Shopping Bersama Kakak ipar
" Sepertinya memang lebih pantas untuk sekedar mengagumi, bukan untuk memiliki."~ Sierra Suelita ~***Usai berbelanja, Zamora Nieva mengantarkan Sierra pulang ke rumah adiknya. Sementara dirinya kembali ke hotel tempatnya menginap. Sepanjang perjalanan, Sierra tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada kakak iparnya."Sudah, ini tidak ada arti apa-apa. Jangan terlalu berlebihan begitu, deh."Zamora Nieva dengan ramah memberitahukan kepada adik iparnya itu, untuk tidak mengucapkan terima kasih berulang kali kepada siapa pun. Karena akan menjatuhkan martabat keluarga besarnya."Tapi, Kak—""Santai aja. Totalan segini hanya recehan bagi kami," kelakarnya lagi.Merasa sangat tidak enak hati, akhirnya Sierra hanya mengulas senyum. Dalam hatinya, dia amat bahagia. Ponsel mahal keluaran terbaru pun telah dibelikan oleh Zamora Nieva."Ya, sudah. Aku langsung ke hotel, ya." Zamora Nieva berdiri di samping pintu mobilnya saat telah sampai di halaman rumah adiknya.Cika dan pelayan lainnya membantu Sierra membawa barang-barang belanjaannya, setelah bagasi mobil sedikit lapang—karena belanjaan Sierra telah dikeluarkan—Zamora Nieva gegas berpamitan dengan adik iparnya itu."Terim—" Sierra menghentikan ucapannya, ia tidak ingin kakak iparnya meromet lagi, "iya, Kak. Hati-hati dijalan, ya."_Sierra pun amat senang menerima perlakuan sang kakak ipar, saat sedang asik melihat-lihat dan mencoba beberapa pakaian, tiba-tiba pintu kamar terbuka.CLEKK."Aaaahhh!" teriaknya kaget, segera ia menutup tubuhnya dengan beberapa pakaian."Ada apa?" Dengan santai Zucca bertanya, sempat ia melihat punggung tanpa pakaian itu. Dan segera berjalan menuju ruang kerjanya mengabaikan Sierra.Segera ia berpakaian kembali dan menyusun semua baju ke dalam lemari kaca yang telah disediakan untuknya. Betapa memerahnya wajah Sierra saat itu, ia amat malu meskipun hanya bagian punggung yang terlihat. Ini adalah kali pertamanya, tubuhnya dilihat oleh laki-laki.Di rumah besar ini, mereka hanya tinggal berdua saja dan juga beberapa pelayan. Sedangkan ibu dan ayah mertuanya tidak tinggal dengan Zucca, mereka tinggal di luar negeri. Sejak pernikahan itu, Zaroma Nieva tinggal sementara di hotel milik keluarganya. Padahal, jika tinggal di rumah Zucca pun bisa. Rumah seluas itu, terlalu besar jika hanya diisi oleh mereka.Sejak berlangsungnya pernikahan itu, Sierra masih selalu tidur di sofa. Tak terasa, sudah dua minggu ia tinggal di sana. Tak pernah sekalipun, dirinya bertegur sapa dengan pemilik rumah ini, Zucca. Bahkan saat makan pun, mereka masing-masing.Sierra merasa dirinya seperti di penjara, itulah yang selalu dia rasakan. Hidup mewah bergelimang harta, itu pandangan orang tentangnya. Namun sebenarnya, ia memang tinggal di istana, serba kecukupan, akan tetapi hatinya tak bahagia.Amat tersiksa. Seperti hidup sebatang kara. Tinggal di dalam sangkar emas, namun hatinya tidak bahagia. Zucca memang memberikannya tabungan untuk keperluan pribadinya sebagai upah kontrak. Namun, ia tak pernah memakainya sedikit pun, karena memang tidak ada yang perlu ia beli lagi.