Ethan memutuskan untuk pergi sendirian, karena Arka belum ingin pergi. Dengan tetap bertingkah konyol, Ethan keluar dari rumah Rayyan sambil melambai tangan persis seperti aksi seorang model saat melambaikan tangan di atas sebuah panggung catwalk.Sebelum betul-betul menghilang di balik pintu, Ethan menempelkan tangan pada bibirnya sendiri dan mengarahkan kecupan hangat bekas bibir itu pada Rayyan. Melihat aksi konyol dari Ethan itu Rayyan menggelengkan kepala. Sementara Arka ia mendapatkan kedipan mata dari Ethan, sontak saja tingkah konyol dari sahabatnya itu membuat tubuh Arka merinding.“Ternyata cinta betul-betul bisa merubah segalanya,” Celoteh Arka.Kemudian ia melirik Rayyan dan berkata.“Ayo kita minum di atas.” Tutur Arka sambil menggoyangkan gelas yang ada di tangannya.Rayan sedikit merasa ragu, kemudian dia mengangguk setelah menatap dapur sebentar.Ada balkon kecil tertutup di lantai dua. Di sana ada meja kaca bundar dan dua kursi abu-abu. Kedua pria itu duduk di sebera
Rayyan menatap Arka yang saat ini terdiam, dalam dadanya seperti ada gemuruh yang meledak-ledak seakan sulit untuk dikendalikan olehnya, ia tidak sabar ingin mendengarkan kembali cerita masa kecil Arka dan Evelyn, ia ingin tahu apalagi yang dialami oleh Evelyn kecil saat itu.Dengan mantap ia bersuara, “Tolong, lanjutkan lagi ceritamu itu,”Arka menarik nafas panjang, lalu kembali bersuara, “Sejak kejadian itu, hampir dapat dipastikan jika ia tidak pernah lagi datang menemuiku. Walau sekali waktu tanpa sengaja kami bertemu, dia akan berusaha untuk menghindari ku. Dia selalu menundukkan kepala saat kami berpapasan. Dia tidak pernah tersenyum lagi padaku dan tidak pernah memanggilku kakak lagi. Lama kelamaan, dia juga jarang untuk pulang ke rumah.” Arka kembali menghisap rokoknya, menghembuskan asap putih dari mulutnya.“Sejak kejadian itu juga, ia lebih memilih untuk tinggal di asrama sekolah. Dia bahkan tidak kembali pada hari Sabtu dan Minggu. Terkadang orang tuaku sampai menjemputny
Wajah Rayyan terlihat memerah, amarah dihatinya bergemuruh, marah sedih bercampur menjadi satu. “Kamu benar-benar kakak yang kejam! Tidak aku sangka ternyata kamu tidak punya hati nurani, Arka”Arka masih duduk di kursi, dia menyeka mulutnya yang mengalir darah segar. Dia sama sekali tidak marah, ataupun berniat ingin membalas saat Rayyan meninjunya, tetapi dia justru tertawa. Dia menjilat bibirnya yang terluka kemudian berkata. “Terima kasih.”Ini adalah pertama kalinya dia melihat Rayyan begitu sangat marah kepada dirinya seperti ini, dan itu semua adalah ungkapan suasana hati Rayyan yang tidak terima oleh perlakuan dirinya pada Evelyn dulu.Rayyan seperti itu karena Evelyn, adik perempuannya. Arka sama sekali tidak marah, justru dia merasa sangat bahagia. Rayyan kembali duduk di kursi dengan tatapan yang begitu dingin menusuk hati Arka.Arka bangun dan kemudian menepuk lembut bahu Rayyan. “Rayyan, selamat ulang tahun ya. Aku sekarang benar-benar yakin, jika kamu akan bisa membuat
