pindah ke ruangan istirahat, betapa kagetnya dia ketika melihat Sierra masih berbaring di tempat tidurnya. Seketika, suaranya ingin keluar dan membentak seperti biasanya.

Namun, ia mengurungkan niatnya kembali. Baru ini, seorang Zucca merasa kasihan dengan seseorang. Dia pun mengalah tidur di sofa dan merasakan bagaimana rasanya tidur seperti itu.

Ya, sungguh tidak nyaman untuk beristirahat, lelaki tampan itu memutuskan membiarkan Sierra tidur bersamanya di atas ranjang bersama dengannya.

Seperti biasa, pagi-pagi benar Zucca telah terbangun dari mimpinya. Dia pun menoleh ke arah tempat tidurnya, gadis itu masih tertidur. Beberapa menit kemudian, Sierra pun terbangun. Ketika membuka mata, ia terperanjat kaget melihat dirinya tertidur di atas tempat tidur Zucca. Dia pun segera melompat dan mengucap maaf kepada Zucca, Zucca tak membalas ucapan gadis itu dan melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya.

"Maafkan saya, Tuan. Sa-saya, sayan tidak tau kenapa bisa tidur di sini." Sierra menjelaskan kepada Zucca, berdiri di depan pintu ruang kerjanya itu.

"Enyahlah dari hadapanku!" bentaknya dengan lantang dan tegas.

Tanpa ba-bi-bu, Sierra segera berbalik badan dengan tubuhnya yang masih terasa lemas.

Tok-tok-tok!

Pelayan pun mengetuk pintu, mengantarkan sarapan untuknya dan Zucca serta obat untuk Sierra.

"Nona, ini sarapan dan obatnya." Cika, pelayan yang biasa melayani Sierra menyerahkan beberapa butir obat yang ada di atas piring kecil kepada Sierra.

"Terima kasih, Cika." Sierra membalas dengan senyum pucatnya.

Dia pun memulai sarapannya, hatinya amat rindu dengan kedua kakaknya. Hingga air mata tanpa ia sadari, telah membasahi pipinya. Sierra merasa bersalah kepada Selena, karena tidak bisa membantu keuangannya.

Di tempat lain, ada sepasang mata yang tengah mengamatinya. Tak lain adalah Zucca.

Zucca yang melihatnya melamun dan menangis, ia pun menghampiri gadis itu.

"Kenapa?" tanyanya penuh wibawa.

Kaget akan kedatangan Zucca, Sierra pun segera menghapus air matanya. "Gak apa-apa, Tuan," jawabnya sambil menunduk.

"Aku tidak suka melihat orang menangis di rumahku. Manusia lemah!" ucapnya dengan nada tegas. Lantas, pria itu pun berlalu meninggalkan Sierra sendiri.

Selama ini, Sierra hanya menghubungi kedua kakaknya hanya melalui ponsel yang ia punya. Dia tidak diijinkan keluar rumah, walau hanya untuk sekedar menemui mereka.

"Cih. Untuk apa dia bertanya seolah peduli dengan kesedihanku? Dasar pria kanebo! Dia mana paham hati wanita."

Tubuh gadis itu masih demam tinggi, mulutnya terasa pahit. Akan tetapi, Sierra memaksakan beberapa suap bubur ayam ke dalam mulutnya untuk meminum obat.

"Kenapa aku tidur di atas kasur dia, ya? Terus, kenapa tadi dia gak marah-marah? Sikapnya aneh. Kadang dia jahat seperti ular, tapi ... tadi dia baik meskipun cuma beberapa detik aja." Gadis bermata sayu itu berkata dalam hati.

Setelah meminum obat, Sierra memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di sofa. Dia merasakan tubuhnya seperti ringan tak bertenaga. Memejamkan matanya sejenak mungkin akan baikkan pikirnya.

***

Di dalam rumah kontrakan, Selena sibuk mengumpat adik bungsunya itu. Dia sangat marah karena Sierra tak memberikannya uang lagi.

"Kak, jangan selalu membebani Sierra terus. Kasihan dia, kita gak tau keadaan dia di sana seperti apa, kan?" Seina mencoba untuk menenangkan emosi kakaknya.

