Gejolak Hati."Menga lah bukan berarti kalah. Terkadang manusia tidak bisa membedakan mana arti makna tersebut."_Ryu mengantar pulang ke kediaman Gervaso. Di dalam mobil, Sierra merasakan jantung nya berdetak semakin cepat. Bukan karena dia sedang salah tingkah, tetapi karena takut menghadapi Zucca, suami kontrak nya itu."Ada apa?" tanya Ryu. "Takut." "Takut apa?""Takut suami ku akan marah. Apa yang akan terjadi dengan ku setelah ini, ya?" tanya Sierra, tatapan nya begitu cemas. Telapak tangan nya pun sudah mulai basah. "Tenangkan diri mu. Aku akan menunggu sampai kamu benar benar masuk ke dalam. Atau bahkan aku akan menunggu sampai malam tiba," jawab lelaki itu. Aneh. Sorot mata nya mampu membuat Sierra menjadi tenang. "Kalo terjadi sesuatu dengan ku, aku tidak akan menyesal." "Hush! Jangan ngomong sembarangan. Kamu akan baik baik aja, nanti aku bisa minta tolong ayah ku untuk mengecek keadaan kamu. Jangan lupa, kasih kabar setelah masuk ke dalam. Oke?""Terima kasih banyak
KEMBALI BERTEMU_"Non Sierra?!" pekik nya."Cika, apa kabar?" tanya Sierra seraya memeluk asisten nya itu."Non ke mana aja selama ini? Aku cemas sekali," tanya nya dengan terisak."Kita cerita di dalam aja, yuk.""Non sudah makan?" tanya Cika kembali. "Sudah. Tapi masih lapar," bisik nya lalu terkekeh."Ayo, kita ke dapur. Saya buatkan sup jagung untuk Non Sierra."_Sierra masuk ke dalam kamar tidur nya, kebetulan kamar ini memang tidak pernah terkunci meski tidak ada pemilik nya di dalam."Aku harus bagaimana ini? Apa kah aku harus menyapa nya terlebih dahulu dan meminta maaf? Atau ... aku berpura pura tidak melihat nya nanti?"Sierra berjalan mondar mandir di dalam kamar sambil menggigiti kuku ibu jari nya. Gadis itu benar benar merasa takut."Mata nya itu ... iiih, bikin bergidik ngeri aja." Sierra mengedikan bahu saat membayangkan tatapan tajam tuan muda itu.Tok tok tok!Sebuah ketukan pintu membuat Sierra kaget, "Kalo si kanebo gak mungkin ngetuk pintu, kan?" ucap nya sendir
bab 28 _Setelah mengisi perut nya Sierra merasakan kantuk yang sangat luar biasa, gadis itu memutuskan untuk tidur sejenak sambil menunggu pemilik kamar kembali dari kantor nya. Beberapa jam kemudian, Zucca masuk ke dalam kamar nya dan melangkah ke ruang kerja nya. Pria itu belum menyadari ada seseorang di dalam kamar selain diri nya. Setelah puas berkutat dengan pekerjaan nya, Zucca merasakan badan nya begitu gerah meski pendingin ruangan menyala. Pria itu menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar nya, dia sungguh terkejut melihat Sierra sedang tertidur pulas di sofa. Sofa itu berdampingan dengan kamar mandi. Lelaki itu mengucek mata nya berulang kali, dia berpikir kalau salah lihat. "Hey! Bangun!" Zucca menendang nendang kaki Sierra. "Woy! Bangun!" teriak nya kencang. "Aaaarrrghh!" Sierra langsung membuka mata nya dan terkejut melihat keberadaan Zucca dengan mata tajam menatap nya. "Siapa yang menyuruh mu kembali, hah!" bentak nya kemudian. Padahal, dia sedikit lega ak