*****Siang itu, Sierra bosan di kamar. Zucca mengijinkan dirinya keluar kamar, hanya sebatas taman dan kolam renang saja. Dia tidak diperbolehkan keluar dari gerbang utama."Aku ingin berenang, ahh," ucapnya seorang diri. Sierra pun bergegas menuju kolam renang yang ada di sisi kiri bangunan mewah nan megah itu."Nona, ini jusnya." Cika adalah salah satu pelayan di rumah itu, memberikan segelas jus orange tanpa diminta."Oh, iya terima kasih, Cika." Sierra meletakkan di bibir kolam dan kembali berenang ke sana ke mari bagaikan ikan.Dari arah depan terdengar sebuah mobil memasuki rumah tersebut, kolam ini memang berada di depan rumah—tepatnya samping bangunan sebelah kiri."Siapa yang datang, ya?" Sierra pun bertanya sendiri, menghentikan sejenak permainan airnya.Meminum jus dan naik ke atas memakai piyama kembali, pandangannya tertuju pada seorang perempuan muda yang berjalan semakin dekat ke arahnya. Perempuan itu tidak begitu cantik, hanya saja pandai ber-makeup."Siapa wanita cantik dan sexy ini?" gumam Sierra, sempat ia memberikan senyum kepada tamu itu. Namun dibalas dengan tatapan sinis."Eh, anak kampung! Enak, ya, tinggal di sini dan menikmati ini semua?" sentak tamu sexy itu.Seketika langkahnya terhenti dan menoleh ke arah pemilik suara tersebut. "Maaf, Anda siapa?" Sierra memberanikan untuk bertanya."Lo belom tahu siapa gue?" balasnya tetap dengan tatapan sinis dan berjalan memutari badan Sierra.PLAAAKKK!Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi Sierra. Gadis itu memegangi pipinya, "Hey! Apa salahku? Kenapa kamu tiba-tiba menamparku?" Sierra pun kembali mengulang pertanyaannya."Zaneta Paloma!" ucapnya dengan lantang.Zaneta Paloma, seorang model terkenal. Selama ini Sierra pernah mendengar nama tersebut, namun tidak pernah melihat orangnya. Sahabat dari Nesya Amanda."Lalu apa salahku, kenapa kamu menamparku?" tanyanya lagi masih dengan memegangi pipinya yang sakit."Salah loe adalah berani-beraninya loe menikah dengan pria yang gue cintai!" Baru saja ia ingin mendaratkan kembali tamparan itu, Zucca datang karena mendengar keributan di ruang tamu.Sebenarnya, Zucca mengamati dari layar monitor CCTV yang ada di ruang kerjanya."Zaneta!" Bentakan Zucca menghentikan perbuatannya.Zantea pun semakin geram dibuatnya, bisa-bisanya Zucca membela gadis kampung itu."Zucca, aku kangen," ucapnya manja, berjalan ke arah Zucca, merangkul dan mencium pipinya tanpa malu."Kenapa kamu menamparnya?" tanya Zucca dengan nada datar dan menoleh ke arah Sierra, seakan memberi isyarat agar Sierra segera masuk ke kamar.Sierra pun meninggalkan mereka dan menuju ke kamarnya dengan perasaan dongkol.Sierra adalah gadis pasar yang kuat, tidak seperti Zamora Anastasya yang selalu menerima perlakuan kasar dari seseorang. Sierra Suelita bagaikan bunga lily yang tumbuh di hutan liar. Kuat dan berani."Kenapa kamu membelanya?" Zaneta Paloma bertanya dengan wajah cemberut.Mereka sempat saling mencintai dan hampir menikah. Namun, Zucca diam-diam mengetahui kalau Zaneta berselingkuh dengan model luar negeri, Arnold.Sejak saat itu, Zucca menjadi seorang laki-laki yang dingin dan membenci yang namanya cinta ataupunperempuan. Hatinya membatu dan membuang jauh-jauh kata cinta di dalam hidupnya."Aku tidak suka, di rumahku ada kekerasan!" balasnya datar."Iya-iya, maaf." Zaneta Paloma kembali merangkul pria dingin itu. "Apa kamu tidak rindu denganku, Zucca?" sambungnya lagi setengah merayu dan bersikap manja."Tidak." Pria berwajah oriental itu menjawab dengan nada penuh tekanan. "Sudah berapa kali aku bilang, jangan mengharapkan aku lagi, Zaneta." Zucca pun melepaskan pelukan Zaneta dengan setengah mendorong.Perempuan berkulit kuning langsat itu tidak senang mendapat perlakuan kasar dari Zucca, dia terus mencoba untuk bermanja di lengan pria itu."Zucca ... kita sahabatan dari kecil, menjalin cinta pun tujuh