Seina tau, beberapa hari yang lalu adiknya memberikan uang kepada sang kakak.

"Eh! Gak usah ngebelain si gak tau diri itu terus kamu! Dia itu seperti kacang lupa sama kulitnya, tau kamu!" Selena berjalan mondar-mandir karena tidak dapat menahan emosinya lagi, "mentang-mentang sudah hidup enak dan jadi nyonya bos! Dimintai uang segitu aja pake ungkit-ungkit segala!" ucap Selena membalikkan fakta.

Sebenarnya, dia duluan yang mengungkit perjuangannya saat mereka menjalani hari-hari pada masa silam.

"Mungkin aja Sierra benar-benar lagi gak ada uang, Kak."

"Halah! Sudahlah kamu itu gak tau apa-apa! Apa dia tau, kontrakan ini akan habis waktunya, hah!"

"Tapi, kan, dia sudah kasih enam juta untuk bayar kekurangan sewa rumah ini, kan? Salah kakak gak langsung bayarin! Aku juga capek, Kak kerja sendiri nanggung hidup kita aja gak akan cukup, gimana mau bayar sewa rumah!"

"Eh! Kamu itu sama juga, ya, kek sih orang kaya baru itu! Baru segitu aja udah ngeluh! Gimana aku yang mengurus kalian, hah!"

Seina lantas meninggalkan rumah, tujuannya adalah laut di belakang rumah mereka. Dia tidak mau beradu mulut terlalu dalam dengan kakaknya. Berjalan sambil menangis, tidak membuatnya malu meskipun orang-orang menatapnya penuh rasa ingin tau. Maklum saja, tinggal di perkampungan padat penduduk pastilah mengundang kegibahan para tetangga yang melihatnya.

Dari kejauhan, Fabio melihat Seina yang berjalan sambil menunduk. "Seina!" teriak pria berwajah manis itu.

Seina menoleh ke sumber suara, hatinya sedikit senang saat melihat pria yang disukainya memanggil namanya dari kejauhan. Gadis itu berhenti melangkah, menunggu Fabio mendekat ke arahnya. Buru-buru dia menghapus sisa-sisa air matanya yang sempat terurai.

"Mau ke laut?" tanya Fabio saat jaraknya sudah mendekat.

"Iya. Mau cari angin aja, kamu dari mana?" tanya Seina seraya mengulas senyum tipis.

"Baru pulang. Mau aku temani?"

Mendengar ucapan Fabio, membuat jantungnya berdebar lebih kencang. Seina merasakan panas di sekitar pipinya, perlahan menjalar ke seluruh tubuh. Senyumnya mengembang seketika lalu mengangguk.

Seina merasa sangat bahagia dan salah tingkah.

Bab terkait

  • Pengantin Semu   Bab 7

    "Hidup itu tidak selalu berjalan mulus seperti yang kita inginkan, ada banyak kegagalan dan jatuh bangun pastinya. Semua itu adalah cara kerja Tuhan untuk menguatkan mental seseorang. Bukan karena Tuhan tidak sayang dengan kita."_Di tepi laut yang penuh dengan sampah, tak membuat Fabio dan Seina kembali pulang. Mereka sudah terbiasa dengan situasi kotor dan bau seperti itu. Bahkan, ada beberapa gubuk yang menjadi tempat pembuangan sisa-sisa makanan dalam tubuh pada manusia alias WC umum. Tentunya, kotoran dari sisa-sisa dalam tubuh langsung jatuh ke dalam air laut tersebut. "Ada masalah lagi sama Selena?" Fabio membuka percakapan saat melihat Seina telah tenang. Gadis itu menoleh sesaat ke arahnya, lalu menatap laut kembali. Terdengar embusan berat keluar dari mulutnya. "Hufh.""Selena masih minta uang sama Sierra. Dia marah karena Sierra gak bisa kasih lagi," ucap Seina tanpa menoleh. Fabio berdeham, "Hem. Kenapa Selena gak pernah bisa berubah, ya. Terus, Sierra diungkit seperti

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-30
  • Pengantin Semu   bab 8