#1800hari_S2_29 1024_Setelah merasa lebih baik, Seina menceritakan kepada kakaknya tentang kejadian yang baru saja ia alami."Cerita pelan pelan, ada apa, sih?" desak Selena penasaran. "Ta-tadi, tadi ada yang lempar tanah Kak." Seina mencoba mengatur napas, dia benar benar ketakutan sekali. Selena memang melihat banyak tanah seperti tanah kuburan di sekitar pintu, bahkan mengenai baju Seina. "Siapa yang melempar? Terus, kenapa kamu bisa sampai tiduran di sini?" Seina melanjutkan cerita nya sambil terisak, dia melihat dengan jelas ada sesosok yang menatap nya dengan tajam. Akan tetapi, karena sangking terlalu takut nya dia sampai terjatuh lemas. "Maksud kamu, di sini ada setan gitu? Ha ha ha, mana mungkin jaman sekarang masih ada demit, Seina!" Selena berkata sesumbar begitu lantang. "Kak! Gimana nanti kalo sesosok itu datang ke sini lagi, hah? Kakak jangan sesumbar!" hardik Seina kesal. Bagai mana mungkin Selena bisa berkata seperti itu? Sedangkan sebelum nya tadi dia sempat
*** Zamora mengelus perut datar nya, "Apakah kamu baik baik aja di dalam sana, Nak?" "Aku berjanji, akan membawa kalian pergi dari sini. Aku tidak akan meninggalkan mu bersama dengan Tuan muda dingin itu, meski pun sebenar nya memang dia adalah ayah mu." Zamora melirik jam dinding, kini jarum jam telah menunjuk ke angka satu siang. Gadis itu terus menghibur diri, entah kenapa dia merasa sedih dan kecewa. "Tuan Raffa menolak ku, maka nya dia tidak pulang." Lagi lagi dia berbicara sendiri di depan kaca. Masih memakai kemeja yang kebesaran, tidak tau ingin melakukan apa lagi gadis itu pun membaringkan tubuh nya kembali di atas kasur mewah. "Sarapan Tuan muda pasti sudah dingin, lebih baik aku memakan nya dari pada kebuang." Tiba tiba dia bangkit dari posisi tidurnya, bergegas ke dapur untuk menghabiskan sarapan yang ia buat tadi. Saat suapan terakhir hampir mendarat ke dalam mulut nya, derap langkah seseorang terdengar semakin dekat. Pintu terbuka, tetapi Zamora masih belum menya
Cemburu___Sebuah mobil mendarat di halaman yang begitu luas melewati gerbang tinggi. Pintu mobil terbuka, seorang pemuda keluar mobil sport hitam milik nya. Berjalan menelusuri jalan menuju pintu utama kediaman keluarga Kuncoro. Tiba tiba saja langkah nya terhenti ketika melihat seorang wanita paruh baya tersenyum kepada nya. Senyuman ternyaman yang selalu ia dapatkan selama 28 tahun ini. "Akhir nya kamu pulang juga," ucap wanita itu dengan suara begitu lembut. "Ma ... ngapain di situ?" tanya Prayoga Raffa berjalan cepat dan memeluk ibu nya yang sedang menyiram tanaman angrek. "Biasa, lagi merawat bunga cantik ini." "Kan, bisa suruh Lasmi yang menyiram?" Prayoga Raffa memeluk erat ibunya, seolah sudah puluhan tahun tak bertemu. "Kamu tidur di sini, kan?" Nyonya Handayani bertanya tanpa membalas ucapan anak nya. "Iya. Raffa kangen sama masakan Mama." Baru juga dua hari mereka tidak bertemu, tetapi ibu dan anak itu merasakan rindu yang teramat dalam. "Adik mu, ya, yang menyur
Sedikit Rasa Prayoga Raffa baru saja keluar dari ruangan meeting. Deni mengikuti dari belakang. Lelaki itu tampak begitu serius saat melakukan pekerjaan. "Untuk beberapa hari ke depan, seperti nya kita akan sibuk." Pria tampan itu merogoh saku jas nya, mengambil sebuah kotak hitam kecil berbahan beludru, berisi sepasang cincin di dalam nya. Menatap nya sekilas lalu memasukkan nya kembali sebelum Deni melihat benda itu. "Benar, Tuan. Bahkan sampai akhir pekan nanti." Asisten setia itu mengingatkan kembali jadwal padat mereka. "Pelayan itu ... bukan. Maksud ku, istri ku. Kapan dia boleh pulang?" Mendengar kata kata yang tak biasa seperti itu, sontak saja membuat Deni terkejut dan menahan senyum di dalam hati nya. "Oh, dia sudah bisa pulang nanti sore, Tuan. Saya sudah menyuruh Boy untuk menjemput nya." Baru saja ia ingin berbicara kembali, telepon berdering. Nesya Amanda yang menelpon. Prayoga Raffa langsung mengheningkan suara ponsel nya. Lima panggilan tak terjawab dari mode
