Di sudut timur pemakaman, di bawah batang-batang bambu yang tumbuh subur di area ini. Kedatangan Feng Huang dan Jinlong disambut oleh Dewa Tanah dan Dewa Kematian dengan membungkukkan tubuhnya di hadapan kedua Penguasa Alam Langit itu. "Salam, Yang Mulia dan juga Permaisuri Langit." Ucap kedua Dewa, "Berdirilah!" titah Jinlong. Sementara Feng Huang hanya menganggukkan kepalanya. "Apa yang kalian lakukan di sini? Mengapa menampakkan diri di pemakaman?" tanyanya cemas sembari melemparkan pandangannya ke arah Kaisar Gao dan kedua Jenderalnya. Karena jarak yang cukup jauh dan terlindung rimbunnya bilah bambu… Feng Huang pun bisa bernafas sedikit lega ketika ia melihat kedua Jenderal Kaisar Gao tidak lagi menatap ke arahnya. Kedua Jenderal itu hanya menoleh ke sana dan kemari seolah telah kehilangan dirinya. "Permaisuri Langit jangan cemas, di setiap bilah bambu ini ada pembatas yang sengaja hamba pasang. Jadi mata manusia biasa tidak akan bisa melihat keberadaan kita di sini," tukas
Di dalam perjalanan pulang menuju Sekte Burung Api, Feng Huang lebih banyak berdiam diri sambil menatap ke luar jendela kereta. Keinginannya untuk bertanya pada Shu Haocun seakan sirna berganti dengan kesedihan yang baru ia rasakan. Selama ini, sebanyak apapun Jinlong telah membuatnya kecewa… Ia selalu bisa menahan semua kesedihannya itu. Tetapi tidak hari ini, kepergian Nyonya Besar Yu entah mengapa meninggalkan duka yang cukup besar di dalam hatinya. "Bukankah ini terlalu terlambat untuk bersedih, Feng sayang?" celetuk Jinlong yang telah memperhatikan wajah istrinya itu sejak kereta meninggalkan pemakaman. Selama beberapa saat sama sekali tidak ada jawaban dari Feng Huang, karena Feng Huang terlalu sibuk menahan dan terus menahan agar air matanya tidak keluar. "Kamu terlalu dingin!" cetus Jinlong lagi. Feng Huang hanya mendengus, ia juga mengatupkan kedua bibirnya dengan rapat. Sebab ia yakin, jika ia sampai membuka mulutnya untuk menjawab ucapan suaminya itu, suaranya pasti aka
Malam hari di Sekte Burung Api, Feng Huang dan Jinlong yang tengah berdiri di pinggir kolam teratai asik menatap ke tengah kolam. Memperhatikan bunga-bunga teratai yang sedang berkembang dengan subur di kolam tersebut. "Pasti sekarang Alam Langit terlihat indah sekali," gumam Feng Huang. Jinlong mengangguk setuju, "Maukah kamu melihatnya bersamaku?" "Melihat Alam Langit?" Feng Huang sontak berpaling, ia menengadah menatap Jinlong. "Benar." Jinlong kembali menganggukkan kepalanya. Diam-diam ia melirik wajah Feng Huang. Betapa ia sangat merindukan istri kecilnya ini, ia rindu menyentuh Feng Huang. Ia rindu desahan yang terlontar dari bibir mungil istrinya ini. Bahkan ia juga merindukan semua yang pernah ia jalani bersama Feng Huang selama ribuan tahun di Alam Langit. "Pohon peach milikmu… Mungkin juga sedang berbunga sekarang," lanjut Jinlong lagi. "Ah." Feng Huang mendesah sebal, namun ia mengulas senyum di bibirnya yang berwarna peachy. Membayangkan betapa indahnya pohon peach m