tahun, apa kamu sudah melupakan itu?" Suaranya sedikit dibuat lirih, dia tau Zucca masih menyayangi dirinya.Zucca menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya lewat mulut dengan kasar. "Zaneta. Dengar ... aku memang tidak akan pernah melupakan kenangan kita, tetapi ... aku juga tidak bisa menghilangkan rasa sakit hati ini meskipun sudah lima tahun berlalu." Pria itu menatap lekat wajah mantan kekasihnya, "apa kau lupa? Bagaimana kamu dan Arnold menyakitiku?" Zucca tersenyum getir.Hatinya masih merasakan sakit yang luar biasa jika teringat hari itu. Hari dimana dirinya mendapatkan surprise dari sang pujaan.Zaneta tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia sangat malu jika membahas soal itu.***Di dalam kamar, Sierra masih membawa kekesalan dalam hatinya."Dia pikir, aku takut dengannya, hah?!" Sierra berjalan mondar-mandir sambil menggigit kuku ibu jarinya."Kalau aja gak ada Tuan Kanebo itu, pasti sudah kubalas tamparannya! Aku akan menjambak, merobek pakaiannya, dan mencekiknya!" Sierra menggerakkan tangannya persis orang yang ingin mencekik.Kesal. Sudah pasti ia begitu kesal hari ini. Bagaimana mungkin dia dipermalukan di depan pelayan-pelayan rumah ini."Aaaaaaaaggghhh!" teriaknya seraya mengacak-acak rambutnya yang masih basah.Ponselnya berdering, ternyata ada pesan masuk dari Selena.[Gimana keadaan di sana, Dek? Apa kamu betah?]"Kak Selena pasti mau minta uang lagi, gimana ini? Padahal, aku ingin menabung untuk sekolah desain." Sierra mengeluh.Sejak terbiasa mendapatkan barang-barang mewah dari Nyonya Yoana, Selena sedikit berubah menjadi matrealistis. Dia menjadikan adiknya sebagai sumber uang segar. Baru saja minggu kemarin dia meminta kepada Sierra uang sebesar tujuh juta, hanya untuk membeli skincare, tas mahal, dan kebutuhan pribadinya yang lain.Selena sudah tidak mau bekerja serabutan lagi di pabrik, hanya Seina yang masih bekerja di sana. Selena tau, Zucca memberikan Sierra upah sebagai istri kontraknya.Sierra mengabaikan pesan dari Selena hingga beberapa menit, tetapi hatinya tidak bisa. Terpaksa dia membalas pesan tersebut dengan kekhawatiran.[Baik, Kak. Di sini enak, aku betah.]Hanya ketikan itu yang dapat ia kirimkan. Selama ini, Sierra hanya dekat dengan Seina, mungkin karena mereka hanya berbeda dua tahun yang membuatnya merasa sejiwa. Berbeda dengan Selena, jarak usia mereka delapan tahun. Selena kerap kali memerintah dua adiknya dengan sesuka hatinya.Detik kemudian, Selena membalas kembali pesan dari adiknya.[Syukurlah kalo betah, aku ikhlas menggantikan kamu di sana seandainya bisa. Oh, ya, uang kamu masih ada berapa lagi? Pinjem dulu, dong. Kakak mau bayar kontrakan.]Sierra mencoba bertanya kepada Seina tentang uang kontrakan itu, hatinya tidak lagi percaya dengan kata-kata Selena. Dia segera menelepon Seina.Sambungan telepon berdering ke ponsel Seina, tetapi gadis itu masih sibuk bekerja dan tidak dapat menjawab panggilan dari adiknya.Sierra membuang napas pelan, lalu membalas pesan kakaknya.[Uang aku udah habis, kan, kemarin itu aku sudah transfer semuanya untuk membayar kontrakan. Maaf, kak, memangnya kakak gak bayarin?]Tidak senang mendapatkan jawaban dari adiknya, Selena pun marah-marah dan mengancam Sierra.