Setelah cukup lama mereka menikmati kemesraan yang ada, Evelyn mencoba untuk melepaskan diri.Dengan malu-malu ia berkata, ”kak Rayyan, mari kita turun ke bawah, sejak tadi aku sudah menyiapkan makanan istimewa untukmu,”Rayyan menganguk, kemudian keduanya berjalan menuju lantai bawah sambil bergandengan tangan.Di meja makan, Evelyn sudah menyalakan dua lilin agar suasana menjadi semakin romantis. Dia duduk di samping sambil menopang pipi dengan kedua tangannya.Dia terus menatap ke arah Rayyan dengan mata yang terlihat dipenuhi kebahagiaan, ia tersenyum dari waktu ke waktu ke arah Rayyan yang sedang makan.Rayyan menoleh dan melirik nya. “Kenapa kamu menatapku seperti itu?”Evelyn tersenyum malu-malu dan menjawab dengan suara lembut, “Memangnya tidak boleh, jika aku sedang mengagumi kekasih ku yang sangat tampan.”Rayyan sedikit menyerngit, kemudian dia tersenyum dan mencubit pipinya dengan ujung jarinya. “Jadi kamu menyukaiku karena aku tampan saja, ya?”Evelyn membantah, “Bukan se
Seketika Wajah Evelyn langsung berubah, saat ia melihat Revan berdiri di depan pintu kelas. Pria itu tampak murung dan kurang semangat, namun walau wajahnya terlihat seperti itu ia tetap menarik perhatian banyak mahasiswi yang ada di sana.Revan menyadari bahwa Evelyn tidak tersenyum padanya, tetapi dia tetap berusaha mendekatinya."Evelyn.”“Ada apa? Kenapa kamu mencari aku?" Tanya Evelyn dengan nada datar."Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan, tapi sepertinya tidak enak jika kita bicara di sini. Bagaimana kalau kita ke cafe yang ada di belakang kampus ini saja, aku ingin mentraktirmu secangkir kopi?" Usul Revan, yang merasa tidak nyaman berdiri di sana sambil diawasi banyak orang.Evelyn melirik jam tangannya, masih ada setengah jam sebelum pelajaran dimulai. Dia tahu memang ada cafe di belakang sekolah,"Baiklah," Jawabnya singkat.Setelah meletakkan tasnya di dalam kelas, Evelyn dan Revan pergi ke cafe untuk berbicara lebih lanjut. Mereka berjalan beriringan, persis seperti orang
Evelyn tersenyum smirk, tiba-tiba saja ia menyadari sejarah hitam saat dia menyukai Revan. Dia benar-benar merasa menyesal, bagaimana dulunya dia bisa menganggap jika orang seperti Revan itu adalah orang yang begitu berarti di dalam hidupnya."Semua yang kamu bilang itu dulu, kan? Berarti itu adalah dulu, dan sekarang ini aku sudah tidak menyukaimu. Atau lebih tepatnya Aku sama sekali tidak menyukaimu lagi, bahkan aku sangat membencimu!" Ucap Evelyn tegas.Revan merasakan hatinya begitu terasa nyeri, bahkan rasa itu seolah saja dengan cepat menyebar ke seluruh organ dalam tubuhnya. Sebetul nya ia ingin marah dengan semua sikap dingin Evelyn kepadanya, akan tetapi rasa itu ia abaikan dan lebih kepada rasa sedih mendengar kalimat yang diucapkan dengan begitu tenang. Ucapan yang mempertegas jika ia betul-betul sudah dilupakan oleh Evelyn"Revan, Anesa sudah dewasa dan dia harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya. Baiklah jika tidak ada hal lain untuk dibahas lagi, aku akan kembali
64Di Ujung gawai handphonenya Evelyn terlihat menggelengkan kepala. Setelah menghela nafas panjang untuk membuang rasa terkejut akan sikap kakaknya, Evelyn kemudian berkata,“Aku dengar, jika kakak telah memenangkan sebuah proyek besar pemerintah. Apa berita itu memang benar, kak?”“Hahaha...”Terdengar suara Arka tertawa.“Sudah pasti berita itu benar, bukankah kakakmu ini memang orang yang sangat hebat dan pintar, dan kamu harus mengakui semua itu bukan!” Tutur Arka yang terdengar semakin sombong.Evelyn sedikit mengangkat ujung bibirnya saat mendengar penuturan Arka, ‘Tidak diragukan lagi, pasti saat ini kak Arka sedang mengangkat wajahnya dan bertingkah konyol,’ Evelyn bisa membayangkan bagaimana ekspresi wajah kakaknya saat ini.Tidak apa lah jika dia harus bermanis-manis dan memuji-muji kakaknya terlebih dahulu. Demi untuk mendapatkan hadiah seperti yang ia harapkan dari kakaknya itu.“Kalau begitu aku ingin mengucapkan selamat pada Kakakku yang hebat dan pintar ini,” Tutur Eve