Di dalam ruang kerja Shu Haocun, saat ini Shu Haocun tengah termenung di depan meja kerjanya. Beberapa gulungan dari bambu tampak tersusun rapi di sudut kiri dan kanan meja. Namun pikiran Shu Haocun entah berada di mana, tatapan matanya kosong menatap ke tengah-tengah meja. . Brakk!! Shu Haocun hampir saja terjatuh dari kursi yang ia duduki ketika pukulan keras dari luar ruang kerjanya menghancurkan pintu ruangan hingga berkeping-keping. Serpihan pecahan pintu berserakan di lantai, dan pria yang baru saja menghancurkan pintu tersebut masuk dengan wajahnya yang dingin sembari menyeret Feng Huang bersamanya. "Hei, kakek! Katakan padaku apa yang telah putrimu lakukan pada istriku?!!"Kening Shu Haocun berkernyit mendengar pertanyaan itu, ia bahkan mengalihkan pandangannya pada Feng Huang yang kebetulan juga sedang menatapnya. "Ada apa? Mengapa Raja Naga datang dalam keadaan marah?" tanyanya tak mengerti, namun pertanyaan ini bukan ia lontarkan pada Jinlong yang telah menghancurkan pi
Pagi hari, suara kicau riang burung-burung terdengar di samping jendela kamar di saat Feng Huang membuka matanya. Namun untuk mengangkat tubuhnya yang teramat letih untuk duduk di atas dipan pasca melakukan kulltivasi berpasangan dengan Jinlong semalam... Ia sedikit kesulitan untuk melakukannya. "Mmm..." Feng Huang menggigit bibirnya demi menahan rasa sakit yang seakan meremukkan semua tulang di tubuhnya, namun ia tetap mencoba untuk mengangkat tubuhnya agar bisa duduk di atas dipan. Sesaat gerakannya terhenti kala matanya melihat lengan kekar Jinlong sedang melingkar di pinggangnya. Ketika melihat lengan suaminya itu ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah wajah Jinlong yang sedang tidur menyamping menghadapnya. "Dia..."Semalam masih jelas membekas di dalam ingatan Feng Huang kalau sebenarnya ia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membuka penyegel yang Shu Xiuying pasang di dalam tubuhnya demi menahan kemampuannya. Karena di saat Jinlong memasukinya... Simbol naga emas yang a
"Semuanya, menyingkirlah!!" Teriakan keras yang terdengar berasal dari kejauhan mengejutkan Feng Huang yang masih berada di dalam kamar dan baru saja selesai mengikatkan tali pinggang Jinlong. Tadi, usai Jinlong membersihkan tubuhnya, seperti yang selalu Jinlong lakukan di Alam Langit... Suaminya itu berdiri di hadapannya dengan hanfu yang dipakai secara asal-asalan. Dan ia sangat mengerti artinya itu, bahwa ia harus merapikan pakaian yang Jinlong kenakan di tubuhnya. "Kamu dengar teriakan itu?""Tentu saja," dengus Jinlong, "Teriakan itu terlalu keras, bahkan mungkin terdengar hingga ke seluruh area Sekte." Ucapnya sembari berdecak sebal. "Sepertinya kekasihmu telah datang untuk mencarimu, Feng sayang." Sindirnya. "Cih, haruskah kamu berbicara seperti itu padaku?" rutuk Feng Huang sembari mengangkat wajahnya dan memberikan tatapan peringatan pada Jinlong yang justru tersenyum tipis menerima tatapan itu. "Apa itu? Apakah sekarang kamu telah berani mengancamku? Benar-benar tidak ta
"Di mana kira-kira Tetua Shu menempatkan mereka?" pikir Feng Huang yang tengah berkeliling Sekte Burung Api. Tetapi ia tidak memeriksa Sekte dari depan, melainkan dari belakang setiap ruangan Sekte untuk mencegah Kaisar Gao melihat apa yang sedang ia lakukan. Hingga ia tiba di sebuah ruangan, di mana ia mendengar suara Fu Yueyin dan Fu Jiazhen sedang berbincang. "Kakak mendengar suara teriakan tadi?""Aku mendengarnya, suara itu mirip dengan suara Yang Mulia. Apakah Yang Mulia datang ke sini?""Jika Yang Mulia benar datang ke sini, dengan mendengar teriakannya tadi bukankah telah terjadi sesuatu di halaman Sekte? Haruskah kita melihatnya ke sana?""Jangan! Tetua Shu telah berbaik hati menyembunyikan kita di sini, dan jika kita keluar... Bukankah kita hanya akan menambah kesusahannya?"Mendengar pembicaraan dari kedua suara yang sangat dikenalnya itu, Feng Huang pun berkelebat memasuki jendela ruangan yang tampak terbuka. Tepp!! Ketika kakinya telah menapak di dalam ruangan, Feng Hu