[Gila, ya, perhitungan banget sekarang? Sudah jadi orang kaya, sama kakak sendiri pun seperti ini? Gimana kalo perjanjian kontrak kalian tersebar ke publik? Jangan sombong kamu, Sier! Pilihan ada di tangan kamu.][Kak! Jangan seperti anak kecil, dong. Uang aku beneran sudah habis, sudah aku kasih kakak semua. Tolong jangan bebani aku terus, kak. Kenapa kakak berhenti kerja? Aku di sini bukan seperti yang kakak pikirkan, kak. Tolong ngertiin sedikit.]Lama Sierra menunggu balasan, tetapi belum juga ada. Dia benar-benar takut dengan ancaman kakaknya, karena Sierra tau betul bagaimana sifat Selena seperti apa.Selena adalah tipikal orang yang rela melakukan apa saja demi kepentingannya.Sierra kini berada di balkon kamarnya, melamun hingga malam tiba."Jangan terlalu ambil hati dengan ucapan seseorang, kadang manusia punya mulut tapi belum tentu punya otak." ~ Zamora Nieva ~ ***Setelah puas melamun, Sierra masuk ke dalam ruangan kamar. Lampu telah menyala entah sejak kapan, mungkin si pria kanebo yang menyalakannya. Gadis itu merasakan tubuhnya tidak enak, hidungnya mengeluarkan embusan panas saat bernapas. Ya, sepertinya dia akan sakit. Sementara di ruangan kerja—hanya terhalang oleh dinding kamar—sepasang mata memperhatikan pergerakan gadis itu. Sesekali dia mendengus kesal serta mengumpat kecil. "Cih! Dasar kampungan!" Umpatan itu berkali-kali dilontarkan saat melihat Sierra bersiap berbaring di atas sofa."Bagaimana mungkin aku terjebak di dalam situasi seperti ini dengan gadis jorok itu?!" Zucca merasa begitu menyesali keadaannya, tetapi dia tidak ingin kehilangan hak warisnya. "Hebat! Dia bisa menipu mama dengan wajah polosnya. Cih! Kita lihat aja, sampai kapan dia akan bertahan di sini! Aku tidak akan memberikannya upa
"Hidup itu tidak selalu berjalan mulus seperti yang kita inginkan, ada banyak kegagalan dan jatuh bangun pastinya. Semua itu adalah cara kerja Tuhan untuk menguatkan mental seseorang. Bukan karena Tuhan tidak sayang dengan kita."_Di tepi laut yang penuh dengan sampah, tak membuat Fabio dan Seina kembali pulang. Mereka sudah terbiasa dengan situasi kotor dan bau seperti itu. Bahkan, ada beberapa gubuk yang menjadi tempat pembuangan sisa-sisa makanan dalam tubuh pada manusia alias WC umum. Tentunya, kotoran dari sisa-sisa dalam tubuh langsung jatuh ke dalam air laut tersebut. "Ada masalah lagi sama Selena?" Fabio membuka percakapan saat melihat Seina telah tenang. Gadis itu menoleh sesaat ke arahnya, lalu menatap laut kembali. Terdengar embusan berat keluar dari mulutnya. "Hufh.""Selena masih minta uang sama Sierra. Dia marah karena Sierra gak bisa kasih lagi," ucap Seina tanpa menoleh. Fabio berdeham, "Hem. Kenapa Selena gak pernah bisa berubah, ya. Terus, Sierra diungkit seperti
Benci yang tertanam _Seina mengirim pesan kepada Sierra. Karena Selena tidak kunjung membalas pesannya, Seina memutuskan untuk ke rumah Fabio. Menunggu di sana sepertinya akan lebih bagus, dari pada menunggu seorang diri di sini akan terasa memakan waktu. ***Hari ini, kedua orang tua Zucca dan kakaknya—Zamora Nieva—akan datang berkunjung, tentu saja untuk menemui menantu kesayangan dan sekalian mereka akan berpamitan pulang. Zucca dan Sierra telah menunggu kedatangan mereka layaknya sepasang pengantin baru, duduk di sofa ruang tamu dengan senyum yang dipaksakan."Hari ini, mama papa dan kakak akan datang. Bersikaplah seperti wanita anggun dan berkelas." Suara Zucca terdengar seperti ancaman bagi Sierra, terdengar begitu datar."Seperti apa?" tanya Sierra dengan bingung.Belum sempat Zucca melanjutkan ucapannya, mereka pun telah sampai. Segera Zucca dan Sierra beradu akting, Zucca memeluk bahu kecil Sierra, dan tangan Sierra pun berada di pinggang Zucca."Wahhh, waaah, wahhh, kita d