Malam yang Indah___Hujan turun begitu deras malam ini membuat suasana semakin dingin, Zamora kini telah berpindah kamar. Bukan lagi di kamar pelayan, tetapi telah satu pintu dengan Tuan Raffa. "Kau hanya boleh membawa selimut, tidur di balkon dan jangan masuk jika tidak ada perintah dari ku. Apa kau mengerti?" "Tapi, Tuan ... bagai mana kalau saya ingin ke kamar mandi?" Zamora dengan cepat memberikan sebuah pertanyaan yang masuk diakal. Benar juga apa yang di katakan oleh Tuan muda Raffi, Zamora adalah gadis yang pintar. "Apa kau sebocor itu jika sudah terlelap?" Zamora mengangguk lugu. "Menyusahkan. Baiklah, kesempatan hanya ada dua kali. Pergunakan sebaik mungkin." Prayoga Raffa menaruh kedua tangan nya di pinggang. "Ingat. Kau hanya punya kesempatan masuk ke kamar mandi dua kali. Selebih nya tahan sampai besok pagi. Mengerti?!" "Mengerti." Zamora menghela napas kasar berkali kali, udara malam ini begitu dingin menusuk tulang. Bagai mana mungkin ia akan tidur di ruangan t
Malam yang Indah___Hujan turun begitu deras malam ini membuat suasana semakin dingin, Zamora kini telah berpindah kamar. Bukan lagi di kamar pelayan, tetapi telah satu pintu dengan Tuan Raffa. "Kau hanya boleh membawa selimut, tidur di balkon dan jangan masuk jika tidak ada perintah dari ku. Apa kau mengerti?" "Tapi, Tuan ... bagai mana kalau saya ingin ke kamar mandi?" Zamora dengan cepat memberikan sebuah pertanyaan yang masuk diakal. Benar juga apa yang di katakan oleh Tuan muda Raffi, Zamora adalah gadis yang pintar. "Apa kau sebocor itu jika sudah terlelap?" Zamora mengangguk lugu. "Menyusahkan. Baiklah, kesempatan hanya ada dua kali. Pergunakan sebaik mungkin." Prayoga Raffa menaruh kedua tangan nya di pinggang. "Ingat. Kau hanya punya kesempatan masuk ke kamar mandi dua kali. Selebih nya tahan sampai besok pagi. Mengerti?!" "Mengerti." Zamora menghela napas kasar berkali kali, udara malam ini begitu dingin menusuk tulang. Bagai mana mungkin ia akan tidur di ruangan t
Sedikit Rasa Prayoga Raffa baru saja keluar dari ruangan meeting. Deni mengikuti dari belakang. Lelaki itu tampak begitu serius saat melakukan pekerjaan. "Untuk beberapa hari ke depan, seperti nya kita akan sibuk." Pria tampan itu merogoh saku jas nya, mengambil sebuah kotak hitam kecil berbahan beludru, berisi sepasang cincin di dalam nya. Menatap nya sekilas lalu memasukkan nya kembali sebelum Deni melihat benda itu. "Benar, Tuan. Bahkan sampai akhir pekan nanti." Asisten setia itu mengingatkan kembali jadwal padat mereka. "Pelayan itu ... bukan. Maksud ku, istri ku. Kapan dia boleh pulang?" Mendengar kata kata yang tak biasa seperti itu, sontak saja membuat Deni terkejut dan menahan senyum di dalam hati nya. "Oh, dia sudah bisa pulang nanti sore, Tuan. Saya sudah menyuruh Boy untuk menjemput nya." Baru saja ia ingin berbicara kembali, telepon berdering. Nesya Amanda yang menelpon. Prayoga Raffa langsung mengheningkan suara ponsel nya. Lima panggilan tak terjawab dari mode