Tebing belakang Sekte Burung Api, sebuah dinding batu tak terlihat tiba-tiba bergeser terbuka ketika Feng Huang menyentuhkan telapak tangannya ke dinding tersebut. Dan setelah dinding terbuka, Feng Huang langsung meminta Fu Yueyin dan Fu Jiazhen untuk masuk ke dalam perut tebing. Saat memasuki perut tebing, Fu Jiazhen dan Fu Yueyin sama sekali tidak menduga bahwa ruangan yang terdapat di balik dinding ternyata luas sekali. Ruangan tersebut beralaskan tanah keras dan dinding yang terbuat dari batu tebing. Tidak hanya luas, ruangan tersebut juga memanjang ke bagian dalam. Di ujung ruangan tampak 11 makam Tetua Terdahulu dari Sekte Burung Api. Melihat makam-makam tersebut, Fu Yueyin dan Fu Jiazhen pun membungkukkan tubuhnya untuk memberikan penghormatan. "Pantas saja tempat ini disebut kawasan suci, ternyata di sini tempat peristirahatan para Tetua terdahulu dari Sekte Burung Api," bisik Yueyin pada Kakak lelakinya yang telah menegakkan kembali tubuhnya. "Itu benar, di sini adalah ma
Setelah Raja Iblis dikirim kembali ke Sungai Akhirat-- Feng Huang pun menjentikkan jarinya untuk mengembalikan Kaisar Gao yang sedang terluka ke kapal yang ditumpangi oleh Shu Haocun dan keempat Tetua Sekte. Ia dan Jinlong tidak menghampiri para Kultivator di kapal itu, melainkan hanya melambaikan tangan saja dari atap Istana Jinlong. Di saat yang sama, Hong Hu juga berpamitan pada Feng Huang dan Jinlong untuk kembali ke rakyatnya yang masih berada di hutan perbatasan. Sepeninggal Hong Hu, Feng Huang dan Jinlong memutuskan untuk kembali ke Alam Langit demi menemui para Dewa dan Dewi yang selama lebih dari 500 tahun telah dibiarkan hidup tanpa Pemimpin mereka. ***Keesokan harinya, keadaan di Benua Zhejiang kembali seperti sedia kala. Di Istana Taiyang, dua Tabib Istana sibuk bolak-balik ke ruangan kerja Kaisar Gao untuk mengobati Kaisar mereka itu. "Bagaimana keadaan Yang Mulia?" tanya Gong Fai pada seorang Tabib yang baru keluar dari kamar pribadi Kaisar Gao.Tabib itu mengernyit
Tanpa Feng Huang duga, Jinlong yang sejak tadi telah mencoba untuk tidak tertawa keras-- Kini justru terbahak di sampingnya. Melihat tingkah Suaminya itu, ia pun menghela nafas gusar. "Huftt!" ia mengerucutkan bibirnya lalu melemparkan pandangannya pada Raja Iblis yang saat ini telah berdiri tegak di atas rerumputan sambil menatap ke arahnya.Sejak Feng Huang menampakkan wujudnya, semua yang berada di balik kabut tebal sudah mengetahui di mana ia berada, termasuk Raja Iblis."Sekarang kamu sudah muncul? Bagus, jadi terimalah pembalasanku!!" teriak Raja Iblis yang langsung menyerang Feng Huang dengan senjata andalannya, yaitu pemusnah raga Dewa.Feng Huang menghindari serangan tersebut hanya dengan memiringkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya pada Jinlong, membuat serangan Raja Iblis itu tidak berhasil menyentuhnya dan justru melewatinya begitu saja."Apakah dia pikir ini adalah pertempuran 515 tahun yang lalu?" dengusnya.Jinlong hanya tersenyum smirk mendengar ocehan Istrinya i