    Benci yang tertanam _Seina mengirim pesan kepada Sierra. Karena Selena tidak kunjung membalas pesannya, Seina memutuskan untuk ke rumah Fabio. Menunggu di sana sepertinya akan lebih bagus, dari pada menunggu seorang diri di sini akan terasa memakan waktu. ***Hari ini, kedua orang tua Zucca dan kakaknya—Zamora Nieva—akan datang berkunjung, tentu saja untuk menemui menantu kesayangan dan sekalian mereka akan berpamitan pulang. Zucca dan Sierra telah menunggu kedatangan mereka layaknya sepasang pengantin baru, duduk di sofa ruang tamu dengan senyum yang dipaksakan."Hari ini, mama papa dan kakak akan datang. Bersikaplah seperti wanita anggun dan berkelas." Suara Zucca terdengar seperti ancaman bagi Sierra, terdengar begitu datar."Seperti apa?" tanya Sierra dengan bingung.Belum sempat Zucca melanjutkan ucapannya, mereka pun telah sampai. Segera Zucca dan Sierra beradu akting, Zucca memeluk bahu kecil Sierra, dan tangan Sierra pun berada di pinggang Zucca."Wahhh, waaah, wahhh, kita d

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-30
  • Pengantin Semu   bab 9

    "Selain diri sendiri yang berjuang, siapa lagi?" ~ Amoy Shanghai ~ ***(Serba Salah)"Zucca itu adalah suaminya, sudah seharusnya bertanggung jawab dengan semua kebutuhan istrinya, Paloma." Zamora Nieva menimpali. Paloma semakin kesal mendengarnya, dia pun pamit pulang sambil menahan emosi."Aku pulang dulu, deh, Tan. Kak." "Kok, buru-buru amat?""Iya, ada yang harus aku kerjakan. Terima kasih jamuan makan malamnya, Tan." Zaneta Paloma mencium pipi dua perempuan itu. Dia sengaja menginjak kaki Sierra dengan kuat. Sierra menahannya, sengaja tidak berteriak sakit. Dia tidak mau terlihat lemah di mata Zaneta Paloma. Dia sedikit meringis ketika ujung heels menancap di bagian punggung kakinya. Mendengar rintihan kecil, Zaneta Paloma pun tersenyum puas."Cika!" seru Nyonya Yoana memanggil asisten pribadi Sierra. "Iya, Nyonya." Cika datang beberapa detik kemudian. "Tolong panggilkan Zucca," titahnya kemudian. "Baik, Nyonya." Tak lama, dua pria berbeda generasi pun datang ke ruang tam

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-30
  • Pengantin Semu   bab 10

    (Pindah rumah)_Sierra ingin membuat kejutan untuk mereka. Dia terus tersenyum sepanjang malam, berharap pagi cepat datang dan membawa langkahnya menemui sang kakak.Pagi-pagi sekali, Sierra telah bersiap diri. Hatinya sangat bahagia bisa bertemu kembali dengan kedua kakaknya lagi. Tak lupa, gadis itu membawakan pakaian-pakaian miliknya yang masih baru, banyak yang belum ia pakai. Sengaja ia simpan untuk kedua kakaknya. Zucca sudah berkutat dengan laptopnya sejak subuh, lelaki itu memang pekerja keras. Wajar saja dia menjadi penguasa dunia di usianya yang masih 28 tahun.Sejak berada di rumah ini, Sierra sudah terbiasa dengan jadwal yang dibuat oleh Zucca. Berlari pagi, mengelap dan membersihkan ruang kerjanya. Meskipun ada pelayan, tetapi Zucca dengan sengaja menyuruh perempuan itu yang melakukannya. Tanpa mengeluh, Sierra melakukan semua itu dengan hati ikhlas. Tentu saja, itu membuat Zucca semakin terbakar emosi. Sebenarnya, lelaki itu ingin membuat istrinya tidak betah dan memin

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-30
  • Pengantin Semu   bab 11