Cemburu___Sebuah mobil mendarat di halaman yang begitu luas melewati gerbang tinggi. Pintu mobil terbuka, seorang pemuda keluar mobil sport hitam milik nya. Berjalan menelusuri jalan menuju pintu utama kediaman keluarga Kuncoro. Tiba tiba saja langkah nya terhenti ketika melihat seorang wanita paruh baya tersenyum kepada nya. Senyuman ternyaman yang selalu ia dapatkan selama 28 tahun ini. "Akhir nya kamu pulang juga," ucap wanita itu dengan suara begitu lembut. "Ma ... ngapain di situ?" tanya Prayoga Raffa berjalan cepat dan memeluk ibu nya yang sedang menyiram tanaman angrek. "Biasa, lagi merawat bunga cantik ini." "Kan, bisa suruh Lasmi yang menyiram?" Prayoga Raffa memeluk erat ibunya, seolah sudah puluhan tahun tak bertemu. "Kamu tidur di sini, kan?" Nyonya Handayani bertanya tanpa membalas ucapan anak nya. "Iya. Raffa kangen sama masakan Mama." Baru juga dua hari mereka tidak bertemu, tetapi ibu dan anak itu merasakan rindu yang teramat dalam. "Adik mu, ya, yang menyur
*** Zamora mengelus perut datar nya, "Apakah kamu baik baik aja di dalam sana, Nak?" "Aku berjanji, akan membawa kalian pergi dari sini. Aku tidak akan meninggalkan mu bersama dengan Tuan muda dingin itu, meski pun sebenar nya memang dia adalah ayah mu." Zamora melirik jam dinding, kini jarum jam telah menunjuk ke angka satu siang. Gadis itu terus menghibur diri, entah kenapa dia merasa sedih dan kecewa. "Tuan Raffa menolak ku, maka nya dia tidak pulang." Lagi lagi dia berbicara sendiri di depan kaca. Masih memakai kemeja yang kebesaran, tidak tau ingin melakukan apa lagi gadis itu pun membaringkan tubuh nya kembali di atas kasur mewah. "Sarapan Tuan muda pasti sudah dingin, lebih baik aku memakan nya dari pada kebuang." Tiba tiba dia bangkit dari posisi tidurnya, bergegas ke dapur untuk menghabiskan sarapan yang ia buat tadi. Saat suapan terakhir hampir mendarat ke dalam mulut nya, derap langkah seseorang terdengar semakin dekat. Pintu terbuka, tetapi Zamora masih belum menya
#1800hari_S2_29 1024_Setelah merasa lebih baik, Seina menceritakan kepada kakaknya tentang kejadian yang baru saja ia alami."Cerita pelan pelan, ada apa, sih?" desak Selena penasaran. "Ta-tadi, tadi ada yang lempar tanah Kak." Seina mencoba mengatur napas, dia benar benar ketakutan sekali. Selena memang melihat banyak tanah seperti tanah kuburan di sekitar pintu, bahkan mengenai baju Seina. "Siapa yang melempar? Terus, kenapa kamu bisa sampai tiduran di sini?" Seina melanjutkan cerita nya sambil terisak, dia melihat dengan jelas ada sesosok yang menatap nya dengan tajam. Akan tetapi, karena sangking terlalu takut nya dia sampai terjatuh lemas. "Maksud kamu, di sini ada setan gitu? Ha ha ha, mana mungkin jaman sekarang masih ada demit, Seina!" Selena berkata sesumbar begitu lantang. "Kak! Gimana nanti kalo sesosok itu datang ke sini lagi, hah? Kakak jangan sesumbar!" hardik Seina kesal. Bagai mana mungkin Selena bisa berkata seperti itu? Sedangkan sebelum nya tadi dia sempat
bab 28 _Setelah mengisi perut nya Sierra merasakan kantuk yang sangat luar biasa, gadis itu memutuskan untuk tidur sejenak sambil menunggu pemilik kamar kembali dari kantor nya. Beberapa jam kemudian, Zucca masuk ke dalam kamar nya dan melangkah ke ruang kerja nya. Pria itu belum menyadari ada seseorang di dalam kamar selain diri nya. Setelah puas berkutat dengan pekerjaan nya, Zucca merasakan badan nya begitu gerah meski pendingin ruangan menyala. Pria itu menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar nya, dia sungguh terkejut melihat Sierra sedang tertidur pulas di sofa. Sofa itu berdampingan dengan kamar mandi. Lelaki itu mengucek mata nya berulang kali, dia berpikir kalau salah lihat. "Hey! Bangun!" Zucca menendang nendang kaki Sierra. "Woy! Bangun!" teriak nya kencang. "Aaaarrrghh!" Sierra langsung membuka mata nya dan terkejut melihat keberadaan Zucca dengan mata tajam menatap nya. "Siapa yang menyuruh mu kembali, hah!" bentak nya kemudian. Padahal, dia sedikit lega ak