"Bukankah itu maksud kedatanganku ke sini?" "Jika kamu bertemu dengannya, apakah kamu akan melakukan pertarungan dengan jujur kali ini?!" tukas Jinlong sambil menatap Raja Iblis dengan sebelah alis terangkat naik. "Selain itu, aku juga masih ingat bahwa di pertempuran kita yang terakhir kali di Alam Langit-- Saat itu kamu telah melukai Permaisuriku secara diam-diam." Lanjutnya lagi, di saat yang sama salah satu sudut bibirnya terangkat naik membentuk senyum sinis. Senyum Raja Naga itu yang seolah merendahkan kemampuannya, tentu saja membuat Raja Iblis menjadi geram. Ia bahkan berjanji di dalam hatinya akan membuat Raja Naga menyesali apa yang telah dilakukannya dengan cara membunuh Feng Huang di hadapan Raja Naga."Mengapa tidak perintahkan saja Istrimu untuk menampakkan wujudnya?!" cetus Raja Iblis lantang dengan kedua tangan yang terkepal dan rahang yang mengeras.Sesaat kemudian, suara pekikan pheonik memenuhi semua area di balik kabut tebal. Bersamaan dengan itu, seekor pheonik
Di dalam Istana Jinlong, saat ini Jenderal Shui sedang menahan lengan Jenderal Xiao yang sedang terbakar amarah agar tidak mengejar Raja Iblis. Dan sekeras apapun Jenderal Xiao memberontak, ia hanya terus menatap Sahabatnya itu. "Lepaskan, Jenderal Shui!!" teriak Jenderal Xiao garang sambil menyentakkan lengannya yang sedang dipegang oleh Jenderal Shui. Namun Jenderal Shui semakin mengeratkan genggamannya pada lengan Jenderal Xiao hingga ia mendapatkan pelototan dari Jenderal Xiao. Beberapa saat yang lalu, sebelum mengejar Jenderal Xiao ke dalam Istana-- Jenderal Shui dan Hong Hu bekerja sama terlebih dahulu untuk menjatuhkan ketiga bawahan Raja Iblis. Sebab saat itu, Raja Naga sedang menghukum Jenderal Tiong dengan mengurung sebagian tubuh sebelah bawah Jenderalnya itu di dalam bongkahan batu es. Bahkan kedua kepalan tangan Jenderal Tiong ikut dibuat membeku.Setelah membuat ketiga bawahan Raja Iblis tak lagi berkutik, ia lalu menitipkan mereka pada Hong Hu untuk mengejar Jenderal
"Rajaku, hanya 3 Iblis yang masih bertahan sejauh ini. Dan dengan sisa kekuatan ini hamba pikir kita tidak akan bisa menghadapi Raja Naga juga kedua Jenderalnya. Jadi... Bagaimana jika kita..."Raja Iblis tidak menanggapi ucapan dari salah seorang bawahannya itu, ia justru melirik ke arah Istana Jinlong. Kebetulan kini ia telah berada sangat dekat dengan Istana tersebut, jika ia bisa secepat mungkin berkelebat ke dalam Istana untuk menemukan Feng Huang lalu membunuhnya-- Maka pengorbanan beberapa bawahannya kali ini tidak akan sia-sia.Hanya masalahnya, di bagian mana Istana wanita itu berada sekarang?Ketika pertanyaan ini berkelebat di dalam benaknya, Raja Iblis pun mendengus gusar.'Apakah aku benar-benar tidak bisa menemukan wanita itu?' ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah pembatas api dan air. Ada beberapa retakan tampak di bagian atas pembatas, melihat hal itu ia tersenyum licik.Namun, tanpa Raja Iblis duga-- Dari Langit tiba-tiba dua buah cincin emas melesat cepat ke arahn
Pertarungan di pulau terjadi dengan sengit, serangan demi serangan bahkan beberapa kali mengenai dinding pembatas api dan air. Saat itu terjadi, semua Kultivator yang berada di luar pembatas menahan nafas menyaksikan pertempuran antar Raja Naga dan Raja Iblis. Dan, di tengah-tengah kecemasannya akan nasib Benua Zhejiang, Kaisar Gao pun berpikir. Ia tidak bisa hanya diam saja mempertahankan pembatas sedangkan nasib semua penduduk di Benua Zhejiang dan sekitarnya sedang berada di ujung tanduk. "Te-Tetua Shu!" panggilnya pada Shu Haocun. Shu Haocun sontak berpaling setelah ia mendengar panggilan itu, netra tuanya nanar menatap Kaisar Gao. Mencoba mencari tahu apa yang ingin Kaisar Gao bicarakan padanya. "Ada apa, Yang Mulia?" tanyanya dengan kening berkernyit. "Bisakah Tetua Shu menjelaskan padaku, di mana aku bisa menemukan Permaisuri Raja Naga?" tanya Kaisar Gao. Shu Haocun berpikir sejenak, kemudian ia berpaling ke arah Biksu Changyi. Setelah saling bertukar isyarat... Shu Haocun