"Selain diri sendiri yang berjuang, siapa lagi?" ~ Amoy Shanghai ~ ***(Serba Salah)"Zucca itu adalah suaminya, sudah seharusnya bertanggung jawab dengan semua kebutuhan istrinya, Paloma." Zamora Nieva menimpali. Paloma semakin kesal mendengarnya, dia pun pamit pulang sambil menahan emosi."Aku pulang dulu, deh, Tan. Kak." "Kok, buru-buru amat?""Iya, ada yang harus aku kerjakan. Terima kasih jamuan makan malamnya, Tan." Zaneta Paloma mencium pipi dua perempuan itu. Dia sengaja menginjak kaki Sierra dengan kuat. Sierra menahannya, sengaja tidak berteriak sakit. Dia tidak mau terlihat lemah di mata Zaneta Paloma. Dia sedikit meringis ketika ujung heels menancap di bagian punggung kakinya. Mendengar rintihan kecil, Zaneta Paloma pun tersenyum puas."Cika!" seru Nyonya Yoana memanggil asisten pribadi Sierra. "Iya, Nyonya." Cika datang beberapa detik kemudian. "Tolong panggilkan Zucca," titahnya kemudian. "Baik, Nyonya." Tak lama, dua pria berbeda generasi pun datang ke ruang tam
(Pindah rumah)_Sierra ingin membuat kejutan untuk mereka. Dia terus tersenyum sepanjang malam, berharap pagi cepat datang dan membawa langkahnya menemui sang kakak.Pagi-pagi sekali, Sierra telah bersiap diri. Hatinya sangat bahagia bisa bertemu kembali dengan kedua kakaknya lagi. Tak lupa, gadis itu membawakan pakaian-pakaian miliknya yang masih baru, banyak yang belum ia pakai. Sengaja ia simpan untuk kedua kakaknya. Zucca sudah berkutat dengan laptopnya sejak subuh, lelaki itu memang pekerja keras. Wajar saja dia menjadi penguasa dunia di usianya yang masih 28 tahun.Sejak berada di rumah ini, Sierra sudah terbiasa dengan jadwal yang dibuat oleh Zucca. Berlari pagi, mengelap dan membersihkan ruang kerjanya. Meskipun ada pelayan, tetapi Zucca dengan sengaja menyuruh perempuan itu yang melakukannya. Tanpa mengeluh, Sierra melakukan semua itu dengan hati ikhlas. Tentu saja, itu membuat Zucca semakin terbakar emosi. Sebenarnya, lelaki itu ingin membuat istrinya tidak betah dan memin
(Melakukan Tes)"Siapa yang suruh kamu tidur, hah!" bentak Zucca. Membuat Sierra bergidik takut.Setiap hari, ada saja kesalahannya. "Buka nih!" Zucca mengangkat kakinya dan menaruh di atas paha Sierra.Dengan pasrah, perempuan itu pun membukakan sepatu dan kaus kaki suaminya. Jauh di dalam hatinya, ia menyimpan luka yang teramat banyak.Sierra yang baru saja terbangun gegas mengikuti perintahnya. Dia tidak ingin membuat masalah dengan pria kanebo itu lagi. "Gimana? Sudah foto keluarga, dong?" ledek Zucca. Sierra tak menjawab, matanya menangkap sesuatu yang mencurigakan dari mimik pria kanebo itu. 'Kenapa tertawanya seperti menyimpan sesuatu, ya? Apa yang dia rencanakan?' batin Sierra. Pantas saja dia memperbolehkan Sierra menemui kakaknya, ternyata lelaki tak berhati itu sudah menyiapkan kejutan besar untuk istrinya. Zucca terlihat begitu puas saat menatap wajah sembab gadis itu. 'Rasakan kau bodoh!' ucapnya dalam hati sambil menyeringai kecil."Besok kita akan ke rumah sakit, ja
(Pembuahan)_Usai melakukan inseminasi, Dokter Brian mengingatkan kepada Zucca, agar dirinya tidak mengabaikan Sierra selama 9 bulan kedepannya. "Ingat. Selain nutrisi, istrimu juga harus selalu merasa bahagia dan nyaman. Jangan biarkan dia mengalami stress atau sedih yang berlebihan. Itu akan mempengaruhi calon anakmu nantinya." Zucca bergeming tanpa menjawab.Mendengar ucapan Dokter Brian, wajah Sierra mendadak kaku. Gadis itu tidak percaya apa yang dia dengar barusan. Dalam hatinya bertanya tanya, bagaimana mungkin dirinya akan mengalami kehamilan tanpa melakukan hubungan suami istri? "Sierra, banyak-banyak konsumsi buah buahan, ya. Jangan lupa meminum vitamin untuk perkembangan otak anakmu," ucap Dokter Brian pada gadis itu. "Anak? Aku tidak sedang hamil, Om." Sierra menjawab dengan tanda tanya. Baru saja Dokter itu akan menjelaskan padanya, Zucca dengan cepat memotong ucapan Dokter pribadinya itu."Dasar bodoh!" umpat Zucca. "Sudah, Om. Abaikan ucapannya," imbuhnya kembali. Z