KEMBALI BERTEMU_"Non Sierra?!" pekik nya."Cika, apa kabar?" tanya Sierra seraya memeluk asisten nya itu."Non ke mana aja selama ini? Aku cemas sekali," tanya nya dengan terisak."Kita cerita di dalam aja, yuk.""Non sudah makan?" tanya Cika kembali. "Sudah. Tapi masih lapar," bisik nya lalu terkekeh."Ayo, kita ke dapur. Saya buatkan sup jagung untuk Non Sierra."_Sierra masuk ke dalam kamar tidur nya, kebetulan kamar ini memang tidak pernah terkunci meski tidak ada pemilik nya di dalam."Aku harus bagaimana ini? Apa kah aku harus menyapa nya terlebih dahulu dan meminta maaf? Atau ... aku berpura pura tidak melihat nya nanti?"Sierra berjalan mondar mandir di dalam kamar sambil menggigiti kuku ibu jari nya. Gadis itu benar benar merasa takut."Mata nya itu ... iiih, bikin bergidik ngeri aja." Sierra mengedikan bahu saat membayangkan tatapan tajam tuan muda itu.Tok tok tok!Sebuah ketukan pintu membuat Sierra kaget, "Kalo si kanebo gak mungkin ngetuk pintu, kan?" ucap nya sendir
Gejolak Hati."Menga lah bukan berarti kalah. Terkadang manusia tidak bisa membedakan mana arti makna tersebut."_Ryu mengantar pulang ke kediaman Gervaso. Di dalam mobil, Sierra merasakan jantung nya berdetak semakin cepat. Bukan karena dia sedang salah tingkah, tetapi karena takut menghadapi Zucca, suami kontrak nya itu."Ada apa?" tanya Ryu. "Takut." "Takut apa?""Takut suami ku akan marah. Apa yang akan terjadi dengan ku setelah ini, ya?" tanya Sierra, tatapan nya begitu cemas. Telapak tangan nya pun sudah mulai basah. "Tenangkan diri mu. Aku akan menunggu sampai kamu benar benar masuk ke dalam. Atau bahkan aku akan menunggu sampai malam tiba," jawab lelaki itu. Aneh. Sorot mata nya mampu membuat Sierra menjadi tenang. "Kalo terjadi sesuatu dengan ku, aku tidak akan menyesal." "Hush! Jangan ngomong sembarangan. Kamu akan baik baik aja, nanti aku bisa minta tolong ayah ku untuk mengecek keadaan kamu. Jangan lupa, kasih kabar setelah masuk ke dalam. Oke?""Terima kasih banyak
Bab 25 ( Pendekatan ).Beberapa hari menjalani perawatan intensif, perlahan lahan keadaan Zamora Anastasya mulai pulih. Sierra terus mencoba untuk mendekatkan diri pada perempuan muda itu. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Zamora?" Sierra duduk di sebelah ranjang pasien.Zamora masih belum bisa berdamai dengan kenyataan. Berulang kali dia menangis tanpa sebab, luka hati nya begitu dalam sampai sampai terlarut dalam kesedihan. "Zamora ... apa kau baik baik aja?" tanya Sierra kembali. Sierra mulai memahami keadaan Zamora Anastasya, kehilangan rasa percaya diri adalah sesuatu yang sulit.Zamora hanya menoleh dan menatap Sierra tanpa berkedip, mata nya memang menatap Sierra. Akan tetapi, pikiran nya entah sedang berlarian ke mana. Dengan sabar, Sierra tetap mendampingi gadis malang itu. Sudah dua minggu berlalu, Zamora masih betah berdiam tanpa berbicara. Langkah kaki terdengar mendekati ruang praktek di mansion itu. Sierra berdiri ke pintu dan membuka nya sebelum seseorang mengetuk p