Netra Raja Iblis yang tajam berkeliaran, meneliti satu persatu ruangan Istana Raja Naga. Apa yang dilakukan oleh Raja Iblis itu tidak luput dari pandangan Jinlong, ia bahkan tersenyum tipis kala menyadari apa yang sedang dicari oleh Raja Iblis. Hingga suara erangan tertahan menyentakkannya dari mengamati Raja Iblis. Caping telinganya bergerak pelan mencoba mencari asal suara, sementara netranya berputar mengamati sekitar pulau. Hingga netranya jatuh pada sesosok tubuh yang berada di atas pundak Raja Iblis. Tubuh itu bergerak, dari sanalah erangan yang baru ia dengar berasal. Bukan hanya Jinlong yang tersentak mendengar erangan tadi, Raja Iblis yang tengah fokus mencari Feng Huang juga sama terkejutnya di saat ia menyadari kalau Hong Hu mulai tersadar di pundaknya. Tidak ingin Hong Hu kembali berontak padanya, Raja Iblis pun mengangkat tangannya untuk menyentuh kepala Hong Hu. Namun, tanpa ia duga, tiba-tiba... Wussh!! Hembusan sedingin badai salju memukul pergelangan tangannya. M
"Jenderal Shui, pembatas air!" titah Jinlong. Dengan cambuk air di tangannya, Jenderal Shui berkelebat melewati Raja Iblis dan ke tujuh bawahannya. Ia mengambang 30 kaki dari permukaan Laut Xishi lalu memecutkan cambuknya ke atas permukaan air laut. Permukaan air bergemuruh, air bergolak mengelilingi pulau di balik kabut. Naik ke atas membentuk pembatas air setinggi 100 kaki. "Sekarang, Jenderal Xiao!" teriak JinlongDua tombak Jenderal Xiao beradu, percikan api besar pun meluncur ke angkasa dan membentuk sebuah kubah api raksasa. Dua perpaduan elemen yang saling bertolak belakang dalam membentuk pembatas ini, membuat kagum para Kultivator yang baru saja menembus kabut tebal dengan belasan perahu. "Hentikan perahu!!" teriakan Shu Haocun menggema. Para juru kemudi segera menarik energi kultivasi mereka yang mereka pergunakan untuk menggerakkan perahu agar perahu segera berhenti. Di saat perahu-perahu itu telah berhenti sempurna tak jauh dari pembatas, Shu Haocun segera mendekati
Di pulau di balik kabut, di Istana Jinlong. Prajurit-prajurit Alam Langit yang ditugaskan untuk menjaga Istana, kini sedang mengumpulkan para pelayan yang dulunya merupakan korban persembahan untuk Dewa Naga di dalam sebuah ruangan. Setelah semua pelayan berkumpul di ruangan tersebut, sekeliling ruangan itu langsung disegel dan diberi penghalang oleh Jenderal Xiao. Agar jika Raja Iblis benar-benar menyerang Istana ini nantinya, maka para pelayan itu akan tetap aman. Usai dengan tugasnya, Jenderal Xiao pun pergi menemui Kaisarnya yang menunggu kedatangan Raja Iblis di depan Istananya bersama dengan Jenderal Shui. "Bagaimana dengan tugasmu, Jenderal Xiao?" lontar Jinlong ketika ia menyadari kehadiran bawahannya itu. Jenderal Xiao mengangguk, "Semua sesuai dengan perintah Yang Mulia," sahutnya, sembari mengambil tempat di sisi kanan Jinlong. Seperti halnya Jenderal Shui dan Jinlong, ia ikut melemparkan pandangannya ke arah perairan, di mana saat ini dari kejauhan... Kedatangan Raja Ibl