Pak Andy membuka gerbang ketika mobil Ryu membunyikan klakson. Sebelum nya, ia mengecek terlebih dahulu siapa tamu yang datang. Karena Zucca tidak memperbolehkan siapa pun masuk tanpa seizin darinya. "Sampai di sini aja, maaf telah merepotkanmu." Sierra pamit seraya menundukkan kepala. Ryu Jang Wook hanya tersenyum melihat tingkah gadis itu. Bahkan, Sierra tidak berani menatap wajah Ryu sepanjang perjalanan tadi. Ryu merasakan aliran cinta. "Apa aku gak boleh mampir?" goda Ryu. Mendadak, wajah Sierra menjadi memerah. "Maaf, aku di sini bekerja. Nanti majikanku marah," ucapnya. Tanpa menunggu jawaban dari Ryu, Sierra segera keluar dari mobil dan setengah berlari masuk ke rumah. "Loh, Non. Kenapa pulang nya misah misah?" tanya Cika saat membukakan pintu untuk Sierra. "Tuan Zucca ninggalin aku di rumah sakit," jawab nya lemas. Pelayan lain datang dengan membawa secangkir teh manis hangat, Cika menyambut nya lalu memberikan nya kepada Sierra. Gadis itu menyeruput teh secara yang ma
Malam yang Indah___Hujan turun begitu deras malam ini membuat suasana semakin dingin, Zamora kini telah berpindah kamar. Bukan lagi di kamar pelayan, tetapi telah satu pintu dengan Tuan Raffa. "Kau hanya boleh membawa selimut, tidur di balkon dan jangan masuk jika tidak ada perintah dari ku. Apa kau mengerti?" "Tapi, Tuan ... bagai mana kalau saya ingin ke kamar mandi?" Zamora dengan cepat memberikan sebuah pertanyaan yang masuk diakal. Benar juga apa yang di katakan oleh Tuan muda Raffi, Zamora adalah gadis yang pintar. "Apa kau sebocor itu jika sudah terlelap?" Zamora mengangguk lugu. "Menyusahkan. Baiklah, kesempatan hanya ada dua kali. Pergunakan sebaik mungkin." Prayoga Raffa menaruh kedua tangan nya di pinggang. "Ingat. Kau hanya punya kesempatan masuk ke kamar mandi dua kali. Selebih nya tahan sampai besok pagi. Mengerti?!" "Mengerti." Zamora menghela napas kasar berkali kali, udara malam ini begitu dingin menusuk tulang. Bagai mana mungkin ia akan tidur di ruangan t
Sedikit Rasa Prayoga Raffa baru saja keluar dari ruangan meeting. Deni mengikuti dari belakang. Lelaki itu tampak begitu serius saat melakukan pekerjaan. "Untuk beberapa hari ke depan, seperti nya kita akan sibuk." Pria tampan itu merogoh saku jas nya, mengambil sebuah kotak hitam kecil berbahan beludru, berisi sepasang cincin di dalam nya. Menatap nya sekilas lalu memasukkan nya kembali sebelum Deni melihat benda itu. "Benar, Tuan. Bahkan sampai akhir pekan nanti." Asisten setia itu mengingatkan kembali jadwal padat mereka. "Pelayan itu ... bukan. Maksud ku, istri ku. Kapan dia boleh pulang?" Mendengar kata kata yang tak biasa seperti itu, sontak saja membuat Deni terkejut dan menahan senyum di dalam hati nya. "Oh, dia sudah bisa pulang nanti sore, Tuan. Saya sudah menyuruh Boy untuk menjemput nya." Baru saja ia ingin berbicara kembali, telepon berdering. Nesya Amanda yang menelpon. Prayoga Raffa langsung mengheningkan suara ponsel nya. Lima panggilan tak terjawab dari mode