Wulan menatap wajah gadis itu, ia sedikit merasa heran. Bukankah kepala Gadis itu sudah terbentur pada lantai, tetapi Gadis itu masih sempat mengkhawatirkan keadaan dirinya, bahkan saat ini gadis itu menuntunnya dengan hati-hati untuk menuruni tangga dan menarik kursi lalu menyuruhnya untuk duduk.Wulan merasa seakan-akan seperti sedang bermimpi, jika ia tadi hampir saja jatuh dan tergelincir dari atas tangga. Seandainya Gadis itu tidak tepat waktu menangkap tubuhnya dan menyelamatkannya. Dapat dipastikan jika saat ini ia sudah jatuh dan menggelinding sampai bawah. Atau mungkin saja kepalanya pasti akan cedera dan kaki atau tangannya pun pasti akan patah.Dia menunduk, melihat gadis itu berjongkok di hadapannya dan mengeluarkan minyak telon dari tasnya lalu mengurut pergelangan kakinya yang mulai terlihat sedikit bengkak.“Nenek, ini pasti sangat sakit ya? Aku akan mengurutnya sebentar untuk mengurangi bengkaknya.”“Eh, tidak perlu,” Wulan ingin mencegah, tetapi jari-jemari lentik dan
Tangan Azam sudah terangkat dan hampir saja menampar wajah Rayyan.Tetapi Arka berdiri dengan cepat dan mencegah, sekarang dia berlutut di antara mereka menghadap Azam."Tuan! Tuan Rayyan benar-benar tidak bersalah. Apa yang dilakukannya pada Nona Amara itu tidaklah sengaja. Dia marah padaku. Dan itu adalah hal yang wajar. Aku sudah lancang mencintai Nona Amara. Jika tidak, semua ini tidak akan terjadi. Jadi jika anda ingin memukul, pukul saja aku. Aku yang telah menghianati Rayyan. Aku tidak menjaga adiknya dengan baik tetapi malah membuat keadaan rumit seperti ini.”Bukannya Azam yang tercengang dengan ucapan Arka tetapi justru Rayyan yang membeku.Azam tidak mengatakan apapun lagi, dia mengurut pelipisnya. Jika dipikir-pikir, Rayyan memang tidak sepenuhnya bersalah, apa yang dilakukannya karena dia khawatir dengan keadaan adiknya. Biar bagaimanapun juga, selama ini Rayyan lah yang telah berusaha sekuat tenaga untuk membuat Amara bisa bertahan hidup sampai sekarang ini. Tetapi untu
Arka menghela nafas, menarik wajah Amara dan mengusapnya."Semua orang tua, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaan putrinya. Tapi, sebagai anak, kamu juga tidak boleh membuat orang tuamu sampai bersedih. Jangan membebani mereka dengan keinginan kita." ucap Arka dengan sangat hati-hati."Aku tidak membebani mereka, Kak Arka. Aku hanya bertanya apa papa akan membantu kita? Papa jawab, tentu saja. Itu artinya papaku merestui hubungan kita!" sahut Amara, matanya membulat."Ah iya. Baiklah. Jangan marah lagi." Arka meraih kedua tangannya. Menatap wajah Amara yang mulai berseri kembali."Kita akan menikah kan, kak Arka?"Arka mengangguk lagi. "Iya. Kita akan menikah."Amara tersenyum senang. Menarik tengkuk Arka untuk mencium keningnya dan kembali memeluknya."Aku bahagia. Akhirnya kita akan menikah.""Amara!"Keduanya sama-sama tersentak saat mendengar suara seseorang memanggil nama Amara dan menoleh cepat ke arah yang sama.“Kak Rayyan?"“Rayyan?”Rayyan sudah berjalan ke arah merek