    (Melakukan Tes)"Siapa yang suruh kamu tidur, hah!" bentak Zucca. Membuat Sierra bergidik takut.Setiap hari, ada saja kesalahannya. "Buka nih!" Zucca mengangkat kakinya dan menaruh di atas paha Sierra.Dengan pasrah, perempuan itu pun membukakan sepatu dan kaus kaki suaminya. Jauh di dalam hatinya, ia menyimpan luka yang teramat banyak.Sierra yang baru saja terbangun gegas mengikuti perintahnya. Dia tidak ingin membuat masalah dengan pria kanebo itu lagi. "Gimana? Sudah foto keluarga, dong?" ledek Zucca. Sierra tak menjawab, matanya menangkap sesuatu yang mencurigakan dari mimik pria kanebo itu. 'Kenapa tertawanya seperti menyimpan sesuatu, ya? Apa yang dia rencanakan?' batin Sierra. Pantas saja dia memperbolehkan Sierra menemui kakaknya, ternyata lelaki tak berhati itu sudah menyiapkan kejutan besar untuk istrinya. Zucca terlihat begitu puas saat menatap wajah sembab gadis itu. 'Rasakan kau bodoh!' ucapnya dalam hati sambil menyeringai kecil."Besok kita akan ke rumah sakit, ja

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-30
  • Pengantin Semu   bab 12

    (Pembuahan)_Usai melakukan inseminasi, Dokter Brian mengingatkan kepada Zucca, agar dirinya tidak mengabaikan Sierra selama 9 bulan kedepannya. "Ingat. Selain nutrisi, istrimu juga harus selalu merasa bahagia dan nyaman. Jangan biarkan dia mengalami stress atau sedih yang berlebihan. Itu akan mempengaruhi calon anakmu nantinya." Zucca bergeming tanpa menjawab.Mendengar ucapan Dokter Brian, wajah Sierra mendadak kaku. Gadis itu tidak percaya apa yang dia dengar barusan. Dalam hatinya bertanya tanya, bagaimana mungkin dirinya akan mengalami kehamilan tanpa melakukan hubungan suami istri? "Sierra, banyak-banyak konsumsi buah buahan, ya. Jangan lupa meminum vitamin untuk perkembangan otak anakmu," ucap Dokter Brian pada gadis itu. "Anak? Aku tidak sedang hamil, Om." Sierra menjawab dengan tanda tanya. Baru saja Dokter itu akan menjelaskan padanya, Zucca dengan cepat memotong ucapan Dokter pribadinya itu."Dasar bodoh!" umpat Zucca. "Sudah, Om. Abaikan ucapannya," imbuhnya kembali. Z

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Pengantin Semu   Bab 13

    Pak Andy membuka gerbang ketika mobil Ryu membunyikan klakson. Sebelum nya, ia mengecek terlebih dahulu siapa tamu yang datang. Karena Zucca tidak memperbolehkan siapa pun masuk tanpa seizin darinya. "Sampai di sini aja, maaf telah merepotkanmu." Sierra pamit seraya menundukkan kepala. Ryu Jang Wook hanya tersenyum melihat tingkah gadis itu. Bahkan, Sierra tidak berani menatap wajah Ryu sepanjang perjalanan tadi. Ryu merasakan aliran cinta. "Apa aku gak boleh mampir?" goda Ryu. Mendadak, wajah Sierra menjadi memerah. "Maaf, aku di sini bekerja. Nanti majikanku marah," ucapnya. Tanpa menunggu jawaban dari Ryu, Sierra segera keluar dari mobil dan setengah berlari masuk ke rumah. "Loh, Non. Kenapa pulang nya misah misah?" tanya Cika saat membukakan pintu untuk Sierra. "Tuan Zucca ninggalin aku di rumah sakit," jawab nya lemas. Pelayan lain datang dengan membawa secangkir teh manis hangat, Cika menyambut nya lalu memberikan nya kepada Sierra. Gadis itu menyeruput teh secara yang ma

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-20
  • Pengantin Semu   Perlawanan