Cemburu___Sebuah mobil mendarat di halaman yang begitu luas melewati gerbang tinggi. Pintu mobil terbuka, seorang pemuda keluar mobil sport hitam milik nya. Berjalan menelusuri jalan menuju pintu utama kediaman keluarga Kuncoro. Tiba tiba saja langkah nya terhenti ketika melihat seorang wanita paruh baya tersenyum kepada nya. Senyuman ternyaman yang selalu ia dapatkan selama 28 tahun ini. "Akhir nya kamu pulang juga," ucap wanita itu dengan suara begitu lembut. "Ma ... ngapain di situ?" tanya Prayoga Raffa berjalan cepat dan memeluk ibu nya yang sedang menyiram tanaman angrek. "Biasa, lagi merawat bunga cantik ini." "Kan, bisa suruh Lasmi yang menyiram?" Prayoga Raffa memeluk erat ibunya, seolah sudah puluhan tahun tak bertemu. "Kamu tidur di sini, kan?" Nyonya Handayani bertanya tanpa membalas ucapan anak nya. "Iya. Raffa kangen sama masakan Mama." Baru juga dua hari mereka tidak bertemu, tetapi ibu dan anak itu merasakan rindu yang teramat dalam. "Adik mu, ya, yang menyur
*** Zamora mengelus perut datar nya, "Apakah kamu baik baik aja di dalam sana, Nak?" "Aku berjanji, akan membawa kalian pergi dari sini. Aku tidak akan meninggalkan mu bersama dengan Tuan muda dingin itu, meski pun sebenar nya memang dia adalah ayah mu." Zamora melirik jam dinding, kini jarum jam telah menunjuk ke angka satu siang. Gadis itu terus menghibur diri, entah kenapa dia merasa sedih dan kecewa. "Tuan Raffa menolak ku, maka nya dia tidak pulang." Lagi lagi dia berbicara sendiri di depan kaca. Masih memakai kemeja yang kebesaran, tidak tau ingin melakukan apa lagi gadis itu pun membaringkan tubuh nya kembali di atas kasur mewah. "Sarapan Tuan muda pasti sudah dingin, lebih baik aku memakan nya dari pada kebuang." Tiba tiba dia bangkit dari posisi tidurnya, bergegas ke dapur untuk menghabiskan sarapan yang ia buat tadi. Saat suapan terakhir hampir mendarat ke dalam mulut nya, derap langkah seseorang terdengar semakin dekat. Pintu terbuka, tetapi Zamora masih belum menya
#1800hari_S2_29 1024_Setelah merasa lebih baik, Seina menceritakan kepada kakaknya tentang kejadian yang baru saja ia alami."Cerita pelan pelan, ada apa, sih?" desak Selena penasaran. "Ta-tadi, tadi ada yang lempar tanah Kak." Seina mencoba mengatur napas, dia benar benar ketakutan sekali. Selena memang melihat banyak tanah seperti tanah kuburan di sekitar pintu, bahkan mengenai baju Seina. "Siapa yang melempar? Terus, kenapa kamu bisa sampai tiduran di sini?" Seina melanjutkan cerita nya sambil terisak, dia melihat dengan jelas ada sesosok yang menatap nya dengan tajam. Akan tetapi, karena sangking terlalu takut nya dia sampai terjatuh lemas. "Maksud kamu, di sini ada setan gitu? Ha ha ha, mana mungkin jaman sekarang masih ada demit, Seina!" Selena berkata sesumbar begitu lantang. "Kak! Gimana nanti kalo sesosok itu datang ke sini lagi, hah? Kakak jangan sesumbar!" hardik Seina kesal. Bagai mana mungkin Selena bisa berkata seperti itu? Sedangkan sebelum nya tadi dia sempat
bab 28 _Setelah mengisi perut nya Sierra merasakan kantuk yang sangat luar biasa, gadis itu memutuskan untuk tidur sejenak sambil menunggu pemilik kamar kembali dari kantor nya. Beberapa jam kemudian, Zucca masuk ke dalam kamar nya dan melangkah ke ruang kerja nya. Pria itu belum menyadari ada seseorang di dalam kamar selain diri nya. Setelah puas berkutat dengan pekerjaan nya, Zucca merasakan badan nya begitu gerah meski pendingin ruangan menyala. Pria itu menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar nya, dia sungguh terkejut melihat Sierra sedang tertidur pulas di sofa. Sofa itu berdampingan dengan kamar mandi. Lelaki itu mengucek mata nya berulang kali, dia berpikir kalau salah lihat. "Hey! Bangun!" Zucca menendang nendang kaki Sierra. "Woy! Bangun!" teriak nya kencang. "Aaaarrrghh!" Sierra langsung membuka mata nya dan terkejut melihat keberadaan Zucca dengan mata tajam menatap nya. "Siapa yang menyuruh mu kembali, hah!" bentak nya kemudian. Padahal, dia sedikit lega ak