Hampir setengah harian ini Amara mengurung diri di kamar. Dia kecewa kepada Arka karena tidak memberi jawaban pasti padanya. Padahal kedua orang tuanya sudah menyetujui permintaannya, pamannya Azam pun begitu.Azura dan Arka sudah beberapa kali mengetuk pintu untuk mencoba membujuknya. Tetapi Amara tetap tidak mau membuka pintu kamarnya."Sebenarnya ini ada apa lagi?" Amar bertanya pada Azura.“Aku tidak tahu. Sepertinya Amara …. “ Azura menggantung kalimatnya, kemudian dia menoleh pada Arka yang ada di samping sana.Arka hanya bisa menunduk, dengan perasaan yang tidak nyaman. Dia sama sekali tidak pernah bermimpi jika harus terlibat dengan keluarga Brahmana seperti ini.Amar kemudian menatapnya dan bertanya,"Arka, apa kamu tidak ingin mengatakan sesuatu pada kami? Saya yakin jika kamu pasti tahu, penyebab kenapa Amara mengurung diri di kamar seperti ini?”Arka menghela nafas cukup panjang, kini dia melangkah dan duduk di hadapan Amar yang sudah duduk di ruangan tengah."Nona Amara …
Linda yang juga melihat siaran langsung pesta pernikahan itu tidak dapat menahan diri, seketika dia menyambar remote tv dan mematikan televisi itu kemudian melempar remote secara sembarangan.Dadanya bergemuruh ia benar-benar kesal lalu melangkah dengan cepat untuk menuju ke dalam kamar.Wajahnya terlihat menggerutu kesal, kini mereka sekeluarga hanya bisa merenungi nasib keluarga mereka yang sedang berada di ambang kehancuran.Dulu dirinya begitu sombong dan angkuh menganggap jika keluarga Limanto tidak satu derajat dengan status mereka, dan alasan ini lah yang menjadi dasar dia tidak merestui hubungan Evelyn dan putranya.Namun kini takdir mengubah segalanya. Perusahaannya bangkrut, kehidupan dan masa depan putra-putrinya tidak jelas arah tujuan, dengan keadaan yang seperti ini tentunya status mereka sudah sangat tertinggal jauh di bawah keluarga Limanto.Keadaan yang sama juga terjadi pada Tomi Lewis, saat ini ia juga sedang meratapi nasib di kantornya. Dia tidak peduli adanya siar
Tetapi untuk menyuruh Amara pulang, rasanya Rayyan tidak tega. Bukankah sejak dulu gadis itu sangat menginginkan pergi ke negara itu bahkan, Rayyan juga sudah jauh-jauh hari menyusun rencana dan menghabiskan waktu serta pikiran untuk mengurus semuanya demi bisa mewujudkan mimpi dari adiknya itu. Tapi baru saja berapa hari dia di sana, sudah akan disuruh pulang.Namun Rayyan kembali berpikir jika apa yang dikatakan oleh ayahnya semua benar, jika Amara di sana sendirian di sana pasti akan sangat mengkhawatirkan. Jadi pada akhirnya Rayyan memutuskan untuk menyuruh Amara pulang dan kembali ke sini.Mengenai Arka, tentu saja dia harus ikut pulang. Karena yang pertama tugas Arka sudah selesai dan yang kedua tidak ada yang perlu diawasi lagi oleh Arka. Kemudian mereka semua memang harus berkumpul di hari bahagia mereka.Rayyan pada akhirnya mengatakan iya ada ayahnya, kemudian dia segera menghubungi sekretaris Robi dan meminta Robi untuk segera mengatur kepulangan Amara dan Arka.Kabar renca
Sofyan bergegas untuk pulang ke rumah, rasanya ia betul-betul tidak sabaran, untuk memberitahu kabar gembira yang tadi baru saja dia dapat kepada istrinya.Tapi begitu dia sampai di rumah bukannya dia yang memberi kejutan untuk kabar kabar baik yang ada, justru dia sendiri yang disambut oleh senyuman lebar dari istrinya, belum sempat dia berkata atau bertanya Laras sudah menariknya menuju ruangan tengah.“Lihat, apa itu?” Laras menunjuk tumpukan hadiah. Mata Sofyan terbelalak melihatnya. Ia terkejut saat melihat begitu banyak barang-barang mewah yang tersusun di ruangan rumahnya.“Laras, itu semua kamu dapatkan dari mana?” tanya Sofyan, dia terheran-heran. Selama ini dia mengenal istrinya ini adalah sosok seorang wanita yang super pengiritan dan tidak boros, tetapi kenapa tiba-tiba banyak barang mewah di rumahnya?“Semua ini dari keluarga Brahmana. Tadi Nyonya Brahmana datang kemari dan membawa hadiah yang katanya semua ini adalah hadiah lamaran yang tertunda.”Sofyan tertegun, betap