    ( Sierra Melawan )Zucca memberitahukan tentang jadwal lanjutan inseminasi mereka pada Sierra. Gadis itu, hanya mendengarkan perkataan lelaki yang ada di hadapan nya itu. Tanpa ia paham sedikit pun. "Hey! Kau dengar tidak apa yang aku bicarakan dari tadi???" Zucca menggebrak meja kerja nya. Sierra terkejut, "Aku mendengarnya, kok! Aku belum tuli!" jawab nya dengan kesal. "Baguslah. Ingat, jangan sampai melakukan hal bodoh! Lihat saja jika kau memberikan kami keturunan yang cacat dan tidak berguna!" ancam Zucca. Sierra diam, dia bingung apa yang harus ia katakan. Padahal, ia sendiri masih heran apakah dirinya akan hamil beneran? "Ya, sudah sana! Aku muak lama lama melihat mu!" Zucca mengusir gadis itu dari ruang kerjanya. Sierra menghentakkan kaki nya, lalu berjalan keluar dari ruangan itu. Ia ingin meluruskan kaki nya di sofa tidurnya. Gadis itu mendengus kesal, hatinya ingin sekali menangis dan menjerit sekuat tenaga. Gadis itu merebahkan tubuh nya di atas sofa, di samping tem

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-19

Bab terbaru

  • Pengantin Semu   bab 33

    Malam yang Indah___Hujan turun begitu deras malam ini membuat suasana semakin dingin, Zamora kini telah berpindah kamar. Bukan lagi di kamar pelayan, tetapi telah satu pintu dengan Tuan Raffa. "Kau hanya boleh membawa selimut, tidur di balkon dan jangan masuk jika tidak ada perintah dari ku. Apa kau mengerti?" "Tapi, Tuan ... bagai mana kalau saya ingin ke kamar mandi?" Zamora dengan cepat memberikan sebuah pertanyaan yang masuk diakal. Benar juga apa yang di katakan oleh Tuan muda Raffi, Zamora adalah gadis yang pintar. "Apa kau sebocor itu jika sudah terlelap?" Zamora mengangguk lugu. "Menyusahkan. Baiklah, kesempatan hanya ada dua kali. Pergunakan sebaik mungkin." Prayoga Raffa menaruh kedua tangan nya di pinggang. "Ingat. Kau hanya punya kesempatan masuk ke kamar mandi dua kali. Selebih nya tahan sampai besok pagi. Mengerti?!" "Mengerti." Zamora menghela napas kasar berkali kali, udara malam ini begitu dingin menusuk tulang. Bagai mana mungkin ia akan tidur di ruangan t

  • Pengantin Semu   bab 32

    Sedikit Rasa Prayoga Raffa baru saja keluar dari ruangan meeting. Deni mengikuti dari belakang. Lelaki itu tampak begitu serius saat melakukan pekerjaan. "Untuk beberapa hari ke depan, seperti nya kita akan sibuk." Pria tampan itu merogoh saku jas nya, mengambil sebuah kotak hitam kecil berbahan beludru, berisi sepasang cincin di dalam nya. Menatap nya sekilas lalu memasukkan nya kembali sebelum Deni melihat benda itu. "Benar, Tuan. Bahkan sampai akhir pekan nanti." Asisten setia itu mengingatkan kembali jadwal padat mereka. "Pelayan itu ... bukan. Maksud ku, istri ku. Kapan dia boleh pulang?" Mendengar kata kata yang tak biasa seperti itu, sontak saja membuat Deni terkejut dan menahan senyum di dalam hati nya. "Oh, dia sudah bisa pulang nanti sore, Tuan. Saya sudah menyuruh Boy untuk menjemput nya." Baru saja ia ingin berbicara kembali, telepon berdering. Nesya Amanda yang menelpon. Prayoga Raffa langsung mengheningkan suara ponsel nya. Lima panggilan tak terjawab dari mode

  • Pengantin Semu   Bab 31

    Cemburu___Sebuah mobil mendarat di halaman yang begitu luas melewati gerbang tinggi. Pintu mobil terbuka, seorang pemuda keluar mobil sport hitam milik nya. Berjalan menelusuri jalan menuju pintu utama kediaman keluarga Kuncoro. Tiba tiba saja langkah nya terhenti ketika melihat seorang wanita paruh baya tersenyum kepada nya. Senyuman ternyaman yang selalu ia dapatkan selama 28 tahun ini. "Akhir nya kamu pulang juga," ucap wanita itu dengan suara begitu lembut. "Ma ... ngapain di situ?" tanya Prayoga Raffa berjalan cepat dan memeluk ibu nya yang sedang menyiram tanaman angrek. "Biasa, lagi merawat bunga cantik ini." "Kan, bisa suruh Lasmi yang menyiram?" Prayoga Raffa memeluk erat ibunya, seolah sudah puluhan tahun tak bertemu. "Kamu tidur di sini, kan?" Nyonya Handayani bertanya tanpa membalas ucapan anak nya. "Iya. Raffa kangen sama masakan Mama." Baru juga dua hari mereka tidak bertemu, tetapi ibu dan anak itu merasakan rindu yang teramat dalam. "Adik mu, ya, yang menyur