KEMBALI BERTEMU_"Non Sierra?!" pekik nya."Cika, apa kabar?" tanya Sierra seraya memeluk asisten nya itu."Non ke mana aja selama ini? Aku cemas sekali," tanya nya dengan terisak."Kita cerita di dalam aja, yuk.""Non sudah makan?" tanya Cika kembali. "Sudah. Tapi masih lapar," bisik nya lalu terkekeh."Ayo, kita ke dapur. Saya buatkan sup jagung untuk Non Sierra."_Sierra masuk ke dalam kamar tidur nya, kebetulan kamar ini memang tidak pernah terkunci meski tidak ada pemilik nya di dalam."Aku harus bagaimana ini? Apa kah aku harus menyapa nya terlebih dahulu dan meminta maaf? Atau ... aku berpura pura tidak melihat nya nanti?"Sierra berjalan mondar mandir di dalam kamar sambil menggigiti kuku ibu jari nya. Gadis itu benar benar merasa takut."Mata nya itu ... iiih, bikin bergidik ngeri aja." Sierra mengedikan bahu saat membayangkan tatapan tajam tuan muda itu.Tok tok tok!Sebuah ketukan pintu membuat Sierra kaget, "Kalo si kanebo gak mungkin ngetuk pintu, kan?" ucap nya sendir
Gejolak Hati."Menga lah bukan berarti kalah. Terkadang manusia tidak bisa membedakan mana arti makna tersebut."_Ryu mengantar pulang ke kediaman Gervaso. Di dalam mobil, Sierra merasakan jantung nya berdetak semakin cepat. Bukan karena dia sedang salah tingkah, tetapi karena takut menghadapi Zucca, suami kontrak nya itu."Ada apa?" tanya Ryu. "Takut." "Takut apa?""Takut suami ku akan marah. Apa yang akan terjadi dengan ku setelah ini, ya?" tanya Sierra, tatapan nya begitu cemas. Telapak tangan nya pun sudah mulai basah. "Tenangkan diri mu. Aku akan menunggu sampai kamu benar benar masuk ke dalam. Atau bahkan aku akan menunggu sampai malam tiba," jawab lelaki itu. Aneh. Sorot mata nya mampu membuat Sierra menjadi tenang. "Kalo terjadi sesuatu dengan ku, aku tidak akan menyesal." "Hush! Jangan ngomong sembarangan. Kamu akan baik baik aja, nanti aku bisa minta tolong ayah ku untuk mengecek keadaan kamu. Jangan lupa, kasih kabar setelah masuk ke dalam. Oke?""Terima kasih banyak
Bab 25 ( Pendekatan ).Beberapa hari menjalani perawatan intensif, perlahan lahan keadaan Zamora Anastasya mulai pulih. Sierra terus mencoba untuk mendekatkan diri pada perempuan muda itu. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Zamora?" Sierra duduk di sebelah ranjang pasien.Zamora masih belum bisa berdamai dengan kenyataan. Berulang kali dia menangis tanpa sebab, luka hati nya begitu dalam sampai sampai terlarut dalam kesedihan. "Zamora ... apa kau baik baik aja?" tanya Sierra kembali. Sierra mulai memahami keadaan Zamora Anastasya, kehilangan rasa percaya diri adalah sesuatu yang sulit.Zamora hanya menoleh dan menatap Sierra tanpa berkedip, mata nya memang menatap Sierra. Akan tetapi, pikiran nya entah sedang berlarian ke mana. Dengan sabar, Sierra tetap mendampingi gadis malang itu. Sudah dua minggu berlalu, Zamora masih betah berdiam tanpa berbicara. Langkah kaki terdengar mendekati ruang praktek di mansion itu. Sierra berdiri ke pintu dan membuka nya sebelum seseorang mengetuk p