Saat dia tengah termenung, perwakilan dari grup Brahmana itu sudah berada di depan pintu ruangan kerjanya, mengetuk pintu dan memberi salam dengan sopan."Pak Sofyan, apa saya boleh masuk? Saya adalah utusan dari, Tuan Rayyan.” tutur utusan itu sopan.Sofyan mendongak dan menatap ke arah wajah pria itu, dia merasa tidak asing lagi dengannya. Beberapa kali dia pernah melihat pria tersebut datang ke rumahnya. "Tuan Robi, bukan?"Pria itu tersenyum lembut dan mengangguk, "Iya, Pak Sofyan. Saya Robi, sekretaris utama perusahaan grup Brahmana. Saya datang kemari atas perintah Tuan Rayyan untuk membahas suatu hal dengan Anda.""Oh, mari silahkan masuk dan duduk," ujar Sofyan sambil mengajak Robi untuk duduk.“Sebelumnya kalau saya boleh tahu, kira-kira apa yang ingin dibahas oleh Tuan Rayyan dengan saya? Apakah ini masalah putri saya?” tanya Sofyan.Robi mengerutkan alisnya. "Oh, tentu saja bukan. Tidak mungkin jika masalah keluarga akan dibahas di kantor, bukan? Dan tentu saja tidak mungk
Tubuhnya sampai gemetaran handphone di tangannya pun hampir terjatuh, namun cepat-cepat diambil oleh Anesa dan memberikannya lagi pada Linda.“Kenapa bisa begitu? Kenapa kamu bisa kalah? Tidak mungkin kamu kalah, kamu hanya bercanda kan? Kamu ingin memberi surprise kepada ibumu kan? Ya ampun Revan, jangan seperti itu. Ibu nanti bisa jantungan loh.” Linda seperti masih kurang percaya, dia masih berharap jika Revan ini sedang hanya bercanda padanya dan ingin memberinya kejutan saja.Terdengar suara lesu dari Revan kembali, “Tidak Bu, Revan tidak sedang bercanda. Ini benar. Revan kalah, Bu, tidak bisa memenangkan proyek itu bahkan paman tidak bisa membantuku.”Emosi Linda kian tersulut nada suaranya kian tinggi, “Revan! Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu bodoh sekali,” belum selesai Linda memarahi putranya panggilan sudah dimatikan oleh sepihak.Linda terlihat benar-benar seperti orang linglung, dia menoleh pada Anesa yang menatapnya dengan cukup khawatir.“Ibu, ada apa? Apa yang dikata
Saat ini terlihat Laras masih membeku dan cenderung seperti orang linglung, Arumi menoleh ke arahnya, lalu bertanya pada Laras, "Besan kalau boleh aku tau, wanita itu siapa? Apa dia kerabat kalian?"“Dia itu … Eh bagaimana menjelaskannya ...." Laras tampak bingung untuk memulai menjelaskan, lalu dia berkata ragu-ragu, "Sebenarnya dia itu, Nyonya Lewis."Tanpa perlu dijelaskan lebih lanjut oleh Laras, Arumi langsung paham karena sebelumnya putranya memang sudah menjelaskan, dan Evelyn, sang menantu, juga sudah pernah sedikit bercerita tentang bagaimana mereka bertemu dan siapa bagian dari masa lalunya."Kalau begitu, mengapa tidak kamu perkenalkan saja besan kamu ini, pada mantan calon besan yang sombong itu!" Arumi berkata dengan nada sindiran."Eh, iya ...." Awalnya Laras terlihat takut namun setelah mendengar ucapan Arumi, wajah langsung ceria kemudian ia langsung menoleh pada Linda. "Nyonya Lewis, kamu tadikan sangat penasaran dengan suami Evelyn? Nah kebetulan sekali ini dia ibu