  • Pengantin Semu   Bab 30

    *** Zamora mengelus perut datar nya, "Apakah kamu baik baik aja di dalam sana, Nak?" "Aku berjanji, akan membawa kalian pergi dari sini. Aku tidak akan meninggalkan mu bersama dengan Tuan muda dingin itu, meski pun sebenar nya memang dia adalah ayah mu." Zamora melirik jam dinding, kini jarum jam telah menunjuk ke angka satu siang. Gadis itu terus menghibur diri, entah kenapa dia merasa sedih dan kecewa. "Tuan Raffa menolak ku, maka nya dia tidak pulang." Lagi lagi dia berbicara sendiri di depan kaca. Masih memakai kemeja yang kebesaran, tidak tau ingin melakukan apa lagi gadis itu pun membaringkan tubuh nya kembali di atas kasur mewah. "Sarapan Tuan muda pasti sudah dingin, lebih baik aku memakan nya dari pada kebuang." Tiba tiba dia bangkit dari posisi tidurnya, bergegas ke dapur untuk menghabiskan sarapan yang ia buat tadi. Saat suapan terakhir hampir mendarat ke dalam mulut nya, derap langkah seseorang terdengar semakin dekat. Pintu terbuka, tetapi Zamora masih belum menya

  • Pengantin Semu   Sarapan

    #1800hari_S2_29 1024_Setelah merasa lebih baik, Seina menceritakan kepada kakaknya tentang kejadian yang baru saja ia alami."Cerita pelan pelan, ada apa, sih?" desak Selena penasaran. "Ta-tadi, tadi ada yang lempar tanah Kak." Seina mencoba mengatur napas, dia benar benar ketakutan sekali. Selena memang melihat banyak tanah seperti tanah kuburan di sekitar pintu, bahkan mengenai baju Seina. "Siapa yang melempar? Terus, kenapa kamu bisa sampai tiduran di sini?" Seina melanjutkan cerita nya sambil terisak, dia melihat dengan jelas ada sesosok yang menatap nya dengan tajam. Akan tetapi, karena sangking terlalu takut nya dia sampai terjatuh lemas. "Maksud kamu, di sini ada setan gitu? Ha ha ha, mana mungkin jaman sekarang masih ada demit, Seina!" Selena berkata sesumbar begitu lantang. "Kak! Gimana nanti kalo sesosok itu datang ke sini lagi, hah? Kakak jangan sesumbar!" hardik Seina kesal. Bagai mana mungkin Selena bisa berkata seperti itu? Sedangkan sebelum nya tadi dia sempat

  • Pengantin Semu   SeKaku Kanebo

    bab 28 _Setelah mengisi perut nya Sierra merasakan kantuk yang sangat luar biasa, gadis itu memutuskan untuk tidur sejenak sambil menunggu pemilik kamar kembali dari kantor nya. Beberapa jam kemudian, Zucca masuk ke dalam kamar nya dan melangkah ke ruang kerja nya. Pria itu belum menyadari ada seseorang di dalam kamar selain diri nya. Setelah puas berkutat dengan pekerjaan nya, Zucca merasakan badan nya begitu gerah meski pendingin ruangan menyala. Pria itu menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar nya, dia sungguh terkejut melihat Sierra sedang tertidur pulas di sofa. Sofa itu berdampingan dengan kamar mandi. Lelaki itu mengucek mata nya berulang kali, dia berpikir kalau salah lihat. "Hey! Bangun!" Zucca menendang nendang kaki Sierra. "Woy! Bangun!" teriak nya kencang. "Aaaarrrghh!" Sierra langsung membuka mata nya dan terkejut melihat keberadaan Zucca dengan mata tajam menatap nya. "Siapa yang menyuruh mu kembali, hah!" bentak nya kemudian. Padahal, dia sedikit lega ak

  • Pengantin Semu   Bab 27

    KEMBALI BERTEMU_"Non Sierra?!" pekik nya."Cika, apa kabar?" tanya Sierra seraya memeluk asisten nya itu."Non ke mana aja selama ini? Aku cemas sekali," tanya nya dengan terisak."Kita cerita di dalam aja, yuk.""Non sudah makan?" tanya Cika kembali. "Sudah. Tapi masih lapar," bisik nya lalu terkekeh."Ayo, kita ke dapur. Saya buatkan sup jagung untuk Non Sierra."_Sierra masuk ke dalam kamar tidur nya, kebetulan kamar ini memang tidak pernah terkunci meski tidak ada pemilik nya di dalam."Aku harus bagaimana ini? Apa kah aku harus menyapa nya terlebih dahulu dan meminta maaf? Atau ... aku berpura pura tidak melihat nya nanti?"Sierra berjalan mondar mandir di dalam kamar sambil menggigiti kuku ibu jari nya. Gadis itu benar benar merasa takut."Mata nya itu ... iiih, bikin bergidik ngeri aja." Sierra mengedikan bahu saat membayangkan tatapan tajam tuan muda itu.Tok tok tok!Sebuah ketukan pintu membuat Sierra kaget, "Kalo si kanebo gak mungkin ngetuk pintu, kan?" ucap nya sendir

  • Pengantin Semu   Bab 26

    Gejolak Hati."Menga lah bukan berarti kalah. Terkadang manusia tidak bisa membedakan mana arti makna tersebut."_Ryu mengantar pulang ke kediaman Gervaso. Di dalam mobil, Sierra merasakan jantung nya berdetak semakin cepat. Bukan karena dia sedang salah tingkah, tetapi karena takut menghadapi Zucca, suami kontrak nya itu."Ada apa?" tanya Ryu. "Takut." "Takut apa?""Takut suami ku akan marah. Apa yang akan terjadi dengan ku setelah ini, ya?" tanya Sierra, tatapan nya begitu cemas. Telapak tangan nya pun sudah mulai basah. "Tenangkan diri mu. Aku akan menunggu sampai kamu benar benar masuk ke dalam. Atau bahkan aku akan menunggu sampai malam tiba," jawab lelaki itu. Aneh. Sorot mata nya mampu membuat Sierra menjadi tenang. "Kalo terjadi sesuatu dengan ku, aku tidak akan menyesal." "Hush! Jangan ngomong sembarangan. Kamu akan baik baik aja, nanti aku bisa minta tolong ayah ku untuk mengecek keadaan kamu. Jangan lupa, kasih kabar setelah masuk ke dalam. Oke?""Terima kasih banyak

  • Pengantin Semu   Bab 25

    Bab 25 ( Pendekatan ).Beberapa hari menjalani perawatan intensif, perlahan lahan keadaan Zamora Anastasya mulai pulih. Sierra terus mencoba untuk mendekatkan diri pada perempuan muda itu. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Zamora?" Sierra duduk di sebelah ranjang pasien.Zamora masih belum bisa berdamai dengan kenyataan. Berulang kali dia menangis tanpa sebab, luka hati nya begitu dalam sampai sampai terlarut dalam kesedihan. "Zamora ... apa kau baik baik aja?" tanya Sierra kembali. Sierra mulai memahami keadaan Zamora Anastasya, kehilangan rasa percaya diri adalah sesuatu yang sulit.Zamora hanya menoleh dan menatap Sierra tanpa berkedip, mata nya memang menatap Sierra. Akan tetapi, pikiran nya entah sedang berlarian ke mana. Dengan sabar, Sierra tetap mendampingi gadis malang itu. Sudah dua minggu berlalu, Zamora masih betah berdiam tanpa berbicara. Langkah kaki terdengar mendekati ruang praktek di mansion itu. Sierra berdiri ke pintu dan membuka nya sebelum seseorang mengetuk p

DMCA.com Protection Status